Sebelum saya masuk dalam suatu hal nilai-nilai yang lebih praktikal daripada perikop ini, saya percaya dalam setiap perikop ada suatu hal yang doktrinal yang dapat kita gali (dapat kita pelajari). Ada 2 hal doktrinal yang penting yang bisa kita pelajari dari perikop yang seakan-akan simple ini. Ada beberapa, karena keterbatasan waktu saya hanya membahas 2. Yang Pertama adalah konsep mengenai Infant Baptism yang sering kali dilakukan oleh orang-orang Reformed, yaitu Baptisan Anak atau lebih tepatnya Baptisan Bayi. Yang kedua yang akan kita bicarakan adalah: mengenai konsep kematian. Apa yang terjadi setelah kematian, yaitu The Intermediate State. Yaitu: setelah kita mati dan sebelum Yesus Kristus datang yang kedua kali (apa yang kita harapkan).
Saudara perhatikan, seakan-akan Perikop ini seolah-olah tidak sedang membicarakan Infant Baptism. Perikop ini unik, karena membicarakan suatu hal yang penting, mengenai apa itu arti dari pada covenant member daripada gereja atau covenant member daripada umat Tuhan. Orang-orang Reformed adalah orang-orang yang membaptiskan anak, khususnya juga membaptiskan bayi-bayinya. Banyak sekali orang-orang Protestan di luar Reformed yang mengkritiki apa yang dilakukan oleh orang-orang Reformed ini. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Reformed ini bukanlah suatu penemuan yang baru. Ketika Calvin membaptiskan anak/bayi, itu bukanlah karena Calvin memulai suatu teologi yang baru. Tapi Calvin dan reformers-reformers lainnya pada abad ke 16, mereka hanyalah melanjutkan tradisi yang sudah dilakukan gereja sebelumnya. Katolik juga membaptiskan bayi. Bedanya kalau dalam konsep orang Katolik, orang Katolik percaya bahwa ketika bayi dibaptiskan itu adalah pertama kali anugerah Tuhan itu datang kepada si bayi tersebut. Itu barulah tanda bahwa si bayi tersebut adalah bayi yang diselamatkan karena anugerah Tuhan masuk pada saat bayi tersebut dibaptiskan. Orang Reformed bukan percaya mengenai hal ini. Lepas daripada itu, orang Reformed bukanlah orang yang pertama kali yang baru membaptiskan anak. Sejarah Gereja adalah sejarah yang menyatakan bagaimana gereja membaptiskan anak. Dan ini bukan gereja pertama kali melakukan hal itu. Gereja percaya bahwa Baptisan Anak/Baptisan Bayi, itu adalah kelanjutan daripada tradisi atau custom daripada Circumcision (sunat dari Perjanjian Lama), di mana anak laki-laki yang berumur 8 hari daripada umat Tuhan, akhirnya harus disunatkan. Itu untuk menunjukkan bahwa mereka adalah umat daripada Tuhan. Khususnya orang-orang Baptist yang mengatakan bahwa Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa kita harus membaptiskan anak, apalagi membaptiskan bayi yang belum bisa mengerti. Bukankah ada kemungkinan bahwa seorang anak yang sudah dibaptiskan tersebut, nanti besar bisa murtad. Bukankah itu akan menertawakan signifikansi penting daripada Baptisan Anak tersebut. Karena anak yang masih kecil tersebut yang belum mengerti apa-apa, dibaptiskan, lalu belakangan besar, kemudian akhirnya menjadi seorang yang murtad. Saya rasa argumen semacam demikian adalah suatu argumen yang tidak tepat dan sangat lucu juga, mengapa?. Karena faktanya juga menunjukkan orang dewasa ada yang dibaptiskan dan belakangan juga murtad. Jadi kemungkinan murtad itu, tidak membuat kita akhirnya tidak membaptiskan seseorang itu. Lalu siapakah yang harus dibaptiskan?. Bagi orang-orang Baptist, mereka mempersamakan baptisan itu dengan election/pilihan. Jadi yang dibaptiskan itu adalah orang-orang yang besar, orang-orang yang sudah dewasa, orang-orang yang bisa menyatakan iman mereka, kalau bisa adalah orang-orang yang dipilih. Kita orang Reformed, kita bukan mengatakan baptisan itu menyatakan orang itu adalah orang yang sudah diselamatkan.
Baptisan dilakukan oleh orang Reformed karena orang itu adalah orang yang adalah dalam umat Tuhan (dalam covenant people). Dan yang menarik, Calvin juga menuliskan dalam Institutio. Orang Reformed mengerti bagaimana di dalam covenant people-pun ada yang namanya elect dan non elect member of the covenant people. Ini bukanlah suatu teologia baru. Karena dalam zaman orang Israel pun, Paulus mengatakan dalam Roma 9, “Tidak semua orang Israel adalah orang Israel”. Kalimat ini tidak bisa hanya dimengerti sebagai suatu etnis saja. Kalimat pertama memang bernuansa etnis. Tidak semua orang yang etnis ini adalah Israel adalah orang-orang yang sejati. Israel yang kedua ini bukan berarti etnis. Ini adalah orang-orang yang benar-benar pilihan tersebut, orang-orang yang akhirnya dipersatukan dengan Tuhan. “Tidak semua orang Israel adalah true Israel”, kata Paulus. Tapi orang Israel semuanya adalah umat Tuhan. Karena mereka adalah keturunan daripada orang Abraham.
Perikop ini menuliskan ada seorang yang kaya. Orang kaya ini walaupun Alkitab tidak tuliskan orang kaya ini orang Yahudi atau tidak, tapi saya percaya orang kaya ini adalah orang Yahudi. Karena dia mengenal Abraham dan dia memanggil Abraham sebagai Bapanya, Bapa Abraham. Kemudian Abraham memanggilnya sebagai anak. Relasi antara Abraham sebagai leluhur dan dia sebagai anak, itu adalah suatu relasi yang hanya bisa (biasa) dinikmati oleh orang Israel saja. Yang menarik, orang Israel ini walaupun dia sudah pernah disunatkan sebagai orang Israel, bukanlah orang yang akhirnya menikmati surga tersebut. Tapi dia adalah orang yang dicampakkan ke dalam api neraka. Sekali lagi, orang ini adalah orang yang sudah disunatkan, tetapi tidak diselamatkan. Di sini, sunat bukanlah lambing dari keselamatan saja. Sunat adalah lambang bahwa orang tersebut adalah the covenant people yet. Sekali lagi Paulus mengatakan, “tidak semua the covenant people (all the Israel) are true Israel”. Dalam Matius 8:11, Yesus katakan pada zaman akhir nanti: “Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga”. Semua orang dari Barat dan Timur, –those gentile people will come and eat together with Abraham, Isaac and Jacob and yet — Anak-anak dalam Kerajaan Allah tersebut akan dicampakkan. Maka kita bisa mengerti, sebagai orang Reformed kita melakukan suatu tradisi yaitu membaptiskan anak, bukan mengatakan Baptisan itu sama dengan election. Kita tidak men-collapse Baptisan dengan election. Kita melakukan Baptisan itu karena anak tersebut adalah anggota/ members daripada covenant people. Saya harap suatu hari ini menjadi suatu topik yang kita bisa diskusikan lebih lanjut lagi, lebih mendalam lagi yaitu mengenai the elect and non elect member of the covenant people. Kesalahan dari orang-orang Baptist adalah mereka mencampuradukkan/ men-collapse ide daripada Baptisan tersebut dengan election tersebut. Dua hal yang berbeda.
Hal yang kedua yang kita bisa pikirkan mengenai topik ini adalah mengenai kematian. Apa yang terjadi setelah kematian? Mau tidak mau, kita harus menerima suatu fakta bahwa kematian pasti akan datang. Pertanyannya adalah apa yang akan terjadi khususnya kepada diri orang percaya setelah dia mati dan sebelum Kristus datang yang kedua kali. Ada berbagai macam teori, ada teori-teori yang mengatakan bahwa orang yang percaya mati biasanya setelah mati –ini termasuk Luther– dia juga percaya orang-orang suci, ketika dia mati maka dia akan masuk dalam suatu kondisi “the soul sleep”, yaitu nyawanya yang tidur sampai nanti Kristus datang kedua kali untuk membangkitkannya (membangunkannya). Bukankah memang di dalam Alkitab ketika orang percaya meninggal, orang tersebut dikatakan sedang tidur. Banyak argumen-argumen yang mengatakan mengenai “the soul sleep” ini karena faktanya seringkali dikatakan bahwa ketika orang dibangkitkan, maksudnya Lazarus dibangkitkan atau orang-orang lain di Alkitab yang dibangkitkan, mereka seakan-akan tidak pernah aware saat di mana mereka sudah mati sampai mereka dibangkitkan, tidak pernah menceritakan. Alkitab tidak pernah menceritakan apapun di antara kedua titik ini, yaitu saat ketika mereka mati dan ketika mereka dibangkitkan. Apa yang terjadi di antara kedua titik ini? Alkitab tidak pernah mengatakan apa-apa. Orang tersebut yang dibangkitkan, tidak pernah menceritakan apa-apa. Jadi seakan-akan mendukung suatu teori bahwa benar orang yang sudah mati, itu seakan-akan tidur dan tidak ada awareness.
Perikop dalam apa yang kita baca ini melawan pandangan semacam demikian. Karena faktanya adalah ketika seorang mati, perikop ini mengajarkan bahwa orang itu langsung menikmati heavens yaitu berkat-berkat Ilahi di dalam Surga ataupun langsung untuk menerima penghukuman dia. Saya percaya, Luther memiliki suatu pandangan yang kurang tepat. Kalau Bavinck, mencoba menjelaskan mengapa Alkitab koq tidak menceritakan period di mana orang itu sudah mati dan dibangkitkan, tidak ada cerita apapun mengenai masa-masa tersebut, kemungkinan besar karena memang Alkitab tidak mencantumkan (tidak semua hal tercantumkan dalam Alkitab), kemungkinan lebih tepat lagi adalah karena Tuhan sendiri melarang orang-orang yang dibangkitkan untuk menceritakan apa yang terjadi di antara kedua poin ini. Saudara bisa melihat dalam 2 Korintus 12, Paulus pernah menceritakan ada seseorang ,yang dia katakan ”entah di luar tubuh,… entah di dalam tubuh…”, dia tidak mau katakan siapa orang tersebut, tapi banyak komentator percaya bahwa itu adalah dia sendiri, Paulus sedang menceritakan pengalaman dia sendiri di mana dia diangkat sampai pada langit tingkat yang ke 3, sampai kepada Firdaus. Ketika dia kembali, dia dilarang untuk menceritakan pengalaman dia tersebut yaitu apa yang dialami sampai ketika dia naik ke tingkat langit ke 3 tersebut. Bavinck mengatakan bahwa kemungkinan besar Alkitab tidak menceritakan hal ini karena memang Tuhan melarang apa yang terjadi di antara titik kematian sampai pada titik orang itu dibangkitkan. Maka tidak ada satu orangpun yang dibangkitkan dalam Alkitab yang menceritakan apa yang terjadi setelah dia mati.
Perikop ini mengatakan bahwa setelah orang meninggal, maka orang tersebut akan langsung menikmati surga atau neraka?. Orang-orang Lutheran belakangan berbeda dengan Luther. Dan ini akan membedakan orang-orang Lutheran dengan orang-orang Reformed. Orang-orang Lutheran percaya bahwa memang kita akan menerima langsung. Tapi itu adalah suatu, bukan intermediate state, tapi adalah suatu final state. Suatu kenikmatan yang kita nikmati di Surga atau hukuman kita alami di neraka itu adalah suatu hal yang sudah final. Yaitu setelah kita mati, maka kita akan langsung menikmati, itu adalah suatu kenikmatan yang sudah final (yang tidak akan berubah lagi). Calvin di sini bersama orang Reformed memiliki suatu perbedaan, Calvin percaya bahwa memang kita akan langsung menuju titik akhir kita, the final state tersebut, tetapi kita belum menikmati Surga itu sampai pada titik akhirnya, karena Kristus masih belum datang yang kedua kali, Kristus masih belum tampak dalam kemuliaan Dia. Maka kita masih menantikan saat di mana believers menerima all the Final Blessing ketika Kristus datang yang kedua kali. Maka Intermediate State dari pada orang Reformed menyatakan kita akan masuk dalam state tersebut. Di mana kita akan menikmati heaven tersebut. Kita tidak akan dirubah-rubah lagi. Orang Katolik memiliki suatu pemikiran bahwa ketika manusia (orang percaya) meninggal, sebagian besar akan masuk ke dalam Purgatory. Hanya orang-orang Kudus saja yang akan masuk ke dalam surga. Mereka yang sudah tidak lagi bisa berbuat dosa (yang sudah sempurna tersebut) mereka akan masuk ke dalam Surga. Sebagian besar adalah orang yang masuk ke dalam Purgatory, the Intermediate State yang masih nanti akan bisa dirubahkan lagi, setelah disucikan oleh api Purgatory tersebut, nanti masuk surga. Kita, orang Reformed menolak. Kita percaya the Final State. Kita akan langsung masuk pada the Final State tersebut. Tapi belum menikmati secara seutuhnya sampai nanti Kristus datang yang kedua kali. The intermediate blessings not the Final Blessings yet. Alkitab sekali lagi mengajarkan di sini mengenai teori-teori mengenai “soul sleep”, suatu teori yang tidak bisa kita terima karena perikop di sini mengajarkan bahwa mereka yang sudah mati, yaitu di sini si Lazarus dan si orang kaya ini; mereka aware of their existence, mereka aware of others existence. Bahkan mereka bisa merasakan blessings and pains yang dialami ini. Jadi mereka bisa merasakan hal tersebut, bukan suatu idea mengenai soul sleep, sama sekali tidak aware of their surrounding, tidak. Perikop ini juga menggagalkan teori yang mengatakan ada intermediate state dalam arti Purgatory tersebut, suatu tempat dimana nanti kita akan disucikan dengan api, sampai suatu hari terlayak masuk surga, tidak. Perikop ini mengatakan bahwa kita akan langsung masuk baik itu ke neraka maupun ke surga.
Mari, saya ajak kita untuk memikirkan secara lebih praktikal mengenai perikop yang kita baca ini. Perikop ini adalah suatu perikop yang sangat menarik karena menceritakan mengenai kondisi manusia baik itu di dalam dunia ini maupun di dalam dunia akhirat. Dibuka dengan suatu perumpamaan, dengan suatu perbandingan dua orang. Dua orang yang totally different. Seorang yang kaya raya dan seorang yang sangat demikian luar biasa miskinnya. Tidak ada suatu hal yang lebih kontras lagi yang Saudara bisa bandingkan dengan kedua orang ini. Si orang kaya ini adalah orang yang demikian luar biasa kayanya, dia memakai pakaian berjubah ungu dan kain halus. Itu menunjukkan status dia. Dan lebih lagi orang ini setiap harinya bersukaria dalam kemewahan. Atau dalam bahasa asing ada satu ide mengenai custom a habit : untuk terus menerus menikmati kemewahan setiap harinya. Sedangkan si orang miskin ini adalah seorang yang totally different. Kalau si orang kaya itu berjubahkan baju ungu, si orang miskin ini ditutupi dengan borok-borok seluruh tubuhnya. Tidak ada sesuatu hal yang bisa dibanggakan daripada si orang miskin ini. Kalau si orang kaya ini bisa setiap hari makan dengan pesta pora, Si orang miskin ini harus setiap harinya menantikan makanan yang jatuh daripada meja si orang kaya tersebut. There is nothing more pronounce the difference can be more pronounce daripada kedua orang ini. Perhatikan si orang kaya ini, kalau memang dia benar adalah orang Yahudi dan saya percaya dia adalah orang Yahudi, maka dia adalah orang Yahudi yang menghidupi hidupnya tidak seperti seorang umat Tuhan. Karena biasanya orang yang pakai jubah ungu adalah orang-orang yang dari tradisi Gregor Roman, bukan orang Yahudi. Ini adalah orang Yahudi, seorang umat Tuhan, so called the people of God and yet live as others unbelievers. Hidupnya menyerupai orang-orang dunia ini. Adalah suatu kecelakaan yang paling besar ketika seorang mengaku diri sebagai umat Tuhan tapi akhirnya hidupnya tidak bisa dibedakan dengan orang-orang yang bukan umat Tuhan. There is no difference between believers and unbelievers. Between umat Tuhan dan orang-orang yang bukan umat Tuhan tersebut. Ini adalah contoh seorang yang saya rasa sudah gagal menjadi seorang umat Tuhan hidup dalam Kerajaan Tuhan ini. Karena dia hidup sebagai unbelievers, meniru style sebagai unbelievers. Kalau Saudara perhatikan, orang yang kaya ini sangat diberkati luar biasa,tidak tercatat kekurangan apapun dalam hidupnya. Saya tertarik, pagi-pagi tadi saya coba cari Commentator atau Commentary daripada pengkhotbah-pengkhotbah Prosperity Gospel mengenai perikop ini. Ndak ketemu. Saudara bisa cari juga, kalau ketemu, sangat menarik sekali. Karena dalam konsep Prosperity Gospel, iman itu dinyatakan dengan blessing. Kesejatian iman kita dinyatakan dengan blessings yang kita nikmati dalam dunia sementara ini. Jadi seakan-akan iman sejati ditunjukkan dengan berkat-berkat jasmani yang kita bisa alami. Kalau itu benar, kalau ajaran dari Prosperity Gospel adalah benar, maka iman yang paling sejati dari 2 orang ini adalah justru si orang kaya tersebut. Karena orang kaya ini adalah orang yang sangat menikmati, dia adalah umat Tuhan yang menikmati semua berkat Tuhan di dalam dunia ini and yet the story is different. Karena pada akhirnya, Alkitab menunjukkan bahwa si orang kaya ini bukanlah orang yang adalah pilihan, bukan orang yang memiliki iman yang sejati tersebut. Makanya orang-orang Prosperity Gospel sangat mengembar-gemborkan mengenai ide dari Prosperity seakan-akan itu menjadi suatu seal (suatu cap materai) mengenai iman kita. Perikop ini menggerogoti konsep dasar mereka tersebut. Kalau Saudara perhatikan di sini, perbedaan yang demikian besar antara kedua orang ini. Akhirnya mereka mengalami suatu hal yang sama, yaitu kematian. Kematian harus datang pada setiap orang. Saudara, mau siap-tidak siap, Saudara harus menerima fakta kematian tersebut. The question is not whether it will come but when it will come. Pertanyaannya adalah apakah kita siap dalam menghadapi kematian tersebut. Apapun yang Saudara lakukan di dalam dunia ini, saya harap itu mempersiapkan kita untuk menuju pada dunia yang akan datang ini. Kedua orang ini demikian berbeda dan suatu saat akhirnya mereka mengalami suatu hal yang sama, kematian. Dan faktanya, akhirnya di dalam dunia akhirat, kedua orang ini juga sama sekali berbeda. Si orang kaya akhirnya harus menderita the everlasting punishment. Si Lazarus menerima the everlasting blessing.
Apa yang terjadi dalam dunia sementara ini bukanlah suatu indikasi atas apa yang tidak selalu necessity, menjadi suatu indikasi terhadap dunia yang akan datang. Saya tidak mengatakan bahwa orang yang kaya sudah pasti akan masuk ke dalam neraka, tidak. Itu bukan poin dari story ini. Atau orang yang menderita sudah pasti masuk dalam surga. This is also not the point of these passages. Kita jangan mudah dimakan oleh orang-orang yang memiliki teologia yang salah. The sufferings yang kita alami dalam dunia yang sementara ini bukan menunjukkan itu adalah titik akhir daripada nasib kita. Memang semua orang harus mengalami kepahitan/ miseries/ kesulitan, karena kita semua adalah keturunan Adam yang sudah berdosa. Dan kesulitan kita, menyatakan bagaimana kita memang adalah keturunan orang-orang yang berdosa. Kematian yang kita alami, kematian yang harus kita lihat, itu menunjukkan memang benar bahwa Alkitab itu adalah Firman Tuhan yang setia dan kita semua adalah keturunan orang yang berdosa. Kemalangan apapun yang kita alami dalam hidup sementara ini, itu bukanlah suatu indikasi yang buat akhirnya kita harus meragukan penyertaan Tuhan dalam hidup kita. Orang yang seperti Lazarus ini, yang hidupnya demikian malang, dia adalah orang yang akhirnya menikmati berkat abadi daripada Tuhan.
Nama dari pada Lazarus ini menjadi suatu hal yang sangat menarik. Kalau kita perhatikan perikop ini, maka ada 2 hal yang menarik dari si Lazarus ini. Pertama: Lazarus ini adalah satu-satunya perikop di mana nama daripada tokoh perikop itu disebutkan, namanya adalah Lazarus. Kalau Saudara perhatikan di dalam perikop-perikop Tuhan Yesus lainnya, tidak pernah nama orang itu disebutkan tapi di sini Lazarus, itu namanya disebutkan,”orang ini adalah Lazarus”. Ini menjadi suatu hal yang sangat menarik perhatian kita semua. Si Lazarus ini kalau dibandingkan dengan si orang yang kaya, siapakah yang lebih dikenal ketika mereka hidup dalam dunia ini? Pasti si orang kaya itu. Orang kaya itu pasti dikenal dengan identitas daripada seluruh kemewahan hidup dia. Si Lazarus, tidak ada seorangpun yang kenal. Bahkan Alkitab seakan sengaja menuliskan bagaimana identitas daripada si Lazarus selalu nyantol dengan si orang kaya itu. Tidak bisa lepas. Tidak punya self identity. Seakan tidak punya self word. Bayangkan, si Lazarus setiap harinya ia tinggal di pintu gerbang si orang kaya tersebut. Alamat rumahnya yaitu di pintu gerbang si orang kaya. Lalu, setiap harinya ia menantikan makanan yang jatuh dari meja si orang kaya tersebut. Dia tidak memiliki suatu apapun yang dia bisa katakan “Ini loh, identitasku”. Ini adalah satu contoh bagaimana orang ini adalah demikian bangkrutnya, bahkan identitas diri/harga diri yang paling asasipun seakan dia tidak miliki. Tapi si orang kaya ini sangat memiliki semuanya. Seakan-akan dia adalah orang yang self sufficient. Ia orang yang memiliki segala sesuatu yang bisa mencukupi segala sesuatu, yang bisa mencukupi dirinya. Dia memiliki rumah, makanan, baju, jubah, pakaian, dan lain sebagainya. Kekayaan demikian berlimpah-limpah.
Perbedaan kedua hal ini, satunya tidak memiliki segala sesuatunya (leak everything). Satunya merasa dirinya selalu self sufficient. Orang-orang di dalam Kerajaan Tuhan tidak selalu harus selalu kaya, tidak selalu harus selalu miskin. Tapi mereka pasti mereka memiliki suatu identitas yang langsung menyangkut kepada Tuhan. Paling sulit orang kaya masuk dalam sorga. Dan Alkitab sangat mengkritiki banyak sekali kasus-kasus orang kaya yang dikritiki karena sangat sulit bagi mereka masuk dalam Kerajaan Surga. Lebih gampang, kata Tuhan Yesus, bagi seekor unta masuk dalam lubang jarum, daripada seorang kaya masuk dalam Kerajaan Surga. Untuk mengatakan bahwa mereka yang memiliki perasaan self sufficiency ini, yang merasa selalu mencukupi diri, itu adalah orang yang memang jauh dari Kerajaan Surga. Tapi si orang miskin ini adalah suatu lambang dari orang yang hidup di dalam Kerajaan Surga. Yang memang kita harus akui bahwa hidup kita is nothing, tidak ada apapun dalam hidup kita yang bisa kita banggakan, yang kita bisa sodorkan kepada Tuhan yang mengatakan “this is something, worthy enough” untuk saya tonjolkan kepadaMu untuk membeli keselamatanku di hadapanMu. Saudara bisa kaya, Saudara bisa miskin. Tapi yang paling penting dalam hidup kita sehari-hari adalah kaya dalam mengerti relasi kita di hadapan Tuhan. Si orang miskin ini sama sekali tidak dikenal oleh siapapun bahkan identitasnya harus disangkutpautkan dengan si orang kaya tersebut. Yang menarik perikop ini mengatakan, regardless whether of other people know him or not, Tuhan tahu nama orang miskin ini, yaitu Lazarus. Demikianlah hidup kita. Yang paling penting adalah apakah kita dikenal oleh Tuhan?. Apakah kita benar-benar sudah dikenal oleh Tuhan?.
Yang kedua, nama Lazarus ini adalah suatu nama yang sangat unik. Ada beberapa penafsiran mengenai nama Lazarus ini. Salah satu penafsiran, mengatakan ini adalah nama Grika dari nama orang Hebrew/Ibrani yang artinya, dalam bahasa aslinya Eliezer. Eliezer dalam bahasa Ibrani ketika diterjemahkan dalam bahasa Grika, itu menjadi Lazarus. Arti daripada Eliezer sendiri adalah Tuhan mendengarkan, Tuhan sudah menolong. Kalimat Eliezer pertama kali keluar dalam Alkitab yaitu dalam Kejadian 15, di mana Abraham memanggil nama daripada budaknya yang dia beli dari Damsyik tersebut, yaitu Eliezer. Abraham mengerti melalui budaknya dia, Tuhan akan menolong kemalangan dia yang tidak memiliki keturunan, maka dia memberikan nama Eliezer. Kalau demikian, maka unik sekali nama daripada si Lazarus. Dalam hidup dia, kapan, saat di mana Tuhan menolong dia? Kapan dan saat di mana Tuhan mendengarkan jeritan dia? Dia demikian malang. Dia meminta nasi yang jatuh bahkan dari meja orang kaya tersebut, Alkitab tidak catat dia mendapatkannya. Bahkan dia dieksploitasi, orang yang sudah miskin ini, harus akhirnya dijilat oleh anjing. Maka ketika Saudara melihat nama orang ini adalah Eliezer, maka Saudara terpaku dengan Tuhan. Bagaimanakah mungkin orang yang sangat malang semacam demikian namanya adalah Tuhan mendengarkan, Tuhan menolong? Saya percaya hidup orang Kristen adalah hidup yang harus mengalami kesulitan. Orang Kristen yang tidak pernah mengalami kesulitan adalah orang Kristen yang paling kasihan karena dia tidak pernah mungkin merasakan bagaimana Tuhan menolong dia di tengah-tengah segala kesulitan. Kita seringkali membaca Alkitab dan kita seringkali take it for granted, arti yang demikian dalam dari Alkitab. “The grace of God is always sufficient”, kata Paulus. Sampai akhirnya kita mengalami suatu kesulitan, baru akhirnya kalimat tersebut menjadi suatu yang kita hidupi dan kita imani dalam hidup kita, truly the grace of God is truly sufficient for those He loves. Mengapa kita harus mengalami kesulitan dalam hidup kita sebagai orang Kristen? Bukankah jauh lebih baik, kalau kita menjadi seorang Kristen, kita langsung masuk ke surga tidak perlu mengalami suatu air mata dalam dunia ini. Mengapa Tuhan mengijinkan kita harus mengalami kesulitan dalam dunia ini? Untuk membuktikan bahwa Tuhan itu adalah benar-benar Tuhan yang hidup yang bisa menopang kita semua.
Si Lazarus ini menurut orang-orang prosperity Gospel, orang yang sama sekali imannya bisa diragukan, karena dia tidak bisa membuktikan imannya adalah iman yang sejati. Nothing to show and yet this is the person, Alkitab katakan namanya adalah Tuhan menopang,Tuhan menolong,Tuhan mendengarkan dia. Faktanya memang akhirnya dia adalah orang di tengah-tengah kesulitan, dia tidak pernah kehilangan iman dia. Di tengah kesulitan hidup dia yang demikian sangat terpuruk ini, Tuhan terus menopang dia dan akhirnya dia adalah orang yang bisa menikmati Tuhan for eternity, bukan untuk sementara saja, karena Tuhan terus menopang orang itu.
Kita bisa mengalami kesulitan apapun dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan kesulitan itu pasti akan ada karena Kristus belum datang yang kedua kali. And yet betapa sukacitanya believers ketika kita sudah mengalami grieves tersebut, air mata tersebut, lalui kita melihat Tuhan itu jauh lebih mandalam, jauh lebih indah lagi. Bukan hanya sebagai Tuhan yang mencipta saja, Tuhan yang berdaulat saja. Tuhan yang menopang hidup setiap anak-anak Tuhan yang Dia kasihi. Perasaan semacam demikian menikmati Tuhan yang menopang hidup kita sehingga kita dalam kesulitan apapun tidak kehilangan iman kita. Itu suatu privilege yang bisa dialami oleh seorang Kristen. Maka di sini, saya percaya setiap orang Kristen namanya Eliezer, Lazarus. Karena di sana kita mengatakan: “You have helped me, You have helped us, You have sustained us, You have heard our cry. We are Eliezer,We are Lazarus.”
Seseorang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan –ada beberapa hal yang bisa kita pelajari –. Kita pelajari orang ini, orang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan dengan mempelajari orang itu bukanlah orang yang hidup menurut prinsip-prinsip orang kaya ini.
Yang Pertama: orang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan adalah orang yang mengenal bagaimana tidak mencuri kemuliaan Tuhan. Yang mengerti bahwa dia tidak seharusnya mencuri kemuliaan Tuhan. Bagaimana kita bisa mempelajari hal ini? Yaitu daripada hidup si orang kaya ini. Orang kaya ini adalah orang yang mencuri kemuliaan Tuhan ketika dia merasa bahwa dia memiliki hak atas segala yang Tuhan berikan dalam hidup dia. Orang yang mencuri kemuliaan Tuhan adalah orang yang merasa dialah Tuhan dalam hidup dia. Sehingga dia memiliki hak untuk mengatur apapun/memakai/ mem-foya-foyakan apapun yang dia miliki yang diberikan oleh Tuhan. Apapun yang kita miliki dalam hidup kita, kekayaan – anak – ataupun mungkin juga pelayananpun; itu bukan karena we have earned it atau karena kita sudah memilikinya, itu adalah milik kita; itu hanya karena titipan Tuhan yang sementara Tuhan percayakan dalam hidup kita. Kita sangat mudah sekali dalam hidup kita, lalu merasa bahwa apa yang sudah Tuhan titipkan dalam hidup kita itu adalah milikku, adalah karena jasaku. Si orang kaya ini adalah orang yang tidak menghidupi prinsip dalam Kerajaan Tuhan karena dia merasa dialah Tuhan. Dialah yang memiliki hak untuk menggunakan apapun yang dia miliki. Maka hal yang pertama yang harus kita ingat sebagai orang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan, kita tidak merebut kemuliaan Tuhan dengan menganggap diri adalah tuhan atas segala hidup yang kita miliki.
Yang Kedua: orang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan adalah orang yang mengerti mengenai kesempatan. Kesempatan pelayanan, kesempatan untuk mengabarkan Injil. Kita harus jadi seorang yang peka dan melihat bahwa begitu banyak Tuhan membukakan kesempatan-kesempatan dalam hidup kita untuk melakukan sesuatu. Seringkali orang cuma mikirnya cari kesempatan melakukan bisnis saja, mengejar kesempatan untuk menambah uang saja. Si orang kaya ini, adalah orang yang memiliki kesempatan untuk menyalurkan, jadi hidup yang jadi saluran berkat bagi orang lain. Demikian juga dengan kita, kita dipanggil jadi orang Kristen, itu akhirnya menyalurkan berkat Tuhan kepada orang lain melalui apapun yang bisa kita kerjakan, baik itu melalui uang yang mungkin bisa kita kumpulkan, melalui tenaga, melalui waktu, melalui perkataan kita, pengabaran Injil dan lain sebagainya. So many opportunities to do something in the Kingdom of God. Apa yang sudah kita lakukan dengan kesempatan tersebut?. Jangan pernah kita pikir bahwa kesempatan itu ada, pasti ada selama kita masih ada. Itu adalah suatu kesalahan yang paling fatal yang bisa dilakukan oleh seorang Kristen. Seringkali kita memiliki salah pengertian: kesempatan ada, kalau saya masih ada. Alkitab di sini mengajarkan, si orang kaya itu memiliki kesempatan untuk melayani orang miskin tersebut. Yang setiap hari di pintu gerbang menanti pertolongan dari si orang kaya tersebut, and yet, he never did it once. Kapankah kesempatan tersebut hilang?. Kapankah akhirnya orang kaya tersebut tidak lagi memiiliki kesempatan melayani si orang miskin ini? Bukan karena dia sudah meninggal. Alkitab katakan, kesempatan itu diambil oleh Tuhan, bahkan ketika si orang kaya itu masih hidup. Dengan cara si orang miskin meninggal terlebih dahulu. Jangan pikir bahwa kesempatan itu selalu akan ada. Karena benar, kata pak Tong: “Kesempatan diberikan oleh Tuhan dan kapanpun Dia bisa ambil”. Ketika saya mempelajari perikop ini, saya sangat tercengang dengan fakta, bahwa si orang miskin ini meninggal terlebih dahulu sehingga si orang kaya ini tidak lagi memiliki kesempatan untuk bisa melayani si orang miskin ini. That opportunities has finished, there is no more opportunities.
Bagaimana dengan hidup kita?. Berapa banyak kesempatan yang akhirnya kita harus lalaikan, kita abaikan akhirnya Tuhan ambil dari diri kita, sehingga kita, walaupun masih hidup, tidak lagi memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan. Saya rasa itu suatu pukulan yang luar biasa bagi seorang Kristen. Seorang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan adalah seorang yang peka dengan pekerjaan Tuhan, peka dengan kesempatan, dengan waktu-waktu yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Sehingga kita menjadi seorang yang dengan gampangnya terjun dalam pelayanan, terjun dalam pekerjaan Tuhan, terjun dalam segala sesuatu yang harus kita kerjakan sebagai seorang yang menyalurkan berkat Tuhan bukan menyimpan berkat tersebut dalam hidup kita sendiri.
Yang ketiga, seorang yang hidup dalam Kerajaan Tuhan adalah seorang yang menghargai Firman Tuhan. Sangat menarik sekali, si orang kaya ini ketika meninggal, terjadi suatu diskursus/diskusi. Saudara baca perikop ini: Lukas 16:24, 26-27. Waktu saya masih muda, saya percaya, bahwa ketika seorang sudah meninggal, maka semua orang, di surga atau neraka, mereka akan menerima nasib akhir mereka tersebut dan mereka akan mengatakan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang adil. Orang yang di neraka pun, sambil merasa sakit dalam api neraka akan tetap merasa Tuhan adalah Tuhan yang adil, karena mereka deserve those sin. Tapi setelah saya pikir-pikir, ternyata tidak. Kesempatan bagi manusia untuk bisa bertobat (berubah pikiran) itu hanyalah ketika kita masih hidup. Setelah mati, tidak. Seorang yang sudah meninggal, ketika dia meninggal dan dia meninggal dalam dosa-dosa dia. Dosa-dosanya dia itu akan terus dibawa sampai ke api neraka. Si orang kaya ini (menurut saya) mungkin seakan-akan memang ada suatu niat bait untuk mengabarkan Injil kepada Saudara-saudaranya yang belum menerima Tuhan, tapi di balik itu kalau Saudara perhatikan, dia sedang membenarkan diri. Dia sedang mengatakan kepada Abraham, bahwa fakta, bahwa dia dalam api neraka itu bukan karena salah dia, bukan karena dia. Karena dia tidak ada evidence yang cukup untuk dia bisa melihat kepada Sorga. Dia tidak ada suatu evidence yang cukup dimana dia bisa meninggalkan dosa-dosa Dia. Dia katakan: “kirimlah Abraham, kirimlah si Lazarus kepada Saudaraku, masih ada lima orang saudaraku supaya mereka bertobat”. Maksudnya adalah karena saat dia hidup, tidak ada satu orang, tidak ada suatu mukjizat yang cukup yang bisa mempertobatkan dia. Kata Musa: “Sudah ada pada mereka, Kitab Musa dan para Nabi. Sudah cukup. Apa yang perlu mereka kerjakan. Pertobatan yang harus mereka lakukan, sudah ada di dalam apa yang sudah diberikan kepada mereka, yaitu Firman Tuhan tersebut. There is nothing else to be added.” Si orang kaya ini protes, “tidak, itu tidak cukup, kalau ada seorang yang bangkit dari orang mati too much powerful than the witness of these letters and words. Bila seorang yang bangkit dari mati itu menyatakan diri di depan mereka, maka mereka itu pasti akan bertobat, I do not have that opportunity, but they will have. Abraham katakan: “Kalau mereka tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan, seorang yang bangkit dari pada orang matipun tidak akan merubah apa-apa dalam hidup mereka. Ini adalah sesuatu hal yang benar, ketika Kristus membangkitkan Lazarus, apakah lalu orang-orang Farisi sekitar mereka itu bertobat? Tidak. Mereka semakin benci dan ingin membunuh Kristus, because they do not understand what is written in the word of God. Si orang kaya ini mengatakan bahwa: “Tuhan, problemnya bukan pada diriku, problemnya adalah karena aku kekurangan sesuatu dalam hidupku. The words of God is not enough for me, If there was something else, I would have been different.” Tuhan mengatakan dalam perikop ini: “Tidak, the words of God is sufficient for you already”.
Maka orang yang hidup dalam prinsip Kerajaan Tuhan adalah orang yang menghargai setiap Firman Tuhan yang sudah Tuhan percayakan dalam hidup kita. Firman Tuhan ini bukan cuma cukup membawa kita kepada Sorga saja tapi dalam hidup sehari-hari Firman Tuhan adalah Firman yang cukup untuk menopang kita menjadi saksi Tuhan dalam hidup ini, dalam keseharian kita. Biarlah Firman Tuhan ini menjadi suatu Firman yang terus menghidupkan kita, menghidupi kita. Biarlah Firman Tuhan itu menjadi suatu Firman yang bisa kita nyatakan dalam hidup kita, bagaimana Firman Tuhan itu benar-benar is truly sufficient, there is nothing else to be added. Kita tidak mengharapkan something hal yang lebih mutakhir, lebih mencolok perhatian, yang lebih menyatakan kuasa, miracle, supranatural, tidak but the word of God is it self has the power of God to change our lives. Marilah kita menghidupi prinsip Kerajaan Tuhan.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (EL)