Kita sudah membahas tentang ‘misi’ yang berarti kita hidup untuk ‘sesuatu’ yang lebih besar daripada diri kita, lebih besar daripada kenyamanan kita, lebih besar daripada keamanan kita. Menghidupi misi sangat sulit jika Saudara tidak mempunyai ‘sesuatu’ itu, sebaliknya akan sangat mudah jika Saudara mempunyai ‘sesuatu’ itu. Jika Saudara punya anak yang Saudara hargai lebih daripada nyawa sendiri, maka ketika dia terancam ditabrak bus, Saudara tidak akan pikir panjang langsung lompat ke depan bus demi anak itu. Sebaliknya sangat sulit melakukan hal tersebut ketika yang terancam adalah seseorang yang Saudara tidak tahu, tidak kenal, yang tidak Saudara hargai melebihi diri sendiri. Ini paradoks kehidupan Kristen, masalahnya ada pada objeknya, bukan pada diri kita. Waktu Saudara memuji Tuhan, itu sangat mudah jika Saudara tahu siapaTuhan itu, seberapa indah dan berharganya Dia dalam hidup Saudara; dan sebaliknya memuji sangat sulit ketika Saudara tidak tahu Tuhan seperti apa. Itulah misi –hidup bagi sesuatu yang lebih besar daripada diri– dan kita perlu itu, tanpa hal itu hidup kita tidak ada sukacita. Hari ini kita melanjutkan dengan membahas: 1) SIAPA yang dipanggil untuk menjalankan misi; 2) APA yang kita beritakan waktu menjalankan misi; 3)BAGAIMANA –kekuatan dari mana– kita menjalankan misi.
YANG PERTAMA, siapa yang dipanggil menjalankan misi? Pasal 9 dan pasal 10 adalah 2 catatan mengenai kejadian yang berbeda meski mirip sekali, ada pengutusan, tidak boleh pakai sandal, tinggal di rumah tersebut tidak boleh pindah-pindah, dsb. Apa bedanya? Pasal 9 berbicara mengenai pengutusan 12 murid saja, sedangkan di pasal 10 berbicara mengenai 70 murid yang di luar kedua belas murid. Jadi ini 2 pengutusan yang berbeda. Apa implikasinya buat kita? Kalau hanya ada pasal 9 tanpa pasal 10, kita bisa mengatakan bahwa pekerjaan misi penginjilan adalah pekerjaan para hamba Tuhan saja, bukan pekerjaan jemaat. Tapi di pasal 10 Kristus sengaja mengumpulkan 70 murid yang lain untuk diutus. Mengapa harus 70? Kalau Saudara mempelajari kontroversi-kontroversi Alkitab, beberapa manuskrip menyebutkan 70 dan yang lainnya menyebutkan 72. Tapi menariknya angka 70 atau 72 ini mungkin sekali merujuk pada Kejadian 10 tentang keturunan anak-anak Nuh (Musa mau mendaftarkan semua bangsa yang ada di dunia; dalam tradisi Yahudi disebut “The Table of Nations”), dan dalam hal ini ada manuskrip yang menyebut 70 bangsa, ada juga yang 72 bangsa. Jadi angka 70 atau 72 ini mewakili seluruh bangsa di dunia, oleh sebab itu angka 70 di Lukas 10 ini –ataupun 72– menunjukkan sifat universalitas. Kristus bukan cuma memilih sebagian golongan untuk diutus, tapi sama seperti Injil untuk semua bangsa dan semua golongan tidak terkecuali, demikian pun yang diutus untuk mengabarkan Injil juga bukan hanya sebagian golongan; bukan hanya yang 12 murid tapi juga yang 70 murid. Semua dipanggil untuk melakukan misi Tuhan, inilah implikasi yang pertama. Implikasi yang kedua, bukan hanya semua dipanggil untuk melakukan misi, esensi dari pemuridan adalah diutus keluar.
Ketika membaca Injil sinoptik, ada cara baca yang bisa kita perhatikan. Di setiap Injil sinoptik ada ‘turning point’ yaitu ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa sekarang Dia mengarahkan pandangan-Nya ke Yerusalem, Dia akan pergi ke Yerusalem lalu disalib dst. Dalam analisa struktural, bagian ‘turning point’ ini menjadi satu titik yang dipakai untuk membagi-bagi kitab Injil sinoptik. Kalimat seperti itu dalam kitab Lukas ada di pasal 9 ayat 51: Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem. ‘Turning point’ ini membagi dua kitab Lukas; pasal 1-9 bicara tentang siapa diri Yesus, lalu pasal 10 dan seterusnya tentang siapa yang adalah murid-murid Yesus (yang namanya pengikut Yesus itu seperti apa). Contohnya: di pasal 10 awal, murid-murid Yesus adalah mereka yang diutus keluar. Selanjutnya ada kisah orang Samaria yang baik hati menunjukkan panggilan untuk menjadi sesama manusia bagi orang lain seperti orang Samaria yang baik hati itu. Selanjutnya kisah Maria dan Marta –kontras antara dua cara menerima/meresponi Kristus– menujukkan bahwa menjadi murid adalah belajar dari Kristus sebagaimana Maria. Selanjutnya lagi ada bagian mengenai doa, harta, dsb. yang pada dasarnya berbicara mengenai siapa murid-murid Kristus itu. Maka di sini kita melihat, memang menjadi murid Tuhan Yesus bukan cuma diutus keluar –ada hal-hal yang lain lagi– tapi tidak pernah kurang dari ini, tidak pernah tanpa aspek pengutusan ini, bahkan Lukas menaruh bagian pengutusan ini di paling depan. Mungkin bagi kita harusnya: saya belajar dulu seperti Maria, belajar jadi sesama bagi orang lain, belajar berdoa, belajar menggunakan harta dengan benar, dan baru terakhirnya saya diutus keluar. Tapi faktanya di sini, begitu Tuhan Yesus memanggil 70 murid ini, langsung Dia mengutus mereka keluar.
Kita pernah membahas tentang pemuridan. Dalam kitab Yohanes waktu beberapa murid menanyakan “Rabi, di mana Engkau tinggal?” adalah karena di zaman itu menjadi murid seseorang berarti masuk sampai ke dalam, tinggal di tempat guru itu 24 jam, tidur di tempat dia tidur, makan apa yang dia makan. Menjadi murid artinya ada satu panggilan ‘ke dalam’ yang sangat radikal, bukan relasi sebatas intetektual. Dan di bagian ini kita melihat esensi pemuridan bukan cuma dipanggil ‘ke dalam’ tapi juga untuk diutus ‘ke luar’. Kita hanya dipanggil ke dalam untuk diutus ke luar, Alkitab berbicara mengenai itu. Kepada Abraham, Tuhan mengatakan “Aku akan memberkatimu”, lalu “keluar tinggalkan negerimu, …”. Tuhan menampakkan diri kepada Musa, Musa dipanggil bertemu dengan Tuhan, dan kemudian “pergilah menghadap Firaun”. Yesaya bertemu Tuhan, dan tujuan Tuhan bertemu dia bukan menyelamatkan dia dengan memberikan bara api penyucian, itu cuma cara yang diberikan supaya setelah itu Yesaya bisa dipakai/ diutus. Itulah tujuan Tuhan menampakkan diri kepada dia. Dan mengapa hanya bibir Yesaya yang disentuh bara api? Karena panggilan Yesaya adalah berkotbah, menggunakan bibir, oleh sebab itu Tuhan menyimbolkan dengan penyucian bibir dengan bara api. Kehidupan pemuridan itu berjalan bersamaan, tidak ‘ini dulu baru itu’ melainkan ’ini untuk itu’, ditarik ke dalam untuk diutus ke luar.
Bukti lain untuk prinsip ini yaitu Ef 2:10 “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.” Kita diciptakan bukan untuk diselamatkan, –keselamatan hanya muncul karena kejatuhan– tapi ada tujuan yang lebih besar, lebih orisinal daripada itu yaitu kita diciptakan untuk melakukan satu pekerjaan yang memang dipersiapkan Allah sebelumnya. Tuhan membentuk Saudara sedemikian rupa selama ini, dalam sukacita maupun dukacita Saudara, melalui ras, umur, jenis kelamin, talenta-talenta, pengalaman hidup Saudara, adalah untuk hal berikut: bahwa di luar sana ada tangan-tangan orang yang hanya Saudara yang bisa menyentuhnya, di luar sana ada kebutuhan-kebutuhan orang yang hanya Saudara yang bisa mengisinya. Itulah seberapa tingginya panggilan kita, yang seringkali kita tidak ‘ngeh. Kita cuma berpikir kalau saya dapat sukacita, dukacita, pengalaman hidup ini dan itu, ujungnya supaya saya lebih mengenal Tuhan, lebih berkembang, supaya saya hidup lebih baik. Itu memang bagian dari kehidupan Kristen, tapi bukan cuma itu. Esensi menjadi murid Kristus tidak pernah tanpa pengutusan keluar. Semua daripada kita, bukan cuma hamba Tuhan, dipanggil untuk bermisi. Ini poin yang pertama.
YANG KEDUA, apa message-nya? Tentu saja memberitakan kabar Injil. Tapi di bagian ini ada satu penekanan, Yesus mengatakan bahwa misi mereka adalah memberitakan mengenai Kerajaan Allah yaitu “Kerajaan Allah sudah dekat” (pasal 10:9,11). Kita seringkali memikirkan Injil secara sempit hanya mengenai keselamatan saya pribadi. Tapi perhatikan sifat berita Injil yang Kristus berikan di bagian ini; yang pertama: berita Injil adalah berita mengenai Kerajaannya Allah, ini berita yang lebih besar daripada sekedar tentang diri kita. Kedua, berita ini datang dalam bentuk yang hampir sama, baik kepada yang menerima (ayat 9) maupun yang menolak (ayat 11). Jika kamu diterima, katakanlah ‘Kerajaan Allah sudah dekat’ (ayat 9); jika mereka menolak kamu, maka turunlah ke jalan-jalan dan katakan ‘Kerajaan Allaj sudah dekat’ (ayat 11). Sifat yang ketiga ada dalam Amanat Agung Tuhan Yesus “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada sagala makhluk”, ada sifat universalitas terhadap target Injil; bukan cuma yang menerima tapi juga yang menolak, tetap harus mendapatkan berita Injil.
Apa itu Injil (euangelion)? Kata ‘injil’ sudah ada sebelum itu menjadi kata yang dipakai Alkitab. Pada zaman itu kata ‘euangelion’ punya arti yang sangat spesifik, yaitu satu berita mengenai satu kejadian yang objektif, mengubah sejarah, dan berdampak pada hidup semua orang, sehingga ada dokumen historis yang berjudul “Inilah Injil dari Kaisar Agustus”, dalam hal ini injil tersebut adalah deklarasi Agustus telah naik takhta Kerajaan Roma. Perhatikan bahwa berita mengenai Agustus ini adalah berita mengenai seseorang, diberitakan kepada setiap makhluk, dan berita yang sama ini diberikan kepada mereka yang menerima maupun yang menolak. Mengapa? Karena berita ini berdampak pada semua orang (di Kekaisaran Roma). Pada waktu itu tidak ada seorang yang bisa mengatakan “Emang gua pikirin Agustus naik takhta?”, semua orang dalam zaman itu di Kekaisaran Roma secara otomatis harus menghadapi fakta ini, tidak peduli mau atau tidak mereka harus ikut aturan Kaisar Agustus. Itu sebabnya ‘berita Injil’ sering dikontraskan dengan ‘nasehat’. Injil bukanlah nasehat. Nasehat sifatnya tidak objektif, tergantung pendengarnya; misalnya ‘kamu harus lakukan ini, hindari itu, lalu ya, terserah mau ikuti atau tidak tergantung kamu’, sifatnya subjektif. Tapi injil memiliki sifat objektif yang sangat jelas, ‘kamu mau ikuti atau tidak memang terserah kamu, tapi hal ini tetap benar’, dan itu sebabnya beritanya sama baik kepada yang menerima maupun yang menolak.
Satu contoh yaitu “Battle of Marathon” (pertempuran di Marathon; Marathon adalah nama tempat) di tahun 490SM Persia melawan Yunani yang dipimpin oleh Athena. Ini pertempuran yang sangat terkenal karena sebelumnya merupakan masa kejayaan Persia dan tidak ada orang yang menyangka Athena bisa menang. Dan karena kemenangan ini, Persia turun lalu mulailah kejayaan Athena yang sampai saat ini masih terasa pengaruhnya. Pertempuran ini bukan saja sangat menentukan, tapi orang Yunani pada waktu itu sebenarnya tidak berharap akan menang. Oleh sebab itu ketika kemenangan tiba, mereka memutuskan untuk mengabarkan berita berskala injil ini kepada orang-orang di Athena, karena jika tidak, orang-orang di sana bisa panik karena merasa bakal kalah lalu mungkin terjadi kerusuhan waktu orang-orang itu berlomba-lomba keluar dari kota. Mereka lalu mengirim seorang ‘single runner’ dari Marathon ke Athena yang berjarak 40 km (yang menjadi jarak ‘lari marathon’ hari ini). Si pelari pengabar injil ini berlari non-stop, dan sesampainya di Balai Kota dia tinggal memiliki kekuatan sisa untuk berteriak, “Bersukacitalah kita telah menang!!” lalu mati kehabisan napas, demikian menurut legenda. Seperti itulah kira-kira berita Injil. Berita itu sesuatu yang objektif, berita itu mempengaruhi semua orang, berita itu datang kepada mereka yang percaya ataupun yang tidak percaya. Waktu murid-murid diutus untuk pergi, mereka diperintahkan untuk memberitakan ‘inilah berita mengenai Kerajaan Allah yang sudah dekat, situasi sudah berubah, dan kamu harus meresponi situasi yang berubah ini baik kamu mau terima maupun tidak’.
Saudara lihat, betapa berita mengenai Kerajaan Allah adalah berita berskala injil. Mengapa? Ayat 18 memberi sedikit petunjuk ketika Tuhan Yesus mengatakan, “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit”. Ayat ini banyak intepretasi yang bisa berbeda. Salah satu pembacaan yang mungkin adalah bahwa Kristus sedang mengacu pada kejadian kejatuhan setan sebelum dunia dijadikan, dan itu berarti Tuhan Yesus mau mengatakan ‘Aku sudah ada sebelum dunia diciptakan, Aku sudah eksis sebelum semua ini’. Maka jika benar demikian, berarti peristiwa kelahiran-Nya/kedatangan-Nya adalah berita berskala injil, Euangelion yang sejati. Kelahiran Agustus sendiri tidak berdampak sedemikian universalnya, misalnya orang-orang Indian di Amerika tentu tidak terlalu terpengaruh, demikian juga kemenangan atas Persia di Marathon tidak berpengaruh sampai kepada orang Maori di Selandia Baru. Tapi jika Kristus adalah Allah, maka kedatangan Kristus adalah berita Injil yang semua orang harus tahu.
Mari kita coba melihat bagaimana pengertian Injil yang seperti ini menabrak keberatan orang-orang terhadap Injil Tuhan Yesus hari ini. Saudara tentu tahu sepanjang sejarah ada golongan-golongan yang menekan Injil Kristus dengan kalimat seperti ini: Kamu mau jadi orang Kristen, percaya Tuhan Yesus, silakan. Tapi jangan injili orang lain apalagi memaksa dengan mengatakan ‘ini satu-satunya jalan keselamatan, di luar Dia tidak ada jalan keselamatan’. Itu sempit, berbahaya, ujungnya kamu bisa melakukan kekerasan atas nama agama, dsb. Perhatikan statement-nya “kamu percaya pribadi silakan, tapi jangan haruskan orang lain percaya”. Sekarang mari kita tabrakkan konsep ini dengan konsep tentang ‘injil’ tadi; jikalau berita mengenai Kristus adalah berita dalam skala injil, jikalau berita mengenai Kerajaan Allah adalah berarti percaya kejadian kedatangan-Nya merupakan suatu kejadian sejarah yang berdampak bagi hidup semua orang, maka kalau Saudara percaya ini, tidak bisa tidak Saudara akan keluar berlari dan mengatakan kepada semua orang “bersukacitalah, kita telah menang” meskipun itu mengakibatkan Saudara kehabisan napas dan mati seperti pelari tadi. Jikalau ini adalah berita dalam skala injil, maka konsekuensi logisnya adalah Saudara akan pergi menginjili. Dan itu berarti waktu orang melarang orang Kristen menginjili, sebenarnya sedang melarang kita untuk percaya kepada Kristus karena kalau kita percaya berita skala injil ini, tidak mungkin kita bisa tidak menginjili. Itu implikasi terhadap orang lain. Sekarang kalau kita hari ini mengatakan ‘percaya kepada Kristus’ dan kita tidak menginjili, maka itu berarti sebenarnya kita tidak sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, karena kalau kita percaya, kita akan pergi menginjili. Kalau Saudara menemukan obat kanker lalu Saudara cuma simpan buat orang-orang yang dekat yang Saudara kasihi atau orang-orang yang tidak kenal tapi mereka reseptif waktu Saudara kasih tahu, bukankah itu sesuatu yang tidak mungkin? Sama halnya kalau Saudara percaya berita Injil berdampak bagi semua orang, Saudara tidak mungkin menginjili cuma buat keluarga, teman-teman, dan orang-orang luar sebatas yang sepertinya mau menerima. Tapi itulah yang selama ini kita hidupi, dan ini berarti jangan-jangan kita tidak punya pengertian Injil yang tepat, kita tidak percaya Kristus dengan tepat. Memang hal ini tidak berujung soal keselamatan, tapi kalau Saudara tidak melakukan penginjilan yang merupakan hasil dari Saudara mengerti Injil, maka keselamatan Saudara itu tanda tanya besar.
YANG KETIGA, bagaimana caranya? Saya mengajak Saudara berpikir melalui pertanyaan ini: mengapa orang-orang dunia tidak senang dengan penginjilan? Tentu kita tahu ini tidak beres secara logika, seperti telah dibahas tadi, tapi apa yang menyebabkan sampai mereka seperti ini? Kita lihat alasannya ketika kita membaca ayat 17 dan seterusnya. Ayat 17: Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." Kemudian respon Tuhan Yesus di ayat 18-20 "Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga." Bagian ini biasanya kita baca dengan intonasi sangat positif dari Tuhan Yesus, padahal sebetulnya justru sangat negatif. Ini adalah bagian yang sebenarnyaTuhan menegur dengan cukup keras para murid-Nya.
Bukti yang pertama akan hal ini adalah kalimat yang mungkin Saudara kira paling positif di ayat 18 "Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit”. Di sini mungkin Tuhan Yesus bukan sedang mengatakan ‘lewat pekerjaanmu, Aku melihat Iblis jatuh dari langit’, melainkan Dia hendak membuat para murid sadar bahwa mereka sedang membuat kesalahan yang sama yang menyebabkan Iblis jatuh dari surga. Murid-murid mengatakan “setan-setan takluk kepada kami”, tapi ironisnya Tuhan mengatakan “kamu itu mirip setan”. Mengapa bisa begitu? Kalau kita melihat kalimat selanjutnya, ayat 19 pada dasarnya Tuhan mengatakan ‘ya memang pastilah, kalau kamu Kuutus, kamu pasti kamu akan mendapatkan kuasa sehingga tidak ada yang bisa melawan kamu’, lalu ayat 20 ‘tapi, jangan kamu bersukacita karena punya kuasa itu, bersukacitalah karena namamu terdaftar di surga’. Maksudnya, Tuhan Yesus sedang mengatakan bahwa ada motivasi pelayanan yang salah. Mengapa kita tidak boleh bersukacita karena setan-setan yang takluk lewat pelayanan kita, karena ada orang-orang yang hidupnya disentuh oleh pelayanan saya, karena ada orang-orang yang dibebaskan lewat pelayanan saya? Masalahnya bukan itu sukacitanya. Saudara perhatikan, apakah mereka mengatakan ‘O, Tuhan, kami bersukacita karena kami telah menolong banyak orang; banyak orang hidupnya berubah karena kami’? Tidak. Yang mereka katakan lebih seperti ini: wow, lumayan juga, setan-setan takluk juga kepada kami. Dan ini lebih jelas lagi kalau kita merenungkan klausa kedua dari peringatan Tuhan Yesus.
Dalam klausa pertama Tuhan Yesus mengatakan “jangan bersukacita karena kamu berkuasa, bersukacitalah karena namamu terdaftar di surga”. Ini menarik, karena di zaman ini yang sudah pakai printing, soal ditulis namanya itu terasa biasa sekali. Tapi di zaman itu yang tidak ada mesin cetak, ditulis namanya membuktikan orang ini bukan orang sembarangan, dan itu sebabnya yang ditulis namanya adalah orang yang identitasnya tinggi. Kalau dibalik, Saudara akan bisa melihat Tuhan Yesus mengatakan “jangan pikir namamu sudah tertulis kalau setan-setan takluk kepadamu; jangan mengambil identitasmu –menganggap dirimu sudah ‘somebody’– ketika kamu ada pencapaian, ada kuasa, bisa melakukan ini dan itu”. Itulah yang terjadi di bagian ini. Darimana kita tahu diri kita orang yang oke? Karena ada talenta, ada pencapaian, ‘saya ini lumayan’. Dan hal itulah yang pada ujungnya menghasilkan kesalahan/dosa yang membuat setan jatuh dari surga, maka itu juga sebabnya Tuhan Yesus mengatakan “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit”. Betapa mengejutkan!
Hati kita seringkali sebusuk ini, ‘dari mana saya tahu bahwa saya ini seorang pelayan yang baik? dari pencapaian saya, orang-orang mendengarkan saya’. Waktu Saudara pergi KKR pertama kali berkotbah, Saudara gemetar karena tidak tahu respon jemaat akan seperti apa; ketika anak-anak yang tadinya sibuk sendiri lalu mulai memberi perhatian, mendengarkan, berespon, maka gemetar Saudara mulai hilang, pe-de mulai naik; dan ketika di tempat yang lain anak-anaknya tidak mendengarkan, mereka ngobrol dan cekikikan sendiri, Saudara mulai turun pe-de-nya dan mulai marah. Mengapa? Itu sebabnya Saudara mau bertumbuh dalam Tuhan, Saudara perlu pelayanan supaya Saudara sendiri juga dibongkar lebih dulu, kadang-kadang lewat kejadian seperti ini. Seringkali kita jadi pelayan yang manipulatif; karena ujungnya bukan pendengar jadi objek pelayanan kita, justru kita yang jadi objek pelayanan mereka ketika kita menuntut mereka melayani kita. ‘Kamu harus melayani ego saya, harga diri saya, saya jadi tahu saya adalah orang yang melayani Tuhan karena kamu berespon dalam pelayanan saya; kamu itu piala-piala saya’. Dan kalau mereka menolak saudara, yang terjadi adalah seperti pasal 9:53-54 Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia,… . Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" Mengapa muncul reaksi seperti ini? Karena waktu ada penolakan, penolakan ini mengancam ego kita, diri kita. Ini sulit sekali.
Apakah sekarang Saudara bisa melihat mengapa dunia meminta kita, orang-orang Kristen, untuk tidak menginjili? Apakah Saudara bisa mengerti mengapa orang-orang dunia mengatakan ‘percaya Tuhan silakan, jangan menginjili kita’? Mengapa dunia benci klaim-klaim absolut dari agama-agama? Mereka takut dengan pelayanan kita, dan memang mereka berhak takut, karena kita sendiri pun mengalami bahwa orang-orang yang mengklaim kebenaran mutlak dalam agama mereka, mereka itu melakukan kekerasan dan ketidak-adilan atas nama kepercayaan mereka. Solusinya apa?
Tuhan Yesus mengatakan ‘ada cara yang lebih baik untuk bersukacita, ada motivasi yang lebih baik untuk menginjili, yaitu bukan karena kamu berkuasa, tapi karena namamu sudah tertulis di surga’. Kalau Saudara ke restoran mahal dan sebelumnya sudah booking bahkan pakai booking fee yang juga mahal, maka waktu waiter menanyakan, “Nama Bapak siapa?” “Jethro!” Lalu waiter cari dan “O, ada Pak, mari silakan.” Saudara lalu masuk dengan dagu terangkat, bangga bisa masuk, sudah bayar mahal. Di situ ada sukacita, tapi sukacita yang tidak menghasilkan kelemah-lembutan. Tapi kalau Saudara datang ke restoran mahal dan Saudara tidak booking lebih dulu, dan restorannya penuh sekali, lalu ditanya, “Nama Bapak siapa?” “Jethro.” Waiter lalu mencari di daftar, tiba-tiba, “O, ada Pak, silakan masuk” dan dikasih tempat yang paling bagus, disuguhi hidangan yang lezat, dsb., di situ Saudara akan merasa ‘koq bisa ya??’ Saudara sukacita, dan sukacita ini bukan sukacita yang menghasilkan keberingasan. Dan setelah itu Saudara mungkin akan keluar sambil cerita-cerita ke semua orang “itu restoran enak banget lho, itu restoran enak banget lho ”, bukan dengan memaksa, ‘pokoknya lu kalo ‘gak tahu common grace dan special grace, kalo lu ‘gak tahu bedanya Calvin dengan Luther, matilah lu!’ Tidak ada itu sama sekali. Yang ada adalah kebahagiaan dan sukacita seperti waktu menceritakan tentang restoran tadi, sukacita yang jauh lebih baik. Inilah yang Alkitab berikan kepada kita.
Di bagian ini dikatakan “namamu sudah tertulis di surga”. Mengapa bisa nama kita tertulis di surga? Dalam Keluaran 32 ada satu kejadian Tuhan mengatakan mau membunuh semua bangsa Israel dan mencoret namanya dari kitab kehidupan. Lalu Musa mengatakan ‘Tuhan jangan; kalau Engkau mau mencoret, coretlah namaku’. Lalu TUHAN Allah mengatakan bahwa Dia tidak akan mentolerir hal ini, nama Musa tetap akan tercatat. Apa yang terjadi di sini? Karena memang bukan Musa orang yang seharusnya namanya dicoret, karena suatu hari ada The Greater Moses, The True Moses, yang nama-Nya sungguh ‘dicoret’ dari kitab Allah sehingga Dia berteriak “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”. Dia namanya tercoret sehingga nama kita boleh tertulis. Kalau ini menjadi semangat Saudara, menjadi sukacita Saudara untuk menginjili, bukan tentang apa yang Saudara bisa capai melainkan apa yang sudah diberikan kepada Saudara, maka itu akan menghasilkan pelayanan penginjilan yang luar biasa beda.
Kita sering berpikir waktu dunia katakan ‘lu percaya silakan, jangan injili kami’ sebagai halangan, tapi sebenarnya ini justru sebuah pintu yang sangat besar untuk kita menginjili. Mengapa? Karena harusnya dunia sadar bahwa kita beda. Hari ini orang mengatakan bahwa fundamentalisme menghasilkan violence/ kekerasan, maka jangan jadi fundamentalis, ‘mau percaya silakan tapi jangan paksakan orang lain percaya, jangan jadikan itu absolut truth, tidak boleh fundamentalis seperti itu karena fundamentalisme selalu mengarah pada kekerasan’. Tapi sebenarnya tidak demikian, tergantung pada fundamentalnya apa. Di tahun 2006 ada suatu kejadian di desa orang-orang Amish di Amerika. Orang-orang Amish adalah orang-orang fundamentalis, mereka kukuh berpegang prinsipnya, tidak mau pakai baju modern, tidak mau pakai teknologi modern, sangat patriakhal. Lalu hari itu ada orang luar Amish yang masuk ke sekolah mereka dan menembak 8 anak yang masih kecil, 5 di antaranya meninggal. Ini menggemparkan seluruh Amerika. Mengapa? Karena pertama, katanya sebelum orang tadi menembaki 8 anak ini, salah seorang anak mengatakan “tembak aku, jangan tembak yang lain”, namun penembak ini tetap menembak semuanya lalu bunuh diri. Tapi yang mengagetkan adalah hal kedua, yaitu bahwa yang pertama-tama semua keluarga korban deklarasikan kepada seluruh komunitas Amish adalah “Jangan mendendam kepada orang-orang luar, jangan sampai kejadian ini membuat kita benci kepada orang-orang luar. Kita harus mendoakan keluarga si pembunuh”. Dan bukan cuma itu, mereka mengumpulkan kolekte untuk mendukung istri si pembunuh. Ini sungguh-sungguh terjadi. Orang Amerika waktu itu gempar, mereka sangat kaget, sampai-sampai mereka menuduh orang-orang Amish ini meremehkan nyawa korban.
Orang-orang Amish ini sangat-sangat fundamentalis, dan lagi mereka meresponi kekerasan dengan cara demikian. Mengapa bisa? Karena tergantung fundamentalnya apa; untuk mereka fundamentalnya adalah: Allah mereka mati bagi musuh-musuh-Nya. Bukankah itu cerita kita? Mengapa kita tidak seperti itu? Mengapa waktu disakiti sedikit kita langsung membalas, bahkan lebih keras? Mengapa hari ini dunia tidak bisa melihat dari kita sesuatu yang mereka lihat dalam diri orang-orang Amish? Mengapa mereka mengatakan ‘ya inilah, lu percaya silakan tapi jangan menginjili, karena ini selalu berdampak pada kekerasan, maksain doktrin’. Padahal inilah harusnya lubang pintunya, yang orang-orang dunia melihat ‘O iya, ya, orang-orang Kristen itu fundamentalis, radikal, ekstrimis, yaitu ekstrimis pengampunan, ekstrimis mengasihi; mereka punya satu prinsip yang dipegang erat dan itu justru membuat mereka bisa mengampuni orang lain’. Mengapa hal ini tidak muncul pada kita? Ini adalah suatu keberanian, keberanian yang luar biasa. Tuhan Yesus mengatakan “Aku mengutus engkau seperti domba di tengah serigala”, menunjukkan suatu keberanian, ketegasan yang luar biasa, seperti domba yang berani masuk ke tengah-tengah serigala. And yet, itu kelemah-lembutan karena Saudara tidak pernah berubah jadi serigala, Saudara tetaplah domba, seakan orang Kristen mengatakan ‘lu mau violence gua silakan, gua tidak akan pernah violence lu’. Itulah panggilan kita menjadi orang-orang Kristen.
Tapi mungkin Saudara tidak setuju karena di ayat 13 ada perkataan ‘celakalah engkau Khorazim! celakalah engkau Betsaida! dst.’ Sebenarnya itu salah terjemahan. “Woe to you” bukan kalimat kutukan; woe berbeda dengan curse. Woe itu seperti mengatakan “celaka kamu, ini kamu bakal celaka”. Suatu empati yang sangat dalam waktu mengatakan “betapa celaka engkau Betsaida, karena kalau di Tirus dan Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. Akan tetapi pada waktu penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati!” Suatu tangisan. Waktu kita hidup sebagai domba di tengah serigala, kita tidak pernah menjadi serigala.
Saudara lihat, panggilan ini sulit sekali. Panggilan ini tidak mungkin, kalau Saudara mengandalkan diri Saudara sendiri. Panggilan ini sangat mungkin, kalau Saudara mengandalkan Kristus. Alasan Saudara tidak berani, adalah karena Saudara tidak melihat keberanian Kristus. Alasan Saudara merasa beban berat diutus keluar, adalah karena Saudara jarang melihat Kristus yang keluar bagi engkau. Alasan Saudara tidak bisa toleransi orang lain, adalah karena Saudara tidak melihat bahwa Allah kita bukan cuma toleransi kita tapi Dia mau menjadi kita.Inilah refleks orang Kristen yang harus dilatih, dan inilah yang seringkali kita tidak mengerti sebagai inti Kekristenan karena Saudara tidak mau pergi penginjilan, karena Saudara tidak mau hidup bagi sesuatu yang lebih daripada nyawamu, kenyamananmu, uangmu. Mari kita bertobat di hadapan Tuhan.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading