Hari ini kita membahas tema “My Only Comfort”, kalimat yang diambil dari Katekismus Heidelberg, Pertanyaan Pertama; dan ini juga relevan sebagai perenungan kita khususnya di minggu-minggu yang sulit seperti sekarang [khususnya terkait pandemi Covid19].
- Roma 14: 7-9, “Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup.”
- Ayub 16: 1-2, Tetapi Ayub menjawab: “Hal seperti itu telah acap kali kudengar. Penghibur sialan kamu semua!”
- Mazmur 23: 4, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.”
- Roma 8: 13-14, “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.”
Pertanyaan Pertama, Katekismus Heidelberg: “Apakah satu-satunya penghiburan Saudara, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati?”
Jawaban: “Bahwa aku, dengan tubuh dan jiwaku, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati, bukan milikku melainkan milik Yesus Kristus, Juruselamatku yang setia. Dengan darah-Nya yang tak ternilai harganya Dia telah melunasi seluruh utang dosaku dan melepaskan aku dari segala kuasa iblis. Dia juga memelihara aku, sehingga tidak sehelai rambut pun jatuh dari kepalaku di luar kehendak Bapa yang ada di surga, bahkan segala sesuatu harus berguna untuk keselamatanku. Karena itu juga, oleh Roh-Nya yang Kudus, Dia memberiku kepastian mengenai hidup yang kekal, dan menjadikan aku sungguh-sungguh rela dan siap untuk selanjutnya mengabdi kepada-Nya.”
Katekismus Heidelberg adalah salah satu katekismus Reformed, yang secara unik memulai dengan pertanyaan penghiburan. Waktu kita membicarakan tentang penghiburan, ini berarti bahwa dalam realita hidup ini manusia memang mengalami kesengsaraan, penderitaan, sakit-penyakit, bahkan juga kematian. Topik-topik seperti ini seringkali dihindari, karena manusia lebih suka bicara tentang kebahagiaan, sukacita –toh, Alkitab juga membicarakan kebahagiaan dan sukacita. Tetapi, kalau kita melihat kehidupan ini –yang sudah jatuh di dalam dosa — tidak mungkin kita melarikan diri dari tema-tema yang sulit seperti ini, lalu menipu diri dengan teologi-teologi realistis idealitis yang sebetulnya tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan manusia. Siapa yang mau sengsara? Siapa yang mau menderita? Pastinya orang-orang yang waras, yang pikirannya sehat, tidak ada yang menginginkan penderitaan; bahkan Yesus Kristus pun tidak.
Yesus Kristus di taman Getsemani bukan fokus pada penderitaan, melainkan taat kepada kehedak Bapa-Nya; dan di dalam ketaatan terhadap kehendak Bapa itulah, termasuk di dalamnya menanggung penderitaan. Jadi, waktu kita bicara tentang penderitaan dalam kehidupan manusia, kita tidak boleh menjadikan hal ini sebagai fokus; fokusnya bukan pada penderitaan, fokusnya selalu pada Kristus. Dan, ketika kita bicara tentang Kristus, yang di dalam Dia kita mendapatkan penghiburan satu-satunya, kita secara realistis pasti membicarakan tentang sakit-penyakit, kematian, penderitaan, kesengsaraan. Tidaklah relevan bicara tentang penghiburan (comfort), kalau kita tidak mem-presaposisi adanya kesengsaraan dalam kehidupan manusia. Orang tidak memerlukan penghiburan selagi dia pesta, demikian juga bisa dikatakan orang tidak terlalu memerlukan penghiburan kalau dia tidak sakit. Namun, yang tidak sakit pun –seperti Saudara dan saya yang hari ini tidak sedang sakit– bukan berarti dalam kehidupan ini tidak ada kesedihan.
Ada peribahasa Turki yang mengatakan: “You won’t find consolation unless the problem is told” (kamu tidak akan mendapatkan penghiburan, kecuali masalahnya/problemnya diberitahukan). Ada pola yang sama di sini; kalau kita mau bicara tentang penghiburan (consolation/comfort), itu mem-presaposisi-kan adanya problem dalam kehidupan manusia. Kalau kita tidak membicarakan problem –kalau kita terus-menerus bicara ‘hidup saya baik-baik saja koq, tidak ada masalah koq, tidak perlu didoakan koq’, atau seperti orang Yahudi mengatakan ‘kami ini orang merdeka, kami bukan budak siapa pun’, atau seperti orang-orang Farisi, ‘kami ini orang benar, bukan orang berdosa sepert pemungut cukai dan pelacur-pelacur itu’–kalau kita terus menghindari problem/masalah, maka kalimat-kalimat yang keluar bisa menjadi suatu kalimat klise sebagaimana yang kita baca dalam Alkitab ditanggapi oleh Ayub: “penghibur sialan kamu semua!” Ada penghiburan yang sialan, menurut Alkitab; apa maksudnya? Yaitu yang seperti tadi, penghiburan-penghiburan yang sebetulnya tidak menghibur, yang melarikan diri dari kenyataan, dari fakta realita hidup.
Ada seorang pelukis yang terkenal, Thomas Kinkade, seorang yang sangat sukses. Kalau Saudara melihat lukisannya, Saudara bisa mendapati gambaran yang sangat indah, seperti suatu tempat yang sangat ideal, tapi kalau Saudara mencari tempat seperti itu di dunia, mungkin tidak ada. Itu tempat yang too ideal to be true, too beautiful to be true. Itu sebabnya belakangan ini viral lukisannya Thomas Kinkade yang didalamnya dimasukkan gambar dinosaurus dsb., supaya jadi sedikit realistis, tapi jadi brutal gambarannya. Kita tidak merayakan dua-duanya, gambaran ideal romanticism memang sepertinya bukan kehidupan, namun di sisi lain, brutalism sudah pasti juga bukan jawabannya. Lalu di mana jawabannya? Jawabannya adalah dengan membicarakan problem kita, lalu kita memberi diri dihiburkan oleh Tuhan.
Dalam Katekismus Heidelberg, bagian pertama membicarakan kesengsaraan manusia (human misery); itu sebabnya dilanjutkan dengan “apakah satu-satunya penghiburan Saudara?” Perhatikan di sini, dikatakan ‘satu-satunya’; kalimatnya bukan “apakah salah satu penghiburan dari sekian banyak penghiburan yang Saudara bisa dapatkan di dunia ini?”, melainkan satu-satunya penghiburan, dan Saudara tidak mendapatkannya di tempat yang lain selain di sana. Di mana? Yaitu di dalam Yesus Kristus, di dalam fakta bahwa kita yang percaya kepada Yesus Kristus, kita ini bukanlah milik kita sendiri, kita milik Kristus, sebagaimana dikatakan dalam Roma 14, “baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”.
Bierma, seorang pakar Katekismus Heidelberg, mengatakan seperti ini: ‘In an age of constant war, famine, disaster, and plague, the HC [Heidelberg Catechism] proclaims the comfort of belonging to a Christ who “watches over me in such a way that all things must work together for my salvation”’ (Rm. 8:28). Jadi di dalam konteks penulisan Katekismus Heidelberg, baik Ursinus, Olevianus, dan rekan-rekan yang lain yang ketika itu mengajar dalam Theological Faculty di Heidelberg, bergumul, dan dengan peka konteks, memulai katekismus ini dengan Pertanyaan Pertama; karena apa? Karena pada saat itu perang belum settled, meski belakangan ada yang namanya Thirty Years’ War yang betul-betul merusak di Eropa, menelan banyak sekali korban jiwa; memang ini belakangan, tapi di zaman penulisan Katekismus Heidelberg sudah ada ketegangan-ketegangan seperti itu. Dengan demikian Katekismus Heidelberg adalah salah satu ketekismus Reformed yang boleh dikatakan ekumenikal, khususnya terhadap Lutheran, Melanchthon, dsb., karena ada bagian-bagian yang juga diakomodasi juga di dalamnya. Pada masa itu ada banyak konflik, banyak pertikaian; dan pada masa seperti itu sudah pasti orang tidak ada penghiburan. Belum lagi sekitar tahun-tahun tersebut ada kegagalan panen, ada bencana, dan juga wabah/pandemi. Dalam keadaan seperti ini, mereka dengan peka memulai Pertanyaan Pertama katekismus ini dengan membicarakan tentang ‘di mana sih dalam kehidupan yang seperti ini, saya boleh mendapatkan penghiburan’.
Ursinus di dalam tafsirannya –yang merupakan catatan steno muridnya dan kemudian diterbitkan–mengaitkan hal ini dengan pertanyaan “summum bonum” (the highest good/kebaikan tertinggi), “apa sebetulnya the highest good itu?” Kemudian sebagaimana dicatat oleh muridnya, dia mengatakan: “The Epicureans place it in sensual pleasure; the Stoics in a proper regulation and moderation of the affections, or in the habit of virtue; the Platonists in ideas; the Peripatetics in the exercise of virtue; while the ordinary class of man place it in honors, richess, and pleasure. But all these things are transitory, and are either lost already in life, or they are at best interrupted and left behind in the hour of death.” Jadi, Katekismus Heidelberg memang meng-klaim penghiburan satu-satunya, mirip seperti bahasa Alkitab bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan yang membawa kepada satu-satunya tujuan yaitu persekutuan dengan Bapa, demikian juga di sini membicarakan penghiburan yang satu-satunya. Maksudnya apa dengan mengatakan ‘yang satu-satunya’? Karena di dalam dunia ini sepertinya ada banyak versi penghiburan. Epikurians menempatkan penghiburannya pada kesenangan indra. Orang-orang Stoik meletakkan penghiburannya ketika saya berhasil me-moderasi dan me-regulasi afeksi-afeksi saya yang seringkali terlalu liar dan saya tidak bisa kendalikan –terlalu sedih, terlalu bahagia, terlalu tertawa-tawa; kalau saya berhasil memoderasi afeksi-afeksi ini lalu saya jadi stabil di tengah-tengah, maka itulah penghiburan. Orang-orang platonis mengatakan, penghiburan itu didapatkan di dunia ide, bukan di dunia yang kelihatan di sini, karena yang di sini cuma bayang-bayang, tidak benar-benar riil. Orang-orang yang lain lagi, mirip seperti stoik, mendapatkan penghiburan dengan menjalankan kebajikan-kebajikan. Tapi ada juga orang-orang biasa, yang bukan para filsuf, dan mereka biasa menempatkan penghiburannya di dalam kehormatan, ‘saya harus dihormati, saya tidak boleh dihina; kalau orang menghormati saya, itulah penghiburan, apalagi kalau saya dikagumi’. Yang lain lagi, menempatkannya di dalam kekayaan; Lukas mengatakan “celakalah kamu yang kaya, karena di dalam kekayaanmu, engkau mendapatkan penghiburanmu” –jadi memang betul orang berusaha mencari dan mendapatkan penghiburan di dalam kekayaannya. Tapi Lukas mengatakan mereka celaka karena mereka mendapatkan penghiburannya di tempat yang salah –kehormatan, kemuliaan, kekayaan, kesenangan. Pengkhotbah mengatakan, itu semua melayang lenyap, meaningless. Hal ini ditangkap Ursinus dengan baik, dia mengatakan, “all this things are transitory”. Semua hal ini lewat begitu saja, tidak ada yang bisa dipegang tangan, seperti menjaring angin, tidak terpegang sama sekali. Itu sesuatu yang sia-sia, kata Pengkhotbah; anginnya lewat begitu saja, tidak bisa kita tangkap, tidak ada gunanya Saudara pakai jaring untuk menangkap angin. Demikian juga orang-orang yang mencari penghiburan di tempat-tempat yang salah, Ursinus mengatakan, ‘hal itu entah sudah hilang bahkan dalam hidup yang di sini dan sekarang, atau paling telat pada jam kematian kita itu akan hilang, di-interupsi, ditinggalkan di belakang, kita tidak bisa membawanya’.
Ada cerita yang sudah tua, entah historis atau cuma legenda, bahwa konon Alexander The Great ketika dia meninggal, dia mau petinya dilubangi kanan kiri supaya tangannya bisa keluar dari peti. Mengapa musti begitu? Apakah untuk menyatakan dia ini orang kuat yang biasa perang dan jari-jarinya begitu hebat menarik busur? Bukan. Pesannya sederhana, dia mau bilang bahwa waktu manusia mati, tangannya kosong, tidak bisa bawa apa-apa –dan itu fakta. Mungkin ini fakta yang menyakitkan, tapi ini tetap adalah fakta. Paling telat –sebagaimana kata Ursinus– di jam kematian kita, kita musti meninggalkan semua di belakang, kita tidak bisa bawa. Oleh sebab itu, apa sih penghiburan satu-satunya dalam kehidupan kita? Roma 14 mengatakan: karena kita ini milik Tuhan, Juruselamat yang setia. Inilah yang ditangkap dan diparafrasakan oleh penulis-penulis Katekismus Heidelberg.
Dalam 1 Korintus 6: 20 dikatakan, ‘kita ini telah dibeli, harganya telah lunas dibayar, karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu’. Penghiburannya adalah karena kita telah dibeli dan dimiliki oleh Kristus. Saudara dan saya bukan milik kita sendiri. Puji Tuhan. Kita ini tidak berdaulat atas kehidupan kita. Puji Tuhan, ini adalah penghiburan. Dunia tentu saja akan mengertinya secara berbeda; bagi dunia, justru penghiburan kalau saya berdaulat, kalau saya tidak perlu tunduk pada siapaun, kalau saya bisa kontrol orang lain, bahkan kalau bisa juga kontro Tuhan. Tapi coba saja, paham kehidupan yang seperti ini bisa jalan atau tidak sebetulnya, bisa terjadi atau tidak dalam kehidupan Saudara? Atau ini cuma penipuan, cuma dusta, sesuatu yang sebetulnya manusia memang tidak bisa mendapatkan itu.
Di dalam Pertanyaan Pertama Katekismus Heidelberg ini dikatakan, bahwa kita ini milik Tuhan, milik Yesus Kristus, Juruselamat yang setia. Penghiburan adalah bahwa kita mengenal Tuhan, Juruselamat yang setia. Ini kontras dengan jiwa manusia yang oportunistis, jiwa manusia yang seperti kutu loncat, jiwa manusia yang kalau sedang terkenal maka orang mau dekat dengan kita, tapi waktu kita susah/sakit maka semua orang menjauh, tidak peduli lagi dengan kita. Betapa kontras sifat jiwa manusia yang oportunistis ini seperti Saudara dan saya, dibandingkan dengan kesetiaan Tuhan kita, Yesus Kristus. Tuhan bukan membuang Israel, bangsa yang terag tengkuk itu ketika mereka tidak setia, lalu mengganti relasi kovenantal tersebut dengan Mesir atau Asyur, atau bahkan Mesopotamia mungkin, karena percuma dengan Israel yang tidak bisa diandalkan, bezinah, tidak setia pada Tuhan. Tetapi kita tidak membaca cerita yang seperti itu; yang kita baca adalah kesetiaan Yahweh.
Saudara dan saya dipanggil untuk menempatkan penghiburan kita di dalam kesetiaan Tuhan, bukan dengan berharap kesetiaan manusia yang sangat tidak stabil itu. Kalau kita percaya Tuhan itu setia, maka kita juga percaya Tuhan itu setia di dalam memelihara milik kepunyaan-Nya. Kita ini dimiliki oleh Tuhan, entah di dalam hidup ataupun di dalam mati. Jangan menyempitkan Firman Tuhan, dengan mengatakan “saya milik Tuhan, ini terbukti kalau saya hidup; tapi kalau saya mati, Tuhan kayaknya tidak betul-betul memiliki saya, Tuhan melepas saya”. Tidak demikian. Paulus mengatakan, baik hidup ataupun mati, kita ini milik Tuhan. Jika kita mati pun, kita milik Tuhan. Waktu hidup, kita juga milik Tuhan. Jangan waktu mau mati baru menyerahkan diri menjadi milik Tuhan, tapi kalau masih hidup dan sehat, kita berusaha untuk memiliki diri sendiri. Entah kita sehat atau kita sakit, kita milik Tuhan. Kita sehat, kita milik Tuhan. Kita sakit sekalipun, kita tetap adalah milik Tuhan. Bukan kalau kita sakit artinya Tuhan melepaskan kita, tidak lagi menjadi miliknya, karena ‘buktinya saya sakit’; tetapi baik hidup atau mati, baik sehat atau sakit, kita ini milik Tuhan.
Namun, seperti kita baca dalam kitab Ayub, ada bahaya penghiburan yang “penghiburan sialan” seperti kata Ayub. Ada bahaya kita ini menjadi penghibur-penghibur sialan, kita mendengarkan penghiburan-penghiburan yang sebenarnya tidak menolong. Penghiburan apa maksudnya? Kita bisa membaca di pasal 15, perkataannya Elifas sebelum Ayub mengatakan kalimatnya tadi. Elifas mengatakan “penghiburannya” misalnya: “Orang fasik menggeletar sepanjang hidupnya, demikian juga orang lalim selama tahun-tahun yang disediakan baginya” (ayat 20); “Karena ia telah mengedangkan tangannya melawan Allah dan berani menantang Yang Mahakuasa” (ayat 25); “Karena kawanan orang-orang fasik tidak berhasil, dan api memakan habis kemah-kemah orang yang makan suap” (ayat 34); “Mereka menghamilkan bencana dan melahirkan kejahatan, dan tipu daya dikandung hati mereka” (ayat 35). Jadi maksudnya, ‘hai Ayub, kamu itu sakit, bangkrut, menderita, ketahuilah itu karena kamu adalah orang fasik, kalau kamu bukan orang fasik, mana mungkin kamu menderita berat seperti ini, kamu pasti orang fasik, Ayub; orang fasik itu menderita, orang fasik kena kutuk, orang fasik menghamilkan bencana dan melahirkan kejahatan; kamu makan suap’.
Lalu Ayub menjawab, “Hal seperti itu telah acap kali kudengar”. Bukan pertama kali orang mengatakan seperti ini, sudah sering sekali, ‘penderitaan, itu mutlak pasti karena orang itu berdosa, dan tidak bertobat, itu sebabnya Tuhan murka dan melemparkan dia kepada sakit-penyakit, kebangkrutan’; dan Ayub mengatakan: “Penghibur sialan kamu semua!” Orang bukannya diberikan penghiburan dalam saat-saat seperti ini, tapi justru dihakimi. Alangkah celakanya penghibur-penghibur sialan seperti ini. Harap Saudara dan saya bukan penghibur-penghibur sialan seperti ini.
Mereka tidak memberitakan tentang Yesus Kristus. Mereka tidak memberitakan tentang Yesus Kristus yang memiliki. Mereka tidak memberitakan penghiburan yang sejati, yaitu dimiliki oleh Yesus Kristus. Yang mereka beritakan adalah: ‘kamu mengalami seperti ini, pasti karena kamu tergolong kategori orang fasik’. Lalu bagaimana? ‘Ya, bertobat, berbuatlah baik, jangan berbantah dengan Tuhan’. Kalimat-kalimatnya seperti sangat tinggi, secara moral betul –musti menjauhi kejahatan, jangan jadi orang fasik, jadilah orang benar– tapi tipis sekali bedanya antara menjadi orang benar dengan merasa diri benar; ini dua hal yang berbeda. Dalam saat-saat seperti ini, berharap kita tidak berjumpa dengan penghibur-penghibur sialan yang memberikan penghiburan-penghiburan palsu, yang bukan di dalam Tuhan melainkan menggantikan Tuhan dengan rumusan-rumusan tabur tuai. Doktrin apa yang menggantikan Tuhan? Ya, seperti yang dikatakan tadi, bahwa kalau kamu fasik maka akan mendapat bencana/kutukan, kalau kamu benar maka akan kaya raya dan sehat. Tidak ada Tuhan di sana, yang ada adalah rumusan-rumusan ini, yang bukan Tuhan sebetulnya.
Apa bedanya Ayub dengan teman-temannya? Kalau kita membaca di situ, kita memang harus mengatakan bahwa perkataannya Ayub banyak yang salah, teologinya banyak yang ngawur dan bisa dikatakan tidak ortodoks. Salah satunya di pasal 3, dia bicara tentang kegelapan; ini konfrontasi langsung terhadap teologi ciptaan, sementara Tuhan mengatakan “jadilah terang”, Ayub mengatakan “jadilah kegelapan –biar kegelapan saja meliputi hari-hari kelahiranku”. Ini perkataan yang ngawur, salah di hadapan Tuhan, dan kita tidak membenarkannya; tapi tetap saja ada bedanya, apa? Bedanya Ayub dari teman-temannya adalah: Ayub berelasi dengan Tuhan, teman-temannya tidak. Hal paling sederhana yang bisa dilakukan teman-teman Ayub adalah mendoakan dia kepada Tuhan, tapi itu pun tidak mereka lakukan. Teman-temannya ini tidak sekalipun bicara kepada Tuhan; mereka cuma membicarakan Tuhan —tentang Tuhan. Mereka mengajari Ayub begini begitu, hukum tabur tuai, dsb., tetapi sesederhana mendoakan sahabat yang sedang menderita saja, tidak dilakukan.
Berbeda dari teman-teman Ayub, Daud di dalam Mazmur 23 mengatakan “gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku”. Dalam pembahasan tentang bagian ini, biasa sedikit dibedakan antara gada dan tongkat, meskupun keduanya bisa juga dipakai secara bergantian. Gada dipakai untuk mengusir binatang-binatang buas/liar, untuk melindungi domba-domba dari mereka; gembala memegang gada untuk menghantam musuh-musuhnya. Kita bisa membaca di 2 Samuel 23, ada Benaya bin Yoyada yang mendatangi seorang Mesir dengan tongkat –di dalam terjemahan bahasa Indonesia– tapi dalam bahasa aslinya adalah gada, sama seperti yang dipakai di Mazmur 23. Benaya ini mendatangi orang Mesir itu dan membunuhnya, jadi bisa dimengerti bahwa spektrum makna dari istilah ‘gada’ dalam Mazmur 23 memang dalam arti untuk menghardik/membinasakan musuh binatang-binatang liar. Meskipun dalam bahasa aslinya sedikit berbeda, Daud waktu berperang dengan Goliat, dia mendatangi dengan tongkatnya –dalam hal ini agak bersinonim dengan istilah ‘gada’ yang dipakai di Mazmur 23. Jadi, kalau seperti itu pengertian ‘gada’, berarti kita di dalam pemeliharaan Tuhan, sehingga kita bisa mengatakan bersama dengan pemazmur, “aku tidak takut bahaya, sekalipun berjalan di dalam lembah kekelaman”.
Selain gada, juga ada tongkat; kalau gada dipakai untuk menghantam musuh yaitu binatang-binatang buas, tongkat dipakai untuk menuntun domba-domba di jalan yang benar. Ada dimensi koreksi di sini. Berharap dalam masa pandemi seperti ini, ada koreksi di dalam kehidupan kita, kita dibawa/dituntun ke jalan yang benar –dan itu adalah penghiburan. Adalah suatu penghiburan yang dari Tuhan kalau di dalam kehidupan ini kita masih dikoreksi. Saudara tentu pernah melihat tongkatnya gembala, berbeda dengan gada yang punya bagian-bagian tajam untuk menghantam musuh, kalau tongkat bentuknya ada lengkungan di ujung, sehingga waktu ada domba yang jalan semaunya sendiri –jalan yang sesat– maka gembala akan menarik lehernya dengan ujung tongkat tadi; menariknya dengan lembut, bukan dengan cekikan tentunya.
Tuhan menghibur kta dengan gada-Nya dan tongkat-Nya. Bukan hanya membuat kita rasa dilindungi terhadap musuh, tapi juga adalah suatu penghiburan yang besar waktu kita ini dituntun oleh Tuhan di jalan yang benar. Orang yang sudah tidak dikoreksi lagi oleh Tuhan, itu bahaya sekali. Kalau kehidupan kita sudah tidak ada koreksi lagi dari Tuhan, kemungkinannya cuma 2, antara kita ini sudah sempurna, sudah dalam tahap tidak bisa jatuh ke dalam dosa lagi seperti Yesus –yang tentunya tidak mungkin– atau kita ini menipu diri sendiri, merasa sudah tidak perlu koreksi lagi, tidak perlu peringatan dari Tuhan, tidak perlu teguran dari Tuhan. Dan, itu bukan penghiburan melainkan kecelakaan dalam kehidupan manusia.
Terakhir, dari Roma 8:13-14. Bagian ini boleh kita kaitkan dengan penghiburan, karena Katekismus Heidelberg juga mengaitkan ayat ini dalam Pertanyaan Pertama. Dalam bagian kitab Roma ini ada 2 macam kehidupan, yaitu hidup yang menurut daging, dan berakhir pada kematian; atau hidup yang oleh Roh kita mematikan perbuatan-perbuatan tubuh, dan akan berakhir pada kehidupan yang kekal –inilah kehidupan yang dipimpin oleh Roh Allah, kehidupan anak-anak Allah. Lalu apa penghiburannya? Penghiburannya yaitu di dalam Kristus, oleh Roh Kudus yang memimpin kita, Saudara dan saya diberikan kuasa/kemampuan sehingga sanggup mematikan perbuatan-perbuatan daging; penghiburannya adalah: Saudara boleh hidup di dalam kekudusan. Ini adalah penghiburan. Ini bukan beban. Kalau orang melihat ini sebagai beban, dia belum mengerti Kekristenan, dia mungkin belum di dalam Kristus.
Kalau kita mencari penghiburan lebih di tempat-tempat yang lain –misalnya saya terhibur kalau saya sehat– dia tidak mengerti bahwa penghiburan satu-satunya bukanlah di dalam kesehatan; penghiburan satu-satunya adalah bahwa kita milik Kristus. Orang sehat tapi tidak dimiliki oleh Kristus, apa artinya? Orang sehat tapi hidupnya tidak dimiliki oleh Kristus, melainkan dimiliki oleh uang, oleh kekuasaan, oleh ideolog-ideologi yang salah lalu menjadi budaknya, apa artinya?? Dia diperhamba oleh berhala-berhala itu.
Penghiburan sejati adalah waktu kita dimiliki Kristus; Dia memberikan Roh-Nya sehingga kita bisa mematikan perbuatan-perbuatan tubuh. Atau di dalam bahasa Katekismus Heidelberg: “menjadikan aku rela dan siap untuk mengabdi kepada Kristus, kepada Allah Tritunggal”. Penghiburan adalah kalau kita mengikut Tuhan, beribadah kepada Tuhan, mengabdi Tuhan, dengan rela, bukan terpaksa. Penghiburan adalah kalau kita siap untuk mengikatkan diri kita kepada Tuhan, dan bukan baru siapnya nanti, kira-kira 1 jam atau mungkin 5 menit sebelum mati –itu pun kalau siap, jangan-jangan tetap tidak siap. Penghiburan adalah kalau di sini dan sekarang kita di-siap-kan, dijadikan siap untuk mengabdi kepada Tuhan.
Kiranya dalam saat-saat yang sulit seperti sekarang, Tuhan memberikan kepada kita penghburan yang sejati di dalam Yesus Kristus.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah(MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading