Pagi hari ini saya ingin mengajak kita membaca dari satu bagian dari Perjanjian Lama. Kita membaca kitab Pengkhotbah 5:7-19. Saya ingin mulai khotbah pagi hari ini dengan mulai melihat sebuah lukisan. Lukisan ini adalah sebuah lukisan zaman Renaissance, sebuah lukisan yang sangat terkenal yang dilukis oleh seorang pelukis yang bernama Quinten Matsys –seorang yang melukis beberapa lukisan termasuk The Holy Kinship dsbnya –beberapa lukisan yang sangat terkenal, yang hidup di antara 1465-1530, seorang pelukis dari Belanda. Melalui lukisan yang sangat terkenal yang diberi judulThe Moneylender and His Wife, Quinten Matsys ingin membawa kita –memperhadapkan kepada kita yaitu bahwa setiap orang pada akhirnya di dalam hidupnya dia harus memilih, apakah dia memilih Tuhan ataukah dia memilih uang. Setiap orang harus bikin satu keputusan di dalam hidupnya, apakah dia menetapkan hatinya untuk ikut Tuhan atau ikut uang. Memilih berbakti kepada Tuhan atau berbakti kepada uang.Sebuah pilihan yang tidak bisa Saudara mengatakan “dua-duanya saya mau”. Di dalam konteks ini, Matsys mengatakan pilih Tuhan dan pilih uang adalah antithesis, yang Saudara tidak bisa pilih. Seperti Yesus katakan, tidak bisa pilih Allah dan pilih mamon. Dua hal yang Saudara tidak bisa pilih sekaligus. Saudara harus pilih salah satu. Melalui lukisan ini Quinten Matsys ingin mengajak kita untuk melihat, kita harus bikin keputusan untuk pilih Tuhan atau pilih uang.
Apa yang Saudara bisa lihat dalam lukisan ini?. Saudara lihat di dalam lukisan ini, ada 2 orang yaitu seorang rentenir yang biasa pinjamkan uang kepada orang lain. Dia duduk di rumah lalu di dekatnya ada timbangan dan setumpukan koin yang ada di dekat timbangan itu. Kemudian didepannya ada sebuah meja panjang dan Saudara perhatikan dengan teliti si rentenir ini atau si peminjam uang ini memperhatikan –perhatikan matanya, dia teliti,dia hitung, dia perhatikan nilai dari koin yang ada di tangannya. Dia hitung dengan teliti, dia perhatikan dengan detail koin itu.Tentu saja kita tidak hanya lihat daripada si peminjam uang ini.Yang lebih menarik perhatian kita, bukan itu.Tetapi kalau Saudara geser sedikit, Saudara akan lihat lagi, di sebelahnya ada seorang perempuan yaitu istrinya yang duduk di sebelahnya yaitu istrinya yang bersama-sama dengan dia. Apa yang menarik dari posisi istrinya? Istrinya sedang pegang sebuah buku.Sebagian penafsir mengatakan pada zaman itu orang tidak bisa mendapatkan kitab suci secara bebas. Dan istrinya sedang pegang buku, barangkali itu adalah kitab suci yang dia dapatkan dan sangat langka pada zaman itu dan ia pegang. Dan istrinya satu tangan sedang membuka halaman daripada kitab suci itu, satu halaman demi satu halaman. Tapi di sisi yang lain Saudara lihat, tangan membuka kitab Suci, tetapi Saudara lihat, perempuan itu sedang distract –sedang teralih perhatiannya. Darimana kita tahu? Waktu Saudara lihat matanya. Tangan pegang Kitab Suci dan sedang buka halaman Kitab Suci tetapi mata sedang tuju pada tumpukan uang yang ada di atas meja. Dan ternyata tumpukan koin di atas meja jauh lebih menarik perhatian daripada lembaran-lembaran Kitab Suci yang ada di tangannya. Lukisan ini memberikan kepada kita sebuah contoh yang sangat serius. Memberikan kita pelajaran yang sangat penting bagi kerohanian kita.
Apa yang ingin disampaikan oleh pelukis daripada lukisan ini? Quinten Matsys ingin menggambarkan apa yang terjadi di kota Antwerp di Belanda. Ia mengadopsi kota Antwerp yang menjadi pusat perdagangan, pusat bisnis dunia pada saat itu dan Quinten Matsys ingin mengajarkan kita kemudian ingin memperhadapkan kepada kita dengan satu pertanyaan penting yaitu betapa mudahnya ternyata uang itu menarik jiwa kita menjauh dari sikap hidup berbakti kepada Tuhan. Betapa mudahnya uang itu gampang tarik kita tanpa kita sadari. Kita mungkin mengatakan, “oh, nggak hati saya tidak diikat uang, hati saya hanya untuk Tuhan.”Well, Saudara bisa mengatakan itu, tetapi di dalam real sense –di dalam pengalaman yang nyata, di dalam sikap hati yang nyata, ternyata tidak mudah untuk kita menolak pencobaan dari uang yang menarik perhatian kita kepada Tuhan lalu pindah kepada uang. Tidak mudah dan ini sesuatu yang sangat serius. Dan saya percaya setiap kita mempunyai ketegangan semacam ini. Di dalam perjalanan hidup Kristen kita, kita mempunyai ketegangan ini, antara memilih Tuhan dan memilih mamon itu sebuah ketegangan. Di satu sisi kita tahu bahwa Tuhan tuntut kita untuk berbakti kepada Tuhan, untuk hidup sepenuhnya bagi Tuhan. Saya percaya bahwa kita semua setuju bahwa tidak ada yang lebih berharga daripada Injil Yesus Kristus. Saya percaya bahwa kita percaya bahwa keselamatan adalah barang anugerah Tuhan yang paling mahal yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Kita semua setuju akan hal-hal semacam itu. Sekali lagi, uang ternyata jauh lebih mempunyai kekuatan menarik perhatian kita, mengalihkan kita daripada kita totalitas menyerahkan hidup kita kepada Tuhan.
Hari ini banyak orang di- distract oleh social media. Dengan jujur Saudara harus meng-evaluasi berapa banyak waktu yang Saudara pakai untuk social media dengan membaca kitab suci.Saudara akan merasa social media jauh lebih penting karena eksistensimu didefinisikan oleh social media. Barangkali Saudara tidak bisa tidak baca WA waktu Saudara baca Firman Tuhan.Waktu Saudara sedang saat teduh –Saudara sedang baca Firman Tuhan, WA muncul, Saudara tidak bisa tidak di-distract harus cepat ambil itu. Dan itu kenyataan hidup kita, itulah ketegangan hidup kita hari ini. Itulah situasi kerohanian yang kita hadapi hari ini.
Melalui Pengkhotbah pada pagi hari ini, saya ingin mengajak kita untuk menemukan bagaimana Pengkhotbah kemudian menolong kita, meyakinkan kita, memperlihatkan kepada kita, bagaimana kita boleh menang terhadap pencobaan ini, yaitu pencobaan untuk bertahan tidak ditawan oleh mamon, tidak digoda oleh mamon, tidak ditarik untuk menyembah kepada mamon tanpa kita sadari melainkan kita dengan kekuatan yang berasal dari Tuhan, kita resisten, kita berdiri teguh untuk hanya fokus kepada Tuhan.
Saya ingin mengajak kita memperhatikan teks yang kita sudah baca pada pagi hari ini. Teks itu dimulai dengan Pengkhotbah 5:7, Pengkhotbah mulai memperlihatkan kepada kita sebuah situasi yang real di dalam hidup kita. Dikatakan di sini “Kalau engkau melihat dalam suatu daerah orang miskin ditindas dan hukum serta keadilan diperkosa…” Pengkhotbah mengatakan jikalau engkau lihat ada ketidakadilan, itulah situasi –realitas daripada masyarakat kita pada hari ini. Kerusakan masyarakat sudah begitu parah. Ketidakadilan sudah menjadi sesuatu kenyataan yang kita hadapi sehari-hari. Bahkan kerusakan masyarakat, kerusakan yang terjadi di sekitar kita sudah menjadi sebuah sistem yang membentuk cara kita hidup hari ini. Jadi Saudara lihat korupsi sudah menjadi sesuatu yang biasa. Saudara, tidak tertegurlah hati nurani kita waktu Saudara membayar damai dengan polisi misalnya? Itu menjadi sebuah bukti bahwa kita sudah kurang peka lagi pada waktu ketidakadilan terjadi. Kita sudah tidak peka lagi bahwa kerusakan itu tidak boleh kita lakukan. Somehow kita –orang Kristen ikut menyumbangkan supaya persoalan kita selesai. Kita dengan cepat kemudian menyelesaikan persoalan kita, mengikuti apa yang ditawarkan oleh dunia ini. Pengkhotbah mengatakan itulah sistem di sekitar kita yang sudah merusak kita.
Sekarang kita akan berpindah dari melihat sistem yang rusak itu. Itu sebabnya Pengkhotbah mengatakan, melihat realitas kerusakan sistem masyarakat, memperhatikan kerusakan budaya di sekitar kita yang begitu salah maka itu sebabnya Pengkhotbah mengatakan kita tidak mungkin mengharapkan menyelesaikan problem-problem kerusakan ini dengan mengharapkan dari kekuasaan dunia ini. Saudara tidak boleh mengharapkan ada perbaikan yang terjadi melalui kuasa daripada dunia ini. Pengkhotbah mengatakan kecuali melalui Injil daripada Yesus Kristus, baru ada pengharapan bahwa kerusakan hidup manusia boleh diperbaiki. Seluruh tawaran dunia ini, semua janji-janji politis, semua janji-janji politik yang ditawarkan oleh dunia ini hanya sebuah tawaran manis yang tidak menyelesaikan seluruh problem ketidakadilan yang ada di sekitar hidup kita. Kecuali melalui Injil Yesus Kristus, hati manusia baru mungkin diselesaikan, baru ada kemungkinan sistem dan hidup manusia diperbaiki.
Sekarang kita pindah dari ayat ke-7, bicara masyarakat, bicara fakta kerusakan masyarakat, bicara tentang ketidakadilan yang tidak bisa diubah kecuali melalui Injil. Sekarang Pengkhotbah membawa kita masuk di ayat ke 9, dengan memperlihatkan kepada kita apa yang menjadi struggling hidup kita, apa yang menjadi tension hidup kita, yang tadi sudah diintroduksi melalui Quentin Matsys, yang memperlihatkan kepada kita yaitu betapa besarnya kuasa uang yang gampang merubah kita, yang gampang menggeser kita, yang gampang kemudian membuat kita ambil keputusan-keputusan tertentu yang menghalalkan semua cara, itu semua karena uang. Maka Kohelet/Pengkhotbah mulai dengan mengatakan, “selain kuasa manusia tidak bisa kita harapkan.” Ada satu kuasa yang juga seringkali kita anggap kuasa itu begitu penting yaitu kuasa kekayaan, kuasa uang yang kita pikir adalah dewa yang bisa menyelesaikan seluruh problematika hidup kita. Kohelet mengatakan “itupun kesia-siaan.” Kuasa uang itu sesuatu yang sia-sia sebetulnya. Saudara, kita tidak bisa sangka, kuasa uang itu begitu powerful. Somehow kita mengatakan, “Ah, saya Kristen, uang tidak menjadi dominan, Tuhan yang paling dominan.” Tetapi seringkali kita tidak bisa hindari waktu kita diperhadapkan kepada kesulitan, kita percaya uang lebih cepat menyelesaikan problem kita daripada kita menantikan pertolongan Tuhan.
Saya waktu di Singapura melayani, mengunjungi satu orang sakit. Saya tersentak karena pada waktu itu saya diundang untuk mengunjungi orang ini, orang itu adalah seorang muda yang baru berumur 38 tahun. Anak muda berumur 38 tahun itu punya 4 pabrik besar di Jawa Timur dengan pegawai 15.000 dan luar biasa suksesnya anak muda ini. Waktu ketemu anak muda ini –yang sakit ini, dokter vonis dia kena cancer lever stadium 4. Dan dokter bilang, tinggal tunggu waktu, tidak mungkin kemoterapi lagi. Suka tidak suka, itu faktanya. Tapi anak muda ini adalah anak muda yang highly confident, anak muda yang sangat yakin bahwa semua urusan bisa diselesaikan dengan uang. Darimana saya tahu? Ketika saya datang ke orang muda yang sakit ini, kalimat yang pertama muncul adalah dia mengatakan, “Pak, mengapa saya yang sakit, bukan orang lain? Bukankah selama ini saya hidup baik-baik?. Saya tidak pernah hidup sembarangan, saya hidup sehat.” Lalu istrinya ngomong, “Pak, Bapak tahu suami saya ini, kalau kerja mulai dari pk. 13.30-15.30 sore, nggak ada yang berani ganggu, dia perlu tidur siang.” Di tengah orang-orang sibuk kerja rutin, dia punya waktu tidur siang tiap hari rutin. Saya tiap pagi masih berenang 2 jam dari 05.30-07.30. Dan saya jaga kondisi tubuh saya fit. Tetapi sekarang kena cancer stadium 4 Lever. Kenapa saya yang kena, bukan orang lain? Saya tidak hidup sembarangan, saya hidup benar. Menurut ukuran saya, saya sudah hidup pelihara diri baik-baik. Kenapa mesti saya yang kena?. Saya tidak jawab pertanyaan dia. Tapi kalimat kedua yang lebih membikin saya dikejutkan saya “Pak, kalau ini ada orang yang bisa gantikan saya, kalau bisa dan mau gantikan saya, 4 pabrik saya kasih. Saya bisa serahkan 4 pabrik. Kalau saya sembuh, kalau ada dokter bisa sembuhkan saya, 4 pabrik saya kasih. Karena kalau saya sembuh, saya bisa mulai dari nol lagi, bisa bangun.” Saudara lihat, ada manusia yang confidence seperti ini dan melihat uang adalah segala-galanya, menyelesaikan problem daripada hidup manusia. Dan yang lebih mengagetkan saya lagi, dia bawa satu pendeta dari Jawa Timur untuk doakan dia 24 jam, ada di samping tempat tidur. Luar biasa ya, saya juga bingung kok ada pendeta yang mau –dibayar untuk mendoakan dia 24 jam.
Kembali kepada teks yang kita baca pada pagi hari ini. Pengkhotbah mengatakan, mengingatkan kepada kita ada satu kuasa yang lain yang juga sebetulnya sia-sia yaitu kuasa Mamon dan itulah struggling, itulah pergumulan kita seumur hidup. Tanpa sadar kita pelan-pelan bisa kemudian menjadi immune, menjadi tidak kebal lagi oleh godaan uang yang menarik kita. Saudara mungkin mengatakan, saya tidak terlalu peduli dengan uang tetapi di sisi lain, kita juga percaya tanpa uang tidak bisa melakukan apapun termasuk di dalam pelayanan. Betul kan? Nanti Saudara akan mengatakan, “Pak, Bapak bilang uang nggak penting, wah pelayanan butuh persembahan, Bapak jangan terlalu naiflah, realistis sedikitlah. Pelayanan butuh uang, tanpa uang nggak jalan semua program. Kalau begitu bagaimana sikap hati kita? Itu sebabnya Pengkhotbah mengatakan “jagalah hati kita, jangan bercabang hati.” Pengkhotbah mengingatkan kepada kita bahayanya hati kita yang bercabang. Maka kemudian Pengkhotbah mengingatkan kepada kita paling tidak ada 4 hal yang Pengkhotbah ingatkan kepada kita jangan bercabang hati. Karena bercabang hati, end-upnya kamu akan menjaring angin. Kalau hatimu kamu biarkan bercabang, kalau hatimu kamu biarkan ditarik dan ditawan oleh mamon/uang, maka apa yang menawan kamu itu akan menjadi kesia-siaan bagi hidupmu di kemudian hari. 4 hal yang kemudian Pengkhotbah ingatkan kepada kita yaitu yang pertama di Pasal 5 ayat ke 10, Pengkhotbah mengatakan: “Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain daripada melihatnya?” Salah satu kerugian uang –salah satu problematic daripada kekayaan adalah waktu bertambah, maka bertambah juga orang yang akan menghabiskannya. Saudara, waktu Saudara belum punya uang banyak, Saudara tidak ada godaan macam-macam, tidak ada kebutuhan macam-macam. Tapi Saudara mulai kaya sedikit, mulai ada kebutuhan. Saudara mulai lihat kiri kanan –dalam pengertian positif, bukan negatif apalagi kalau pengertiannya negatif. Dalam pengertian positif, waktu Saudara gaji 1jt, Saudara tidak pikir untuk macam-macam. Tapi kalau Saudara sudah mempunyai gaji 5jt, Saudara mulai pikir, ”Saya cukup pakai 1jt kok, lalu 4jt yang lain mulai, oh beli ini, oh beli itu.” Lalu kemudian orang-orang dekat kita kemudian mulai datang kepada kita dengan kebutuhan mereka dan kita kemudian dengan generous mulai ulurkan tangan kita. Maka dengan bertambahnya uang, jangan percaya bahwa dengan bertambahnya uang kita akan bisa menikmati pertambahan itu. Pengkhotbah bilang tidak, dengan bertambahnya uang bertambah pula orang yang akan ikut menghabiskannya.
Kalau kita baca Alkitab, kita percaya tidak ada orang yang lebih kaya dari Salomo. Kalau bicara Salomo, Salomo itu salah satu orang terkaya di dunia. Salomo dalam 1 Raja-Raja 4:22-28, Salomo mengatakan –mengingatkan kepada kita, semakin banyak kita memiliki harta, justru yang terjadi, kita justru makin mengingini lebih banyak lagi. Itulah kecelakaan hidup kita. Waktu kita pikir, saya tidak punya uang, saya ingin lebih punya uang, tapi setelah punya uang, Saudara ingin lebih lagi punya uang, ingin lebih lagi punya uang dan tidak pernah selesai. Di dalam keadaan Saudara ingin melebihi, ingin lebih lagi, di dalam keadaan penuh dengan keadaan yang ingin lebih lagi itu, sebetulnya kata Pengkhotbah, “Saudara sudah tidak ada waktu dan kesempatan menikmati lagi apa yang Saudara miliki.” Yang ada adalah keinginan bertambah itu sudah menguasai kita, kita tidak bisa nikmati lagi. Waktu Saudara masih punya uang sedikit, Saudara bisa dengan hati-hati menikmati, memakainya. Tapi waktu Saudara mulai banyak dan keinginan menarik kita, mulai banyak, maka mata kita dan arah hati kita sudah diikat untuk lebih, lebih, lebih. Yang ada kita tidak nikmati lagi. Kita tidak enjoy. Itu sebabnya, waktu kita mendapatkan lebih, kita tidak diberi kemungkinan menikmati, yang terjadi kita cuma lihat.
Saudara, bedanya orang kaya sama orang miskin, bedanya dimana?. Bedanya di orang lihat. Orang cuma lihat saja. Tidak ada apa-apanya. Saudara pakai baju yang 500jt, orang cuma lihat “bagus ya”, setelah itu lewat 5 detik nggak ada apa-apa lagi kan. Orang tidak akan pernah tanya bikinnya gimana, bahan dasarnya apa, perlu tenaga kerja berapa, nggak ada yang tanya tapi orang bilang, bagus ya, cuma lihat, selesai. Waktu Saudara pakai baju yang cuma 500rb, juga sama kan?. “Oh bagus ya.” Tapi orang tidak bertanya beli dimana. Jadi Saudara jangan diikat kefanaan dunia ini, jangan diikat oleh sesuatu yang kita pikir memberikan kita kenikmatan, ternyata tidak. Kita cuma bisa lihat saja waktu kekayaan bertambah.
Poin yang kedua, ada di ayat ke 11, Pengkhotbah mengatakan “enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur.” Saudara lebih suka jadi orang kaya atau orang miskin? “Pasti kaya dong, siapa yang mau jadi orang miskin, Pak. Bapak yang benar aja tanya pertanyaan itu.” Tapi kalau Saudara tanya –in the true sense, pengalaman kita yang paling dalam, dengan jujur kita kalau jawab pertanyaan ini maka kita akan mengatakan jauh lebih nikmat hidup menjadi orang yang biasa dan sederhana. Seringkali saya ngobrol sama supir taksi. Supir taksi kemudian seringkali mengeluarkan kalimat yang umum di mana-mana orang bilang, “Pak, enak ya Bapak ya traveling bisa kemana-mana ya.” Betul gak, enak? Itu cuma lihatnya doang, coba jalanin. Saudara lihat Pak Tong ke sana, ke sini. Coba ikutin schedulenya Pak Tong. Kalau sudah ikut, kita baru sadar ternyata tidak gampang. Supir taksi mengatakan “enak ya Pak, jadi orang kaya.” Saya bilang, “yang berbahagia itu Bapak jadi supir taksi.” Dia kaget, “kenapa?” Setelah kamu tarik taksi, capek, kamu pulang tidur dan tidurmu nyenyak.Tapi orang-orang yang di kantor, orang-orang yang punya usaha, orang-orang yang punya pabrik, orang-orang yang punya bisnis besar, setelah pulang nggak tentu dia bisa tidur. Begitu pengumuman dollar naik 5 poin, besok pagi sudah mulai mikir gaji itu tambah berapa banyak musti dibayar. Begitu harga barang naik 50 perak, mulai mikir ongkos produksi harus tambah berapa. Maka waktu bertambah, kemudian kita tidak bisa menikmati.
Di dalam ayat 11, dikatakan waktu orang kaya bertambah kaya, justru dia kehilangan sesuatu yang penting yaitu menikmati tidur. Dia tidak lagi bisa resting. Kegelisahan, tarikan daripada keuangan membuat dia tidak lagi bisa resting. Tubuh itu perlu resting. Tuhan ciptakan kita dengan tubuh yang perlu resting. Tubuh kita tidak bisa diperlakukan seperti mesin. Tetapi ketika keuangan kekayaan menarik kita, kita kemudian tidak lagi bisa resting. Orang yang kerja keras itu bisa tidur dengan nyenyak. Tetapi bagi orang-orang yang punya uang banyak, menikmati tidur itu barang mahal. Barang mahal itu bukan berlian. Barang mahal itu kalau bisa tidur nyenyak. Saudara, kalau Saudara sudah nggak bisa tidur, maka Saudara pakai cara apapun nggak bisa. Ada orang kemudian harus bisa tidur, harus pakai obat. Dan itu adalah jalan yang merusak diri yang lain lagi. Saudara berbahagia kalau Saudara tidak diikat oleh uang, Saudara dimemerdekakan oleh uang, Saudara bisa tidur, bisa resting. Itu sebabnya di dalam bagian ini, Pengkhotbah mengatakan “sia-sia kalau Saudara memfokus hati kita hanya kepada keuangan.
Yang ketiga, di ayat ke 12-13, “ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari, kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaan bagi dirinya sendiri. Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatu pun padanya untuk anaknya” Yang ketiga, dikatakan apa yang kita punya, besok itu tidak ada pada kita lagi. Kekayaan yang kita punya itu tidak bisa kekal tinggal beserta kita. Orang Tionghoa punya pepatah: kekayaan tidak bisa lewat 3 generasi. Generasi pertama cari uang, generasi kedua pakai uang, generasi ketiga minta uang –artinya sudah jadi pengemis. Saudara lihat, orang-orang kaya yang sukses jarang mewariskan sampai 3 generasi. Setelah lewat generasi ke-3, kekayaan seringkali menyebabkan malapetaka yang mengakibatkan permusuhan di tengah-tengah antar keluarga. Itu sebabnya Pak Tong sering mengatakan, “jangan wariskan kekayaan kepada anak cucumu tapi wariskanlah iman sebagai warisan yang paling mahal.” Wariskan uang memecah keluarga, wariskan iman mempersatukan keluarga. Waktu Saudara wariskan kekayaan kepada mereka, Saudara waris tidak adil pertengkaran terjadi, permusuhan terjadi, pembunuhan terjadi. Di sekitar hidup kita, ada banyak kisah semacam itu yang karena uang kemudian anak dan orang tua terjadi permusuhan, Saudara dengan saudara menjadi permusuhan, teman yang baik, menjadi tidak baik lagi. Itu sebabnya Luther mengatakan mamon –kekayaan itu adalah gratuitous evil. Uang adalah sesuatu yang bisa mendatangkan kecelakaan bagi kita. Luther lebih lanjut mengatakan, itu sebabnya Tuhan mengizinkan orang itu menjadi sangat kaya sebetulnya waktu orang diberikan kekayaan sangat besar adalah Tuhan ingin maksudkan supaya kemudian dia lihat bahwa kekayaaan itu adalah sia-sia adanya. Saudara jangan pikir, Teologi kemakmuran, orang-orang Karismatik mengatakan wah, kalau kaya itu berkat Tuhan. Luther bilang, tunggu dulu, waktu orang diberikan kekayaan sangat banyak, justru itu adalah hajaran Tuhan supaya dia melihat bahwa betapa sia-sianya kekayaan itu, tidak bisa diharapkan. Karena pada akhirnya yang dialami adalah kemalangan seperti kata pepatah, bukan kenikmatan. Sekilas kita pikir itu kenikmatan, tetapi secara substansi, pada akhirnya itu adalah kemalangan.
Yang keempat, Pengkhotbah mengatakan di dalam Pasal 5:14-15 “Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika dia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatu pun yang dapat dibawa dalam tangannya. Inipun kemalangan yang menyedihkan. Ssebagaimana ia datang, demikian pun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin?”. Banyak orang pikir, time is money, waktu itu uang. Lalu kemudian orang mempraktekkan filsafat itu dengan menaruh seluruh waktu hidupnya untuk uang sampai suatu saat dia baru sadar, dia kemudian baru melihat, ternyata kita pada dasarnya, sebetulnya, hidup kita itu nggak perlu apa-apa. Alkitab berulang-ulang mengajarkan kepada kita bagian ini. Baik Pengkhotbah, baik Ayub mengajarkan kita prinsip seperti ini, dalam keadaan tidak pegang apapun kita datang, dalam keadaan tidak pegang apapun kita akan pergi. Waktu kita datang, kita tidak pegang apa-apa, kita tidak genggam apa-apa, tangan kita terbuka waktu datang. Waktu kita pergi, kita juga tidak pegang apa-apa, tangan kita terlipat pergi. Lalu di tengah-tengah itu, Pengkhotbah bilang itulah kesia-siaan, kamu menghabiskan waktu hidupmu jerih payahmu untuk jaring angin yang kamu tidak bisa bawa, yang harus kamu serahkan kepada orang lain. Kamu pikir kamu punya uang, kamu genggam erat-erat, simpan baik-baik, tapi tiba waktu, kamu harus lepas.Tidak bisa tidak lepas. Itulah tragisnya realitas hidup kita yang kita harus hadapi, itulah realitas kefanaan daripada hidup kita. Itu sebabnya Luther mengatakan, jikalau waktu mati saya bisa mengabaikan uang, kenapa tidak, waktu hidup juga mengabaikan uang. Karena seperti kata Pengkhotbah tadi, waktu datang tangan saya itu tidak genggam apa-apa, waktu saya pergi saya juga tidak genggam apa-apa, di tengah-tengah itu untuk apa kita berjerih payah kemudian berlelah-lelah mengejar sesuatu yang sebetulnya cuma seperti angin datang dan pergi yang kita tidak kita genggam. Hari ini siapa yang bisa pegang angin, tidak ada. Kita pegang angin, dia lolos. Kita tangkap angin, dia lolos. Demikian juga kekayaan dan uang yang kita pikir kita bisa dapat, ternyata tidak.
Ayat 16, “malah sepanjang umur ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan.” Orang yang kejar uang, orang yang hidup hanya untuk uang, sepanjang hidupnya adalah kegelapan dan kesedihan. Di dalam pengalaman kehidupan kita, Saudara lebih senang atau banyak susahnya?. Siapa mengatakan saya kerja itu penuh dengan sukacita? Pasti kita semua mengatakan, pekerjaan itu melelahkan kita. Pekerjaan itu tidak bisa membuat kita betul-betul menikmati. Kita menikmati itu, terpaksa menikmati. Kita bersukacita itu, terpaksa bersukacita karena tidak ada pilihan lain. Tidak ada. Seumur hidup kita, kita dengan berjerih lelah berjuang bekerja, kita tidak bisa bersukacita. Di ayat 16, dikatakan sepanjang umur berada dalam kegelapan dan kesedihan. Orang yang visinya, pikirannya hanya uang dari pagi pikir uang, siang pikir uang, orang itu seumur hidup tidak bisa bersukacita karena dia dihantui, diikat oleh ketakutan tidak punya uang. Berbahagialah Saudara dan saya yang kemudian bersikap berani orang yang tidak punya uang. Tetapi betapa menderitanya kamu jika diikat oleh semacam ketakutan tidak punya uang. Saudara akan berjerih lelah di dalam ketakutan –kesedihan, yang tidak perlu mengikat kita.
Oleh sebab itu, kita sekarang sudah melihat betapa fananya uang, betapa tidak pentingnya uang bagi hidup kita. Maka jangan taruh hati kita dengan sepenuh-penuhnya hanya kejar dunia ini dan uang, dan kekayaan yang ada di dalamnya. Janganlah kita kemudian mengejar kekayaan dunia ini yang kemudian hanya mendatangkan penderitaan dan kemarahan bagi hidup kita. Kalau begitu solusinya apa? Kalau begitu, apakah kita tidak perlu uang? Apakah kita kemudian tolak dunia ini dan jadi miskin semua? Apakah itu solusinya? Tidak. Pengkhotbah kemudian memberikan kepada kita jawaban penting di ayat 17-18. Di ayat 17 dikatakan “Lihatlah, yang kuanggap baik dan tepat ialah, kalau orang makan minum dan bersenang-senang dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya, sebab itulah bahagiaannya” Itu rahasianya. Pengkhotbah mengatakan uang memang sia-sia, memang vanity. Kekayaan itu memang sesuatu yang tidak menjanjikan apa-apa termasuk memberikan kepada kita sukacita. Tapi Pengkhotbah bilang, yang baik dan benar adalah kita bukan tidak boleh menjadi kaya, bukan berarti tidak boleh memiliki uang, tidak. Tetapi biarlah kekayaan, biarlah uang itu kita peroleh karena itu adalah karunia dari Allah. Kalau itu karunia dari Allah maka itu adalah akibat bukan tujuan. Kalau itu adalah karunia, itu tergantung yang memberi bukan kita yang menuntut. Kalau itu adalah karunia, berarti result-nya bukan di tangan kita, tetapi di tangan Dia yang memberi sesuai dengan ukurannya. Itu sebabnya di dalam konteks ini kalau Saudara menjadi kaya, menjadi kayalah karena itulah pemberian Tuhan kepadamu, supaya engkau mengerjakan satu bagian pekerjaan Tuhan yang Tuhan mau kerjakan. Jikalau Tuhan memberikan kamu uang banyak maka nikmatilah sebagai pemberian Tuhan tetapi bukan menjadi tuhan bagi hidupmu. Jangan jadikan uang itu menyelesaikan seluruh problematika hidupmu melainkan jadikanlah uang itu alat yang menjadi karunia Tuhan bagi hidupmu. Itu bedanya. Maka orang Kristen harus liat uang itu bukan lihat uang itu time is money, no, time is life. Bagi kita time itu hidup. Waktu itu hidup, waktu itu bukan uang. Kalau waktu habis, hidup kita habis. Time itu opportunity. Waktu time sudah lewat, opportunity lewat. Yang ketiga, time itu eternity. Time itu tidak bisa kembali lagi. Sekali waktu lewat, itu lewat. Itu sebabnya bagi kita hidup kita, waktu itu bukan uang, time is not money. Time is about life. Time is about opportunity. Time is about eternity. Jadi kita harus melihat hidup-waktu kita dengan uang itu, uang tidak boleh menjadi sesuatu yang mendefinisikan waktu dan hidup kita melainkan uang dan kekayaan itu hanya alat di dalam tangan kita, sebagai satu bagian dari karunia Tuhan kepada kita. Dan itulah yang baik dan benar menurut Pengkhotbah.
Ayat 18, dikatakan, “Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya – juga itu pun karunia Allah.” Saudara baru berbahagia kalau Tuhan karuniakan kuasa untuk menikmatinya. Banyak orang hanya tuntut kekayaan, banyak orang hanya kejar kekayaan, tapi tidak mencari kuasa dari Tuhan untuk menikmatinya. Kalau Tuhan tidak memberikan kita kuasa untuk menikmati, maka apapun di tangan kita akan seperti menjaring angin dan selesai. Itu sebabnya, jangan fokus kepada uang tapi fokuslah kepada Tuhan yang menjadi penentu, yang menjadi pemberi, yang kemudian memberikan kita kuasa untuk menikmatinya.
Saya ingin tutup bagian ini dengan mengajak kita kembali melihat lukisan daripada Quinten Matsys tadi. Quinten Matsys kemudian menutup, mengajak kita melihat lukisan ini dengan memberikan kepada kita sebuah relfleksi penting. Jikalau tadi diperlihatkan kepada kita bagaimana mudahnya uang itu distract kita dari kerohanian kita, dari baca Kitab Suci, kita gampang ditarik kepada uang. Quinten Matsys menutup, mengingatkan kepada kita dengan menaruh sebuah catatan penting dengan menempatkannya di tempat yang sentral tetapi hampir tidak kelihatan oleh mata kita. Saudara lihat di tengah dekat buku itu, ada sebuah cermin. Kenapa cermin?. Quinten Matsys ingin mengatakan yang penting hidup kita itu bukan mata kita, bukan arah mata kita, bukan yang menarik mata kita. Tapi Quinten Matsys ingin mengatakan, yang penting hidup kita adalah cermin. Cermin apa yang kita pakai? Cermin apa yang mendefinisikan hidup kita? Cermin apa yang bicara kepada kita? Lalu waktu Saudara lihat cermin itu, di tengah-tengah cermin itu kemudian Quinten Matsys menaruh sebuah frame jendela di situ. Frame itu berbentuk salib yang kecil yang ada di tengah. Ada bentuk salib di tengah dan itulah cermin yang paling penting. Itulah sentralitas fokus kita, itulah arah mata kita yang seharusnya, bukan kepada hitungan uang yang sirna dan akan lewat. Waktu Saudara arahkan mata kita kepada salib maka hidupmu tidak akan pernah sia-sia. Waktu Saudara fokuskan hidupmu kepada salib maka engkau tidak akan pernah dikecewakan. Engkau tidak akan pernah mengalami, menerima kesia-siaan melainkan engkau akan diberikan kelimpahan untuk menikmati segala karunia yang Tuhan beri di dalam hidupmu.
Itu sebabnya biarlah kita belajar seumur hidup kita untuk fokus kita bukan distract dunia ini, melainkan fokus hidup kita adalah kepada salib yang adalah sentralitas hidup kita. Saya tutup bagian ini, Saudara lihat, lalu kemudian di bagian dekat cermin itu, kecil sekali, ada lukisan 1 orang/figur, itulah Quinten Matsys sendiri. Quinten Matsys mengkontraskan ini dan mengatakan, kalau si peminjam uang dan istrinya fokus kepada uang, aku tidak, aku hanya akan lihat Salib. Dan bagiku itulah yang paling penting, itulah yang paling bernilai. Itulah yang paling penting, itulah yang paling meaningful, saya menemukan Salib. Melaluinya, waktu saya diberi uang, saya diberi uang, saya diberikan kuasa untuk menikmatinya. Waktu saya diberikan kekayaan, saya tidak kejar bertambah-tambah melelahkan hidup saya tapi saya akan dipuaskan, saya akan diberikan satisfy yang sempurna. Hanya melalui Salib, kita akan menemukan kenikmatan yang kesempurnaan. Hanya melalui di dalam Kristus kita boleh mengalami kecukupan yang sempurna dan kita boleh mengatakan “I’m enough”. Meskipun dunia ini menawarkan berbagai macam tawaran kita diberikan kekuatan mengatakan “I’m enough and i’m satisfied because the cross of Christ satisfied me. Sudah cukup untuk saya baik hari ini maupun di hidup yang akan datang.” Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (EL)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading