Kejadian 20 ini kira-kira bicara tentang apa? Seandainya Saudara guru Sekolah Minggu dan harus mengajar pasal ini kepada anak-anak, apa yang akan Saudara katakan kepada mereka? Mungkin kita mengatakan beberapa hal, misalnya tentang jangan berbohong, karena di sini Abraham berbohong lalu dia masuk ke dalam banyak masalah; atau kita berkata, “Walaupun kamu masuk ke tanah asing, percayalah Tuhan akan melindungi, jangan pakai cara-cara manusia”; atau bahkan kita mengatakan supaya jangan cari istri cantik, karena istri cantik bisa mengudang bahaya. Tapi apakah itu yang mau dikatakan pasal ini? Tidak.
Pasal ini termasuk pasal yang problematik menurut banyak tafsiran, karena pasal ini mirip sekali dengan pasal 12. Di pasal 12, ketika ada kelaparan besar lalu Abraham pergi ke Mesir, Abraham juga mengatakan yang sama kepada Sara seperti di pasal ini (ayat 11-13): "Memang aku tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya. … Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau." Firaun kemudian menyambut Abraham dengan baik, dan seperti di pasal ini juga, Tuhan menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun dan seisi istananya. Selanjutnya Firaun memanggil Abraham, katanya: "Apakah yang kauperbuat ini terhadap aku? Mengapa tidak kauberitahukan, bahwa ia isterimu?” Lalu sama seperti di pasal ini, Firaun memerintahkan orang mengantarkan Abraham dan memberikannya persembahan berupa kambing domba, lembu sapi, dan budak-budak. Jadi, kalau pasal 12 sudah mencatat hal-hal yang mengajarkan tentang jangan berbohong, tentang percaya kepada Tuhan yang melindungi, untuk apa musti ada pasal 20 lagi?
Banyak komentator yang menjelaskan bahwa kedua cerita ini adalah dari 2 penulis yang berbeda, yang entah bagaimana keduanya masuk di dalam Alkitab. Kalau begitu, untuk apa ada pengulangan ini? Dalam hal ini, Pendeta Jethro sudah memberikan banyak sekali cara membaca Alkitab, dan salah satu cara membaca Alkitab untuk mendapatkan makna yang mendalam adalah lewat pengulangan. Kalau di zaman modern, pengulangan menunjukkan hal tersebut tidak penting; sebaliknya, di sini justru kita mau melihat makna apa yang lebih mendalam itu, yang disengaja oleh penulis dengan mengulang lagi ceritanya (pasal 12 lalu diulang di pasal 20).
Jadi, bagaimana kita menafsirkan pasal ini? Itu tergantung bagaimana sikap kita melihat Alkitab. Kalau kita melihat Alkitab sebagai buku moral yang hanya mengajarkan tentang apa yang harus kita lakukan, moralitas ceritanya tentang apa, maka kita melihat 3 hal yang kita sebut di awal tadi. Dan di situ, sebagai guru Sekolah Minggu kita mendapat kesulitan, karena kita mengatakan kepada anak-anak ‘jangan berbohong, nanti dihukum Tuhan’, tapi di cerita ini Abraham berbohong malah mendapatkan 1000 syikal perak, kambing domba dan lembu sapi; kalau begitu siapa yang baik, siapa yang jahat? Kita bilang kepada anak-anak, yang baik adalah Abraham dan yang jahat Abimelekh. Di sini anak-anak akan bertanya lagi, mengapa di sini yang berbohong adalah yang baik (Abraham), dan yang dipuji Tuhan justru yang jahat (Abimelekh)? Akhirnya kita tidak bisa menjawab, lalu mengalihkan perhatian.
Memang pasal ini agak problematik. Di pasal ini, untuk pertama kalinya Abraham dicatat sebagai seorang nabi, tapi justru nabi yang berbohong; sementara Abimelekh adalah raja kafir, bangsa Filistin, tapi di sini justru Tuhan mengatakan kepadanya, "Aku tahu juga, bahwa engkau telah melakukan hal itu dengan hati yang tulus”. Di sini jadi problematik; yang orang baik/nabi berbohong, sementara raja kafir dikatakan ‘hati tulus dan tangan bersih’. Lagipula, setelah berbohong, Abraham bukannya dihukum malah mendapat hadiah. Inilah kesulitannya. Kalau begitu, pasal ini bicara tentang apa?
Kita harus mengerti bagian ini dengan membaca Alkitab secara melihat konteks dekatnya, yaitu dengan melihat pasal sebelumnya dan pasal sesudahnya. Pasal 19 berbicara tentang Lot dalam peristiwa Sodom dan Gomora; Lot diselamatkan dari Sodom dan Gomora. Konteksnya, Lot mengungsi ke tanah asing, yaitu Sodom, tapi ternyata Sodom begitu jahat sampai akhirnya Tuhan menghukum seluruh kota itu, namun Tuhan menyelamatkan Lot karena Abraham berdoa syafaat baginya. Lot dijaga oleh Tuhan, dan kedua anaknya pun dijaga juga –Lot berhasil menjaga kedua anak perempuannya tetap perawan di tengah-tengah kota yang begitu bejat. Akhirnya, Lot berhasil membawa kedua anaknya keluar dari kota Sodom, tapi apakah keturunannya juga berhasil dijaga? Memang kedua anak perempuannya ini tidak free sex dengan orang-orang di kota Sodom, tapi di akhir pasal 19, yang terjadi jauh lebih mengerikan: dua anak perempuan Lot ini membuat ayahnya itu mabuk dan kemudian melahirkan anak dari Lot! Free sex di kalangan orang muda kota Sodom sudah biasa, tapi yang terjadi di sini justru lebih mengerikan, dan itu terjadi di antara keluarga umat Allah, yaitu Lot dengan kedua anaknya. Jadi, Lot dan keluarganya memang bukan rusak dari luar, tapi itu tidak berarti pengaruh-pengaruh negatif dari luar tersebut tidak membentuk mereka; ketika saatnya tiba, mereka jadi benar-benar sama seperti penduduk kota Sodom.
Kita melihat Lot meresikokan kedua anaknya dengan membawa mereka ke tanah asing; lalu di pasal 20 Abraham pun meresikokan Sara dengan membawanya masuk ke tanah Gerar. Lot gagal menjaga keturunannya; lalu di pasal 20 kita melihat tampaknya akan sama lagi, Abraham terancam habis keturunannya karena istrinya diambil oleh raja Gerar. Tapi ternyata tidak. Lot dibiarkan oleh Tuhan, sementara di pasal 20 benih dari Abraham benar-benar dijaga oleh Tuhan. Tuhan turun tangan sendiri untuk menjaga benih keturunan Abraham, karena di pasal 18 Tuhan sudah menampakkan diri kepada Abraham dan Sara, serta berkata “Tahun depan engkau akan melahirkan anak”. Saudara lihat, Tuhan mengatakan ‘tahun depan akan melahirkan anak’, tapi seandainya tiba-tiba Sara dihamili oleh raja Gerar, seluruh rencana Tuhan akan gagal.
Kita melihat ada pengulangan di pasal-pasal ini. Pasal 19 ditutup dengan ‘Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka’ (ayat 36); pasal 20 ditutup dengan cerita bahwa istri Abimelekh dan budak-budaknya perempuan melahirkan anak (ayat 17). Lalu pasal 21, muncul cerita Sara melahirkan anak. Kalau kita melihat 3 pola pengulangan ini, semuanya bicara tentang melahirkan, tentang keturunan. Jadi pasal ini poinnya bukan tentang berbohong atau istri cantik berbahaya, melainkan tentang benih keturunan. Lot gagal menjaga benih keturunannya, istri Abimelekh dan budak-budak perempuan melahirkan anak, lalu akhirnya Sara melahirkan Ishak (pasal 21). Pertanyaannya, mengapa benih keturunan penting sekali menurut Alkitab sehingga dijelaskan panjang lebar?
Biasanya, setiap saya bertemu jemaat, pembicaraan basa-basinya adalah “anaknya berapa?” Lalu saya jawab, “Tiga.” Selanjutnya mulai muncul kalimat yang menyebalkan itu, “kapan yang keempat?” –padahal dia sendiri anaknya cuma satu atau dua. Reaksi-reaksi seperti itulah yang selalu muncul dalam pembicaran soal jumlah anak. Biasanya ada 2 macam reaksi waktu baru melahirkan anak. Keluarga dekat bilang “Wah, nambah lagi ya, jangan banyak-banyak anak, biaya sekolah besar; sudah cukup segini saja”, intinya jangan banyak-banyak anak karena punya banyak anak bukan banyak rezeki tapi banyak biaya. Sebaliknya jemaat –apalagi di Reformed—bilang “kapan yang keempat, kelima, keenam?” –padahal dia juga bukan mau kasih biaya sampai kuliah dsb. Itulah pembicaraan yang biasa terjadi. Di sini Saudara bisa melihat, pembicaran benih keturunan, kalau di zaman sekarang adalah tentang biaya/urusan finansial, tentang banyak anak jadi bisa ada yang menjaga kita di hari tua, dsb. Namun di dalam Alkitab, pembicaraan keturunan bukanlah berbicara tentang finansial, tentang jaminan masa depan, dsb., tapi tentang janji Tuhan akan keturunan sebagaimana sudah dijanjikan di Kejadian 3, yaitu janji tentang keturunan wanita yang akan meremukkan kepala ular. Dengan demikian, setiap kali orang Israel melahirkan anak, mereka berharap keturunannya itu menjadi juruselamat yang dijanjikan Tuhan di Kejadian 3. Mereka melihat keturunan sebagai penggenapan janji Tuhan, mereka menanti-nantikan, ‘apakah saya, apakah saya’.
Allah akan menggenapi janji tentang benih perempuan yang akan menghancurkan kepala ular itu lewat janji keturunan, lewat satu keluarga, yaitu Abraham. Bukan lewat keluarga yang lain, tapi lewat Abraham –“Lewat keturunanmulah, engkau akan menjadi berkat bagi segala bangsa”—maka benih keturunan Abraham penting sekali untuk dijaga. Dan Tuhan menyatakan itu berulang-ulang.
Waktu Tuhan mau memberikan benih keturunan, mengapa Tuhan memilih orang yang paling tidak kredibel? Kalau kita adalah Presidan Jokowi, kita akan memilih menteri yang paling punya kualifikasi, yang bisa meng-gol-kan rencana kita. Di sini rencana Tuhan adalah keturunan yang akan menggenapi janji; lalu yang dipilih Tuhan adalah Abraham, yang sudah tua, yang istrinya mandul. Ini seperti memilih menteri yang tidak bisa ngapa-ngapain. Tapi inilah yang dilakukan Tuhan. Mengapa? Ini untuk menyatakan bahwa penggenapan janji Tuhan itu lewat Abraham, yang tidak mungkin bisa dengan kekuatan mereka sendiri, kecuali dengan anugerah Allah.
Ketika dipanggil, Abraham dan Sara sudah tua, dan Sara mandul, maka Tuhan sampai 3 kali memberikan janji-Nya. Dalam Kej. 12 ketika Tuhan pertama kali memanggil Abraham keluar dari Tanah Ur, di ayat 7 Tuhan berjanji: "Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu." Tuhan mengulangi janji-Nya di pasal 15. Ketika itu mereka sudah menunggu bertahun-tahun, lalu Abraham bertanya kepada Tuhan, “Kapan Tuhan, Engkau menggenapi janji itu kepadaku, apakah kuberikan kepada hambaku?” Dan Tuhan berkata, “Pergi ke luar, hitunglah bintang-bintang; keturunanmu akan sebanyak bintang di langit” –Tuhan sekali lagi menguatkan janji-Nya. Kemudian setelah hampir 24 tahun berlalu, Tuhan muncul kembali di pasal 18, dan di ayat 10 Tuhan berjanji, “Abraham, tahun depan Sara akan melahirkan anak”. Akhirnya setelah 24 tahun menunggu, tahun depan janji itu pasti digenapi, tidak usah tunggu lagi.
Janji Allah tentang keturunan kepada Abraham itu sampai diulang 3 kali –dan kita tahu, pengulangan di dalam Akitab itu penting—maka ini salah satu janji yang sangat penting, sampai-sampai Tuhan bukan hanya mengulang janji itu 3 kali, Tuhan juga menampakkan diri dan berbicara langsung kepada Abraham. Tapi apa yang menjadi repons Abraham? Di sinilah pentingnya cerita ini diulang. Cerita di pasal 20 ini sudah ada di pasal 12, sehingga seakan-akan pasal 20 ini dibuang pun tidak apa-apa; tetapi, kalau kita membuang pasal 20, kita akan kehilangan satu poin yang penting, yaitu respon Abraham setiap kali Tuhan memberikan janji kepadanya.
Di pasal 12 ayat 7, waktu pertama kali janji diberikan kepada Abraham, yang menjadi respon dan tindakan Abraham adalah membawa Sara ke Mesir. Baru saja diberikan janji keturunan, tapi kemudian Abraham membawa Sara ke Mesir, lalu Sara diambil oleh Firaun dan hampir saja dihamili oleh Firaun. Seandainya Sara hamil oleh Firaun, maka anaknya itu bukan menjadi anak Abraham melainkan anak Firaun, bukan menjadi benih keturunan ‘perempuan’ melainkan justru benih keturunan ‘ular’. Ini bahaya sekali. Memang Abraham tidak dengan sengaja melakukan itu, dia terdesak oleh keadaan kelaparan sehingga mengungsi ke Mesir; tapi ini sabotase terhadap janji Tuhan. Selanjutnya, setelah pasal 15 Tuhan memberikan janji keturunan sebanyak bintang di langit, namun keturunan yang dinantikan tak kunjung tiba karena Sara mandul, maka Sara mengambil Hagar dan memberikannya kepada Abraham di pasal 16. Ini sabotase lagi. Setiap janji Tuhan diberikan, ceritanya diikuti dengan sabotase dari Abraham. Berikutnya lagi yaitu janji di pasal 18 dan sabotase dari Abraham di pasal 20 yang kita baca hari ini.
Jadi mengapa pasal 12 dan 20 benar-benar mirip? Karena bagian itu menjadi bingkai sekaligus seperti cermin yang saling merefleksikan; di kisah yang satu, Sara diambil oleh Firaun, dan di kisah yang lain, Sara diambil raja Gerar, yaitu Abimelekh. Di tengah-tengah kedua kisah itu, ada twist-nya, yaitu pengulangan yang tidak tentu sama tapi justru menarik; sementara di pasal 12 Sara diambil Firaun dan di pasal 20 Sara diambil Abimelekh, maka di tengah-tengahnya –yaitu pasal 16—Sara bukan diambil, melainkan Sara mengambil Hagar. Sara yang di pasal 12 dan pasal 20 pasif, di tengah-tengahnya, yaitu pasal 16, Sara aktif –dia yang mengambil. Dan Saudara bisa melihat, setiap kali Tuhan memberikan janji, maka yang dilakukan Abraham adalah sabotase. Abraham hampir menggagalkan rencana Tuhan lagi, dan lagi.
Dari kisah-kisah ini kita melihat bahwa manusia selalu membuat sabotase, membuat kekacauan, dan akhirnya siapa yang membereskan? Tuhan. Sama seperti orangtua dengan anak-anaknya; anak-anak selalu bikin kekacauan, bikin keributan, lalu akhirnya siapa yang membereskan semuanya kalau mereka akhirnya tidak bisa membereskan? Orangtuanya. Jadi, umat pilihan terus-menerus membuat kesalahan, terus-menerus membuat kegagalan, tapi Tuhan mereka-rekakannya untuk kebaikan –sebagaimana ditutup di pasal 50. Seperti itulah kisah-kisah dalam kitab Kejadian, yaitu kisah-kisah keluarga Abraham, Ishak, dan Yakub yang kacau balau. Kisah-kisah keluarga umat pilihan bukanlah kisah keluarga yang baik-baik, bukanlah kisah orang yang melayani Tuhan baik-baik. Seandainya Abraham, Ishak, Yakub ada dalam jemaat di sini, kita mungkin melihat dengan bertanya-tanya, ‘inikah jemaat yang katanya umat pilihan Tuhan, keluarga yang kacau balau ini??’ Juga dicatat berkali-kali, mereka melakukan apa yang mereka pandang baik; dan yang mereka pandang baik itu sebenarnya sabotase terhadap rencana Allah.
Bukan cuma mereka, kita tahu, setiap dari kita seringkali melakukan yang kita pandang baik dalam hidup kita. Dan yang kita pandang baik itu –kisah hidup kita itu—sebenarnya benang kusut. Kisah keluarga kita, itu seperti benang kusut. Kisah politik hidup kita, orang berdosa, itu seperti benang kusut. Kisah hidup pendidikan di Indonesia juga seperti benang kusut. Bahkan kita bisa bilang, kisah Gereja Tuhan adalah juga benang kusut. Waktu saya bersama Pendeta Billy mengadakan pembinaan bagi majelis dan diaken di salah satu gereja di Sulawesi Tenggara, dalam sesi Q & A, ada yang bertanya, “Pak, bagaimana ya, gereja saya kacau balau, karena ada satu penatua yang berkuasa dan mengatur-atur gereja tapi semuanya salah; dia tentu tidak bisa diusir keluar, akhirnya jemaat satu per satu keluar.” Ketika kami tanya bagaimana orang itu mulanya bisa jadi penatua, jawabannya, “Yah, Bapak ‘kan tahu, gereja kami ini kurang secara finansial, sementara orang ini salah satu yang paling kaya di daerah kami. Kami lalu menjadikan dia sebagai penatua, karena dia bisa mendukung secara finansial, tapi kami tidak tahu ternyata dia karakternya jelek.” Inilah yang terjadi. Mereka mencoba menolong Tuhan dengan usaha manusia, dengan apa yang mereka pandang baik, yaitu kalau ada penatua yang kaya maka bisa membantu gereja –sabotase rencana Tuhan. Tapi yang terjadi, benang kusut.
Inilah kisah hidup manusia. Itulah kisah hidup jemaat, itulah kisah hidup umat Allah yang terus-menerus bikin benang kusut. Lalu siapa yang membereskan? Sekali lagi Tuhan harus turun tangan membereskan benang kusut tersebut. Abraham pikir, pergi ke Mesir berarti membantu Tuhan supaya mereka lolos dari kelaparan. Sara pikir, dengan mengambil Hagar berarti membantu Tuhan, karena jadi ada jalan alternatif, tapi jalan alternatif tersebut ternyata bukan jalan keluar malah justru jalan yang bikin makin kusut. Akhirnya, seluruh kisah dalam kitab Kejadian, dari pasal 3 sampai pasal 50 adalah kisah keluarga-keluarga benang kusut. Kisah tentang si adik menipu koko untuk mendapatkan berkatnya si koko; si adik ini nantinya mendapat 12 anak, lalu 10 anaknya mau membunuh si bungsu, dst. Di dalam gereja, ada kisah-kisah anggota gereja yang satu sama lain mau bunuh-bunuhan, kisah relasi yang kacau-balau antara orangtua dengan anak, antara anak dengan anak yang lain, yang semuanya kacau seperti benang kusut. Tapi di tengah-tengah segala kekacauan tersebut, kitab Kejadian ditutup dengan pasal 50 yang menjadi kesimpulan –bukan hanya kesimpulan dari kisah Yusuf dengan saudara-saudaranya, tapi juga dari kisah Yakub dan Esau, dari kisah Yehuda yang meniduri menantunya– yaitu “engkau mereka-rekakan untuk kejahatan, tapi Tuhan mereka-rekakannya untuk kebaikan”. Di tengah-tengah benang kusut, Tuhan bisa urai untuk kebaikan. Dari situlah kita melihat kuasa Tuhan yang begitu besar.
Jadi, setelah Saudara melihat secara garis besar, pasal 20 ini –pasal yang “kering”, pasal yang aneh– ternyata pasal yang penting sekali karena pasal ini menjadi bingkai penutup dari seluruh rangkaian kisah yang terus-menerus menceritakan betapa kita membuat kekacauan serta kekusutan, dan Tuhan terus mengulurkan tangan-Nya mengurai kekacauan tersebut. Dengan demikian, jika pasal 20 ini hilang, berarti kita kehilangan satu bagian yang penting sekali. Tetapi kita, ketika membaca Alkitab, seringkali maunya cepat, praktis, mendarat, individu, dan akhirnya yang kita dapat cuma permukaannya, seperti soal istri cantik-lah, soal jangan berbohong-lah, yang selanjutnya jadi masuk ke problem lagi, karena Abraham berbohong malah dapat berkat??
Semakin kita masuk ke dalam Alkitab dan melihat garis besar keseluruhan ceritanya, kita baru bisa melihat bahwa ternyata maknanya tidak seperti yang kita pikir di awalnya –tentang berbohong, dsb.—ternyata ada satu makna yang jauh lebih kaya, yang lebih mendasar, yang harus kita lihat dalam bingkai besarnya. Itu sebabnya kalau kita hanya melihat satu keping puzzle, kita tidak mengerti, “ini apa, ya??” Kalau satu gambar besar terdiri dari 1000 keping puzzle, dan kita cuma melihat 1 keping, dibolak-balik pun kita tidak tahu itu apa; sampai akhirnya kita baru ‘ngeh bahwa itu puzzle yang penting sekali setelah kita menemukan di mana letaknya. Inilah pentingnya mengerti gambaran keseluruhan, supaya kita tahu kepingan puzzle yang satu itu letaknya di mana, dan di situ baru kita melihat betapa penting dan indahnya kepingan yang satu ini. Itu memang harus dengan kerja keras, seperti juga menyusun puzzle-puzzle yang 1000 keping tidak bisa cepat, butuh waktu, bahkan lama banget. Tapi memang seperti itulah, perlu usaha lebih untuk kita bisa mengerti Alkitab secara keseluruhannya. Dan cara penulis Alkitab memberikan alur utamanya, adalah dengan pengulangan, pengulangan, dan pengulangan.
Di bagian ini ada satu pengulangan lagi yang Saudara bisa lihat, yang memang bukan dalam konteks dekatnya –bukan di pasal 19 atau 21—tapi sangat mirip dengan pasal 20. Kalau Saudara membaca pasal 20 –dan Saudara cukup familiar dengan Alkitab—maka di situ ada kata-kata yang harusnya membuat di kepala Saudara muncul ‘ting, ting, ting, ting…’; kata-kata apakah itu? Yaitu kata-kata ‘mengambil, ‘menjamah’, ‘engkau mati karena mengambil’, ‘Aku tidak membiarkan engkau menjamah dia’, ‘takut’. Ini kata-kata yang sama seperti di Kejadian 3. Di Kejadian 3, Hawa mengambil buah terlarang itu; di pasal ini, raja Gerar mengambil Sara. Abimelekh diperingatkan ‘engkau mati kalau mengambil perempuan itu’, dan Allah juga memperingatkan Abimelekh, “Aku tidak membiarkan engkau menjamah dia.” Lalu Abimelekh menjadi takut. Sementara di pasal 3, Adam dan Hawa takut setelah berbuat dosa; di pasal ini Abimelekh takut sebelum berbuat dosa. Sementara di pasal 3 Allah menegur Adam, “Apa yang engkau lakukan ini?”; di pasal 20 justru Abimelekh –si raja kafir ini—yang berada di posisi hakim, menegur Abraham yang menipu, dengan kata-kata yang persis sama, “Apa yang engkau lakukan ini?” Dalam hal ini, Kej. 20 pengulangan dari Kej. 3 juga, namun dengan twist; di sini bukan Adam yang menipu, tapi Abraham yang menipu. Dan hasilnya berbeda; di pasal 3 Adam diusir dari Taman Eden, di pasal 20 Abraham boleh menetap dengan bebas ‘di mana engkau suka’ –di mana engkau pandang baik.
Jadi, kalau kita coba koneksikan, esensi dosa itu apa, sih? Yaitu: Hawa mengambil posisinya Allah; seharusnya dia melakukan apa yang Tuhan pandang baik, tetapi Hawa melihat sesuatu itu baik dari pandangannya sendiri. Lalu apa masalahnya kalau kita memilih apa yang baik buat diri kita? Tidak terlalu masalah kalau urusannya memilih Go-food atau Grab-food, memilih makan bakmi atau makan nasi padang. Tetapi, waktu berbicara tentang masalah moral, tentang hal-hal yang lebih prinsip, maka akan menjadi masalah ketika –bukan hanya Saudara– seluruh bangsa mengambil apa yang mereka pandang baik.
Alkitab sudah memberikan satu kitab sebagai simulasi, apa yang akan terjadi ketika seluruh bangsa melakukan apa yang mereka pandang baik. Di dalam PA Pemuda, kami sedang membahas kitab Hakim-hakim. Dan itulah simulasinya; ketika satu bangsa melakukan apa yang mereka pandang baik, maka yang terjadi horor banget. Kami membahas kisah hakim-hakim, mulai dari Otniel sampai Simson –yang makin lama makin kacau—dan terakhir ini tentang suku Dan. Suku Dan ini menyembah berhala sambil berpikir bahwa mereka menyembah Allah. Begitu kacaunya secara teologis, sampai mereka tidak tahu lagi bedanya menyembah Allah Yahweh yang hidup, dengan menyembah allah berupa patung-patung yang mereka bikin dengan tangan mereka sendiri. Lalu di pasal terakhir nantinya, pasal 20 dan 21 kitab Hakim-hakim, dicatat bahwa suku Benyamin dibantai habis oleh 10 suku lainnya (bagian ini tidak ada di cerita Kitab Suci anak-anak karena begitu horor dan mengganggu).
Kitab Hakim-hakim ini ditutup dengan satu kesimpulan, ketika semua orang melakukan apa yang mereka pandang baik, maka inilah yang terjadi, perang saudara, mutilasi, pemerkosaan ramai-ramai –betapa mengerikan. Tapi itulah yang terjadi ketika Simson mengambil Delila –apa yang dia pandang baik itu—ketika semua orang melakukan apa yang mereka pandang baik. Waktu kita tidak tahu benang kusut permasalahannya mau kita urai di mana, kitab Hakim-hakim ini ditutup dengan: ‘waktu itu belum ada raja’. Mereka menantikan seorang raja yang akan mengurai benang kusutnya. Mereka menantikan seorang raja yang bisa menyelesaikan semua ini. Dan, kitab Hakim-hakim nantinya digenapi dengan hadirnya Raja Daud, yang akan mengurai benang kusut itu, yang akan membawa kejayaan bagi bangsa Israel, yang akan melakukan secara tuntas hal yang gagal dilakukan oleh Simson. Simson berhasil membawa kemenangan secara parsial atas bangsa Filistin, tapi Daud-lah yang nantinya menghabisi bangsa Filistin sampai mereka tidak menjadi ancaman lagi, yaitu ketika Daud mengalahkan Goliat dan bangsa Filistin.
Mereka menantikan seorang raja. Tapi Daud pun ternyata gagal. Daud pun, sama seperti Simson, mengambil “delila”-nya yaitu Batsyeba. Dan sekali lagi, jatuh lagi, kacau lagi, benang kusut lagi. Kita semua pun mengalami pola pencobaan tersebut, seperti juga baik Simson maupun Daud. Sampai kapan akhirnya benang kusut ini selesai? Kita juga menantikan Seorang Raja, Seorang Juruselamat yang mengurai ini, yaitu di dalam Yesus Kristus. Ketika kita terus-menerus gagal, dan Daud pun gagal, bahkan Salomo yang paling bijaksana pun gagal, maka siapa yang bisa kita harapkan kecuali di dalam Sang Anak Daud tersebut? Waktu Kristus datang, apa yang Dia lakukan? Dia melakukan yang Adam dan Hawa, Abraham, Daud, Salomo, Saudara dan saya, tidak bisa lakukan, yaitu mengurai benang kusut ini. Kalau Saudara mengalami benang kusut di dalam keluargamu, di dalam bisnismu, di dalam gereja kita, di dalam politik negara kita, maka siapa yang bisa mengurai benang kusut itu? Daud tidak bisa. Salomo, yang paling bijaksana, pun tidak bisa. Satu-satunya harapan, kita minta kepada Tuhan untuk Dia membantu mengurai benang kusut tersebut, karena hanya Dialah yang bisa.
Kita diciptakan sebagai image of God, seharusnya untuk membawa syalom di mana ada kebaikan, keindahan, keteraturan, sampai ke seluruh bumi; tapi yang kita bawa ke mana pun kita pergi, adalah benang kusut ini. Yesus datang membawa restorasi. Setiap kali Yesus datang ke satu daerah, Dia memberitakan kabar baik Kerajaan Allah, yang berarti restorasi. Yang sakit, disembuhkan. Yang hina, ditinggikan. Orang berdosa, diampuni, Orang congkak, direndahkan. Orang mati, dibangkitkan. Nilai-nilai dunia dijungkirbalikkan oleh Tuhan sebagaimana Dia menjungkirbalikkan meja-meja penukar uang, untuk mengatakan “Inilah yang harusnya terjadi; yang berbahagia bukanlah mereka yang kaya tapi yang miskin, yang berbahagia adalah mereka yang berdukacita, mereka yang lembut dan murah hati, mereka yang dianiaya oleh kebenaran”. Inilah yang kita harus lihat.
Cerita besar Alkitab adalah tugas kita, bukan tunggu sambil ongkang-ongkang kaki, “saya sudah diselamatkan, saya tinggal tunggu kapan diangkat naik ke surga”. Bukan itu. Cerita Alkitab adalah kita diciptakan untuk mengurai benang kusut ini; atau setidaknya, jangan bikin tambah kusut. “Apa panggilan kita, apa kehendak Tuhan,” seringkali kita bertanya. Menjadi insinyur atau jadi dokter, itu tidak terlalu masalah. Tapi, kalau Saudara jadi dokter, bisakah Saudara membawa syalom bagi dunia ini? Kalau Saudara jadi insinyur, bisakah Saudara mengurai benang kusut di dalam pekerjaan Saudara? Jadi, yang lebih penting kita gumulkan bukanlah menjadi ini atau menjadi itu, tetapi di mana pun atau menjadi apa pun, bisakah kita mengurai benang kusut dan membawa syalom bagi dunia ini. Itulah panggilan kita di dalam dunia ini; kita diutus ke dalam dunia untuk membereskan benang kusut.
Mengapa berita tentang Ahok di Pertamina jadi hot sekali? Karena kita mengharapkan kalau ada dia, benang kusutnya beres. Waktu Nadiem menjadi menteri, kita mengharapkan benang kusut di pendidikan akhirnya dibereskan. Jauh di dalam lubuk hati kita, kita tahu, benang kusut tidak boleh dibiarkan, benang kusut ini harus diurai. Dan kita menantikan orang yang bisa mengurai benang kusut tersebut. Ini bukan cuma Ahok, bukan cuma Nadiem, tapi kita semua di mana pun kita ditempatkan. Sekaligus saya mau katakan, kalau Saudara sedang menghadapi kekusutan hidup, jangan menyerah, karena di tengah-tengah kekusutan hidup, kegagalan itu di dalam rencana Tuhan tidak menjadi titik (.) melainkan hanya menjadi koma (,). Tuhan akan terus menyertai jika kita orang yang di dalam rencana Tuhan, karena panggilan kita adalah mengusahakan kebaikan/syalom, di dunia sebagaimana Tuhan menghendakinya. Biarlah syalom menjadi tujuan hidup kita; misi kita di dunia ini adalah mengusahakan syalom. Sebagaimana Adam dan Hawa diciptakan pada awalnya untuk membawa syalom ke seluruh dunia, sekarang misi Saudara adalah seperti amanat agung Tuhan, yaitu “pergilah ke seluruh dunia, jadikanlah segala bangsa murid-Ku”, supaya segala bangsa mengalami syalom di dalam Yesus Kristus.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading