Mengapa saya memilih kitab Wahyu adalah agar kita mengetahui tujuan kitab Wahyu dimana hal ini sering disalah-pahami oleh orang Kristen. Kalau kita mengetahui konteksnya, kitab Wahyu adalah surat edaran untuk jemaat yang mengalami penderitaan begtiuhebat pada kekaisaran Domitius. Kaisar yang paling sadis adalah Domitius dan bukan Nero, dimana salah satu bentuk penganiayaannya adalah kepala orang Kristen dipaku dengan paku besar dari atas lalu dituang dengan metal panas, atau kepala-kaki-tangan orang Kristen disobek dari tubuhnya dengan diikatkan pada kuda. Penderitaan begitu hebat tetapi jemaat dapat mengha¬dapinya, bahkan dengan kedamaian dan sukacita, sehingga membuat orang-orang Roma ber¬tanya-tanya.Penderitaan justru membuat Kekristenan meledak dan akhirnya mengambil alih kerajaan Roma. Salah satu Bapa Gereja mengatakan: “darah kaum martir adalah benih pertumbuhan Gereja”.Inilah tujuan kitab Wahyu:Bagai-mana surat Wahyu dapat menguatkan jemaat dalam menghadapi penderitaan,bukannya memba¬has spekulasi tentang akhir jaman.
Alpha & Omega adalah gambaran yang digunakan Yohanes untuk membuka dan menutup kitab Wahyu, “Akulah Alpha&Omega”, yaitu Kristus akan selalu menjadi Alpha dan Omega dalam hidup kita. Alpha artinya adalah Kristus Yang Pertama, Kristus dari awal sudah ada, Dia adalah Pencipta dan bukan ciptaan, setara dengan Bapa. Maka segala sesuatu dalam hidup kita harus dimulai dari Dia, dan tidak bisa dari tempat yang lain. Ini tidak mudah karena akanlangsung bertabrakan dengan hidup yang sering kali kita mulai dari “diri” kita. Contoh: hari ini banyak Gereja ingin memainkan musik yang sesuai dengan hati mereka. Hati – hati ketika berpikir memilih musik adalah hal yang remeh, karena dasar kita memilih musik mulai dari mana, hal itu menunjukansesuatu yang lebih besar, yaitu titik awal kita ketika memilih segala sesuatu yang lain, dan itu bukan dari Tuhan tapi dari diri. Kita ingin mulai dari “diri!”Kita mulai dari mana ketika mendengar khotbah? Untuk apa kita mendengar khotbah, untuk diri kita atau untuk Allah? Kitaada hak apa menilai khot¬bah suatu pendeta?!Kita berpikir seperti itu karena kita mendengar khotbah untuk diri kita, dimulai dari diri kita, dan bukan untukAllah!
Dalam relasi sesama manusia juga sama, kalau ada teman menegur keku-rangan kita, kita sering bilang bahwa orang lain tidak berhak menilai diri kita, karena yang kenal diri kita adalah diri kita sendiri. Perspektif dari dalam diri kita adalah yang utama. Tetapi faktanya adalah kita justru dapat mengenal diri, ketikakita melihatnya melalui orang lain yangmelihat kita. Kita tidak akan dapat mengenal diri kita, jika kita mulai dari diri, tetapi kita akan dapat mengenal diri kita jika kita mulai dari Tuhan.Diri kita sudah rusak, maka kita tidak dapat mengenal diri yang rusak dengan perspektif yang rusak.Inilah mengapa kita ingin anak kita sekolah keluar negeri, yaitu agar mereka mengenal Indonesia dengan lebih tepat, lebih luas, dengan ada sesuatu yang dapat diban¬dingkan. Misalnya, kita dapat lebih mengenal karakter bangsa kita ketika di dalam suatu kelas dengan orang dari bangsa lain. Orang barat sangat ingin bertanya meskipun pertanyaannya itu tidak penting, dan orang indonesia malu bertanya jika merasa pertanyaannya kurang penting. Mengapa bisa demikian, karena orang barat lebih takut “beneran bodoh” dari pada kelihatan bodoh, dan kita orang Indonesia lebih takut kelihatan bodoh, dari pada “beneran bodoh”. Jika kita justru mengetahui banyak hal ketika kita mulaidari yang lain, makaterlebih lagi hubungan antara kita dengan Allah, harus berawal pada Allah, dan bukan dari diri.Kita bukan seperti Descartes, yang mengatakan: “I think therefore I am.”Dalam memulai apapun, kita tidak bisa mulai dari diri tapi mulai dari Allah!Kesulitan akan hal ini menjadi lebih nyata ketika kita meng¬alami penderitaan. Ketika kita meng¬alami masalah besar, yang kita cari adalah solusi secepatnya, dan tidak perduli apa yang benar, tidak perduli apa yang firman Tuhan katakan atau Alpha point. Padahal kalau anda hanya berfokus pada solusi atau problemnya, justru masalah tidak akan selesai, dan itu hanya bentuk pelarian. Kita harus mutlak tetap tidak memulai dengan Alpha point, karena hanya dari situlah masalah tersebutakan selesai.
Apa yang dimaksud dengan Omega, artinya segala sesuatu yang kita lakukan harus berakhir pada Dia, harus ber-orientasi pada Dia, cocok dengan apa yang Tuhan inginkan.Kita sering kali merasakan hidup ini melawan diri kita, sekitar kita tidak cocok dengandiri kita. Hal ini bukan hanya karena dunia ini telah rusak, tetapi karenakita tidak mencocokan diri kita dengan Sang Pencipta yang mencipta kita. Dalam hidup, kita sering merasa serba salah dalam melakukan segala sesuatu, padahal tujuan kita baik, dan caranya juga baik tapi tetap saja salah, mengapa? Jawabannya adalah karena kita berpikir bahwa alam semesta ini diciptakan untuk diri kita! Padahal yang benar adalah alam semesta ini diciptakan untuk cocok dengan Allah dan bukan untuk cocok dengan diri kita.Kita akan terus kesulitan jika diri ini menjadi tujuan, atau segala seuatu harus cocok dengan kita.Inilah sumber masalahmanusia yang paling tinggi. Tuhan menciptakan kita untuk Dia, dan kita hanya dapat hidup dengan“pas” ketika kita hidup untuk Dia, mencocokan diri dengan Dia, melayani keinginan-Nya. Selain itu, Tuhan adalah Pencipta, artinya Dia adalah Hakimyang akan menghakimi segala sesuatu dengan me¬nilai seberapa cocok segala sesuatu dengan diri-Nya.
Dia adalah Omega point, artinya Dia adalah tujuan hidup kita. Ada dua jalan bagaimana manusia mendekati Tuhan: 1) kita menjadikan Allah sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan, 2) kita bisa menjadikan Allah sebagai tujuan dan menjadikan segala sesuatu yang lain sebagai alat. Secara fenomena luar kedua hal ini bisa terlihat sama. Pelayanan bisa dilakukan dengan sama-sama giat, tetapi dengan latarbelakang yang sama sekali berbeda. Kita pun di Gereja Reformedtidak tertutup ke¬mung¬kinan memperalat Tuhan untuk tujuan kita. Sering kali diawal kehidupan rohani kita, kita menjadikan Tuhan sebagai jalan keluar dari krisis hidup yang kita alami. Jujur, alasan awal saya masuk kristen adalah agarsaya tidak masuk neraka dan ingin masuk surga. Saya tidak berkata ini adalah hal yang salah, karena Tuhan memang menyelamatkan bukan karena kita sudah mengetahui semua.Tapi inilah yang saya maksudkan:kita memperalat Tuhan untuk tujuan yang lain.
Siapa yang tidak ingin punya Pendeta yang baik?Berapa banyak dari kita, yang setiap kebaktian—siapapun yang khotbah, dan seperti apapun khotbahnya, pulang dengan merasa puas minggu demi minggu?Kalau kita dengar khotbah, meski¬pun benar, tapi kita tidak suka, kita tidak akan datang lagi bukan!?5 menit khotbah pertama, adalah waktu dimana kita sebe¬narnya mengevaluasi hamba Tuhan bukan? Tapi ada hak apa kita melakukan itu? DimanaOmega point kita!? Kita datang untuk apa!?Jujur saja, kita sering menghina hamba Tuhan yang satu dengan memban¬ding¬kannya dengan hamba Tuhan yang lain. Saudaratahu apa mengenai kehidupan hamba Tuhan, yang saudara hanya bisa lihat dari luar?! (saya berkata seperti ini bukan karena saya yang dihina).Ada fenomena kalau satu hamba Tuhan yang memimpin PA, jumlah yang datang menurun, lalu saudara menghakimi dia. Kita harus ingat tiap hamba Tuhan butuh proses dalam penyampaian khotbah.Kita perlu sadar tiap hamba Tuhan, khususnya yang muda, perlu “jam terbang”.Point-point yangsaudara dengar bagus, itu adalah karena sudah pernah dikatakan sebelumnya dengan lebih jelek.Kalau kita pernah berkata sesuatu, biasanyaperkataan kitaakan lebih teratur dan lebih lancar. Khotbah yang baik yang sodara dengar dari mimbar sekarang, adalah pengorbanan dari orang-orang yang telah rela mendengarkan terlebih dahulu veris-versi yang lebih jelek.Kita sering kali mengira khotbah KU 1 adalah lebih buruk dari KU 2, karena KU 1 seolah-olah adalah rehearsal dari KU 2. Tetapi sebenarnya KU 1 justru lebih bagus bagi jemaat, karena di KU 1 jemaat tidak hanya mendapat berkat tetapi menjadi saluran berkat bagi jemaatyang ada di KU 2.
Jaman ini kita tidak lagi biasa hidup di bawah kepemimpinan raja.Dengan sistem demokrasi, raja tidak lagi berkuasa atas rakyat, tapi rakyat lah yang memberi kuasa kepada raja.Dari raykat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan hal ini masuk ke Gereja. Gereja menjadi dari jemaat, oleh jemaat, bagi jemaat, bagi jemaat lah kemuliaan untuk selama-lamanya!Richard Pratt ber-kata: “hidup di bawah seroang Raja pasti merepotkan dan menyulitkan kehidupan kita”. Hubungan kita dengan seorang raja, dinyatakan dengan satu kata “duty”.Kata ini sulit diterjemahkan.Duty bukanlahpeker¬jaan, tetapi lebih tepatnya adalah pang¬gilan. Panggilan itu bukanpleasure(kese¬nangan), atau bukan mengenai diri kita, dan bukan mengenai apa yang kitaingin¬kan. Maknadari duty juga bukanlah paksa¬an, tapi karena kesadaran.Mirip ketika Nega¬ra sedang perang, kitalah yang men¬cari militer untuk menyerahkan diri ikut ber¬perang, dan bukanpleasureatau paksaan. Bukan masalah rela atau dipaksa, tetapi dipaksa untuk rela, dan rela untuk di paksa, inilah hubungan kita dengan Allah Sang Raja kita.Berapa banyak diantara kita melayani di Gereja karena digerakan sense of duty?
Musa pada awalnya mengira dengan posisi dan pendidikannya yang tinggi dia dapat dipilih Tuhan untuk memim¬pin revolusi, tapi ternyata gagal.Dia bunuh orang Mesir, tetapi dia justru ditolak sebagai pemimpin oleh bangsanya sendiri yang dia bela, bangsa Israel.Maka dia harus lari dari Mesir, dan hidupnya langsung berubah drastis menjadi gembala,begitu rendah, dan gagal.Mengapa? Karena dia pikir dia melayani Tuhan, padahal sebenarnya dia hanya memperalat Tuhan untuk mencapai tuju¬annya yaitu sebagai pemimpin.Tetapi pada akhir cerita, secara mengejutkan kita tahu bahwa Musa betul-betul menjadi pemimpin yang efektif.Mengapa? karenaMusasadar bahwa kekuatan yang sejati justru datang ketika kita melayani Tuhan dalam kele-mahan.Kalau kitamelihat orang yang memimpin di mimbar, begitu hebat, perkataannya dan suaranya juga sangat bagus, tapi kitamerasa hatinya bukan untuk jemaat, dibanding dengan orang lain yang bicaranya terbata-bata, dan perka¬taannya juga tidak terlalu bagus, tapi waktu melihatnyakitamerasa hatinya ada di jemaat, mana yang lebih menarik untuk memimpin saudara untuk beribadah? Atau mana yang lebih menarik, pemimpin pujian yang begitu hebat sekali bernyanyi, hingga kita berkata “hebat sekali suaranya, bagus dan cukup besar, maka biar dia saja yang nyanyi”, atau pemimpin pujian yang bilang: “saudara, saya jugatidak bisa lagu ini, maka mari ktia latih lagu ini sama-sama, karena Tuhan memanggil kita beribadah bukan karena kita sempurna, tetapi supaya kita disempurnakan, maka artinya kita diberikan Tuhan anugerah untuk belajar”. Mana yang mengerakan kita untuk bernyanyi? Ketika kepemimpinan menjadi tujuan akhir dan Allah menjadi alat, anda akan kehilangan kedua-duanya. Tetapi sebaliknya ketika Allah menjadi tujuan, maka anda mendapat kedua-duanya.
Yunus juga sama, begitu marahnya ia kepada Allah, sehingga ia pilih mati saja dari pada bangsa Niniwe diselamatkan. Maksudnya adalah dia merasa hidupnya sudah tidak ada artinya, tidak ada tujuan atau Omega pointnya.Omega pointnya untuk balas dendam kepada bangsa Niniwe sudah gagal, karena Tuhan ingindan bahagia untukmenyelamatkan Niniwe. Bagi Yunus,Allah hanyalah alat dari tujuanuntuk dia membalas dendam bangsa Niniwe, maka ketika tujuannya gagal Yunus pilih mati. Ada satu kasus, ada orang yang mengatakan: “Jethro, kalau kami salah nyanyi atau salah bermain piano, jangan ditegur dari mimbar dong, nanti malu dengan jemaat”. Jika kita baca kasus ini dengan kacamata Tuhan sebagai Omega, maka bukankah hal ini berarti orang tersebut lebih memilih jemaat salah bernyanyidi sepanjang kebaktian, dari pada rasa malunya karenaditegur! Saya berkataseperti ini karena saya sendiri pernah ditegur dari atas mimbar.Sering kali kita, lebih menghargai harga diri kita, daripada jemaat dapat kebenaran.Kita harus sadar satu hal: kalau di dalam pelayanan kita tidak bisa dikiritk dari atas mimbar, maka kita harus bertanya Omega point kita itu apa.
Hari ini saya mengajak kita untuk merenungkan Tuhan sebagai Raja kita.Inilah yang menjadikan jemaat surat Wahyu dapat menghadpai penderitaan yang begitu he¬bat, yaitu karena mereka menjadikan Tuhan Yesus Kristussebagai Alpha dan Omegadalam hidup mereka. Mari kita berdoa.
Ringkasan khotbah ini sudagh diperiksa oleh pengkhotbah (AH)