Minggu lalu sudah dibahas, waktu kita gagal dealing dengan urusan yang paling sederhana ini yaitu uang, maka kita unlikely akan setia di dalam urusan-urusan yang lain. Waktu di dalam urusan dunia yang kelihatan kita gagal, kita akan gagal juga di dalam urusan dunia yang tidak kelihatan. Tetapi saya percaya, ayat ini juga bisa di elaborate lebih luas waktu berbicara tentang perkara-perkara kecil sebagai satu prinsip universal yang bukan hanya persoalan dengan uang, tetapi di dalam banyak hal yang lain. Intinya adalah di dalam dunia ini kita seringkali bermimpi untuk hal-hal yang besar, penemuan besar itu tidak akan terjadi tanpa ada langkah pertama yang diambil seperti peribahasa umum, perjalanan ribuan kilometer dimulai dengan langkah pertama, maksudnya, kalau tidak ada langkah pertama, maka tidak akan ada seribu kilometer, itu terlalu muluk-muluk untuk mimpi. Memang di dalam kehidupan ini kita perlu semacam mimpi, seperti yang Sukarno pernah katakan, gantungkan cita-citamu sampai langit ketujuh, kalau tidak sampai dan hanya sampai langit yang pertama, kata Sukarno, toh sudah di langit juga. Memang kita perlu dorongan-dorongan seperti itu, aspirasi, inspirasi dsb., tetapi yang ditekankan di dalam bagian ini adalah aspirasi-aspirasi itu tidak akan jalan tanpa kesetiaan di dalam hal-hal yang kecil.
Kita didorong di dalam kehidupan kita untuk setia di dalam hal-hal yang sederhana, karena dari situ sebetulnya dibangun hal-hal yang lebih besar, hal-hal yang lebih besar itu tidak akan terjadi tanpa hal-hal yang kecil. Pengharapan-pengharapan yang seringkali diberitakan di dalam dunia pekerjaan dsb., adalah selalu mau shortcut, mungkin orang yang mau cepat kaya, tidak usah terlalu banyak kerja, nanti tiba-tiba terus naik dan kaya raya dst. Ya kemungkinan seperti itu bisa terjadi, satu dua kemungkinan, tetapi tidak livable for every people, jauh lebih realistis yang dibicarakan di sini yaitu orang yang mulai dengan langkah sederhana, setia di dalam perkara kecil, kemudian dia juga akan dipercayakan perkara-perkara yang lebih besar. Dari sesuatu yang sederhana menjadi ujian kita bagaimana kita bersikap di dalam perkara yang lebih besar. Kita ambil aplikasi sederhana saja, bagaimana kita bersikap waktu kita di dalam keadaan pas-pasan, cukup? Kalau kita gagal di dalam sikap seperti itu, bagaimana waktu Tuhan akan mempercayakan harta yang lebih banyak di dalam kehidupan kita, padahal kita gagal waktu bersikap di dalam keadaan yang sederhana.
Menarik kalau kita baca di dalam ayat berikutnya, ada satu gambaran yang mungkin menurut kita sedikit terbalik, kita percaya bukan bagian ini yang terbalik, tetapi pikiran kita yang seringkali terbalik yaitu “dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?” Apa maksudnya? Bukannya saya harus setia dulu terhadap harta saya, nanti setelah itu saya baru dapat hartanya orang lain? Tetapi itu mungkin jalan kapitalisme, saya setia dulu terhadap harta saya, nanti baru saya masuk kepada kekayaan orang lain, yang akhirnya saya rampas dan jadi milik saya juga, jelas tidak ada dukungan ayat alkitabnya, tetapi yang menarik adalah pembalikan ini. Jikalau kita setia di dalam harta orang lain, kita akan dipercayakan harta kita sendiri, apa maksudnya? Kepedulian terhadap orang lain, kita punya feel terhadap neighbor yang inklusif, itu akan menjadi satu ujian bagi kita, apakah Tuhan akan memberkati kita atau tidak? Sederhana sekali, orang yang dipercayakan Tuhan kekayaan yang banyak sekali, tetapi dia tidak tahu bagaimana mengelolanya, khususnya di dalam relasinya dengan his atau her neighbor, lalu untuk apa kekayaan itu?
Sampai perikop berikutnya masih membicarakan tentang kekayaan, saya mempelajari dalam komentar dsb., ada relasi yang luar biasa, termasuk keterlibatan orang Farisi yang ada di sini. Kalau kita tidak peduli dengan sesama kita, buat kita our neighbor itu tidak penting, lalu untuk apa Tuhan mempercayakan harta di dalam kehidupan kita? Kita sendiri tidak ada theology of stewardship, tidak tahu bagaimana mengelola, tidak tahu bagaimana kita menyalurkan, lalu untuk apa Tuhan menyerahkan harta di dalam kehidupan kita? Harta di sini tidak harus dimengerti sebagai uang saja, resources, apapun yang menjadi sumber daya di dalam kehidupan kita, kalau kita sendiri tidak bisa dan tidak tahu bagaimana menyalurkannya kepada orang lain, lalu apa poinnya Tuhan mempercayakan harta itu kepada kita? Apakah supaya kita bawa mati, begitu?
Ada perumpamaan yang menggambarkan hamba yang tidak setia, dia bukan mencuri uang itu, uangnya tetap utuh, tetapi apa yang terjadi di sana? Persoalannya di dalam perumpamaan itu adalah dia tidak mengelolanya, dia simpan untuk dirinya sendiri dan dia pendam, tetap utuh, tidak ada lipat ganda. Tidak ada lipat ganda itu berarti tidak ada stewardship, tidak ada pengelolaan, tidak ada distribusi kepada orang-orang yang lain dst., tidak ada. Yang ada adalah dia simpan untuk dirinya sendiri, lalu Tuhan harus memberkati orang seperti ini untuk apa? Maka sekali lagi, di sini dikatakan, kalau kamu tidak setia di dalam harta orang lain, ini maksudnya bukan berarti kita mulai pegang buku bank atau ATM nya orang lain, serahkan saya saja, saya yang mengelola, yang pasti bukan itu maksudnya. Tetapi orang yang mempunyai hati, ada tempat untuk orang lain, lalu orang yang seperti ini akan dipercayakan harta di dalam dirinya sendiri, karena waktu diberikan, pengelolaan pasti tidak salah, karena dia adalah orang yang tahu bagaimana mengelola, khususnya di dalam relasi dengan his atau her neighbor.
Di sini Yesus berbeturan dengan orang-orang Farisi, menarik, kita bisa membaca di dalam PL, mereka memakai kekuatan PL juga untuk mendukung view mereka. Sampai sekarang kita mendapati gambaran view yang seperti ini juga di dalam dunia kontemporer, gambaran apa? Gambaran iman kepercayaan kristen yang dianggap compatible, yang dianggap tidak bertentangan sama sekali dengan pengejaran Mamon. Mereka punya kepercayaan bahwa waktu saya mengikut Yesus dan mengikut Mamon, itu compatible, saya tidak harus memilih, dapat Yesus ya dapat Mamon sekalian, malahan semakin mengikut Yesus, semakin dapat Mamon. Tetapi paling celaka adalah mereka memakai firman Tuhan juga untuk membenarkan pandangan mereka, sama seperti orang-orang di dalam zaman kita memakai firman Tuhan juga untuk membenarkan padangann mereka. Tetapi Yesus mengatakan dengan jelas bahwa ini tidak compatible, soal hamba tidak bisa mengabdi kepada dua tuan dan ini bukan urusan rasionalisasi teologis atau theological justification, bukan, ini masalah hati nurani.
Saya pernah argue dengan satu orang yang keras sekali, garis keras dari teologi yang lain, matanya penuh dengan kebencian, dari diskusi itu saya mendapati satu hal, orang ini tidak bisa diyakinkan, karena hati nurainya sudah rusak. Bukan dia tidak bisa berpikir secara logis, bukan, dia tahu bahwa dasarnya tidak kuat, tetapi dia terus ngotot dan tidak mau, akhirnya saya mengatakan, sebetunya kalau kita jujur, sebetulnya hati nurani kita tahu mana tafsiran benar yang sesuai dengan berita alkitab, itu kita tahu. Orang ini bukan sedang mencari kebenaran, tetapi sedang meng-absolutkan apa yang dia percaya, walaupun yang dia katakan tidak logis dan melawan firman Tuhan. Tetapi seperti yang digambarkan di sini, yang seringkali terjadi adalah bukan masalah intelektualnya, bukan, ini adalah masalah hati nurani. Orang-orang Farisi ini pasti tidak kekurangan IQ, tidak kekurangan pendidikan juga, ya kan? Tetapi yang menjadi persoalan di dalam kehidupan mereka adalah hati nurani mereka itu tidak pernah beres dihadapan Tuhan, lalu mereka memanipulasi firman Tuhan, menjadikan sesuai dengan apa yang mereka mau.
Sebetulnya ada orang di dalam kehidupanya seumur hidup hanya mengejar Mamon, cinta uang, cinta kekayaan, tetapi dihias dengan nama Yesus, pakai salib dst. Saya pernah mendengar khotbah yang mengatakan, saudara-saudara yang terkasih, mengapa Yesus mati di atas kayu salib? Supaya berkat Abraham boleh tercurah untuk kita sekalian. Dan apa itu berkat Abraham? Terutama adalah bagaimana menjadi orang beriman sekaligus kaya, karena Abraham kan dua-duanya dan waktu mati masuk sorga. Saya speechless dengar khotbah seperti itu, karena tidak ada berita itu di dalam alkitab. Yesus bukan mati menjadi budak supaya Mamon tercurah untuk orang-orang percaya, tidak ada berita seperti itu, sebetulnya itu adalah orang yang hatinya mengejar Mamon, hatinya cinta uang, lalu memalsukan nama Yesus. Pantas saja di dalam alkitab dikatakan, Aku tidak mengenal engkau, enyahlah kamu sekalian pembuat kejahatan. Dan yang tahu adalah hati nurani, meskipun kita orang sederhana, tidak sanggup berpikir yang terlalu tinggi, tetapi sebetulnya hati nurani tahu.
Ada satu tafsiran yang sangat mencerahkan, yang sangat compatible dengan profil teologi Lukas, kita baca Ulangan 28:3-4, bacaan kita ini cukup sederhana kan ya? Apakah Yesus tidak mengerti bagian yang sudah kita baca ini? Orang yang taat kepada Tuhan menurut deutoronomi, menurut Ulangan itu akan diberkati Tuhan, jadi mengikut Tuhan itu akan dapat Mamon, masa seperti ini saja Yesus tidak mengerti, ini alkitab PL loh? Bukankah yang katakan Tuhan sendiri, akan diberkati? Berkat apalagi kalau bukan berkat materi? Lalu mereka meresepsi bagian itu, sayangnya mereka lupa, di dalam kitab Ulangan 15:7-11 yang mendahului Ulangan 28, sama persis seperti di dalam Lukas perkataan Yesus, barang siapa setia di dalam harta orang lain, dia akan dipercayakan hartanya sendiri. Orang lain mendahului harta sendiri, pembicaraan tentang belas kasihan kepada orang-orang miskin mendahului janji berkat.
Apa maksudnya? Sederhana, yaitu berkat itu diberikan bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi sudah ada penjelasan lebih awal yaitu diberikan kepada orang-orang yang tahu bagaimana mengelola berkat itu dan tahu apa artinya berbelas kasihan kepada orang-orang yang kekurangan. Di dalam konteks Lukas ini satu hal yang context sensible, kenapa? Karena di dalam jemaat yang dilayani oleh Lukas ada gap yang besar sekali antara orangn kaya dengan orang yang miskin. Maka kalau kita membaca di dalam injil Lukas, ada teguran-teguran terhadap orang kaya yang tidak ada di dalam Matius, misalnya waktu bicara tentang sabda bahagia, Matius katakan, berbahagialah mereka yang miskin, poor in spirit, miskin dihadapan Allah, tetapi di dalam Lukas tidak ada kalimat in spirit, betul-betul miskin, literally miskin, karena di situ memang konteksnya orang miskin. Dan bukan hanya itu, di dalam Lukas muncul sabda celaka juga, celakalah kamu orang-orang yang kaya, karena tertawamu akan berubah menjadi tangisan, hal ini tidak muncul sama sekali di dalam Matius, karena Matius tidak ada konteks itu.
Tetapi di dalam jemaat Lukas ada persoalan ini, maka dia terus-menerus bicara tentang kemiskinan, tentang kekayaan bukan di dalam arti bahwa Lukas menjadi prejudice terhadap orang-orang kaya, sama sekali tidak. Di dalam kekristenan kita harus hati-hati dengan kecenderungan seperti ini, karena kalau kita masuk dalam kecenderungan seperti ini, kita lebih mirip marxisme daripada christian, ya kan? Orang yang selalu prejudice terhadap semua orang kaya, orang kaya itu pasti bajingan, kalau tidak mana mungkin mereka jadi kaya, begitu kan ya? Alkitab tidak advocate pandangan seperti itu, tidak, tetapi memberikan satu teguran, warning yang jujur tentang cinta uang, bukan tentang kekayaan it self, tetapi tentang cinta uang. Yesus bukan menjadi gusar karena orang-orang Farisi memiliki uang lebih banyak dari pada Yesus, sementara Dia sendiri tidak tahu harus tidur dimana, lalu Yesus menjadi iri hati dan menyerang orang-orang Farisi yang lebih punya resources dari pada Dia, ooh tidak.
Yesus tidak ada persoalan di situ, yang menjadi persoalan di sini adalah orang-orang Farisi ini membangun pandangan mereka berdasarkan pondasi alkitab menurut mereka, lalu menafsirkan seenak mereka sendiri, mengabaikan ayat-ayat yang lain dan setelah itu terus berkanjang di dalam ayat-ayat yang mereka pikir bisa mendukung pandangan mereka. Kalau kita melihat, intinya adalah Yesus membicarakan tentang hukum Taurat, kitab para nabi dsb., di sini argumentasinya jelas sekali, karena Yesus mau mengatakan, waktu Yesus ada perbedaan dengan orang Farisi, ini bukan mengatakan bahwa PL itu sudah tidak berlaku lagi karena Aku sudah datang, oh tidak. Yesus sendiri mengatakan, hukum Taurat, kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes, sejak itu Kerajaan Allah diberitakan, setiap orang berebut memasukinya, lebih mudah langit dan bumi lenyap daripada satu titik, satu iota dari hukum Taurat batal. Matius juga pernah mengatakan kalimat ini (kita percaya kalimat yang diucapkan oleh Yesus), tetapi kalau kita melihat konteksnya sama sekali berbeda.
Menarik, isunya adalah isu tetang uang, isu tentang uang, orang-orang yang cinta uang, yang menyembah Mamon, lalu mendasarkan ideologi kehidupan mereka berdasarkan hukum Taurat dan kitab para nabi, ini loh, tadi kan kita sudah baca dalam Ulangan 28, ini adalah ajaran para nabi, bahwa orang yang mengikut Yesus itu bisa sekaligus juga mengikut Mamon, dua-duanya dapat. Yesus katakan, kamu abuse firman Tuhan, kamu abuse Taurat, kitab para nabi, sudah sejak dahulu seperti itu dan kamu melakukannya lagi. Maka kalau kita membaca di sini, tiba-tiba ada sisipan yang rather mengganggu, loh kenapa tiba-tiba di sini bicara tentang menceraikan istri, kawin dengan perempuan lain, fakusnya adalah satu yaitu ini sedang terjadi perdebatan antara Yesus yang mempunyai tafsiran demikian terhadap kitab Taurat dan para nabi, dan orang-orang Farisi yang mempunyai tafsiran mereka tentang Taurat dan kitab para nabi. Dan mereka membenarkan tafsiran mereka dengan motivasi supaya mereka boleh sekaligus menjadi hamba-hamba Allah dan hamba uang.
Di dalam Lukas diberikan keterangan redaksional, semuanya itu di dengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu dan mereka mencemoohkan. Kita pikir mereka mencemoohkan Yesus karena apa? Mencemooohkan itu berarti menempatkan posisi mereka yang di atas, di sini tidak dikatakan, hati mereka tertusuk, tetapi mencemoohkan Yesus. Maksudnya apa? Aduh ini orang kitab deuteronomi saja tidak mengerti, mencemoohkan, menganggap teologi Yesus ini salah, Dia tidak mengerti, hidupNya bakal miskin terus, tidak seperti kita. Kita menyembah Allah, mengikut Allah berdasarkan deuteronomi bisa sekalian dapat Mamon, Orang ini tidak bisa mengajar firman Tuhan, Dia tidak mengerti Taurat dan kitab para nabi. Maka mereka mencemoohkan, tidak dicatat bahwa mereka tersinggung, tertusuk hatinya, mereka malahan menghina Yesus sebagai orang yang kurang mengerti kitab deuteronomi. Sampai sekarang masih ada gambaran orang-orang Farisi seperti ini, orang Farisi bukan hanya dalam aspek self righteousness, itu sih memang iya, tetapi gambaran dalam alkitab penuh tentang orang Farisi, termasuk di dalam bagian ini, mereka memanipulasi tafsiran firman Tuhan untuk mendukung kebejatan hati mereka sendiri.
Urusan perceraian juga begitu, another manipulasi, maka Yesus katakan kalimat ini, orang yang menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, dia berbuat zinah. Kamu tidak usah memakai hukum Taurat, kitab para nabi untuk membenarkan kamu punya sexual desire lalu terus dukung memakai ayat firman Tuhan karena kamu sebetulnya sedang berbuat zinah. Yesus mengatakan kepada mereka, tafsiranmu itu tafsiran yang corrupted terhadap firman Tuhan.
Lalu kemudian masuk ke dalam cerita orang kaya dan Lazarus, Yesus mau mengatakan apa sih? Ini loh, kalau kamu terus bersikeras, Saya berikan kepada kamu satu pengajaran melalui cerita ini, singkat cerita, orang kaya di neraka, Lazarus di pangkuan Abraham. Kalau kamu terus ngotot bahwa mengejar Mamon itu compatible dengan mengejar Yesus Kristus, ini loh, nasibnya akan seperti ini, Saya kasih tahu. Orang kaya ini masuk neraka bukan karena dia kaya, bukan, tetapi gambaran di sini adalah seorang kaya yang tidak tahu bagaimana mengerjakan stewardship di dalam kehidupannya. Di depannya itu ada orang miskin, just next to him ada orang miskin, tetapi dia tidak pernah peduli dengan Lazarus yang miskin itu. Kamu miskin ya miskin saja, kamu harus berjuang lebih keras, sampai kamu jadi kaya, karena dulu waktu saya miskin tidak ada yang tolong, saya berjuang sendiri sampai saya jadi, maka kamu juga harus berjuang sendiri, karena pada dasarnya kalau orang berjuang sendiri, dia akan sukses. Kan dunia kita yang kejam ini berkata seperti itu? Tidak tahu-menahu tetang belas kasihan.
Sebetulnya orang kaya ini gambaran orang Farisi, Yesus memberitakan ini untuk melanjutkan koreksi terhadap orang Farisi yang memanipulasi Taurat dan kitab para nabi untuk mendukung pandangan dia sendiri tentang bagaimana seseorang itu sebetulnya bisa mengikut Yesus atau Yahwe, mengabdi kepada Allah dan sekaligus mengabdi pada Mamon, menurut Yesus tidak bisa. Ini adalah gambaran either or dan yang tahu urusan ini adalah hati nurani, bukan diskusi teologis dengan duduk membahas Ulangan 28, kenapa hanya pasal 28, pasal 15 juga kan ya? Ajakan untuk memperhatikan orang-orang miskin. Gambaran di dalam bagian ini waktu kita membaca, orang kaya itu akhirnya mati, demikian juga Lazarus mati dan akhirnya Lazarus berada di pangkuan Abraham, orang kaya itu ada di tempat yang lain, di neraka.
Apa inti dari bagian ini? Saya tertarik waktu merenungkan sampai bagian bawah, ayat ini seringkali kan bisa ditafsir sampai kemana-mana, termasuk juga dikeluarkan dari konteksnya. Tetapi kalau kita membaca dalam perspektif konteks urusan antara Allah dan Mamon, juga tentang persoalan kitab para nabi, itu ada satu inside yang sangat indah di sini dan Lukas sama sekali bukan salah waktu dia membahas bagian ini, bagian yang tidak ada pararelnya indeed di dalam injil yang lain, tentang orang kaya dan Lazarus. Sebetulnya bagian ini bukan berbicara tentang teologi penginjilan, ini bukan berbicara tentang eskatologi (memang kita bisa belajar sesuatu tentang eskatologi dari bagian ini), tetapi tentang akhir zaman bukan point sentral-nya, bukan. Bagian ini merupakan satu elaborasi tentang ketidakmungkinan seseorang yang mau mengikut Allah sekaligus menyembah Mamon, wah itu tidak mungkin dan ini juga membicarakan bagaimana orang-orang Farisi melakukan satu penafsiran yang liar, waktu mereka membaca Taurat dan kitab para nabi.
Sekali lagi, waktu kita melihat cerita ini, ada semacam penyesalan di dalam diri orang kaya, karena dia tidak pernah berbelas kasihan kepada Lazarus, tetapi tidak ada lagi kesempatan bertobat. Kita bisa melihat satu gambaran kontradiksi yang terjadi di dalam neraka, orang kaya ini seperti timbul semacam belas kasihan, padahal waktu dia hidup tidak pernah ada belas kasihan. Begitu di neraka bisa timbul belas kasihan, tetapi belas kasihan yang tidak mendapatkan obyeknya, karena tidak ada lagi kesempatan untuk berbelas kasihan. Meskipun memang dia tidak berbelas kasihan, tetap saja bagaimanapun belas kasihannya narsisitik, berbelas kasihan hanya untuk keluarganya saja, but at least, dia punya belas kasihan, ada semacam perasaan kasih yang tidak mendapat kesempatan lagi untuk diekspresikan di sana. Ya neraka itu tempat absolut kontradiksi, dimana orang berbelas kasihan tetapi tidak bisa berbelas kasihan, dimana mungkin orang ada semacam pengharapan, tetapi tidak ada yang bisa diharapkan, dimana orang seperti punya pengetahuan, tetapi pengetahuan tentang apa? Pengetahuan tentang murka Allah yang sedang terjadi di sana, itu tempat yang semuanya kontradiktif, dimana orang itu eksis, bukan non eksis, tetapi eksis untuk mengalami non existence, mengalami kehampaan, mengalami emptiness, nothingness. Sementara dia sendiri tidak nothing, dia sendiri eksis mengalami kekosongan, tempat yang penuh sekali dengan kontradiksi.
Kita membaca di dalam gambaran ini, penderitaan yang luar biasa dialami oleh orang kaya tersebut, dia tidak pernah mengelola uangnya, Mamon yang ada padanya untuk mempersiapkan diri masuk ke dalam Kerajaan yang kekal. Kita bisa membaca bagian-bagian akhir, dia meminta kepada Abraham untuk memberikan air, meskipun hanya satu tetes, dst., lalu dia minta supaya ada orang yang boleh mengunjungi rumah ayahnya, karena dia masih mempunyai lima saudara supaya diperingatkan dengan sungguh-sungguh, supaya mereka jangan masuk ke tempat penderitaan seperti ini. Tiba-tiba dia menjadi sadar, seperti bertobat di neraka, ya memang saya salah, tidak ada kesempatan lagi untuk bertobat, tolong ingatkan ayahku, keluargaku yang juga hidup menyembah Mamon, yang tidak peduli juga dengan their neighbor, tolong kasih tahu mereka, supaya mereka tidak berakhir ke sini.
Jawaban Abraham itu menarik, pada mereka ada kesaksian Musa dan para nabi, very typical Lukas, history of salvation, mulai kitab Taurat, Mazmur, kitab nabi-nabi sampai kepada Yohanes dan Yesus Kristus, history of redemption. Kamu mau pakai apa? Dari dulu sudah ada scripture, sudah ada kitab nabi-nabi, yang tidak ada itu adalah tafsir yang waras. Jadi Abraham menjawab, ada kesaksian Musa dan para nabi, silahkan kembali kepada Taurat, silahkan kembali pada kitab para nabi, bukan ajaran-ajaran baru, baiklah mereka mendengar kesaksian itu. Tadi kita membaca bukan hanya Ulangan 28, tapi juga Ulangan 15, deuteronomi 15 itu juga ada di dalam kesaksian Musa, bukan hanya yang pasal 28, berbelas kasih kepada orang miskin itu sudah ada di dalam kesaksian Musa. Dan bukan hanya pasal yang bolak-balik berkata diberkati, diberkati, itu hanya sebagian saja, yang lain juga sebetulnya ada, di Yesaya 58 dan dalam bagian-bagian yang lain, silahkan baca itu, semuanya ada.
Tetapi orang kaya itu berkata, oh tidak bapa Abraham, tetapi jika ada seseorang yang dari antara orang mati datang kepada mereka, mereka akan bertobat. Ayat 31, Abraham menjawab, jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka juga tidak akan mau diyakinkan sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati. Siapa yang pernah bangkit dari antara orang mati? Yesus Kristus. Lukas sudah mengantisipasi, Yesus akan bangkit dari antara orang mati, tetap tidak dipercaya oleh orang-orang Farisi yang cinta uang ini. Orang-orang yang digambarkan di dalam sosok orang kaya, mereka ada firman Tuhan, tetapi mereka tafsir berdasarkan pikiran mereka sendiri untuk membenarkan cinta uang mereka, untuk membenarkan kedegilan dosa-dosa mereka memakai kitab Taurat dan para nabi.
Di sini waktu membicarakan orang kaya, Lazarus yang miskin dsb., kalau mereka tidak bertobat dari kesaksian Musa, meaning dengan sincere redemp yang dipimpin oleh Roh Kudus, dengan hati nurani yang jujur itu, mereka juga tidak akan bertobat, Yesus yang bangkit dari antara juga tidak akan menolong mereka kemana-mana. Mereka tidak akan tertolong hanya dengan ada orang bangkit dari antara orang mati, lalu mengatakan bahwa kamu menyembahlah kepada Allah dan jangan menyembah kepada Mamon, oh tidak. Mereka tetap tidak akan bertobat, karena hati mereka sudah jahat, orang kalau hatinya jahat, mau memakai pengalaman apa pun, juga tidak akan bertobat, karena hatinya sudah jahat. Seperti perjalanan dua orang menuju ke Emaus, kan sama ya? Yesus menjelaskan kitab Taurat dan para nabi, ini bukan sesuatu yang baru, ini sesuatu yang sudah dinubuatkan, direncanakan dari lama, dari PL, lalu Yesus memberitakan tentang diriNya melalui persepektif kitab Taurat dan para nabi. Orang yang membaca Taurat dan kitab para nabi yang diterangi hatinya Roh Kudus dan bukan dikuasai oleh kejahatan, dia akan berjumpa dengan Mesias yang asli.
Kita percaya, di dalam kekristenan kontemporer persoalannya itu bukan karena kita kekurangan alkitab, bukan, orang-orang yang cinta uang bukan tidak ada alkitab, bukan, seperti orang-orang Farisi bukan tidak ada kitab Taurat dan para nabi, bukan, yang tidak ada adalah kewarasan waktu mereka membaca kitab suci, kejujuran hati nurani yang bersih. Lalu mereka memutarbalikkan semuanya, pokoknya hanya untuk mendukung bagaimana akhirnya saya tetap bisa mencintai uang, bahaya sekali kalau teologi diperlakukan seperti ini. Pak Tong pernah share satu kalimat, orang yang belajar hukum supaya dia tahu ketika dia melanggar hukum, dia tidak usah dihukum, cari celah hukum, jangan-jangan belajar teologi begitu juga, lebih bahaya lagi, siapa ahli teologi, ahli teologi adalah orang yang belajar firman Tuhan, belajar alkitab, setelah belajar mereka berdosa, tahu bagaimana membenarkan diri mereka berdasarkan alasan teologis. Seringkali di dalam kehidupan kita setelah kejadian apa dulu, lalu orang minta penjelasan baru kemudian kita hias dengan theological justification. Bukan mulai dengan doktrin terlebih dahulu, pengenalan yang benar terlebih dahulu, lalu aplikasinya bagaimana, tetapi sudah kejadian dulu dan saya malas mengaku salah, maka saya bilang, ini teologis kok, penjelasannya begini loh, itu namanya ahli teologi.
Sangat menakutkan kalau orang kristen seperti ini, betul-betul menakutkan, akhirnya seperti orang-orang Farisi, mereka ada alkitab, tetapi mereka abuse, instrumentalize alkitab untuk mendukung kejahatan hati mereka sendiri, bukan mau belajar sebagai seorang murid. Lalu bagaimana? Di dalam bagian ini message-nya jelas, bagaimana Yesus mengembalikan orang-orang yang tidak jujur itu untuk kembali membaca alkitab dengan jujur, dengan rendah hati, bukan dengan dikuasai oleh hati yang cinta uang atau yang mau menang sendiri. Kalau kita sudah memiliki sikap hati yang tidak teachable seperti ini, bagaimana kita bisa bertemu kebenaran? Seringkali alkitab tidak dibaca sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana dia mau membacanya, kita juga bisa seperti ini terhadap alkitab dan bahkan terhadap sesama kita. Kita bukan mengenal dia apa adanya, tetapi kita mengenal dia sebagaimana kita mau melihat dia, memang kelihatan seperti berelasi, tetapi sebetumya tidak betul-betul berelasi, karena dia tidak punya keluasan hati untuk mau mengenal orang lain itu sebagaimana apa adanya, tetapi dia selalu membayangkan orang lain itu bagaimana seperti yang dia mau lihat. Kalau seperti ini ya sudah tidak kusah berelasi sekalian, kali ya?
Yesus mengajarkan message sederhana ini, dalam cerita orang kaya dan Lazarus sebagai satu peringatan bahwa betul tidak compatible, siapa yang mau mengikut Yesus, ya betul mengikut Yesus, dia meng-instrumentalize Mamon, bukan dapat Yesus, ya dapat Mamon sekaligus, apalagi Yesus mati di atas kayu salib supaya Mamon boleh tercurah. Kalau seperti ini, Yesus jadi pelayan dan budak dari Mamon, karena melalui kematianNya Mamon bisa jadi tercurah untuk orang yang percaya di dalam nama Yesus, itu ajaran bidat, bukan ajaran kristen. Bagaimana kita bersikap, dealing dengan Mamon ini, bagaimana kita berurusan dengan kekayaan yang Tuhan percayakan di dalam kehidupan kita, menjadi satu ujian yang Tuhan berikan di dalam kehidupan kita, yang menentukan apakah kita suatu saat diterima di kemah abadi atau kita dicampakkan seperti orang kaya ini. Karena kelihatan seperti percaya alkitab, percaya Yesus, tetapi sebenarnya bukan iman yang sejati, imannya, hatinya itu ada pada Mamon, kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading