Pasal 13 kitab Roma adalah pasal paling penting dalam seluruh Kitab Suci mengenai hubungan orang Kristen dengan pemerintah. Pasal 13 membicarakan ‘apakah tugas pemerintah, dari mana kuasa pemerintah, dan apa tanggung jawab orang Kristen terhadap pemerintah meski bukan pemerintah Kristen’.
Alkitab dengan jelas mengatakan kepada kita, ada 4 hal yang harus kita lakukan: yang harus diberi pajak, beri kepadanya; yang harus dihormati, hormat kepadanya; yang harus diberi makanan, beri kepadanya; yang harus kita takut, takut kepadanya. Empat hal ini merupakan kelalaian secara sengaja yang selalu dilakukan orang Kristen –kalau boleh, tidak usah bayar pajak; kalau boleh, tidak usah bayar upah; kalau boleh, tidak usah takut sama orang; kalau boleh, tidak usah menghormati orang yang patut dihormati. Inilah kebiasaan manusia, melarikan diri dari kewajiban yang seharusnya kita lunasi. Mengapa melarikan diri? Karena tidak rasa perlu bayar. Mengapa tidak rasa perlu bayar? Karena merasa ‘saya boleh berbuat segala sesuatu menurut kemauan saya sendiri’. Tapi Tuhan tidak mengizinkan, maka di bagian yang sebelum kita baca tadi, dikatakan: “Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat” (Roma 13:6-7).
Kalau bisa tidak usah hormati orang, maka banyak anak yang kurang ajar terhadap orangtua. Kalau boleh tidak usah takut kepada pemerintah dan polisi, karena banyak orang merasa diri sudah cukup, tidak usah dikuasai, tidak usah dikontrol. Kalau boleh tidak usah bayar pajak, karena itu lebih enak, uang jadi lebih banyak. Tapi Alkitab mengatakan itu tidak benar, engkau harus bayar pajak, harus bayar cukai, engkau harus menghormati orang yang patut dihormati, harus takut kepada orang yang perlu ditakuti. Apa sebenarnya yang mau diajarkan di sini? Alkitab mau mengajarkan tentang: merasa utang.
Orang yang merasa utang, itu sangat tidak enak. Di mana perasaan utang berada, di situ hati ditekan, tidak ada kebebasan, tidak ada kenikmatan, karena rasa utang itu salah satu yang paling mengganggu kebebasan kita. Tapi Alkitab mengatakan harus ada rasa utang, rasa utang mengakibatkan engkau melakukan kewajibanmu, rasa utang mengakibatkan engkau membayar yang harus engkau bayar.
Tapi dari mana sebenarnya ‘rasa utang’ itu? Rasa utang itu berasal dari mental kesempurnaan seseorang yang benar –the mentality of a perfect man, always feels that he is a debt—orang yang selalu merasa utang. Paulus adalah seorang yang paling giat dalam mengabarkan Injil. Selain Yesus, Paulus adalah pahlawan penginjilan yang terbesar. Tidak pernah ada orang yang mempunyai kerajinan, kesetiaan, ketekunan, kesabaran, dan kesungguhan mengabarkan Injil lebih daripada Paulus, karena dia mengatakan ‘saya selalu rasa utang Injil, baik kepada orang barbarian, orang Yunani, orang bodoh, orang cendekiawan’. Mengapa orang-orang Kristen selama menjadi orang Kristen berpuluh-puluh tahun tidak pernah menginjili orang lain? Mengapa ada anggota GRII tidak pernah satu kali pun ikut KKR Regional? Cuma satu penyebab: tidak rasa utang –mengapa saya musti pergi mengabar Injil?? Saya saya, dia dia, tidak mau percaya silakan, tidak apa-apa, tidak ada hubungannya dengan saya—itulah yang membuat Kekristenan hancur, itulah yang membuat Kekristenan mati.
Tidak mengabarkan Injil adalah pembunuhan diri dari Gereja. A Church which never evangelize others, is committing suicide. Gereja yang tidak bertumbuh, yang tidak mempunyai kemajuan, yang terus mandek sampai stagnasi dan akhirnya mati, hanyalah karena tidak mengabarkan Injil. Haruskah orang Kristen mengabarkan Injil? Menurut mereka: ‘tidak, itu bukan urusan saya, itu urusan dia yang mau percaya atau tidak’. Jikalau semua rasul sejak permulaan bersikap seperti ini, tidak ada orang Kristen di Indonesia. Jikalau semua orang Kristen tidak pernah mempunyai perasaan utang untuk mengabarkan Injil, dunia tidak ada orang Kristen. Mengabarkan Injil itu salah satu kegiatan yang paling sulit dilakukan oleh manusia. Dan pekabaran Injil itu salah satu hal yang paling sulit diterima oleh manusia –mengapa musti percaya Yesus yang dipaku di atas kayu salib, apakah itu bisa menyelamatkan saya?? menyelamatkan diri sendiri pun tidak bisa, mana bisa menyelamatkan saya; tidak usah percaya, tidak ada gunanya. Dia sudah 2000 tahun yang lalu, tidak ada hubungan dengan saya; dan Dia orang Yahudi, saya orang Cina, orang Jawa, orang Batak, saya tidak seorang Yahudi yang menyelamatkan saya.
Saudara-saudara, semua kemungkinan pengabaran Injil merupakan pekerjaan Roh Kudus yang melakukan satu tugas paradoxical, yang membuat manusia jadi seperti tidak normal –saya hidup baik-baik, bekerja cari uang, mengapa saya musti pergi susah-susah mengabarkan Injil, membuat orang marah, membuat mereka lebih benci, lebih radikal, lebih suka membunuh; buat apa?? Lebih baik diam-diam di rumah, puas dengan hidup yang ada, tidak usah bikin huru-hara di masyarakat. Saudara-saudara, mengabarkan Injil sepertinya melakukan tindakan tidak normal, engkau dari keadaan yang normal jadi tidak normal, tapi di situlah tersimpan rahasia Tuhan yang adalah supra normal, yang membuat orang bukan mau dipuaskan dengan ke-normal-an rutinitas.
Kepuasan rutinitas mengakibatkan ketiduran Gereja. Kita puas dengan yang kita kerjakan, rutin setiap hari, dan merasa sudah cukup –inilah yang membuat kita tidur. Tidur di dalam kepuasan yang salah. Tidur di dalam kepuasan rutinitas. Tidur di dalam keadaan yang sendirinya tidak maju tapi tidak sadar. Tuhan membangunkan orang dari ketidurannya, dan membawa manusia kembali kepada satu pikiran ‘bagaimana bisa sesuai dengan rencana Tuhan Allah, memberitakan Injil kepada orang lain’.
Orang yang mengabarkan Injil karena mempunyai perasaan utang. Waktu lihat orang lewat dan belum Kristen, engkau biarkan dia lewat; lihat orang pergi ke pelacuran, pergi ke night club, pergi ke tempat bermain-main dengan segala macam perbuatan dosa, berjudi, dsb., dan engkau rasa ‘tidak apa-apa’. Tapi orang yang mempunyai perasaan utang, merasa ‘dia binasa, tanggung jawabnya ada pada saya; dia tidak kenal Tuhan, karena saya tidak mengabarkan Injil; dia kalau gagal, karena saya kurang berdoa bagi dia’. Setiap kali ada perasaan utang, perasaan kurang bekerja, perasaan kurang melakukan kewajiban, itu menjadi satu titik engkau mulai berubah dan mulai menjadi orang yang rajin, menjadi orang yang berkorban, yang menyangkal diri, rela membuang waktu, rela mengumpulkan dari bakatmu dan uangmu suatu kemungkinan menolong orang lain. Itu tidak gampang.
Saudara-saudara, dalam zaman ini banyak orang suka dengar musik, banyak orang suka melihat museum. Tapi kalau tidak ada orang yang merasa utang, mau bayar harga membeli barang taruh di museum, maka tidak ada museum. Kalau tidak ada orang yang mencurahkan waktunya, tenaganya, untuk membikin lagu dengan susah payah, maka tidak ada lagu. Orang-orang seperti itu, orang-orang gila. Saya seumur hidup bikin banyak lagu, tidak pernah mendapat 1 Rupiah. Saya membayar puluhan milyar untuk museum, saya tidak dapat 1 Sen pun. Mengapa saya kerjakan itu? Itu orang gila ‘kan?? Saya berkotbah setahun 400 kali, umur sudah 78 tahun, jalan sudah tidak stabil, tapi tetap harus pergi terus; karena apa? Rasa utang.
Rasa utang itu negatif, cari untung itu positif. Semua orang maunya cari untung, sedikit orang yang mau menyangkal diri merugi sesuatu untuk menjadi bagian bagi orang lain. Dunia cuma 2 macam orang; satu macam yang terus membongkar diri, terus mengkerok diri, terus membuang segala sesuatu dari diri, untuk menjadi berkat bagi orang lain. Yang semacam lagi, terus mengkerok orang lain, mengambil untung dari orang lain untuk membahagiakan diri sendiri. Saya tidak tahu, kamu orang macam apa? Seharusnya orang Kristen itu orang macam apa? What kind of life should I have? What kind of living should I be? Engkau selalu mengorbankan diri untuk menguntungkan orang lain, atau selalu menguntungkan diri dari mengorbankan orang lain? Gereja yang baik terdiri dari Gereja yang ada anggota-anggotanya mempunyai pemikiran matang dan rela mengorbankan diri. Tidak gampang hidup di dalam dunia mau menjadi berkat bagi orang lain; kalau mau, menyangkal diri. Yesus mengatakan ‘jika engkau tidak menyangkal diri dan memikul salib mengikuti Aku, tidak ada seorang pun yang layak disebut orang Kristen’. Dengan definisi seperti ini, mungkin kita sulit mendapatkan orang Kristen yang sejati di GRII, karena di antara kita kebanyakan orang cuma mau cari untung. Datang ke Gereja pun, ingin cari untung. Bergaul dengan orang pun, mau cari kesempatan melalui dia kita untung. Saudara-saudara, ingatlah ‘rasa utang’.
Dan setelah ayat 7 selesai, di ayat 8 keluar kalimat yang menakutkan: “Janganlah kamu berutang apa-apa kepada siapapun”. Terjemahan yang lain: “Jangan utang apapun kepada siapapun” –to no one you owe anything, you should owe nothing to anyone. Jangan utang apapun kepada siapapun, tidak boleh utang apapun kepada siapapun, satu orang pun engkau tidah boleh utang, engkau tidak boleh utang apapun kepada dia.
Kalau demikian, susah ya, bukankah bank menyediakan uang untuk orang berutang lalu bayar bunga supaya bisa dagang? Bukankah pemerintah memberikan loan supaya mahasiswa yang berbakat boleh meminjam uang dulu, lalu belajar, dan sesudah mendapat uang baru bayar? Jadi bolehkah utang? Kalau utang itu adalah utang yang akhirnya engkau bisa bayar, dan memberikan suatu kewajiban untuk melunasi yang harus engkau lunaskan, utang itu dianggap utang yang baik. Tapi banyak orang menganggap, utang itu sama dengan diberi, kalau pinjam itu sama dengan ambil; kalau sudah dapat utang, berarti sama dengan untung, lalu sesudahnya lari, tidak bayar, tidak lagi ingat pernah ada orang memberikan pinjaman uang kepada dia dan menolong dia melepaskan dari kesulitan. Dia tidak sadar, dan waktu sadar berpikir ‘itu untungnya saya bisa tipu, bisa mendapat uang utangan lalu saya bawa lari, itu pintarnya saya, IQ tinggi’. Celakalah Saudara. Di sini dikatakan ‘jangan utang apapun kepada siapapun’. Sampai di sini, saya ingat ajaran mama saya dari kecil: “lebih baik makan garam sama bubur, tapi pakai uang sendiri; jangan pinjam uang banyak orang, akhirnya hidup mewah-mewah”. Lebih baik hidup sengsara dan miskin tapi tidak ada utang, daripada hidup mewah-mewah, senang-senang, berdasarkan dari utang uang orang lain; apalagi sesudah utang lalu lari.
Seorang tua-tua kita rumahnya sampai hancur dijual karena uangnya dipinjam seorang pendeta sampai ratusan juta, dan sudah 30 tahun tidak mau bayar, dengan alasan tidak ada uang. Kalau sudah tidak bisa bayar, seolah-olah sudah tidak ada utang, tidak ada kewajiban. Itu bukan pendeta, tapi pendusta. Banyak pendeta bersifat pendusta, banyak pendusta berani memangku jabatan pendeta. Begitu banyak gejala yang menakutkan. Di Korea, tahun 1968 pemerintah menemukan 800 gelar doktor yang palsu; bukan doktor karena sekolah, tapi doktor yang katanya ‘Honoris Causa’ namun akhirnya ditemukan bahwa semuanya hasil membeli dengan uang ke sekolah-sekolah liar, dan sekolah-sekolah itu memberikan gelar ‘doktor’ palsu kepada dia. Yang paling menakutkan, akhirnya statistik menunjukkan bahwa di antara 800 doktor yang palsu, 580 adalah pendeta. Pendeta yang sudah berkotbah tapi minder, ketakutan orang menghina dia, sehingga harus ada satu gelar doktor, dan dia pakai uang untuk membeli gelar doktor, tapi palsu. Ini terjadi di dalam Kekristenan, di kalangan orang-orang yang mengatakan dirinya ‘anak Tuhan’ tapi semua sebenarnya penipu. Saya kira, di Indonesia juga banyak pendeta yang adalah pendusta, yang menipu tapi tidak disadari. Banyak orang masih kagum kepada mereka; melihat pengkotbahnya banyak dan pendengarnya lebih banyak, lalu merasa inilah berkat Tuhan.
Saudara-saudara, Alkitab mengatakan ‘you should owe nothing to anybody; you should not owe anything to anybody’ –jangan utang apa-apa kepada semua orang, tetapi harus merasa utang di dalam hal ‘saling mengasihi’. Alkitab Bahasa Indonesia terjemahannya kurang jelas: “tetapi hendaklah kamu saling mengasihi”. Di dalam terjemahan bahasa Tionghoa bunyinya: “di dalam hal saling mengasihi, selalu merasa utang”. Jangan utang kepada siapapun dalam hal apapun, hanya di dalam saling mengasihi selalu merasa engkau utang kasih kepada orang lain. Aku kurang mencintai dia, itu sebabnya dia sekarang gagal; aku kurang mendoakan dia, sehingga dia sekarang terpeleset di dalam dosa; aku kurang berdoa syafaat bagi orang itu, sehingga orang itu ditipu oleh Iblis –semua kelemahan orang lain, dihitung karena kekurangan pada diri.
Menghitung kekurangan diri di dalam hal kasih, di atas kelemahan dan kejatuhan orang lain, itu rohani yang baik. Dengar kalimat ini baik-baik: Jikalau engkau selalu melihat kelemahan orang lain adalah disebabkan karena kelemahan engkau yang kurang berdoa, kurang menasehati, kurang cinta kepada dia, sehingga dia jatuh, maka engkau rohaninya baik. Orang biasanya tidak mau mendoakan orang lain, tidak mau men-syafaat-kan orang lain, tapi waktu orang lain itu sudah jatuh, dia lalu tertawa. Orang terpeleset, engkau tepuk tangan menikmati posturnya waktu jatuh, menikmati kejatuhannya. Engkau tertawa ketika dia terpeleset, tapi engkau tidak tahu dia terpeleset karena ada kulit pisang yang engkau buang di situ. Kelemahanmu yang mengakibatkan orang lain jatuh. Ada orang jatuh karena engkau kurang berdoa bagi dia. Ada orang jatuh karena engkau menjadi batu sandungan. Ada orang jatuh karena engkau tidak menolong. Alkitab mengatakan, ‘jangan letakkan batu di hadapan orang buta’; orang buta itu jalannya tidak lancar, kalau ada batu, dia tersandung jatuh karena engkau yang taruh batu itu. Jangan menaruh batu di hadapan orang buta yang berjalan; engkau harus menjadi telinga bagi orang tuli, harus menjadi mata bagi orang buta. Lihatlah, untuk memberikan peringatan kepada mereka yang tidak bisa melihat; dengarlah suara bahaya, untuk memberi peringatan kepada orang yang tidak bisa dengar. Itu barulah orang yang rohaninya baik. Dan ini perlu satu perasaan ‘aku utang’.
Aku harus merasa ‘aku utang’, itu sebabnya bagi orang-orang yang perlu saya bantu, saya harus ulurkan tangan. Inilah namanya kasih. Kasih bukan ‘aku cinta kamu; aku begitu cinta, tanpa engkau aku bisa mati’. Cinta seperti itu adalah cinta egois, engkau mau menikmati tapi bukan mau mengorbankan diri menjadi faedah bagi orang lain. What is love? It’s to sacrifice yourself to be beneficial for others. Yang disebut cinta adalah mengorbankan diri demi menjadi berkat bagi orang lain. Yang disebut cinta adalah mengorbankan diri untuk menjadi kebahagiaan bagi orang lain. Jikalau engkau selalu berkorban, selalu mengurangi kebahagiaan sendiri untuk bisa menjadi pertolongan bagi orang lain, itulah rohani yang baik. Selalu engkau merugikan diri, menjadi berkat bagi orang lain, itulah bahagia.
Saudara-saudara, kali ini dalam Reformasi 500 tahun yang menjadi panitia ada 500 orang, koor 200 orang. Akhirnya saya memutuskan pakai uang saya sendiri memesan 700 arloji untuk saya kasih kepada mereka free, karena saya melihat siang malam mereka kerja berat. Tapi ada orang yang sudah dapat, dia mengeluh ‘mengapa nyonya saya tidak dapat, cuma saya yang dapat’ (nyonyanya memang tidak jadi panitia), jadi sudah kasih masih salah. Ada orang rasa utang kepada orang lain; ada orang rasa orang lain utang kepada dia –itu bedanya.
Saudara-saudara, di dalam hal kasih, engkau harus sering rasa utang; di dalam fakta setiap hari, tidak boleh utang apa-apa kepada orang. Tidak gampang. Jadi orang Kristen tidak gampang. Jadi orang Kristen yang ikut kebaktian Minggu lalu mendengar kotbah, kalau enak didengar, kalau tidak enak lalu ngantuk, itu gampang. Tapi jadi orang Kristen yang mendengar, sesudah dengar lalu masuk, sesudah masuk lalu pikir, sesudah pikir lalu beriman, sesudah beriman lalu jalankan setiap kalimat yang engkau dengar; itu tidak gampang.
Saudara-saudara, orang yang rasa utang, selalu ingin melunasi; orang yang rasa orang lain utang, selalu menuntut supaya dia bayar. Ini fakta sejarah, dan ini fenomena sehari-hari. Kita orang Kristen selalu bicara hal yang begitu tinggi, begitu indah, begitu enak didengar; itu teorinya rohani, tapi di dalam fakta, kita tidak jalankan. Kita cuma kelihatan seperti orang yang cinta Tuhan, datang dengan baju yang bagus, ikut kebaktian, tapi dalam melaksanakan Firman Tuhan tidak ada yang kita lakukan. Di dalam hal ini, engkau harus ingat firman Tuhan ‘jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini barang orang lain’ dan firman lain yang mana saja, sudah tersimpul di dalam firman ini, yaitu: “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Di dalam sejarah Yahudi ada 2 bersaudara, Ornan dan Arauna. Kedua bersaudara ini mempunyai hati yang luar biasa anggun, mereka ingin menjual tanahnya untuk menjadi bait Allah; atau seorang yang bernama Salomo mau membangun bait Allah, memerlukan sebidang tanah, dan dia menemukan Arauna serta Ornan mempunyai tanah yang paling indah di atas Bukit Sion. Lalu Daud datang kepada mereka: “Bolehkah saya beli tanahmu?” Mereka tanya: “Ada apa?” dan jawab Daud: “Untuk membangun Gereja, bait Allah”. Kata mereka: “Tanah kami tanah warisan, diberikan oleh nenek moyang”, tapi akhirnya mereka pikir dan berkata: “Demi Tuhan, kami mau memberi; silakan pakai saja.“ Daud katakan: “Tidak, saya harus bayar”.
Mengapa kalau dikasih, tidak ambil saja? Kalau orang menyerahkan, mengapa tidak boleh? Mulai sejak Abraham, waktu dia mau menguburkan istrinya, dia perlu sebidang tanah, dan itu ada di tanah orang Het. Orang Het bukan anak Tuhan, dan orang Het ini mengatakan: “Engkau dan saya begitu akrab, silakan ambil saja tanah itu.” Tapi Abraham bilang: “Tidak, meskipun kami akrab, saya tidak boleh ambil tanahmu secara sia-sia, saya musti bayar.” Akhirnya Abraham membayar 600 syikal perak, jumlah yang banyak sekali untuk orang kafir itu dan mengambil tanah itu menjadi kuburan istrinya. Dia tidak mengambil secara seenaknya, tidak secara cuma-cuma. Sekarang banyak orang Kristen kalau diberikan cuma-cuma, langsung terima saja, senang sekali; dalam Alkitab kita melihat selalu ada rasa utang, kalau orang memberi sesuatu yang tidak seharusnya saya terima maka saya bayar. Abraham demikian; Daud juga demikian, bayar semua, sesudah itu baru membangun rumah.
Kedua bersaudara tadi –Ornan dan Arauna—mempunyai satu cerita, mereka saling mengasihi. Kakak anaknya banyak, sedangkan adik sawahnya lebih kecil, tanaman lebih sedikit. Kakak selalu pikir ‘adik mungkin kurang uang, saya musti menolong dia karena saya mempunyai tanah lebih besar’; sebagai kakak, dia selalu berpikir bagaimana menolong adik. Sedangkan adik juga terus berpikir ‘kakak anaknya lebih banyak, uangnya cukup tidak? saya harus memberikan bantuan kepadda kakak saya, saya harus menolong dia sebab dia kakak saya’. Adik cinta kakak, kakak cinta adik. Dua bersaudara ini selalu memikirkan bagaimana caranya mengorbankan diri untuk memberkati saudaranya. Kakak berpikir ‘kalau saya kasih uang mengatakan kepada adik untuk membantu engkau, dia pasti menolak karena gengsi’. Adik juga berpikir ‘kakak saya tidak mau ditolong begitu saja’. Jadi pikiran mereka sama. Lalu bagaimana? Pada waktu malam, adik memikul satu bakul hasil bumi untuk taruh di gudang kakaknya. Kakak juga berpikir sama, dia memikul satu bakul hasil bumi taruh di rumah adiknya. Semuanya selalu dikerjakan waktu malam. Jadi malam ini adik berjalan pelan-pelan, menaruh satu bakul lalu berjalan pulang; besok malamnya kakak juga bawa satu bakul ke rumah adiknya, lalu pulang. Saling tidak tahu, tapi saling heran mengapa sudah bawa satu bakul tapi tetap sama banyaknya?? Yang kakak bilang, “Tadinya 50 bakul, saya sudah kasih 1 bakul, mengapa masih 50?” Adik juga heran, “Tadi 20 bakul, sudah pikul 1 bakul, mengapa masih 20?” Dua-duanya saling tidak mengerti, mengapa sudah diberikan tapi tetap jumlahnya sama? Sampai kemudian satu hari, dua-duanya sedang memikul dan di tengah jalan bertemu. Waktu bertemu, barulah mereka tahu rahasianya, dan mereka tertawa luar biasa: “Ternyata lu yang bawa gandum ke gudangku, kenapa ‘gak ngomong?” lalu dijawab: “Karena saya takut mengganggu kehormatan kakak”. Dan si kakak bilang: “Saya juga heran, mengapa saya sudah kasih terus tapi tetap sama, baru tahu ada kamu yang bawa kembali”. Kedua orang itu begitu akrab; itulah namanya saudara berkasih-kasihan, saling mengasihi antara kakak dan adik. Dan itu diterjemahkan dalam bahasa Gerika: philadelphia; phila dari arti kasih, delphia artinya saudara –brother’s love—kakak dan adik saling mengasihi. Ini cerita pendek tentang Ornan dan Arauna, dan akhirnya kedua saudara itu memberikan tanahnya untuk dijual kepada Daud, yang kemudian di situ dibangun Bait Allah yang dipakai sampai beratus-ratus tahun.
Saudara-saudara, engkau harus mengasihi saudaramu seperti mengasihi diri sendiri. Ini tidak gampang. Di dalam Gereja, orang Kristen yang baik selalu merasa 'apa yang kurang dikerjakan; semua yang kurang, adalah karena saya kurang’, kurang perhatian, kurang mengasihi, kurang berkorban, kurang melayani, kurang teliti, kurang mempedulikan orang lain. Selalu berpikir kekurangan diri sendiri, itu orang baik. Selalu berpikir kekurangan orang lain –ini kurang, kamu kurang– itu orang yang tidak baik.
Kong Hu Cu mengatakan: “a gentleman demands from he himself, a small man always demands from others” –“I demand from myself, I should do more, I should pay more, I should have more, I demand from myself,” that is gentleman. Tapi orang yang mengatakan “you should do more, kamu kurang, kamu harus kerja lebih banyak”, itu orang kecil. Ajaran-ajaran Kong Hu Cu, saya pernah mengajarkan kepada murid-murid, dan salah satunya adalah Ahok, yang akhirnya menjadi gubernur dan disebut sebagai yang terbaik di Jerman selama 3 tahun berturut-turut; dia mengerti artinya ‘demand from you yourself’ dan ‘demand from others’. If you always demand from others, you are not a gentleman. If you always ask somebody to do anything according to what you will, you are not a great person. A great person always demand from he himself –“I should do, I should learn, I should sacrifice, I should serve, I should help, I should give”. Orang yang selalu menuntut dirinya sendiri, itulah orang yang baik. Orang yang terus menuntut orang lain, ini kurang itu kurang ini musti begini musti begitu, itu orang yang tidak bagus.
Gereja mau maju? Gereja GRII Kelapa Gading mau maju? Setiap orang tuntut diri lebih dari yang dulu, lebih dari seharusnya. Tuntut diri untuk berkorban, untuk disiplin, untuk memberi, untuk melayani. Dengan demikian setiap orang tuntut, tuntut, dan tuntut diri, maka orang itu bisa dipakai Tuhan.
Saudara-saudara, siapa orang sempurna? Orang sempurna adalah orang yang bisa merasa utang, dan terus melayani orang lain, dengan demikian dia menyempurnakan Taurat dari Tuhan Allah. Orang yang mempunyai perasaan utang dan mau menuntut diri untuk mengerjakan sesuatu, mengorbankan diri untuk menjadi berkat bagi orang lain, orang seperti ini merasa utang dan akhirnya dia melunaskan utang. Dia selalu merasa utang, akhirnya dia jadi tidak pernah utang. Orang yang merasa diri utang, akhirnya dia menyempurnakan kasih menurut tuntutan Tuhan. Tidak ada orang sempurna, tapi ada semacam orang sempurna di hadapan Tuhan, yaitu orang sempurna yang tidak rasa diri sempurna. Dia merasa utang, dia menuntut diri, dan akhirnya dia menjadi orang sempurna.
Terakhir, saya memberikan 3 kalimat mengakhiri kotbah ini, pertama: Barangsiapa yang merasa diri sempurna, dia tidak pernah sempurna. Kedua: Barangsiapa merasa diri kurang sempurna, dia mungkin belum sempurna. Ketiga: Barangsiapa yang sungguh-sungguh sempurna, tidak pernah merasa diri sempurna. Blessed are all who feels he is not enough, he is not sufficient, he is not proven; karena engkau terus rasa diri tidak sempurna, maka engkau terus mengejar. Itu tandanya orang yang rendah hati. Orang rendah hati adalah orang yang tidak pernah rasa diri cukup, tidak pernah rasa diri pintar, selalu rasa diri kurang, sehingga terus maju, terus belajar, terus membaca, terus menerima. Itulah orang yang rendah hati karena terus rasa diri tidak sempurna. Itulah orang yang berjiwa mental sempurna.
Barangsiapa merasa diri sudah sempurna, dia tidak pernah sempurna. Barangsiapa merasa diri kurang sempurna, memang dia kurang sempurna. Barangsiapa rasa diri sudah sempurna, dia harus merasa diri tidak sempurna. Orang sempurna adalah orang yang tidak pernah puas diri, maju terus, maju di dalam mendapatkan berkat yang lebih banyak dari Tuhan.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading