Kita pernah membahas bahwa Yohanes kemungkinan besar menulis cerita ini menurut symbolic week, setiap kali ada pergantian hari, maka masuk ke dalam pembacaan yang baru. Demikian pula ayat 43 ini yang dimulai dengan “Pada keesokan harinya”, berarti satu pembacaan hari yang baru; seluruh ayat dari 43-51 ini dikemas oleh Yohanes menjadi satu peristiwa yang terjadi pada hari itu.
Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea (ayat 43). Kita sudah membahas, waktu Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk melihat di mana Ia tinggal, “Marilah dan kamu akan melihatnya”, terutama bukan berarti melihat rumah-Nya melainkan kehidupan Yesus sendiri; bukan melihat gedung gereja, bukan melihat lokasi Kekristenan ada di mana, bahkan bukan melihat orang-orang Kristen berkumpul di mana. Maka di ayat 43 ini, kita percaya dua murid itu memang mengikuti Dia, bukan tetap tinggal di rumah-Nya.
Selanjutnya dikatakan : Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Istilah “ikutlah Aku” seperti sangat familiar untuk kita, khususnya mungkin karena pembacaan kita sangat dipengaruhi Injil sinoptik. Ini seperti satu perkataan yang wajar, bahwa Yesus memang mengajak “ikutlah Aku”. Tapi dalam konteks Yohanes, sebenarnya bagian ini ada perkecualian, karena di dalam cerita-cerita sebelumnya, lebih digambarkan bahwa murid-murid itu yang “discover/ menemukan” Yesus, dibandingkan Yesus yang menantang mereka untuk mengikut Dia. Jadi perkataan “ikutlah Aku” di bagian ini merupakan sesuatu yang baru. Untuk kita –apalagi di dalam Teologi Reformed yang menekankan kedaulatan Allah, predestinasi, Tuhan yang memilih orang bukan orang yang memilih Tuhan– kalimat “ikutlah Aku” ini sepertinya ya, memang harus begitu. Tapi kultur Israel pada saat itu biasanya seorang rabi dipilih dari bawah; bukan rabi yang pilih murid tapi murid yang memilih siapa gurunya. Dalam dunia kungfu juga mirip, ada peribahasanya yang mengatakan: “Seorang guru dipilih muridnya”, bukan murid yang dipilih gurunya. Maka dalam film-film silat, waktu salah satunya kalah, orang yang kalah itu langsung bersujud, mengatakan: “Terimalah saya sebagai muridmu”, karena jurusnya kalah. Maka, waktu Yesus mengatakan “ikutlah Aku”, itu mendobrak tradisi rabi yang dipilih dari bawah. Biasanya pribadi-pribadi itu yang memilih mau attach kepada rabi yang mana, ada certain preference kepada masing-masing rabi. Tapi di sini Yesus mengatakan “ikutlah Aku”, Yesus yang menentukan “kamu ikut Saya”. Kalimat ini tetap ada resiko. Meskipun toh kita baca bahwa Filipus ikut, mempercayai otoritas Kristus, dan mempercayai panggilan Kristus, tapi gambaran ini bukan profil yang selalu seperti itu. Kenyataannya, dalam cerita Natanael kita melihat ada satu keraguan.
Jadi, gambaran yang dihadirkan Yohanes di sini sangat diverse, tidak monoton. Pengenalan akan “siapa Yesus” berbeda-beda, dan approach dari Yesus sendiri waktu memanggil orang, juga berbeda-beda. Ada kalimat di sini “ikutlah Aku”, tapi Yesus tidak setiap kali mengatakan kalimat ini. Dia tidak mengatakan kepada Yohanes Pembaptis “ikutlah Aku”; lalu waktu bertemu dengan 2 murid yang pertama yang salah satunya adalah Andreas, Dia mengatakan lagi “Andreas ikutlah Aku”; lalu bertemu Simon mengatakan lagi “Simon, ikutlah Aku”. Yesus tidak monoton seperti itu. Yang monoton mungkin justru kita, orang Kristen, yang tidak terlalu belajar Alkitab dan akhirnya waktu menginjili atau mengajak orang, bolak-balik kalimatnya itu-itu lagi. Saya tidak menghina orang yang punya passion menginjili, tapi saya ingin meng-encourage Saudara untuk belajar dari kekayaan Firman Tuhan, cara Yesus approaching orang.
Perkataan “ikutlah Aku” diberikan kepada Filipus, sebagai sesuatu yang sangat unik; sementara di bagian lainnya, waktu Simon dibawa oleh Andreas, Yesus mengatakan kepada Simon, "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas” (ayat 42). Filipus sendiri tidak mengalami perubahan nama apapun. Filipus ini berasal dari Betsaida, satu kota yang dibangun oleh seorang bernama Philip (Filipus). Jadi kemungkinan, orangtua Filipus ingin bayinya ini kelak menjadi besar seperti Philip The Great yang membangun Betsaida. Tapi itu mimpi manusia yang tidak terlalu penting. Yang penting adalah Filipus ini dipanggil oleh Yesus “ikutlah Aku”. Kepada Simon, Yesus mengubah namanya, "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas” ; lalu kita belajar sesuatu dari situ seperti juga Yakub yang diubah namanya jadi Israel. Filipus tidak ada perubahan nama, tapi itu tidak berarti bahwa Tuhan tidak mengubah dia, karena di dalam namanya tercakup impian orangtuanya sedangkan Yesus kemudian menantang dia untuk mengikut Yesus. Undangan untuk mengikut Yesus ini jauh lebih penting daripada cerita Philip The Great, si pembangun kota Betsaida, yang di-impose ke dalam nama Filipus ini, yang tidak ada pentingnya sama sekali untuk visi Kerajaan Allah. Filipus yang dipanggil Tuhan, Filipus yang mengikut Kristus, inilah Filipus yang sesungguhnya. Tidak ada perubahan nama, tapi secara substance kita tahu ada perubahan yang terjadi di dalam diri Filipus.
Betsaida adalah satu kota yang paling banyak disebut dalam Injil selain Yerusalem, dan juga setelah Kapernaum, misalnya Markus mencatat ada orang buta yang disembuhkan di Betsaida, Yesus yang memberi makan 4000 orang di sekitar Betsaida. Maka Betsaida ini kota yang penting, tapi juga tragis. Kota ini dikutuk oleh Tuhan, bersama dengan Korazim, karena mereka tidak percaya meskipun sudah sering mendengar dan mengalami lawatan Tuhan. Bahkan meski Filipus pun yang sangat diberkati Tuhan berasal dari kota ini, kota ini tetap dikutuk oleh Tuhan. Filipus seperti satu orang yang diselamatkan, ditarik dari kota yang terkutuk dengan worldview-nya sendiri ini. Tuhan pernah memanggil Filipus dari kota ini, dan bukan cuma dia tapi juga Andreas dan Petrus yang juga berasal dari kota ini, tapi kota ini sendiri akhirnya bukan jadi kota yang diberkati Tuhan melainkan dikutuk, tidak bisa nebeng dengan kebesaran Filipus, Andreas, dan Petrus. Seperti juga gereja Efesus yang akhirnya jadi puing-puing, tidak bisa nebeng dengan kebesaran Paulus, juga Timotius dan Yohanes yang pernah melayani di sana. Mereka itu orang-orang yang besar sekali, tapi tetap Efesus tidak bisa nebeng dengan kebesaran nama-nama itu. Setiap orang musti bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Filipus, Andreas, Petrus, semua berasal dari Betsaida; tapi bukan Betsaida-nya yang penting melainkan siapa yang berespon dengan benar di hadapan Tuhan.
Setelah Filipus ditantang untuk mengikut Yesus –dan kita percaya dia menerima ajakan itu– lalu dia bertemu dengan Natanael. Filipus lalu memperkenalkan Yesus dengan faset yang lain lagi. Seperti kita sudah pernah bahas bahwa tidak ada yang sama, ada yang menyebut Yesus “Anak Domba Allah”, “Mesias” (yaitu Kristus), di sini Filipus memperkenalkan kepada Natanael: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret" (ayat 45). Ini high title yang lain yang ditunjuk/ dinubuatkan oleh Musa dalam kitab Taurat dan juga oleh nabi-nabi dalam kitab nabi-nabi, yaitu Yesus –Yehoshua– yang akan membebaskan, membawa Israel kepada tanah perhentian, tanah perjanjian itu. Yesus, Sang Juruselamat. Tapi kemudian lanjutannya: “anak Yusuf dari Nazaret”, ini apa maksudnya? Siapa itu Yusuf? Nazaret itu di mana sih tempatnya? Nazaret kota yang tidak penting sama sekali. Dalam hal ini, respon Natanael sangat masuk akal, ia seseorang yang betul-betul mengenal Firman Tuhan, karena dalam commentary kita membaca bahwa Nazaret tidak pernah muncul dalam Perjanjian Lama. Betlehem, kota yang kecil, masih pernah muncul di kitab Mikha, apalagi Yerusalem yang jelas muncul di mana-mana; tapi Nazaret tidak pernah disinggung dalam Perjanjian Lama, juga tidak ada di Talmud, tidak ada di kitab Midrash, tidak ada juga dalam Pagan writings. Nazaret kota yang sama sekali insignificant. Jadi di bagian ini mulanya ada gambaran high title, lalu masuk ke gambaran yang insignificant sama sekali. Pertama, kita tidak kenal siapa Yusuf si tukang kayu ini –beda dengan misalnya Salomo, atau Abraham, dan orang-orang besar itu– lalu juga Nazaret. Ini seperti antiklimaks; sudah bagus bahwa Dia disebut oleh Musa, kitab Taurat, dan para nabi, tapi diakhiri dengan “anak Yusuf dari Nasaret”. Inilah paradoks dari inkarnasi. Despite titel-titel yang tinggi itu, sekaligus menunjukkan gambaran perendahan Kristus ke tempat yang paling bawah, yang masuk ke dalam insignificant place, Nazaret yang tidak dikenal orang.
Maka waktu Saudara membaca respon Natanael: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (ayat 46), kita melihat ada keragu-raguan dari sisi Natanael. Natanael sendiri dikatakan Yesus sebagai “orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”. Dia bukan orang jahat; kita percaya waktu Yesus mengatakan itu, Dia pasti bukan menjilat. Jadi, orang yang adalah Israel sejati, yang tidak ada kepalsuan di dalamnya pun, meragukan istilah “Nazaret” ini, dan tentu bukan tanpa alasan. Kita percaya Natanael orang yang mengenal Perjanjian Lama, dia orang yang belajar maka disebut sebagai orang Israel sejati sehingga memang betul juga waktu dia mengatakan “apa sih yang penting dari Nazaret?” Inilah pemikiran yang mewakili dunia; gambaran bahwa seorang mulia harusnya datang dari tempat yang mulia juga, gelarnya musti mulia, datang dari keluarga yang mulia, semua harus mulia. Waktu dikatakan bahwa Yesus itu yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan para nabi, maka itu adalah sesuatu yang mulia; dan nama Yesus juga mulia. Tapi, begitu masuk gambaran “anak Yusuf dari Nazaret”, menjadi ‘gak nyambung, tidak compatible dengan kategori kemuliaan. Maka Natanael meragukan atribut “Nazaret”, padahal itulah paradoks dari inkarnasi, bahwa Yesus lahir di kandang yang hina, Yesus berasal dari Nazaret. Seandainya diubah, misalnya “Yesus anak orang terkenal dari Yerusalem”, akan gampang penerimaannya karena tidak ada yang lebih penting dari Yerusalem bagi orang Israel; dan kalimat “dari Yerusalem” ini akan langsung meng-konfirmasikan kebesaran Yesus. Tapi Yesus tidak mendompleng kemuliaan dunia.
Dalam perjalanan kita mengikut Kristus, kita juga terus menerus bergumul dengan nilai-nilai yang dihadirkan oleh dunia. Mana mungkin berhasil kalau kamu tidak punya koneksi? Mana bisa kamu dagang, modalmu cuma segitu? Mana bisa kita mengerjakan pekerjaan Tuhan, uang kita cuma segini, kurang ada orang kaya di gereja ini? dst. Mirip seperti pertanyaan Natanael “mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”. Pemikiran yang sangat manusiawi, sesuatu yang baik harus datang dari tempat yang tidak se-insignificant seperti Nazaret tentunya. Kalau yang baik itu datang dari Yerusalem, kita bisa terima. Kalau yang baik itu datang dari Betlehem pun, mungkin kita bisa terima meski Betlehem kota kecil, tapi setidaknya ada dalam catatan nabi Mikha. Tapi Nazaret? Dalam Perjanjian Lama kita tidak mengenal kota ini, dalam Pagan writings pun tidak ada orang yang mempermuliakan kota ini. Kota ini sama sekali tidak penting, tapi diberkati oleh Tuhan lebih daripada Betsaida yang dibangun oleh The Great Philip. Betsaida, kota yang penting tapi akhirnya jadi kota yang terkutuk. Tapi meski terkutuk, ada 3 orang yang dipanggil Yesus; jangan lupa diferensiasi ini. Nazaret, kota yang jauh lebih tidak penting daripada Betsaida, tapi Yesus berasal dari sana; Dia disebut “orang Nazaret”. Tuhan menantang kita untuk melihat kepada ketidak mungkinan yang dilihat oleh dunia “sesuatu yang baik koq bisa datang dari Nazaret?” Pemikiran-pemikiran dunia yang terus menerus mewarnai cara kita dalam mengambil keputusan, cara kita bekerja, dsb. adalah karena kita terlalu percaya hal-hal besar yang menurut manusia, tapi bukan di dalam bijaksana Tuhan. Pertanyaan Natanael sangat masuk akal, tapi sekaligus juga menyatakan satu sifat yang sangat manusia; dia belum mengenal Kristus.
Di bagian ini, Filipus tidak berdebat, tidak ber-apologetik, tidak jadi tersinggung lalu menjelaskan, dsb. Kita bisa belajar dari ketenangan Filipus. Dia tidak bicara banyak, dia hanya mengatakan: “Mari dan lihatlah” (ayat 47), mirip sekali dengan kalimat yang dikatakan Yesus Kristus “Marilah dan kamu akan melihatnya” (ayat 39) waktu Dia mengajak 2 murid yang pertama (Andreas, dan kemungkinan Filipus). Di sini Filipus, seperti Kristus, meyakinkan/ meneguhkan iman Natanael yang ragu-ragu dengan cuma mengatakan “mari dan lihatlah”. Kamu ada kesulitan percaya? Tidak bisa langsung percaya? Mari dan lihatlah, kamu lihat sendiri. Saya tidak akan berdebat pakai bijaksana manusia untuk meyakinkan kamu akan siapa itu Yesus, kamu silakan lihat sendiri, datang dan lihatlah. Melihat siapa? Melihat Kristus. Sampai di sini Filipus sudah mengerjakan bagiannya; meski susah sekali kesaksiannya diterima oleh Natanael, tapi Filipus mengatakan “mari dan lihatlah”.
Lalu sekarang kita mengharapkan apa? Mengharapkan Yesus memperlihatkan diri-Nya karena Filipus sudah mengatakan “mari dan lihatlah”. Tapi kita membaca, bukannya Natanael yang melihat Yesus, melainkan Yesus yang melihat Natanael. Dan bukan hanya Yesus melihat Natanael, Yesus bahkan mengajak Natanael untuk melihat dirinya sendiri. Ini bijaksana yang luar biasa. Di dalam approach Yesus kepada setiap orang, tidak ada yang sama. Yesus waktu melihat Natanael, Dia berkata tentangnya: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" (ayat 47). Natanael tadinya datang, mau melihat Kristus, tapi bukan dia yang melihat Yesus melainkan Yesus yang melihat dia dan mengajak dia terutama untuk melihat dirinya sendiri. Kita percaya Yesus tidak mungkin menjilat. Yesus juga bukan perlu dukungan dari manusia sehingga Dia pintar sekali mengambil hati orang supaya orang itu lunak hatinya, semacam permainan psikologi atau strategi, dsb. Memang ada aspek psikologi yang kita bisa pelajari di sini, tapi kita percaya Yesus bukan pakai trik, karena Dia adalah sumber segala ketulusan. Pujian yang Dia katakan kepada Natanael itu pujian yang tulus. Sekarang kita coba melihat keindahan dari aspek psikologisnya: Natanael meragukan Yesus karena Dia dari Nazaret, ada kecurigaan di dalam diri Natanael; lalu Yesus menghampiri dia dan membalas dengan kepercayaan, Dia mengatakan, "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kecurigaan bukan dibalas dengan kecurigaan, tapi dibalas dengan kepercayaan. Keragu-raguan dibalas dengan konfirmasi positif. Kalau orang tidak baik terhadap kita dan kita juga tidak baik terhadap dia, Injil Matius mengatakan “orang kafir pun seperti itu”, itu bukan orang yang mengenal Tuhan; tidak usah ikut Yesus untuk seperti itu karena standar seperti itu sudah dimengerti oleh orang-orang yang tidak percaya sekalipun; orang yang ikut Yesus harusnya lebih daripada itu.
Waktu kita melihat gambaran cara Yesus memperlakukan Natanael yang ragu-ragu, bahkan ada kecurigaan tertentu terhadap Yesus, Dia tidak membalas dengan kecurigaan. Dia punya otoritas untuk curiga juga, misal dengan mengatakan: “Lu siapa, berani-beraninya mencurigai Gua? Tahu ‘gak Gua ini Tuhan? Gua ‘gak perlu lu sebenarnya, lu mau percaya atau ‘gak percaya, Gua tetap Tuhan”. Kita tidak membaca kalimat seperti itu; yang ada adalah Yesus menjawab keragu-raguan Natanael bahkan bukan dengan argumentasi yang mengukuhkan keberadaan-Nya sendiri. Itu self forgetful. Yesus malah bicara tentang Natanael. Yesus sebenarnya bisa saja membela diri: “Kamu tidak perlu ragu-ragu, Saya itu begini, begini, begini, … Kitab Musa itu penjelasannya begini, begini, begini, … Itu betul-betul Saya. Tentang Nazaret, Saya jelaskan ya, itu karena inkarnasi maka Saya musti ke Nazaret, … dst. “ Yesus tidak pakai penjelasan itu. Yesus membaca Natanael, Natanael diajak untuk melihat dirinya sendiri, "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Siapa yang tidak sungkan mendengar kalimat ini? Kalau misalnya kita suka membicarakan kelemahan orang lain, tapi waktu orang itu membicarakan kita, dia ternyata membicarakan kebaikan kita, lama-lama tentu kita berpikir “saya ini evil atau bagaimana ya? setiap kali saya menjelek-jelekkan dia, tapi setiap kali dia selalu bicarakan saya yang positif”. Kira-kira situasinya mirip begitu. Natanael mencurigai Yesus, tapi Yesus mempercayakan diri-Nya kepada Natanael, bahkan memuji Natanael. Yesus menggeser pada saat itu juga, kecurigaan dari Natanael. Kalimat “ikutlah Aku” tidak dipakai di sini; approach-nya sama sekali berbeda. Natanael ada kecurigaan, lalu Yesus hadapi dengan cara-Nya. Filipus tidak ada kecurigaan, dan Yesus hadapi dengan cara yang lain lagi. Ada diferensiasi, sesuai kebijaksanaan Ilahi. Untuk seperti ini, kita musti minta dari Tuhan.
Mendengar perkataan Yesus, Natanael terkejut. Lalu dia membalas: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" (ayat 48). Seharusnya Natanael mengharapkan dia bisa lihat apa dari Yesus, tapi kenyataannya yang dia lihat tentang Yesus adalah Yesus yang melihat dia. Yesus bukan menuntut supaya Natanael melihat diri-Nya; tapi dengan cara Yesus melihat Natanael, itu membuat Natanael bisa melihat Yesus. Yesus yang melihat Natanael. Yesus yang melihat Natanael secara pribadi. Yesus yang mengenal Natanael secara pribadi. Itulah yang dilihat Natanael pertama kali tentang Yesus. Dan Yesus yang mengenal Natanael secara pribadi, itu juga Yesus yang mengenal Saudara secara pribadi. Mengenal dengan tepat pribadi-pribadi. Bukan mengenal secara borongan “O, ini komunitas umat Kelapa Gading”, melainkan mengenal setiap orang secara pribadi karena Yesus memperlakukan orang secara pribadi.
Natanel terkejut lalu mengeluarkan kalimat: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" kemudian Yesus menambahkan: "Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara" (ayat 48). Natanael lebih kaget lagi karena Yesus bisa tahu dia orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan, dan juga tahu dia ada di mana. Tentang mengetahui keberadaan Natanael ini, ada beberapa tafsiran; tafsiran paling klasik mengatakan bahwa ini menunjuk kepada keilahian Kristus, ke-mahatahu-an Kristus. Tapi kalau Saudara baca dalam kitab di Perjanjian Lama, hal seperti itu tidak necessarily menunjuk pada keilahian karena dalam kitab Yehezkiel, kitab Raja-raja, ada cerita-cerita seperti itu. Salah satunya dalam cerita tentang Naaman yang disembuhkan. Elisa tidak mau terima apa-apa dari Naaman; dia bukan nabi yang cari bayaran. Lalu Naaman pergi. Tapi Gehazi, bujang Elisa, yang dikuasai oleh dosa keserakahan, mengejar Naaman minta sesuatu. Setelah Gehazi kembali, Elisa tanya: “Kamu dari mana?” Gehazi berbohong, tapi Elisa mengatakan: “Apakah aku tidak melihat kamu bersama dengan Naaman?” Elisa tahu Gehazi tadi ke mana, bukan karena dia melihat pakai teropong, melainkan dia tahu karena urapan Roh Kudus yang ada pada dirinya yang bisa membuat dia tahu.
Jika begitu, waktu kita membaca respon Natanael selanjutnya yang mengatakan "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" (ayat 49), apa ini jadinya tidak lompat? Atau Natanael tidak pernah membaca cerita Naaman, sampai dia lompat pada kesimpulan itu? Bukankah kalau Yesus “cuma” tahu seperti itu, tidak tentu Dia “Anak Allah” dan tidak perlu sampai disebut “Raja Israel” tapi cukup “Rabi” saja? Bukankah cukup mengatakan “Rabi, sesungguhnya engkau adalah nabi yang diutus Allah karena engkau seperti Elisa bisa tahu aku ada di mana” ? Karena nabi pun bisa tahu, seperti yang kita baca dalam Perjanjian Lama. Mengapa di sini Natanael mengacu dengan benar kepada keilahian Yesus dengan mengatakan “Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel?”, kalimat yang definitely benar. Dari mana kalimat ini? Dari mana dia mendapatkan pengenalan ini? Kalau cuma dari his first encounter with Jesus, bukankah itu cukup dengan hanya menyebut Yesus sebagai nabi saja, tidak perlu menyebut “Anak Allah”? Jawabannya: Natanael menggabungkan, mengintegrasikan perjumpaan pertamanya dengan Yesus plus kesaksian Filipus. Ini prinsip besar sekali. Kesaksian Filipus ditambah dengan his first encounter with Jesus, lalu waktu digabung dia mengambil kesimpulan: “Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel". Yesus yang melihat Natanael ada di mana, itu bisa saja dilakukan nabi; tapi setelah Natanael pikir lagi kalimat yang dikatakan Filipus "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus” –meskipun selanjutnya ada kalimat yang tidak masuk akal “anak Yusuf dari Nazaret”– akhirnya dia mengambil kesimpulan “inilah Anak Allah”.
Apa yang saya mau katakan dalam hal ini? Yaitu bahwa iman kita itu dibangun dari keduanya. Yohanes Pembaptis memperkenalkan Yesus kepada Andreas dan satu murid yang lain: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia”. Tapi selanjutnya kita membaca bahwa Andreas memperkenalkan kepada Simon: “Kami telah menemukan Mesias”. Apa artinya? Kita percaya, Andreas bukan membuang kesaksian dari Yohanes Pembaptis yang memperkenalkan Yesus sebagai Anak Domba Allah lalu cuma mau mengenal Yesus sebagai Pribadi yang dia kenal secara pribadi yaitu Mesias. Bukan seperti itu; itu tafsiran yang tidak masuk akal dan juga berbahaya. Kita percaya Andreas menerima kesaksian Yohanes Pembaptis yang memperkenalkan Yesus sebagai “Sang Anak Domba Allah”, tapi tidak berhenti di sini, dia menggali lebih dalam dan ada personal encounter yang memperkembangkan pengenalannya, membawa dia kepada pengenalan “Yesus Sang Mesias/ Sang Kristus”. Jadi ada kesaksian Yohanes “Yesus Anak Domba Allah” dan ada his personal encounter “Yesus Sang Mesias”. Demikian juga Natanael. Bagi Natanael, perjumpaan pribadinya dengan Yesus adalah Yesus yang bisa tahu tentang dirinya, seperti seorang nabi; tapi Filipus mengatakan "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus”, maka setelah keduanya digabung –Natanael tidak membuang kesaksian Filipus dan juga his personal encounter dengan Yesus sendiri– dia mengambil kesimpulan “Rabi, engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel". Di sini ada titel yang baru lagi, tidak ada pengulangan: Anak Domba Allah, lalu Mesias atau Kristus, lalu yang dikatakan Filipus “Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus”, kemudian di sini Natanael mengatakan “Anak Allah, Raja orang Israel”. Terus ada perkembangan di dalam pengenalan akan Yesus Kristus.
Dan waktu Yohanes menuliskan bagian ini, dia juga mengharapkan pembacanya masuk ke dalam pengenalan ini, pengenalan yang terus menerus berkembang tanpa menjadi liberal. Konserfativ itu bukan berarti monoton, ulang-ulang terus atau conserve in the sense of preserve (mengawetkan). Saudara perhatikan kitab Injil, ada kelimpahan pengenalan akan Yesus Kristus. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Natanael liberal karena kalimat yang dikatakannya tidak sesuai dengan yang diperkenalkan Filipus, dan lebih tidak sesuai lagi dengan yang dikatakan Yohanes Pembaptis. Di sini bukan either or, tapi kalimat-kalimat yang komplemen satu dengan yang lain. Kalau kita mau bertumbuh, salah satunya adalah dengan terus menerus membiarkan Tuhan memperluas wawasan kita. Orang yang melihat dengan kacamata kuda, itu sangat menghambat pertumbuhan. Tapi Natanael combine pengenalan Filipus, yang Filipus sendiri juga combine dari yang dia terima. Jadi di sini ada tradisi yang diterima terus menerus, dan juga ada perkembangan, ada kesegaran pengertian yang baru yang diperoleh Natanael, dicatat oleh Injil Yohanes, dan diperkenalkan kepada kita semua. Pengenalan tentang Yesus itu diverse, multifaset. Ini baru yang diperkenalkan Injil Yohanes, belum lagi waktu kita melihat dari Matius, Markus, Lukas, dsb.
Lalu Yesus mengatakan: "Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." (ayat 50). Kalau saya boleh tafsir bagian ini, seolah-olah kesaksian Filipus itu tidak cukup sampai harus dikonfirmasi oleh Yesus yang menyatakan kemahatahuan ini dengan mengatakan pengenalan-Nya tentang Natanael dan bahwa Dia sudah melihatnya di bawah pohon ara, itulah yang dilihat oleh Natanael maka “engkau menjadi percaya”. Tapi di sini kemudian Yesus merelativisasi dengan mengatakan “Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Yesus mengenal kita secara pribadi dan tahu kita ada di mana, itu urusan kecil bagi Yesus. Ada yang jauh lebih besar daripada itu. Apakah itu?
Yaitu di ayat 51: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia." Saudara perhatikan, flow-nya. Natanael diperkenalkan oleh Filipus. Dia ada keragu-raguan, susah untuk percaya. Filipus tidak berdebat, dia hanya bilang “mari dan lihatlah”. Lalu Natanael datang kepada Yesus, dia mau melihat Yesus. Tapi bukan dia yang melihat Yesus, melainkan Yesus yang melihat dia. Yesus melihat dia dan Yesus mengajak dia untuk melihat dirinya sendiri "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Natanael terkejut , “saya bukan melihat Yesus tapi Dia yang melihat saya! dan saya sekarang bisa melihat bersama dengan yang dilihat Yesus”; itu yang dilihat Natanael tentang Yesus. Kemudian Yesus mengatakan “sesungguhnya Aku sudah melihat engkau di bawah pohon ara”; lagi-lagi Yesus menyatakan penglihatan-Nya akan Natanael. Dan Yesus mengatakan kalimat ini, “Kamu akan melihat hal yang lebih besar daripada ini. Kamu sudah melihat bahwa Saya bisa melihat kamu, dan kamu melihat dirimu, dan kamu heran Saya bisa melihat kamu: itu sudah ‘melihat’. Sekarang, kamu lihat Saya –bukan lihat dirimu– kamu akan melihat Aku, yaitu Aku yang akan dipuji, dimuliakan malaikat-malaikat Allah yang turun naik kepada-Ku, kepada Anak Manusia, kepada Yesus”. Betapa teknik yang tinggi sekali kita pelajari, yaitu bagaimana Yesus menyelamatkan Natanael yang ragu-ragu; tidak langsung dibawa kepada diri-Nya sendiri tapi dibawa kepada diri Natanael terlebih dahulu. Setelah Natanael convinced melihat bagaimana Yesus bisa melihat dengan tepat, barulah Yesus mengajak Natanael untuk melihat kepada Kristus, “Lihatlah Anak Manusia, yang kepada-Nya malaikat-malakat Allah turun naik; ini lebih besar daripada yang kamu lihat sekarang”.
Biasanya waktu orang menafsir bagian ini, kalimat ini ditafsir tentang kedatangan Yesus yang kedua kali, ada awan-awan, malaikat turun naik, dsb. Itu mungkin perspektif yang agak akrab melalui Injil sinoptik (Matius, Markus, Lukas) yang lebih menyatakan kemuliaan Kristus dalam kedatangan-Nya yang kedua. Tapi Yohanes punya konsep yang lain. Waktu dikatakan “langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik”, bagi orang yang mengerti tradisi Perjanjian Lama seperti pembaca Yohanes pada saat itu, mereka akan langsung mengerti bahwa ini mengacu kepada Jacob’s ladder (tangga Yakub). Yakub ketika di malam hari lelah, dia bermalam di satu tempat itu dan bermimpi; dia melihat langit terbuka, ada tangga, dam malaikat-malaikat Allah turun naik. Maksudnya apa? Ada connecting point/ contact point antara surga dan bumi yaitu tangga. Ada mediasi di sini. Malaikat-malaikat Allah turun naik, di dalam bahasa Ibraninya pengertiannya adalah bahwa malaikat-malaikat itu turun naik di atas tangga itu ataupun di atas Yakub. Either way, kita tafsir bahwa Yakub ataupun tangga itu menunjuk kepada Yesus Kristus, Sang Mediator satu-satunya antara surga dan bumi. Menurut perspektif Yohanes dalam kalimat “engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu”, Yesus di sini sedang menujuk kepada His earthly life, bukan His second coming. Jadi, kalimat bahwa malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia itu menujuk kepada konsep mediasi antara surga dan bumi. Surga dan bumi yang tidak ada mediasinya, yang Yakub cuma bisa memimpikan saja, itu sekarang menjadi kenyataan di dalam Yesus Kristus.
Yakub sudah bahagia sekali bisa mimpi melihat konsep adanya mediasi itu, alangkah lebih berbahagianya orang yang bukan cuma mimpi tapi mengalami realitanya yaitu Yesus yang ada bersama dengan manusia, berkemah bersama dengan manusia, di tengah-tengah umat manusia. Yesus yang adalah The only contact point/ connecting point between heaven and earth; The Incarnate Logos, Firman yang menjadi daging itu, ada di tengah-tengah kita. Itulah hal-hal yang lebih besar; ditunjuk oleh Kristus. “Karena Aku melihat engkau, engkau jadi percaya; karena Aku mengenal engkau, engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar”. Melihat apa? Yaitu melihat kehidupan Kristus. Kristus yang sedang ada di dalam dunia, menjadi sambungan antara surga dan bumi. Ini berita Natal. Berita Natal yang kita rayakan dalam masa Adven hari ini, sampai kepada hari Natal itu sendiri; Yesus yang ada bersama dengan kita. Dalam kehidupan ini, orang yang tidak ada contact point dengan surga, hidup di dalam dunia akan sangat diwarnai kebosanan, kekeringan, kehampaan, kekosongan, dsb. karena tidak ada kaitan dengan surga.
Yesus mengundang kita, “Abide in Me” –tinggalah di dalam Aku. Yesus mau tinggal di dalam kita, Yesus sendiri mengundang kita tinggal di dalam Dia. Ini perichoretic; kita tinggal di dalam Yesus, Yesus sendiri tinggal di dalam kita. Saling tinggal. Orang yang tinggal di dalam Yesus, dan Yesus tinggal di dalamnya, maka orang itulah yang ada connecting point between heaven and earth. Bukan karena orang itu sendiri, melainkan karena Yesus Kristus yang tinggal di dalam hatinya. Lagu yang kita nyanyikan mengatakan, Yesus dari takhta di surga yang Dia tinggalkan, datang ke dunia untuk menyelamatkan kita, tapi seluruh Betlehem tidak ada tempat untuk Yesus. lalu di bagian refrain-nya dikatakan : “O, Yesus, Tuhanku, Yesus, tinggalahdi dalam hatiku”. Dia tidak ada tempat, Dia tidak menemukan kamar. Orang percaya menyambut, “Saya buka hatiku menjadi kamar-Mu, silakan tinggal di dalam hatiku”, hati yang tidak kalah jorok dengan kandang binatang itu, hati yang tidak kalah kotor dengan kandang yang ditempati Yesus saat itu; tapi kiranya Yesus berkenan untuk tinggal di dalam hati kita.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading