Lukas 24 ini ada 3 kisah berbeda yang membicarakan satu hal yang sama, yaitu tentang peristiwa yang terjadi setelah kebangkitan Tuhan Yesus, dan sepertinya terjadi di hari yang sama juga. Ayat 1-12 di pagi hari tentang para wanita yang datang ke kubur mau merempah-rempahi tubuh Tuhan Yesus, ayat 13-35 kira-kira siang sampai sore tentang perjalanan ke Emaus, dan terakhir ayat 36-50 di malam hari –mungkin hampir tengah malam—kisah Tuhan Yesus menampakkan diri murid-murid-Nya.
Dalam membaca Alkitab, kita punya suatu pedoman bahwa waktu orang menuliskan Alkitab, mereka menulis bukan dengan sekedar mencari-cari bahan yang cukup banyak untuk dimasukkan ke dalam tulisannya. Penulis Injil Lukas, dalam tulisan edisi berikutnya yaitu Kisah Para Rasul, tahu bahwa Tuhan Yesus ada bersama-sama murid-murid-Nya setelah kebangkitan sampai 40 hari lamanya, maka yang unik adalah mengapa cuma 3 kisah ini saja yang Lukas tuliskan, padahal tentu ada banyak sekali sumber yang bisa dia masukkan. Waktu kita sadar ada banyak cerita lain yang Lukas buang demi mempertahankan 3 kisah ini, itu berarti 3 kisah ini ditulis dengan suatu tujuan, bukan sekedar ada, ada sesuatu yang khusus yang mau diperlihatkan. Apakah itu?
Kita akan coba melihat 4 tema yang sama, yang terus-menerus muncul di dalam 3 kisah ini. Pertama, perasaan bingung dan kecewa. Kedua, peneguran. Ketiga, pengajaran. Keempat, pengabaran. Empat hal ini ada di setiap cerita ini.
TEMA YANG PERTAMA, perasaan bingung dan kecewa. Dalam kisah yang pertama, hal ini cukup jelas. Di ayat 2-4, para wanita ini termangu-mangu menghadapi kubur yang kosong, karena tadinya mereka pikir Yesus yang sudah mati itu ada di situ, dan mereka bingung mengapa bisa hilang, dsb.
Di cerita yang kedua terlihat lebih jelas, yaitu di ayat 17 dan seterusnya. Di situ diceritakan 2 murid ini sedang berjalan ke Emaus, mereka begitu murung dan kecewa. Lalu ada Seorang tidak dikenal mendekati mereka dan bertanya, “Apa yang kamu percakapkan?” Mereka lalu berhenti dengan muka muram, dan Kleopas menjawab, “Kamu ini baru datang ya? Koq bisa tidak tahu apa-apa mengenai yang terjadi di Yerusalem?? Yang terjadi adalah Yesus orang Nazaret, Dia Nabi yang berkuasa dalam perkataan dan perbuatan Allah di depan seluruh bangsa kami, tapi imam-imam kepala, pemimpin-pemimpin kami, menyerahkan Dia untuk mati, dan Dia telah disalibkan. Padahal kami dulu mengharapkan Dialah yang akan datang untuk membebaskan bangsa Israel. Kami bingung, kami tidak mengerti mengapa semua ini terjadi. Kami tidak mengerti mengapa Yesus harus mati, mengapa imam-imam dan pemimpin-pemimpin kami melakukan hal seperti itu”.
Perasaan bingung dan kecewa juga ada di kisah yang ketiga. Ayat 37 ketika Tuhan Yesus nampak, mereka begitu terkejut, begitu takut, apa-apaan ini, koq bisa seperti ini, mereka menyangka melihat hantu. Lalu Tuhan Yesus mengatakan, “Mengapa kamu terkejut, mengapa timbul keragu-raguan dalam hatimu?”
TEMA YANG KEDUA, peneguran. Dalam kisah yang pertama, penegurannya cukup lembut. Malaikat itu mengatakan kepada para wanita ini, “Kamu ini mengapa mencari Orang hidup di tengah-tengah orang mati?” Suatu peneguran –‘ini ‘gak bener’.
Di cerita yang kedua, penegurannya lebih keras. Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan di ayat 25, "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” Ini bahasa yang keras sekali. Mungkin kedua murid itu terhenyak sedikit waktu Tuhan Yesus mengatakan ‘kamu ini goblok banget ya, koq gini aja ‘gak ngerti’ –peneguran.
Dalam cerita yang ketiga, kita melihatnya lumayan jelas di ayat 38 waktu Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid, “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku." Ada peneguran –‘mengapa kamu tidak percaya ini Saya’.
TEMA YANG KETIGA, pengajaran. Bukan cuma peneguran, tapi ada pengajaran, ada koreksi, ada intruksi. Dalam cerita yang pertama, ayat 6-7 setelah mengatakan "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?”, malaikat melanjutkan, “Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." Dikatakan oleh malaikat: ‘ingat, ‘kan Dia pernah ngomong’ –suatu pengajaran.
Dalam cerita yang kedua, Saudara mendapati ini di ayat 26-27. Setelah Tuhan Yesus menegur mereka, dikatakan: Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci. Kata ‘menjelaskan’ di sini bahasa aslinya memakai ‘diermēneu’ yang artinya menafsir (akar katanya mirip dengan yang ada dalam kata ‘hermeneutika’). Dia menafsir, Dia mengajar kepada mereka tentang semua yang tertulis tentang Dia dari kitab-kitab suci, mulai dari kitab Musa dan kitab nabi-nabi.
Berikutnya, dalam cerita yang ketiga juga sama. Di ayat 44 Dia mengatakan: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (ini 3 kategori kitab Perjanjian Lama bahasa Ibrani –Torah (Taurat), Nevi'im (kitab Nabi-nabi) dan Ketuvim (kitab Writings)—maksudnya seluruhnya). Ia membuka pikiran mereka sehingga mereka mengerti Kitab Suci, lalu Dia mengatakan: “Ada tertulis demikian (mengajar): Memang Mesias harus mati menderita.”
TEMA YANG KEEMPAT, pengabaran. Setelah perasaan bingung dan kecewa, ada peneguran, lalu pengajaran, dan berikutnya adalah pengabaran. Di cerita yang pertama, reaksi dari para wanita setelah semua itu adalah lari dari kubur dan menceritakan semua itu kepada kesebelas murid dan semua saudara yang lain. Mereka mengabarkan.
Di cerita yang kedua, setelah Orang tak dikenal ini memecah-mecahkan roti, mengucapkan berkat, dan mereka baru sadar Orang ini siapa sebenarnya lalu tiba-tiba Orang ini hilang, mereka kemudian mengatakan: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" (ayat32). Selanjutnya mereka langsung bangun dan langsung kembali ke Yerusalem. Mereka itu mungkin baru sampai di Emaus, atau masih di peginapan dalam perjalanan ke Emaus. Tapi yang mereka lakukan adalah berbalik 180º dan langsung pergi, meski itu masih malam sekali. Hari ini kalau kita pergi malam-malam memang berbahaya tapi masih lumayan, namun zaman dulu tidak seperti itu. Jalan ke Yerusalem ini cukup berbahaya, ini jalan utama sehingga banyak perampok mengincar, malam hari juga sangat gelap; dan pastinya ini baru saja selesai Hari Raya, saat yang tepat untuk mecari korban. Namun mereka tetap pergi. Mereka lari dan mengabarkan berita ini.
Hal ini juga kita lihat dalam cerita yang ketiga. Ayat 48 Tuhan Yesus mengatakan: “Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi." Mengapa Tuhan Yesus harus mengatakan supaya mereka menunggu dulu? Kita bisa spekulasi sedikit, Tuhan Yesus mengatakan itu karena setelah mereka melihat semuanya tadi, mereka seperti ingin segera pergi, segera keluar, segera mengatakan kepada seluruh Yerusalem dan seluruh bumi bahwa benar-benar terjadi Yesus bangkit! Tapi Tuhan Yesus mengatakan ‘duduk dulu, kamu belum siap, jangan pergi dulu, tunggu sampai Roh Kudus turun’.
Jadi Saudara sudah melihat ada perasaan bingung dan kecewa, lalu terjadi peneguran, kemudian pengajaran, dan setelah itu hati mereka terbakar dan mereka pergi mengabarkan (pengabaran). Sekarang kita coba membahas artinya semua ini.
Yang pertama, mengenai perasaan bingung dan kecewa; apa yang bisa kita lihat dari hal ini? Kalau kita melihat hal ini dalam ketiga cerita tadi secara bersamaan, kita menemukan bahwa tidak ada satu orang pun dari para murid yang mengharap untuk melihat Tuhan Yesus bangkit, hidup. Itu sebabnya ada perasaan bingung dan kecewa di mana-mana. Kebangkitan adalah satu hal yang langsung bertabrakan dengan orang-orang tipe rasionalis, yang mencoba menjelaskan bahwa itu sebenarnya bukan benar-benar bangkit. Bahwa ini sebenarnya cuma halusinasi orang-orang yang begitu kecewa Tuhan Yesus mati, lalu saking ngarep-nya melihat Tuhan Yesus bangkit, mereka halusinasi bersama-sama; jadi waktu mereka melihat Tuhan Yesus bangkit cuma berarti mereka memang melihat hal yang mereka ingin lihat. Ini kita bisa mengerti; misalnya ada pasangan suami istri yang sudah tua yang saling mengasihi, lalu salah satu meninggal, maka beberapa hari setelah itu kita kadang-kadang mendengar bahwa yang ditinggalkan tadi seperti masih merasakan kehadiran pasangannya, karena dia memang begitu merindukan pasangannya yang telah meninggalkan itu. Dalam hal ini kita agak bersimpati, tapi ini bukan benar-benar bangkit.
Kegagalan untuk percaya kebangkitan orang mati yang dihasilkan dari pemikiran seperti ini, diolah oleh Lukas. Lukas dengan jelas memperlihatkan dalam 3 peristiwa ini satu kesamaan, yaitu mereka semua tidak satu pun yang mengharapkan kebangkitan Tuhan Yesus. Mereka semua merasa bingung, kecewa, bahkan tidak bisa percaya ketika mereka benar-benar berhadapan dengan Tuhan Yesus yang sudah bangkit.
Salah satu argumen yang mirip dengan itu, mengatakan: ‘kitab Injil ini ‘kan zaman dulu, sekarang kita sudah ada ilmu pengetahuan yang tinggi, maka kita bisa mengerti mereka percaya itu karena masih primitif, worldview-nya terbuka untuk hal-hal gaib seperti itu; tapi kita orang modern sudah beda’. Ini seakan mengatakan ‘kita orang modern tidak percaya kebangkitan orang mati, orang yang tidak modern bisa percaya kebangkitan orang mati’. Saudara, ini keberatan yang ironis, karena ini bukan keberatan yang modern sama sekali melainkan keberatan yang dari dulu sudah ada. Ini adalah keberatan, kegagalan, kesalahan, yang juga sudah terjadi pada hari Paskah itu, pada hari kebangkitan Tuhan Yesus itu. Tidak ada satu orang pun dari mereka yang percaya bahwa orang bisa bangkit dari antara orang mati. Lukas mencatat ini untuk memperlihatkan bahwa orang tidak bisa percaya kebangkitan orang mati itu bukan sesuatu yang baru, tapi sudah dari dulu, sejak hari Paskah itu pun orang tidak bisa percaya Yesus bangkit dari antara orang mati.
Memang orang hari ini susah percaya karena alasan yang berbeda, misalnya karena pola pikir modern, pengetahuan medis modern, dsb. yang tidak ada di zaman itu. Tapi jangan pikir zaman itu tidak ada keberatan terhadap ide ‘kebangkitan orang mati’. Mereka sulit percaya karena mereka punya pola pikir Yunani (Greco-Roman). Dalam filsafat Yunani-Romawi yang mendunia zaman itu, ada suatu pembagian, dunia ide yang tidak kelihatan dan dunia materi yang kelihatan. Yang bersifat ide itu ideal, bagus; sedangkan yang kelihatan dan bisa dipegang, itu sesuatu yang kotor. Maka kebangkitan yang bersifat jasmani, pada waktu itu dilihat konyol sekali, suatu ide yang sama sekali tidak laku karena mana ada orang yang sudah mati yang berarti jiwanya bebas dari penjara tubuh yang kotor itu, lalu bangkit dan masuk lagi ke tubuh tersebut?? Ini sesuatu yang dipandang negatif, sama sekali bukan positif. Oleh sebab itu mereka tidak terbuka untuk melihat kebangkitan orang mati.
Di Kisah Para Rasul 17, ketika Paulus berkotbah di Aeropagus, mula-mula orang banyak sangat ingin tahu dan mendengarkan dia. Setelah Paulus bicara panjang lebar, dia mengatakan: “Yesus bangkit dari antara orang mati”. Lalu dikatakan di ayat 32: Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata: "Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu." Mereka tadinya senang mendengarkan Paulus, tapi begitu muncul ide kebangkitan orang mati, mereka langsung mengatakan ‘konyol’ dan menolak, bahkan Paulus tidak sempat selesai bicara, mereka sudah bubar. Jadi keberatan atas kebangkitan orang mati bukan keberatan modern, tapi sudah sangat kuno; dari awal mereka sudah tidak percaya.
Itu tadi tentang orang-orang Yunani; bagaimana dengan orang-orang Yahudi seperti dalam 3 kisah ini? Bukankah orang-orang Yahudi lebih percaya takhyul, mereka mau antri di pinggir kolam demi mendapat kesembuhan? Saudara, nyatanya orang Yahudi bahkan lebih parah tidak percaya kebangkitan; memang ada konsep kebangkitan akhir zaman bagi orang Yahudi, tapi mereka sama sekali menolak kebangkitan satu per satu di tengah-tengah zaman. Konsep seperti itu tidak ada bagi mereka. Buktinya, waktu Lazarus meninggal dan akan dibangkitkan oleh Tuhan dan Dia mengatakannya kepada Marta, Marta berkata: “Ya Tuhan, aku percaya dia akan bangkit di akhir zaman”, karena memang itu konsepnya. Tidak ada ruang dalam pemahaman mereka bahwa orang bisa bangkit sekarang, itu tidak masuk akal. Bukti yang lain, di zaman Tuhan Yesus ada banyak sekali sekte-sekte Mesianik yang lain yang bukan kelompoknya Tuhan Yesus dan mengalami nasib yang mirip dengan Tuhan Yesus, yaitu pemimpinnya dibunuh oleh pemerintah Romawi; dan tidak ada satu pun dari sekte Mesianik ini yang kemudian meng-klaim bahwa pemimpin mereka dibangkitkan. Lalu, kalau itu hanya suatu aksi politik, mengapa hanya satu sekte ini –Kekristenan—yang meng-klaim kebangkitan sementara semua yang lain tidak? Jawabannya sederhana: karena pada waktu itu, ide kebangkitan orang mati adalah hal yang konyol, sama konyolnya dengan yang dilihat orang zaman sekarang.
Dengan demikian, yang mau Lukas sampaikan kepada kita mengenai perasaan bingung dan kecewa, adalah seakan-akan ada teriakkan dari masa lalu: ‘Kamu hari ini sulit mengatakan ada orang bangkit dari kubur? Kami juga!’ –kami juga sulit menerima ada orang bangkit dari kubur, kami semua tidak menyangka-nyangka Dia akan bangkit, maka satu-satunya alasan kami mengatakan “Dia bangkit” adalah karena Dia memang bangkit. Kami tahu ini konyol, ini tidak mungkin, ini aneh, tapi apa daya kami; kami melihat Dia, menyentuh Dia, Dia makan ikan goreng kami! Hanya itu yang bisa kami tuliskan, Dia sungguh-sungguh bangkit.
Hal yang kedua, mengenai peneguran. Kalau kita melihat 3 cerita ini jadi satu, kegagalan mereka untuk mengerti Kristus akan bangkit adalah karena mereka tidak mengerti Alkitab.
Yang menyamakan teguran-teguran dalam 3 cerita ini adalah bahwa ketika menegur dan menjelaskan tentang kebangkitan, tidak ada satu pun yang menjelaskannya atas dasar otoritas diri sendiri, termasuk juga Yesus. Waktu malaikat bertemu dengan para wanita, mereka tidak mengatakan “aduh kalian ini bodoh sekali, sekarang kami para malaikat akan menjelaskan”; yang mereka katakan adalah: “Ingat perkataan Tuhan Yesus –ingat firman Tuhan, ingat Alkitab”. Tidak berdasarkan otoritas diri, tapi kembali ke Alkitab.
Bukan cuma para malaikat melakukan ini, Tuhan Yesus pun melakukannya. Waktu Dia menegur kesalahan para murid ini, Dia tidak menjelaskan atas dasar kata-kata-Nya sendiri tapi mengajak mereka untuk kembali ke Alkitab. Dia tidak bicara langsung ‘Saya bicara, kamu dengarkan; yang Dia katakan: “kamu bodoh, karena kamu tidak mengerti Alkitab; sekarang kembali ke Alkitab, bukankah dari dulu sudah ditulis akan terjadi seperti ini”. Ini dikatakan Tuhan Yesus, yang harusnya paling berhak mengajar dari diri-Nya sendiri, tetapi bahkan Dia pun tidak menjelaskan kebangkitan atas dasar otoritas diri-Nya sendiri. Dia kembali ke Alkitab, mengajarkan yang Alkitab bicarakan.
Mengapa hal ini dituliskan Lukas dengan jelas bagi kita? Saudara ini penting, karena kita sering berpikir bahwa saksi-saksi mata yang melihat langsung itu sepertinya memiliki hal yang lebih; karena mereka melihat langsung, menyentuh langsung, itu sebabnya mereka bisa percaya, itu sebabnya mereka hidup dengan luar biasa, itu sebabnya hidup mereka berubah dan mereka mengabarkan Injil. Jadi kalau kita hari ini tidak mengabarkan Injil, harusnya bisa dimengertilah karena kami memang tidak melihat secara langsung, kami cuma lihat yang Alkitab katakan. Tapi Saudara lihat di sini, bahwa di dalam cerita-cerita hari pertama Paskah itu pun, waktu mereka melihat langsung pun, itu tidak membuat mereka percaya. Bukan melihat secara langsung yang menjadikan mereka hidupnya berubah. Yang membuat mereka berubah adalah justru ketika Tuhan Yesus dan para malaikat mengatakan: ”lihat kembali kepada Alkitab!”
Itu berarti, yang meyakinkan seseorang akan kebangkitan –yang paling penting untuk membuat kita tidak gelap terhadap realita kebangkitan– bukanlah dengan datang pakai mesin waktu dan melihat sendiri kebangkitan Tuhan Yesus dan kubur kosong, karena orang-orang yang meilhat sendiri kubur kosong itu pun tidak percaya. Yang membuat hidup mereka berubah adalah justru ketika mereka diajak kembali ke Alkitab –Alkitab yang hari ini Saudara dan saya juga pegang. Mengertikah Saudara sekarang betapa pentingnya Alkitab??
Jadi hal pertama tadi membicarakan tentang orang-orang yang tidak percaya kebangkitan, yang di antara kita mungkin sedikit sekali seperti itu. Bisa dikatakan semua yang datang hari ini sudah percaya bahwa benar-benar Tuhan Yesus bangkit dari antara orang mati. Dalam hal ini, mungkinkah justru ini yang jadi problem: kita ini orang-orang yang percaya Tuhan Yesus bangkit, tapi kita bukan orang-orang yang merasa Alkitab itu begitu berharga dalam hidup kita.
Saya dan beberapa hamba Tuhan sesekali mendapat komentar dari jemaat, suatu dorongan kalau boleh kotbah kami itu yang lebih mendarat. Tentu ini bisa positif, dalam arti maksudnya jangan terlalu banyak pakai istilah asing yang orang tidak mengerti, nada bicara jangan terlalu cepat, dsb.; harus diakui itu memang penting. Tapi kita perlu berhati-hati kalau yang dimaksud dengan ‘lebih mendarat’ itu sesuatu yang lain; misalnya kita ingin kotbah yang lebih banyak porsi hal-hal praktis, lebih banyak porsi hal-hal kehidupan sehari-hari, yang aplikasi praktisnya 70-80%. Saudara, ini suatu spiritualitas yang palsu, suatu spiritualitas yang berbahaya, karena itu bukan bagian yang terpenting dalam sebuah kotbah. Waktu hamba Tuhan berkotbah, bukan hanya mengajarkan apa isi Alkitab, tapi juga harus mengajar jemaat bagaimana membaca Alkitab. Ini penting karena untuk bisa mengerti apa isi Alkitab, harus belajar bagaimana cara membacanya.
Kembali kepada malaikat dan Tuhan Yesus; waktu mereka mau menjelaskan kebangkitan, mereka tidak hanya memberikan apa isi Alkitab. Mereka tidak mengatakan ‘sudah sekarang duduk, dengar saja apa yang saya katakan, tidak perlu baca Alkitab langsung, saya langsung kasih prinsip-prinsip praktisnya’. Mereka tidak langsung mengatakan ‘jadi hidup itu begini lho, jangan begitu; kasih uang jajan ke anak itu begini jangan begitu, menghadapi mertua itu begini jangan begitu, kalau mau dapat kerjaan yang bagus maka begini caranya jangan begitu’. Tidak ada yang menjelaskan kebangkitan dari otoritasnya sendiri, termasuk Yesus. Tuhan Yesus yang paling punya hak mengatakan, ‘sudah, dengar Saya bicara; Saya bicara, kamu dengar’, tapi yang Dia lakukan adalah ‘ayo buka Alkitab, begini lho membacanya’ –sebagaimana yang dikatakan ayat 27, dan yang dikatakan di situ bukan cuma Dia menjelaskan tapi juga Dia menafsir bagi mereka. Dia mengajak mereka membaca apa yang mereka sudah tahu sebelumnya, tapi sekarang dengan kacamata yang lain, dengan pikiran yang terbuka, bahwa ternyata semua itu — kitab Taurat, kitab nabi-nabi, kitab Mazmur dsb.– berbicara mengenai siapa; “Kamu semua sudah baca itu, sudah tahu isinya apa, sekarang Saya kasih tahu kamu cara membacanya yang lain, bahwa semuanya itu berbicara mengenai Aku”. Ini adalah suatu tindakan, bahwa Tuhan Yesus bukan cuma menghadirkan makanan kepada para murid, tapi Dia mengajak mereka masuk ke dapur. Dia mengajar mereka untuk mengerti kalau mau masak yang enak, beli bahannya di sini, pilih bahannya seperti ini, cara masaknya seperti ini, dan baru terakhirnya ‘inilah masakannya, ayo kita makan sama-sama’.
Yang ketiga, mengenai pengajaran. Di bagian ini, setelah perasaan bingung dan kecewa, mereka lalu ditegur, dan sekarang diajarkan yang benar. Apa yang diajarkan? Kebingungannya terhadap apa sebenarnya? Mereka bingung terhadap kebangkitan, tapi yang diberikan dalam pengajarannya, berkali-kali malah mengenai kematian. Bahwa Kristus harus diserahkan ke tangan orang berdosa, bahwa Kristus harus menderita, bahwa Kristus harus mati; itu semua muncul terus. Waktu Tuhan Yesus mengatakan “lihat Alkitab”, yang dilihat adalah ‘sudah tertulis bahwa Kristus harus mengalami semua ini’.
Maka dari sini kita melihat kesalahan yang ketiga yang kita lakukan hari ini, yaitu: sama seperti mereka, kita pada hari ini mungkin tahu Yesus mati, tapi kita tidak sadar bahwa Yesus harus mati. Mengapa mereka tidak sadar bahwa Dia harus mati? Apa inti pengajarannya di sini? Jawabannya sederhana: ini berarti mereka menghidupi hidup, yang seakan-akan Kristus tidak perlu mati bagi mereka.
Pendeta Billy dalam kotbah Natal pernah mengatakan 2 implikasi Imanuel –Tuhan beserta kita. Implikasi yang pertama, hal yang sangat enak kita dengar bahwa itu berarti Tuhan adalah Dia yang sangat mengasihi kita, karena Dia Allah yang rela mencari kita duluan, Allah yang rela menjadi sama dengan kita karena kita tidak sanggup menjadi sama dengan Dia. Dan implikasi yang kedua, tidak terlalu enak didengar, kalau kita mengatakan Allah rela turun ke dunia, itu berarti pada saat yang sama kita harus mengakui bahwa diri kita manusia yang hancur, sangat rusak, sehingga tidak ada jalan lain selain Dia mencari kita duluan karena tidak ada satupun dari kita yang mencari Dia. Dia yang harus menjadi sama dengan kita, karena kita sama sekali tidak mungkin bergerak menjadi sama dengan Dia.
Demikian juga di sini. Mengatakan bahwa Allah harus mati, bahwa Kristus harus menderita, bahwa Krsitus harus mengalami semua ini, implikasinya adalah kita harus berani menghadapi kenyataan bahwa diri kita begitu rusak, begitu hancur, sehingga tidak kurang dari Seorang Allah –yang paling besar, yang paling berharga, yang paling indah di atas seluruh alam semesta ini dan tidak ada yang lebih berharga, indah, dan mulia daripada Dia—itu harus dikorbankan bagi kita. Itulah seberapa besarnya dosa Saudara dan saya. Inilah implikasinya.
Saudara, biasanya kita baru sadar seberapa besar dosa kita, waktu kita melihat kosekuensinya/ dampaknya. Ketika kita mengatakan, “Gua cuma mengecek HP sedetik waktu menyetir, tapi tiba-tiba menabrak orang sampai meninggal dan gua harus melihat istrinya menangis tersedu-sedu di ranjang rumah sakit, gua harus bayar denda, gua harus masuk penjara, gua harus ini dan itu karena cuma lihat HP sedetik waktu nyetir.” Kita kadang-kadang baru sadar magnitude besarnya dosa kita ketika kita melihat dampaknya. Maka yang terjadi di sini juga sama. Contoh yang lain, cerita tentang mama dari Pdt. Dr. Stephen Tong ketika menghadapi anak-anak laki-lakinya waktu masih kecil. Anak-anak itu berantem, dan tidak mau dengar ketika sang mama berkali-kali teriak “Berhenti! Berhenti!” Akhirnya mama tersebut memukul kaca lemari sampai pecah dan tangannya berdarah-darah. Barulah anak-anak itu berhenti. Barulah mereka itu bengong, syok, lalu menangis; karena di saat seperti itulah baru mereka sadar dampak dosa mereka. Mereka baru sadar seberapa hancurmya, seberapa rusaknya diri mereka, ketika mereka melihat dampaknya. Di sini sang mama seakan mengatakan, “Lihat, tidak ada jalan lain, aku harus mengorbankan tanganku sampai berdarah-darah karena kalau tidak, kamu tidak akan selamat, kamu tidak akan mengerti apa yang benar”. Saudara mengerti maksudnya, ketika dikatakan ‘Allah harus mati’?
Sekarang Saudara dapat mengerti alasannya saya mengatakan bahwa kita semua melakukan hal-hal yang sama dengan orang-orang pada waktu itu, bahwa mereka tahu Yesus mati, mereka tidak tahu bahwa Yesus harus mati. Mengerti Yesus harus mati, maksudnya adalah untuk menyadari seberapa besar dosa Saudara dan saya. Itu berarti tidak ada jalan lain, kecuali hal ini.
Saudara, itu sebabnya menerima anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus, menerima fakta bahwa Tuhan Yesus itu mati bagi kita, bukanlah hal yang mudah. Ada banyak orang mengatakan jadi orang Kristen itu gampang sekali, tinggal berdoa minta Tuhan Yesus masuk dalam hati, mengaku dosa menerima Tuhan Yesus mati bagi kita, selesailah urusan dan kita selamat. Kenyataannya tidak segampang itu kalau Saudara benar-benar memikirkannya. Karena, kalau engkau menerima bahwa Dia harus mati bagi engkau dan saya, itu berarti engkau juga menerima kenyataan bahwa dosamu sebegitu besarnya sehingga tidak ada satu pun bisa menggantikannya kecuali darah dari Seorang yang paling indah, paling berharga, paling suci di seluruh alam semesta yaitu Anak Allah sendiri.
Itu sebabnya sangat sulit untuk kita menjadi orang Kristen, kalau kita benar-benar memikirkan hal ini. Itu sebabnya Injil bukanlah satu berita yang gampang untuk diterima. Injil adalah berita yang amat sangat mengerikan, karena detik saat Saudara mengakui Dia memang harus mati bagimu adalah detik Saudara kehilangan kontrol atas hidupmu, kehilangan hak untuk mengemudikan dirimu.
Bayangkan kalau suatu hari ketika Saudara pulang, ternyata ada teman yang sudah menunggu dan dia mengatakan, “Barusan sebelum Lu pulang, ada orang bawa tagihan. Karena Lu ‘gak ada, jadi gua bayarin dulu”. Apa respon kita kalau mendengar orang berkata seperti itu? Ini ilustrasi dari David Martyn Llyod-Jones. Dia mengatakan dengan sangat bijak: “Saya tidak tahu harus berespon apa. Saya tidak tahu apakah saya harus sekedar bilang ‘terima kasih’, atau sujud menyembah ke tanah dan mencium kaki dia.” Maksudnya apa? Kalau tagihan yang datang hanya denda pinjam buku di perpustakaan yang cuma 2000 rupiah, ya sudah, bahkan mungkin kita tidak perlu mengembalikan. Kita cukup mengatakan, “Thanks ya, kapan-kapan kita minum kopi gua bayarin”. Tetapi, apa yang terjadi kalau yang datang bukan tagihan denda buku perpustakaan, melainkan petugas pajak yang telah menemukan bahwa selama 30 tahun Saudara menggelapkan pajak bermilyar-milyar, lalu tagihan yang dia bawa jumlahnya 200 trilyun; dan teman Saudara mengatakan kepada Saudara “aku sudah membayarnya”? Maka di situ respon Saudara adalah: Saudara kehilangan kontrol atas hidup Saudara, demikian David Martyn Llyod-Jones mengatakan.
Contoh yang lain, misalnya Saudara benci sekali pada seseorang, mau membunuh dia meski dia tidak bersalah. Saudara mengejar dia sampai di pinggir jurang, lalu tiba-tiba Saudara terpeleset hampir masuk ke jurang itu, hanya satu tangan yang sempat berpegang pada bibir tebing. Dan orang itu –yang Saudara mau bunuh—dari atas melihat kepada Saudara yang tidak berdaya. Saudara tidak bisa mengatakan “tolong saya”, karena Saudara tadi mau membunuh dia. Tapi yang kemudian dia lakukan adalah mengulurkan tangannya dan mengangkat Saudara. Saudara selamat. Kalau itu yang terjadi, maka Saudara kehilangan kontrol atas hidupmu, Saudara kehilangan hak untuk mengemudikan hidupmu.
Mengapa kita adalah orang-orang mau tidak mau menghadapi kenyataan ini? Mengapa kita jadi orang-orang yang tidak mau mengakui bahwa Kristus harus mati bagi kita? Mengapa ini jadi sesuatu hal yang amat sangat sulit? Mengapa bisa ada orang-orang yang sudah bertahun-tahun jadi murid Yesus, yang paling dekat dengan Tuhan Yesus, yang senantiasa bersama-sama dengan Dia, terus-menerus melihat semua yang Dia lakukan, mendengar semua yang Dia katakan, meresapi pengajaran-Nya, tapi di saat terakhir malaikat maupun Tuhan Yesus mengatakan “kamu tidak mengerti hal ini, sebab itu kamu tidak percaya kebangkitan, bahwa aku harus mati bagimu”? Adalah karena itu berarti hidup kita akan kehilangan kontrolnya. Itu berarti kita harus melepaskan semua kontrol kepada Dia, yang telah membayar bagi kita.
Ini sebabnya Kekristenan berbicara banyak mengenai kasih, tapi juga mengenai penghakiman. Ini sebabnya Kekristenan berbicara banyak mengenai pengampunan, pertobatan, dan hidup yang diberkati, tapi juga bicara banyak sekali mengenai dosa, dan nereka, dan ke-celaka-an. Faktanya, kita tahu Tuhan Yesus adalah Orang yang paling penuh dengan kasih sepanjang sejarah, dan adalah juga Orang yang merupakan sumber utama kita mengerti neraka di dalam Alkitab. Dalam Alkitab hampir semua doktrin mengenai neraka, datangnya dari mulut Tuhan Yesus.
Mengapa Dia yang begitu mengasihi, bicara begitu banyak mengenai dosa, penghakiman, dan neraka? Karena di atas kayu salib, Dia menerima neraka. Pengakuan Iman kita berkata: “Ia turun ke dalam kerajaan maut” –dalam bahasa Inggrisnya: “He descended into hell”– karena di atas kayu salib Ia menerima neraka, Ia diceraikan dari relasinya dengan Allah Bapa, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Kehilangan harta itu menyakitkan. Kehilangan kesehatan juga menyakitkan. Kita tahu itu. Tapi semua psikolog mengatakan bahwa penderitaan yang paling menyakitkan, yang paling menghancurkan, bukanlah kehilangan harta dan juga bukan kehilangan kesehatan. Yang paling menyakitkan adalah ketika kita kehilangan kasih dari orang yang kita kasihi, ketika seorang suami menemukan istri yang dikasihinya tergeletak dingin di lantai rumah suatu pagi, ketika seorang istri mendengar kata-kata suami yang dikasihinya ‘maaf, aku tidak lagi mencintaimu’. Yang terjadi di atas kayu salib adalah Sang Anak kehilangan kasih yang kekal dari Sang Bapa, kasih yang sudah ada sebelum dunia dijadikan. Kesendirian yang Ia alami jauh lebih menyakitkan dibandingkan kalau Saudara dan saya mengalami kekekalan di neraka. Mengapa harus terjadi seperti ini? Karena tidak ada jalan lain. Saudara dan saya begitu rusak, begitu hancur, sehingga tidak ada jalan lain, Ia harus mati.
Bukan cuma kita sadar bahwa kita begitu rusak, begitu hancur, tapi kita juga sadar bahwa Dia tidak wajib mati bagi kita. Maka implikasi berikutnya: kita begitu hancur sehingga Allah harus mati bagi kita, tapi kita begitu dikasihi sehingga Allah rela mati bagi kita. Inilah yang menyebabkan ada tema yang keempat, yaitu pengabaran. Ketika mereka menyadari bahwa Yesus harus mati bagi mereka, ketika mereka menyadari Alkitab mengatakan dari dulu bahwa “Allah harus mati bagi engkau”, hidup mereka langsung berubah. Yang tadinya berdiri termangu-mangu, sekarang berlari mendapatkan murid-murid yang lain. Yang tadinya sudah siap untuk istirahat malam, matahari sudah terbenam, sekarang hati mereka berkobar-kobar dan langsung berangkat pergi lagi meski ada resiko dirampok dalam kegelapan malam. Yang tadinya terkejut, ketakutan, tidak percaya, sekarang jadi terbakar mau segera keluar mengabarkan berita ini sampai-sampai Tuhan Yesus harus mengatakan “tunggu dulu sampai Roh Kudus datang, baru engkau boleh pergi keluar”.
Kita mengatakan bahwa kita adalah orang-orang yang percaya Tuhan Yesus bangkit dari kematian? Kita mengatakan bahwa kita adalah umat yang kembali ke Alkitab? Kita mengatakan bahwa kita adalah orang-orang yang sekarang mengerti bahwa Yesus bukan cuma mati tapi Dia harus mati bagi kita? Jika demikian, maka kita akan mengatakan yang keempat, bahwa kita adalah Gereja yang pergi mengabarkan Injil –Injil Allah yang mati dan bangkit. Apakah Saudara dan saya mengatakan hal itu?
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading