Bertobat merupakan perkataan yang jika diucapkan secara serius seringkali menjadi kata yang sangat tidak menyenangkan. Kita percaya bahwa kita adalah manusia yang terbatas, manusia yang memiliki kelemahan, kita mungkin terbuka untuk berubah, terbuka terhadap kritik dan masukan, namun seruan pertobatan mungkin terdengar terlalu radikal bagi kita; itu ucapan yang mungkin kita pikir lebih baik kita berikan kepada orang non Kristen. Seiring dengan semakin menipisnya kesadaran kita akan dosa; seruan-seruan radikal tentang dosa dan pertobatan semakin tidak populer diantara kita. Kita lebih “nyaman” dengan definisi yang disepakati oleh manusia pada umumnya tentang keterbatasan semua orang dimana masing-masing memerlukan kritik dan perbaikan. Kita tidak suka siapapun menghakimi kita; ah sama-sama orang berdosa tidak usahlah saling menghakimi, itu kata kita. Keadaan ini semakin menyudutkan dosa dan pertobatan kepada kebaktian-kebaktian penginjilan, jika ada; bersama dengan buku-buku Kristen yang mungkin meringkuk di rak buku kita. Sudah disana saja letaknya; jika dikeluarkan dari tempatnya “seruan pertobatan” tersebut akan menjadi seruan yang menyakiti banyak orang, mengancam pertemanan dsb. Jadi lebih baik dikandangan saja. Toh kita sama-sama sudah Kristen, sama-sama punya kelemahan, buat apa saling menyalahkan. Namun ternyata jalan itu bukanlah jalan yang senantiasa bisa kita tempuh jika kita hendak berdiri di jalan TUHAN. Seruan keras pertobatan dan penghakiman mewarnai berita Yeremia dengan demikian kental; dan ketika mereka yang panas kuping menolak untuk mendengarkannya maka yang terjadi adalah musnahnya kesempatan untuk bertobat. Kita akan merenungkan secara khusus bagian ini dalam konteks kita; mensyukuri jika seruan pertobatan masih boleh berngiang di telinga kita sembari berharap kesempatan untuk bertobat masih diberikan Allah yang masih sudi mempertahankan belas kasihannya kepada kita.
Salah satu berita utama nabi pra pembuangan adalah tentang dosa dan pertobatan, dan jika pertobatan sejati tidak dinyatakan maka penghukuman keras menantikan mereka. Yeremia dipanggil Allah untuk menyerukan pertobatan kepada Yehuda yang sangat berdosa dan akibatnya dia dimusuhi oleh orang-orang Anatot, daerahnya sendiri. Dalam ps 12 kita melihat bahwa orang berdosa yang mendapatkan seruan keras dari Yeremia ini adalah mereka yang tampak religius. Mereka bukan orang kafir yang tidak tahu tata cara ibadah; Yeremia menyatakan bahwa mulut mereka mengucapkan Allah (12:2). Disini kita melihat bahwa tampilan luar agamis sama sekali tidak sanggup menutupi kebusukan hati manusia; Allah memandang hingga kedalam hati. Satu hal yang membuat pelayanan Yeremia sangat sulit adalah orang-orang tersebut tampaknya bukan sekedar religius namun juga memiliki semacam hasil pelayanan yang baik dan bisa disaksikan (ay 2). TUHAN yang membuat mereka tumbuh, berakar, subur dan berbuah. Ini unik; TUHAN memang sanggup bekerja bahkan menghasilkan buah yang sesuai dengan kemauan-Nya dari para pelayan yang tidak baik. Alkitab memiliki gambar sedemikian banyak tentang hal ini. Melalui kejahatan para saudara Yusuflah nantinya Allah memakai Yusuf untuk memeliharakan keluarga besar yang nantinya menjadi bangsa Israel; melalui Yehuda dan Tamarlah nantinya lahir Peres dan Zerah, melalui Batsyeba istri Urialah nantinya lahir raja Salomo. Demikian Pauluspun mensyukuri pekerjaan pemberitaan Injil dari orang-orang yang bermaksud busuk untuk memperberat keadaan Paulus dalam penjara (Flp 1:17-18). Sekali lagi menjadi religius sama sekali tidak menjamin kebersihan kita dihadaan Allah; termasuk jika melalui pelayanan kita Allah berkenan untuk memberikan buah.
Hal ini membuat kita perlu mawas; kita sama sekali tidak dapat berlindung dibalik banyaknya kegiatan gereja kita, termasuk dengan angka-angka spektakuler yang terkadang malah membuat kita jumawa. Mereka menyebut nama Allah, pelayanan mereka berbuah; namun Allah jauh dari hati mereka. Ini menjadi skandal pelayanan yang sangat mengerikan. Alkitab sangat kritis menyikapi hal ini; Tuhan Yesus bahkan berseru tidak mengenal orang-orang yang telah melakukan banyak pelayanan yang tampaknya sangat khas Kristen sejati, penyembuhan, pengusiran setan, serta berbagai mujizat. Kita sama sekali tidak bisa berbesar kepala akan banyaknya pelayanan, bahkan ketika seolah Tuhan benar-benar memakai kita. Sikap hati kita tetap merupakan hal yang dituntut pertanggung jawaban. Tuhan berhak memakai siapapun juga untuk tujuan-Nya, bahkan ketika yang dipakai tersebut tidak memiliki kemurnian; namun ketidakmurnian tetap akan dituntut pertanggungjawaban. Dalam keadaan ini kita melihat betapa sulitnya Yeremia bisa didengar; dibandingkan dengan mereka, agaknya pelayanan Yeremia lebih terlihat gagal. Dia ditolak dalam pelayanannya; bandingkan dengan orang-orang yang berbuah ini. Meski kita tidak mengetahui secara jelas tentang konteks historis bagian ini, namun salah satu masa pelayanan Yeremia adalah pada pemerintahan raja Yosia, yang ketika masa pemerintahannya sempat diadakan reformasi religius serta perayaan Paskah yang besar. Dengan demikian religiusitas zaman tersebut sangat mencolok. 2 Raj 23:22 mencatat bahwa Paskah seakbar itu tidak pernah dirayakan sejak zaman para hakim. Kita melihat betapa mencoloknya perayaan religius ini; ini menjadi salah satu catatan penting dalam karir Yosia sebagai raja. Namun uniknya, Yeremia sama sekali tidak menyinggung apa-apa tentang perayaan tersebut. Sebagai salah satu buku terpanjang dalam Alkitab; cukup “aneh” jika kita melihat bahwa Yeremia bahkan tidak menyinggung sedikitpun tentang reformasi besar ini. Namun inilah yang terjadi, Yeremia, dan kita percaya TUHAN sendiri tidak tertarik kepada keagamaan palsu; terlaihat baik diluar namun tidak murni di hati. Kita tidak mengetahui secara detail apa buah yang dicatat dalam ay 2, namun ayat ini menyatakan bahwa Allah yang memberikan buahnya. Dan ironisnya hal ini bisa menjadi kebahayaan yang sangat serius. Apa kurangnya, dari luar terlihat beribadah dengan taat, dan dari pelayanannya terlihat buah-buah pelayanan juga??? Karena saya melayani maka jemaat bertumbuh, karena saya melayani maka dia menjadi begini dan begitu, karena khotbah saya maka dia berubah dsb. Orang yang ada dalam keadaan demikian mengalami bahaya yang serius tentang ketertutupan telinga. Jika kita pelayanan (terlihat) baik, lalu menghasilkan buah yang baik, kita mungkin akan menjadi orang yang sangat susah untuk menerima teguran. Teguran dari orang lain, terlebih yang pelayanannya tampak tidak sukses (seperti Yeremia) mungkin hanya akan menghasilkan senyum simpul dan gumaman lirih “ah kamu cuman ngiri”. Teguran bagi gereja yang mempunyai angka penginjilan mencapai 1,5 juta jiwa, gereja yang mempunyai TV dan concert hall serta museum mungkin agak sulit mendarat. Ini hal pertama yang kita renungkan, sungguh pencapaian religius yang fantastis baik diri kita pribadi maupun komunitas gereja sama sekali tidak menjadi jaminan kemurnian hati kita.
Terhadap bangsa yang sedemikian ini Yeremia diutus dan cukup mudah ditebak, Yeremia menerima penolakan sangat keras. Penolakan yang akhirnya dikeluhkan Yeremia dihadapan Allah, namun Allah menjawab Yeremia bahwa yang akan dialami akan jauh lebih buruk lagi, Yeremia perlu bersiap. Karena berita kerasnya, Yeremia ditolak oleh orang-orang dari daerahnya sendiri, namun ketika dia mengeluh Allah berkata bahwa lebih buruk lagi Yeremia akan ditolak oleh kaum keluarganya sendiri. Sebuah metode konseling yang agak aneh dari Tuhan; ketika Yeremia mengeluh dengan sangat Allah berkata kepadanya masih berlari bersama orang yang berjalan kaki saja kecapean; nanti kamu akan berpacu menghadapi kuda (12:5). Allah seolah tidak mengerti belas kasihan; dia memperlakukan Yeremia dengan terlalu keras. Yeremia berasal dari keluarga imam di Anatot. Panggilan imam pada umumnya diteruskan dengan cara diwariskan; jadi sudah semestinya Yeremia melayani sebagai imam. Imam adalah jabatan yang mewkili umat, membawa persembahan bagi umat, memohonkan pengampunan Allah bagi umat. Maka cukup mudah kita mengerti jika jabatan imam ini dipandang penting dan cukup dihargai diantara orang Israel. Dari orang semacam inilah Allah memanggil Yeremia untuk berbicara keras dan menjadi orang yang sangat dibenci; baik oleh orang-orang Anatot maupun lebih jauh lagi, oleh keluarganya. Dari sebuah jabatan yang mungkin disayangi oleh banyak orang menjadi seorang nabi yang sangat dibenci. Ini sangat menyakitkan Yeremia, tidak cukup disana, ketika Yeremia mengeluh, Tuhan justru membukakan bahwa pelayanannya akan lebih berat lagi. Kurang manusiawi tampaknya; namun dalam bagian ini ketika Allah menjawab, kita melihat sebuah konteks yang lebih serius. Ketertolakan Yeremia ternyata hanyalah merupakan miniatur dari apa yang dialami Allah (7-13). Seorang hamba Tuhan yang sejati ketika meneriakkan teugran, mereka meneriakkan kepedihan dan amarah Allah; bukan melampiaskan kekesalan sendiri. Ini merupakan penghiburan sekaligus beban berat yang ditanggung Yeremia. Disatu sisi sebuah anugerah besar ketika dia bisa mencicipi isi hati Tuhan; hal tersebut langsung merelatifkan penolakan yang dialaminya ketika dibandingkan dengan penolakan yang dialami Tuhan. Dari ay 7-10 ada perkataan tentang kediaman-Ku, buah hati-Ku, kebun anggur-Ku, tanah-Ku, tanah kedambaan-Ku. Benar, Yeremia bisa berkata bahwa dia dimusuhi orang kotaku, kaum keluargaku. Namun hal tersebut hanyalah miniatur; dosa mereka sebenarnya adalah memahitkan hati Allah. Allahlah yang kehilangan milik kepunyaan-Nya, umat-Nya sendiri. Hal kedua yang perlu kita renungkan adalah tentang salah satu hal yang mungkin saat ini jarang kita benar-benar sadari; dosa dalam arti yang paling mendasar adalah memahitkan hati Allah.
Dalam dosa yang demikian pelik; Allah menyatakan akan menghukum mereka dengan keras. Gambaran Allah yang menghukum dosa dengan keras mungkin juga merupakan salah satu gambaran yang agak luput dalam pandangan kita saat ini. Gambar Allah yang memberikan Tuhan Yesus mati disalib menebus dosa jelas merupakan salah satu gambar sentral kekristenan Injili, namun gambar Allah yang menghukum dengan sangat keras umat yang berdosa juga merupakan gambar yang cukup dominan dalam Alkitab, setidaknya gambaran Yeremia ini; bahkan melalui gambaran inilah kita semestinya menginterpretasi kengerian salib. Ketika Yeremia mengadukan perkaranya dihadapan Allah, sakit hati sedang mengerumuninya. Yeremia berkata Tuhan Engkau yang mengadili dengan bersih mengetahui bahwa aku bersih dihadapan-Mu. meski mereka tampak religius dan benar, Engkau jauh dari hati mereka; bangkitlah ya TUHAN belalah perkaraku, jatuhkanlah hukuman-Mu. Namun ketika Allah benar-benar memberikan gambaran hukuman yang melanda Yehuda, maka Yeremia sendiripun dibuat ketakutan. Ketika Allah menghukum dosa dengan keras; hal itu bisa membawa kita dari perasaan jengkel terhadap lawan hingga sangat kasihan. Yeremiapun memohonkan belas kasihan terhadap bangsanya mengapakah Engkau seperti orang yang bingung, seperti Pahlawan yang tidak sanggup menolong??? Tetapi Engkau ada diantara kami, ya, TUHAN, dan nama-Mu diserukan di atas kami; janganlah tinggalkan kami!!! (13:7-9) Ya TUHAN, kami mengetahui kefasikan kami dan kesalahan nenek moyang kami; sungguh, kami telah berdosa kepada-Mu. Janganlah Engkau menampik kami oleh karena nama-Mu, dan janganlah Engkau menghinakan tahta kemuliaan-Mu!!! Ingatlah perjanjian-Mu dengan kami, janganlah membatalkannya (14:19-21). Seperti apakah Allah bisa menghukum manusia??? Bayangkanlah orang yang sangat menyakiti hati kita, orang yang menumpukkan kepahitan besar dalam diri kita; namun seketika kejengkelan kita bisa berubah drastis menjadi rasa kasihan yang sangat. Tadi posisnya adalah Yeremia dipihak Allah sedang berhadapan dengan para pembencinya; kini setelah Allah menyatakan penghukuman-Nya maka Yeremia bergeser pada pihak umat, dan berhadapan dengan Allah meminta belas kasihan-Nya. Jika kita mengerti tentang kekudusan Allah dan betapa dosa sungguh menyakitkan hati-Nya kita perlu sangat takut juga dengan penghukuman Allah. Jika kita amati, kita melihat bahwa isi doa Yeremia ini sangat mirip dengan doa Musa; dengan sangat cermat Yeremia membangun argumen yang kuat agar Allah tidak membuang mereka. Ketika Yeremia tahu tidak ada lagi hal yang dapat mereka ajukan sebagai alibi dihadapan Allah; Yeremia mengutarakan kesetiaan Allah, nama dan kemuliaan Allah sendiri. Sebuah doa yang mirip dengan yang pernah dipanjatkan dengan sangat serius oleh Musa ketika situasi sedang sangat genting; yaitu ketika Allah sendiri hendak memusnahkan mereka. Ini seperti senjata pamungkas ketika seorang memohon dengan sangat serius dihadapan Allah; Yeremia sangat ngeri melihat amarah Allah. Perhatikan juga bagaimana Yeremia “merayu” Allah dengan perkataan sedemikian Adakah yang dapat menurunkan hujan diantara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu??? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat??? Bukankah hanya Engkau saja ya TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu??? (14:22). Yeremia mengadu dan memanjatkan permohonannya oh TUHAN kalau Engkau membuang kami, kemana kami bisa pergi. Kalau Engkau menghajar kami dengan kekeringan, kemana kami berlindung, bukankah dewa asing tidak dapat memberikan hujan, bukankah langit sendiri tak mampu menurunkan hujan jika tidak oleh karena Engkau??? Ini hal ketiga yang kita perlu renungkan dengan gentar, Allah menghukum dengan keras, sangat keras. Selain sakit hati Allah yang demikian besar; kita melihat dalam hal ini sikap hati Yeremia. Sikap hati seorang hamba Tuhan sejati; ketika dia tahu Allah akan menghajar umat-Nya dengan keras; dia bersyafaat bagi umat-Nya. Sikap seperti ini yang juga dimiliki oleh Musa, serta Paulus di Perjanjian Baru. Hamba Tuhan masa kini yang lebih sering kita jumpai mungkin adalah orang yang merasa bangga ketika orang yang memusuhinya dipukul Tuhan, termasuk ketika yang memusuhinya itu jemaat atau orang Kristen sendiri. Yeremia sangat jauh dari gambaran ini; justru Yeremia adalah orang yang paling berdoa, paling ngotot untuk keselamatan bangsanya (yang memusuhinya).
Yang paling menakutkan dari semuanya adalah jawaban Allah. Cukup adalah cukup; kini kesempatan untuk bertobat telah ditutup; Tuhan berkata kepada Yeremia untuk berhenti berdoa bagi mereka. TUHAN menceraikan mereka; mengusir mereka pergi dan ketika mereka bertanya kemana kami akan pergi jawabnya adalah terserah yang ke maut kemaut, yang kepedang kepedang, yang kekelaparan kekelaparan, yang ketawanan ketawanan. Ini wilayah paling mengerikan dalam perjalanan hidup umat Allah. Allah memang adalah Allah yang panjang sabar, namun Alkitab sama sekali tidak memiliki gambaran tentang Allah yang bisa dipermainkan. Ketika Manasye berdosa dengan demikian hebat; Allah menyatakan cukup. Belas kasihan Allah telah dinyatakan dengan cukup. Ketika kata ini keluar dari mulut Allah, maka kita cuma bisa berharap kengerian yang hebat; Allah sendiri kini yang akan berhadapan dengan kita sebagai musuh. Mari kita belajar berani menilik hidup kita, membiarkan diri kita dikoreksi melalui cara apapun yang diperkenankan oleh Allah, baik itu menyenangkan atau tidak menyenangkan. Jika teguan itu datang marilah kita bertobat; ketika pukulan Tuhan menimpa dan kesempatan masih datang, marilah kita bertobat. Dan secara khusus ketika kita masih ada kesempatan untuk berdoa dan secara khusus didoakan biarlah kita bersyukur dan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-sebaiknya. Jika kita mengasihi gereja ini, mengasihi orang-orang yang dipercayakan Allah kepada kita baiklah kita terus saling mendoakan. Kita jelas tidak mau disingkirkan Allah dari lingkaran doa ini. Ini hal keempat untuk kita renungkan, kesempatan bertobat TIDAK senantiasa ada (2 Raj 23:24-27). Dengan sangat menakutkan dalam bagian ini Yeremia sampai dilarang untuk berdoa. Doa merupakan salah satu sarana terbesar yang dipakai Allah menopang keberadaan umat Allah bahkan dalam kebangkrutan rohani mereka yang paling serius. Kita melihat ketika bangsa Israel melakukan kekejian yang sangat menakutkan dengan membuat dan menyembah patung lembu emas, Allah hendak membinasakan mereka semua. Namun dalam keadaan demikianpun Allah masih menyayangkan nyawa mereka, dan penyelamatan tersebut diraih melalui doa. Ketika dosa-dosa orang Niniwe telah memuncak hingga kelangit, hingga kepada Allah; dosa yang sangat besar; Allah mendengarkan ratap tangis serta puasa sesal mereka, dan Allahpun menyayangkan hidup generasi tersebut. Dalam kurun waktu setelah peristiwa pembuangan dalam kisah Ester; bahkan ketika mereka telah dibuang TUHAN karena dosa mereka, mereka ada di negri asing; dan kitab Ester sendiri dengan sangat unik seolah sengaja memberikan gambaran “ketiadaan Allah” melalui tidak dicatatnya nama Allah sama sekali; namun kita masih melihat bahwa Allah dengan sangat mencolok bekerja dan menolong mereka melalui puasa dan doa yang sangat serius. Doa merupakan salah satu cara yang sangat dipakai Allah ketika manusia sedang menghadapi “lawan” terbesar, yaitu Allah sendiri. Apa jadinya bila manusia telah dicopot Allah keluar dari jangkauan doa??? Yang kemaut kemautlah, yang kepedang kepedanglah.
Yang paling mengerikan adalah mereka tidak peduli; semua ancaman Yeremia hanya didengar sebagai dengungan menyebalkan. Mereka sama sekali tidak meminta Yeremia untuk berdoa bagi pengampunan dosa mereka. Mereka sudah cukup melakukan kegiatan rohani mereka. Good deal TUHAN agaknya cukup senang dengan ibadah mereka, tak peduli hati mereka jauh dari Allah. Yang penting saya senang dan Allah tidak marah. Ini menakutkan. Adakah kita peduli jika ada orang yang menopang kita dalam doa atau tidak; adakah kita menyangka jika doa kita menjadi sarana Allah menopang umat??? Ketika kita mengetahui bahwa kesempatan bertobat TIDAK senantiasa hadir, biarlah kita tidak mengeraskan hati dan bersyukur untuk setiap kesempatan yang masih TUHAN berikan termasuk melalui doa. Kekerasan hati, dan penolakan kita telah menjadi sebuah pertanda menakutkan tentang TIDAK diperpanjangnya kasih karunia Allah. 2 Raj 23:24-27 dengan menyakitkan mencatat perbandingan yang menakutkan; pernyataan tentang Yosia yang berbalik dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kekuatan justru diiringi dengan janji Allah yang akan menyingkirkan Yehuda. Cukup kasih karunia Allah; dosa pada zaman Manasye sudah terlalu besar, tidak penghukuman sudah tidak terhindarkan. (Dan sekali lagi pertobatan Yosia tampaknya tidak menjalar serius hingga kehati umat Yehuda).
Kisah ini bukanlah sekedar nukilan Perjanjian Lama untuk kita teladani atau kita tarik pelajaran moral. Ini adalah kisah dimana kita turut memainkan peran dalam babak yang berbeda. Allah yang kepada-Nya Yeremia berdoa adalah Allah yang sangat sama dengan Allah yang kepada-Nya kita berdoa saat ini. Karakter-Nya tidak berubah, kebencian-Nya akan dosa tidak berubah. Benar kita saat ini hidup pada era Perjanjian baru; kita hidup dalam pengampunan maha besar melalui karya salib Yesus kristus. Namun adakah hal ini akan meluputkan kita dari hukuman jika kita terus bermain-main dengan kekudusan-Nya??? Argumen kita mungkin demikian: ah kita hidup setelah era Perjanjian baru; era hukuman keras, peperangan, kelaparan, penghukuman-penghukuman Allah yang muncul secara langsung dan sangat keras tersebut sudah lewat. Kini kita masuk di era Perjanjian Baru, era anugerah, era dimana penghukuman berdarah sudah lewat. Jika kita mengikuti logika penulis kitab Ibrani maka jawabannya adalah tepat terbalik. Jika Perjanjian Allah melalui Musa saja dilanggar dan oleh karena itu Allah menghukum mereka dengan sangat keras. Maka kita yang menerima ikat janji melalui Yesus Kristus, yang jelas jauh mengatasi Musa tentu memiliki ikatan konseuensi yang sangat jauh lebih besar juga. Fakta bahwa kita telah menerima anugerah yang demikian besar, pengampunan yang begitu besar; dalam argumen penulis Ibrani tentunya membawa kita kepada rasa gentar yang jauh lebih besar juga. Mari kita terus mensyukuri dan tidak pernah memandang remeh anugerah Allah, jika saat ini masih kita saksikan cinta-Nya yang besar; kiranya kita tak membiarkan tercecer percuma; sebaliknya dengan segala syukur kita menghidupinya.
GOD be praised!!!
Ringkasan khotbah ini sudah diperiksa oleh pengkhotbah (EA)