Hari ini banyak orang percaya bahwa seseorang tidak mungkin bisa kaya tanpa menjadikan orang lain sebagai pijakan mereka, kalau orang bisa kaya itu karena mereka menjadikan orang lain sebagai tumbal. Orang kaya itu biasa dilihat sedikit banyak sebagai bukti ketidakadilan, orang kaya yang memiliki banyak harta disekitar orang-orang yang hartanya tidak sebanyak dia, ooh itu penjahat dsb, begitu kan ya? Maka kalau masyarakat zaman sekarang menyaksikan sendiri episode bagian yang sudah kita baca, dimana Tuhan Yesus mengatakan, memang susah orang kaya masuk Kerajaan Allah, saya yakin mereka akan memiliki reaksi yang cukup berlainan dengan reaksi para murid. Mereka dan kita akan mengatakan, ooh mantap Tuhan Yesus, benar sekali, memang orang-orang kaya itu tidak pantas masuk KerajaanMu, sudah terlalu lama mereka mengeksploitasi rakyat, tetapi bukan seperti itu respon para murid, para murid justru mengatakan, kalau orang seperti ini tidak selamat, siapa yang bisa selamat? Ini kan aneh, kalau mereka percaya bahwa orang miskin lebih suci dan orang kaya lebih jahat, ya tidak masalah dong kalau orang kaya tidak masuk Kerajaan Allah, berarti saya mungkin bisa masuk. Kalimat yang para murid lontarkan itu ada banyak artinya, tetapi yang pasti kalimat itu tidak mungkin keluar jika mereka merasa orang muda ini adalah penjahat.
Sebenarnya ini hal yang lumrah kalau mereka bisa berpikir seperti itu dalam kultur Yahudi zaman dulu, karena dalam kultur Yahudi zaman dulu itu cukup menekankan apa yang namanya hukum tabur tuai, kekayaan itu tidak dilihat sebagai hal yang jahat, justru agak mirip dengan teologi sukses zaman sekarang. Kekayaan itu dilihat sebagai pahala dari hidup yang bermoral, budaya pada zaman itu menerima bahwa kalau kita hidup baik maka Tuhan akan menghadiahi kita dengan kemakmuran, itu satu hal yang diterima, kita bisa lihat contohnya dalam kitab Ayub, teman-teman Ayub sangat yakin dengan hukum tabur tuai, kelimpahan materi itu pasti dimengerti sebagai tanda perkenanan dari Tuhan, sedangkan kalau hancur, miskin, ya itu tanda kutukan atas hidup yang tidak berkenan kepada Tuhan. Kita sebagai orang reformed kan sangat sensi sekali dengan teologi kemakmuran, tetapi saya mau katakan bahwa kita sendiri pun juga sebenarnya masih dipengaruhi oleh world view seperti ini. Hari ini mungkin kita tidak merasa bahwa orang kaya itu pasti berkat dari Tuhan, tetapi kalau kita ada teman atau jemaat yang tiba-tiba mengalami rentetan malapetaka, kalau kita mau jujur dalam hati kita langsung bertanya-tanya, ada penyebab moral apa dibalik kejadian-kejadian tersebut?
Maka sebenarnya kita tidak terlalu susah untuk mengerti kenapa respon-nya bagi para murid, kalau orang yang hidupnya diberkati seperti ini saja tidak selamat, lalu bagaimana dengan saya yang berkatnya itu pas-pasan. Kalau orang ini yang dalam hidupnya pekerjaan Tuhan itu begitu jelas, maka bagaimana dengan saya yang pekerjaan Tuhan-nya sepertinya blur dan tidak kelihatan? Bagaimana saya bisa selamat? Dari respon Kristus kita bisa langsung melihat bahwa Tuhan Yesus tidak mempunyai konsep mengenai harta dan kekayaan yang simplistik seperti dua pandangan ini kan ya? Yesus hanya mengutip hukum lima sampai sepuluh saja karena hukum-hukum tersebut merupakan hukum yang berkaitan dengan bagaimana seseorang mendapatkan hartanya, dengan kata lain, hukum-hukum tersebut secara implisit sedang digunakan Yesus untuk mengecek harta orang ini didapat secara kotor atau tidak? Misalnya dalam ayat 19 dikatakan, jangan mengurangi hak orang, dengan kata lain Yesus sedang mengatakan kepada dia, kamu dalam urusan berbisnis menutupi fakta-fakta tidak? Kamu mendapatkan kekayaan itu dengan cara ini tidak? Jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta atau apakah ada yang menjadi korban pencurianmu dll., kita bisa melihat langsung bahwa Yesus tidak melihat harta kekayaan otomatis adalah tanda berkat dari Tuhan karena Dia mempertanyakannya. Tetapi di sisi lain Tuhan Yesus juga tidak langsung berasumsi bahwa harta kekayaan pasti adalah rampokan dari orang lain, karena si orang muda lalu mengatakan, semua perintah itu sudah saya lakukan sejak kecil, dengan kata lain, dia mau mengatakan dengan urusan harta saya sudah bersikap adil, saya tidak pernah berdosa dalam urusan itu.
Yang ingin mau saya tekankan adalah Tuhan kita itu bukan Tuhan yang simplistik, tetapi pertanyaanya adalah kenapa Dia mengatakan lebih mudah seekor unta masuk lubang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah? Dalam bagian ini Yesus sedang menggunakan satu metafora yang ada di dalam setiap kultur untuk menyatakan satu hal yang tidak mungkin, kalau dalam kultur kita menjaring angin, sesuatu yang tidak mungkin atau memesan es teh manis hangat, itu kan tidak mungkin sekali? Sama seperti tidak mungkin ada teh es manis hangat, tidak mungkin juga seorang kaya itu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kita tahu bahwa kekristenan itu tidak percaya bahwa seseorang diselamatkan berdasarkan berapa harta yang dia punya atau dibinasakan berdasarkan berapa harta yang dia punya, kita tahu, kecuali hanya karena anugerah, kita semua, kaya atau miskin sama tidak mungkinnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tetapi kita tidak bisa melarikan diri dari teks ini yang memang mengindikasikan ada sesuatu dengan kepemilikan uang yang membuat seseorang bisa dibutakan terhadap realita Kerajaan Allah.
Kita akan coba melihat gambaran orang muda ini, gambaran orang muda ini adalah gambaran yang sangat ideal, iya kan? Dia masih muda tapi sudah kaya, dia berkuasa juga bermoral tinggi dan kemungkinan besar dia juga ganteng, menurut ukuran manusia ini adalah gambaran yang sangat sempurna. Orang muda ini kita lihat sepertinya tidak kurang satu apa pun, tetapi yang menarik adalah justru orang ini sendiri merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya, kalau tidak, dia tidak akan datang berlari kepada Yesus. Dan orang muda ini bertanya, Guru apa yang harus aku lakukan untuk mendapat hidup yang kekal? Pertanyaan ini bukan satu pertanyaan yang tidak umum, orang Yahudi itu secara umum tahu terhadap jawaban ini, para rabi Yahudi dalam pengajaran mereka di sinagoge banyak sekali memasukkan hal ini, maka jawabannya selalu jelas, taatilah hukum Tuhan, jauhilah dosa. Orang muda ini hampir pasti sudah tahu jawaban ini, lalu kenapa dia tetap bertanya? Sebenarnya apa yang mau dia katakan kepada Tuhan Yesus adalah Guru, apakah Kamu tahu, saya sudah melakukan banyak hal dengan baik, saya sudah sukses secara finansial, sukses secara sosial, secara moral, secara agama, Kamu adalah Rabi, maka tolong saya, beritahukan kepada saya, apakah mungkin ada sesuatu yang saya missed, karena saya merasa masih belum cukup.
Tidak heran kalau dia merasa ada yang kurang, karena kalau kita percaya bahwa kita diselamatkan oleh apa yang kita sudah perbuat, maka hidup kita akan senantiasa dirundung kengerian bukan? Orang yang mendasarkan hidupnya atas perbutannya sendiri itu ada dua macam, yang satu adalah orang yang hidupnya tidak beres, tidak suci, orang seperti itu ketakutan, setiap hari merasa seperti kiamat, karena dia tahu dirinya hancur. Lalu orang yang hidupnya suci, apakah orang yang hidupnya suci, ketika dia percaya perbuatannya akan menyelamatkan dia, berarti dia akan tenang, berarti dia mendapat kepastian keselamatan? Tidak, justru dia akan lebih ketakutan daripada orang yang pertama, karena dia akan terpikir satu hal, mungkin sebenarnya saya belum hidup suci, hanya saja saya tidak tahu apa yang masih kurang, coba kita bayangkan hidup seperti itu. Orang Yahudi itu menafsirkan hukum Allah itu menjadi 613 peraturan dan bisa saja mereka menaati semuanya, tetapi senantiasa setiap hari mereka merasa, mungkinkah sebenarnya saya belum hidup suci, tetapi saya tidak tahu apa yang kurang? Hidup yang didasarkan oleh perbuatan baik, itu tidak mungkin tidak, pasti akan ada satu perasaan kosong, sesuatu yang insecurity, satu rasa ragu dalam hati, mereka tidak mungkin yakin bahwa mereka pasti selamat.
Walaupun kita percaya doktrin pilihan, tetapi sebenarnya hal seperti ini masih menjadi problem dalam hidup kita, apa buktinya? Apakah kita percaya bahwa kita orang pilihan? Tidak selalu percaya bukan? Pasti ada saat-saat di dalam hidup kita dimana kita mempertanyakan apakah kita sudah dipilih, sudah diselamatkan atau belum? Kita begitu ragu dengan status kita, ragu akan keselamatan kita, apakah kita orang pilihan atau bukan? Yang jadi masalah bukan keraguan itu, tetapi ketika kita merasa ragu seperti itu, apa yang datang berikutnya? Yang datang berikutnya adalah selalu mencari bukan kepada apa yang Tuhan sudah lakukan bagi kita, tetapi selalu mencari, melihat kepada apa yang mungkin masih belum kita lakukan, benar kan? Ini adalah satu problem, meskipun kita tahu bahwa kita diselamatkan karena anugerah, seringkali hati kita masih beroperasi dalam kerangka, diselamatkan karena perbuatan. Dan ironisnya adalah semakin kita mencari semakin ragu, karena mencari ditempat yang salah, sebagai contoh, ketika kita berdosa, lalu kita minta ampun, tapi kemudian berbuat dosa yang sama lagi dan minta ampun lagi dst. seperti itu. Dan akhirnya dalam satu periode kita bertanya, apakah Tuhan masih mau mengampuni saya ya? Jawabannya adalah iya, karena Tuhan mengampuni kita atas dasar kesempurnaan dari pada AnakNya dan bukan atas dasar seberapa cepat karakter kita dikuduskan, itu jelas, seberapa dalam pertobatan kita, itu jelas.
Tetapi setiap kali kita masuk ke dalam situasi seperti itu hampir tidak pernah kita melihat kepada Allah dan apa yang sudah Dia lakukan bagi kita? Hampir selalu yang kita lakukan adalah melihat kepada diri sendiri dan apa yang kita belum lakukan, itulah kerangka berpikir orang muda yang kaya ini, perbuatan tidak pernah cukup dan itu juga problem kita pada hari ini. Nah orang muda dalam bagian yang sudah kita baca kalau zaman sekarang bisa digambarkan sebagai orang muda yang lulusan universitas terbaik, mendapat pekerjaan bagus, memiliki saham mayoritas dalam perusahaan besar, punya rumah di daerah yang elit, orangnya rendah hati, sering pergi penginjilan, ikut KKR juga, kalau kita bertemu orang seperti ini di sini dan kita mengenal karakternya, kita tidak akan pernah mengatakan bahwa dia kaya karena curang, itulah gambaran orang muda kaya dalam kisah ini. And yet dia menemukan dirinya pergi kesana kemari mencari pendeta karena dia tidak yakin dengan status keselamatannya, masih ada yang kurang, apa yang kurang? Apa yang harus saya tambah, saya rubah, tolong Guru, beritahu saya, saya siap untuk berubah?
Sebenarnya respon Yesus di awal sudah menunjuk kepada kesalahan berpikir ini, kenapa kamu panggil Saya baik? Tidak ada yang baik kecuali Tuhan. Kenapa Yesus katakan seperti itu? Karena Yesus sedang mempertanyakan asumsi si pemuda ini, Yesus sedang ingin membantu dia untuk melihat kesalahannya dimana? Kenapa kamu datang kepada seseorang yang kamu pikir hanyalah manusia normal, seorang guru saja dan mengatakan bahwa Dia baik? Itu berarti kamu berpikir bahwa seorang manusia menjadi baik terlepas dari Allah, lewat jalan agama, lewat perbuatan dan selanjutnya datanglah kalimat Yesus yang membuat dia ko, hanya satu lagi kekuranganmu, pergi jual yang engkau miliki, berikanlah itu pada orang miskin, engkau akan beroleh harta di sorga, datang kemari ikut Aku. Dalam bagian ini Yesus tidak mengatakan, kamu mau hidup kekal ya tentu saja kamu tidak boleh berzinah, tidak boleh membunuh dll., jika kamu menuruti sepuluh perintah Allah, ya itu akan membuatmu jadi orang baik, orang beragama, tetapi itu yang kamu pegang sebagai jalanmu untuk mendapatkan hidup kekal, tidak bisa dan tidak akan cukup. Karena pertobatanmu hanyalah pertobatan dari hal-hal yang jahat, tetapi kamu tidak bertobat dari bagaimana kamu menggunakan hal-hal yang baik, pertobatanmu tidak komplit, pertobatanmu hanya dipermukaan. Maksudnya kalau hanya berbuat dosa lalu bertobat, berbuat dosa lagi lalu bertobat, dst., dan berkata, ok, kita diselamatkan karena kesempurnaan Kristus, bukan karena perbuatan kita, lalu pertanyaan yang muncul adalah ya kalau perbuatan saya itu tidak berpengaruh dan saya tidak perlu lagi takut hukuman, kenapa saya harus berbuat baik?
Kalau seseorang mengatakan bahwa dia tidak punya motivasi untuk hidup benar, hidup kudus, selain dari pada ancaman rasa takut karena dihukum, berarti satu-satunya motivasi orang ini hidup benar adalah karena dia takut dihukum dan kalau demikian baguslah itu hilang, karena tidak berguna sama sekali. Kita tahu bahwa rasa takut itu tidak menghasilkan kekudusan yang genuine, pertobatan yang hanya dalam level rasa takut, itu tidak menghasilkan kekudusan yang asli, yang sejati. Rasa takut itu tidak memghasilkan perubahan yang internal, karena paradigmanya melihat Tuhan sebagai Guru yang galak, ketika kita takut, berarti sebenarnya kita itu takut akibat dari dosa dan kita bukan sungguh-sungguh menyesali dosa tersebut. Kita seringkali merasa bahwa pertobatan itu simple, pertobatan itu adalah berarti kita bertobat dari dosanya, tetapi seringkali kita bertobat dari dosa hanya karena kita takut akibat dari dosa, karena kita tahu itu salah, karena kita takut dihukum, tetapi kita tidak pernah benar-benar membenci dosa tersebut, karena kita tidak melihat bagaimana dosa tersebut mendukakan hati Tuhan.
Jadi itulah bedanya hanya menganggap Yesus sebagai Guru dan menerima Yesus sebagai Juruselamat. Kalau kita hanya menerima Yesus sebagai Guru, ya berarti kita menerima advise, menerima pengajaran dari Tuhan Yesus, jangan begini, jangan begitu, oh iya memang saya tidak boleh bohong, saya tahu bohong itu salah, tetapi itu hanya dipermukaan, itu hanya pertobatan yang superficial, hanya pertobatan yang dipermukaan. Apa bedanya dengan waktu kita menerima Yesus sebagai Juruselamat? Itu berarti kita punya pertobatan dalam dua level, karena kita bukan hanya bertobat dari hal-hal yang jahat, tetapi kita menyadari bahwa dibalik dosa tersebut ada dosa yang lebih sentral. Misalnya ketika kita berbohong, memang tahu bahwa bohong itu salah, oh iya ok, lalu bertobat, itu bukan pertobatan yang asli, pertobatan yang asli adalah menyadari kenapa kita berbohong, menyadari dosa dibalik kebohongan kita yaitu misalnya menyadari kalau sesungguhnya saya bohong karena ingin dapat pengakuan orang lain, dengan kata lain, saya sedang mencari sendiri bagiku status untuk diri saya sendiri diluar status yang Tuhan berikan, saya sedang mencari sesuatu untuk menempati tempatnya Tuhan. Pengakuan orang inilah yang mempengaruhi seluruh keberadaan hidup saya, dengan kata lain, saya sedang menyembah berhala, saya sedang ingin menjadi juruselamat bagi diri saya sendiri.
Pertobatan level kedua ini menarik, karena bisa bertobat bukan hanya dari hal-hal yang jahat, tetapi juga dari hal-hal yang baik, bertobat dari bagaimana kita menggunakan hal-hal yang baik dalam hidup kita, seperti ketika kita pergi penginjilan atau KKR, pertanyaannya adalah kenapa kita pergi penginjilan atau KKR? Apakah tidak enak karena pendeta kita menyuruh untuk penginjilan, apakah itu motivasi kita? Kalau itu yang menjadi motivasi kita menginjili, maka kita sudah menggunakan hal-hal yang baik untuk tujuan yang jahat, kita berusaha untuk menaikkan status diri kita, ooh saya penginjilan loh, saya berbuat baik loh dan itu membuat kita merasa nyaman, itu membuat kita merasa guilty feeling itu hilang, kita sedang mencari jalan keselamatan bagi diri kita sendiri. Apa motivasi yang benar untuk kita melakukan perbuatan baik? Kalau kita hanya bertobat dari hal-hal yang jahat, tetapi kita tidak pernah bertobat dari bagaimana kita menggunakan hal-hal yang baik dalam hidup kita, itu bukan menerima Tuhan sebagai Juruselamat. Berapa sering kita melakukan hal seperti itu dalam hidup kita? Kenapa kita ikut PA, kenapa kita belajar doktrin? Karena kalau kita menjadi pintar dalam teologi dsb., kita merasa pamor diri kita menjadi naik bukan? Kita merasa bahwa status kita sekarang menjadi naik, kita sedang mengejar hal yang baik, tetapi untuk tujuan yang sama sekali salah, pada akhirnya itu menjadi berhala, ini mengerikan sekali.
Dikatakan, Tuhan Yesus lalu melihat orang muda ini dan menaruh kasih kepadaNya, dan lewat kalimatNya sekali lagi sedang berusaha menyadarkan anak muda ini dengan menyuruh orang muda ini membayangkan bahwa hartanya hilang, warisannya hilang bahkan rumahnya juga hilang, semua itu hilang bisakah kamu hidup seperti itu? Apa respon anak muda ini? Anak muda ini pergi dengan sedih, kata sedih di sini dalam bahasa aslinya adalah paleo, kata paleo ini dipilih oleh Matius untuk menuliskan kata sedih yang dipakai ketika Tuhan Yesus sedang bergumul di taman getsemani, waktu Dia mengatakan pada muridNya, hatiKu sangat sedih seperti mau mati rasanya. Itu sedih macam apa? Ini yang menarik, Tuhan Yesus sedih karena Dia tahu sebentar lagi hal yang paling berharga dalam hidupNya akan direnggut, itu kesedihanNya, bukan hidupNya. Tetapi kesukacitaanNya, center dari identitasNya yaitu Dia sebentar lagi akan terputus relasi dengan BapaNya, hal yang paling berharga dalam hidupNya akan diambil sebentar lagi dan itulah sebabnya Dia menjadi sedih, seperti mau mati rasanya, Dia menjadi paleo. Dan waktu Yesus memanggil anak muda ini untuk menyerahkan hartanya, anak muda ini menjadi paleo, karena pemuda ini memandang hartanya dengan pandangan yang sama seperti ketika Yesus memandang BapaNya. Harta bagi pemuda ini adalah sama seperti Bapa bagi Yesus, harta adalah kesukacitaannya, inti dari identitasnya, kehilangan harta sama artinya dia kehilangan jalan keselamatannya, apakah kita melihat dosa dibalik dosa itu? Problem pemuda ini adalah harta tersebut telah membutakan matanya terhadap dosa pemberhalaan itu dan itulah kita, mungkin bukan harta, mungkin hal-hal yang lain, tetapi setiap kita punya.
Kita perlu sedikit aplikasi kenapa Yesus mengatakan bahwa sulit sekali bagi orang kaya masuk Kerajaan Allah dan bukan seorang miskin? Ada apa dengan kekayaan? Kenapa Tuhan Yesus ketika mengatakan dosa kerakusan, Dia mengatakan dengan kalimat “berjaga-jagalah”, tetapi ketika mengatakan dosa perzinahan atau pembunuhan, Dia tidak pernah mengatakan, “berjaga-jagalah”? Kenapa? Sekali lagi, injil mengatakan kita diselamatkan karena anugerah, tetapi arah hati manusia yang berdosa adalah ingin menyelamatkan dri sendiri, lalu apa yang terjadi ketika arah hati cenderung bertemu dengan kesuksesan finasial? Apa yang terjadi ketika mulai sukses dll? Yang terjadi adalah bahwa kita akan mengatakan bahwa insting saya itu bisa dipakai untuk aspek yang lain dan ini bisa berlaku untuk hal yang lain, bukan hanya masalah uang. Tetapi uang memiliki kekuatan yang lebih dari pada yang lain, karena uang itu satu aspek yang universal dalam hidup orang modern, semua berhubungan dengan uang, jadi uang itu lebih sering dijadikan berhala dari pada hal yang lain, karena sulit untuk disadari. Kita harus bertanya pada diri kita sendiri, apakah uang itu hanya sekedar uang saja bagi kita? Bagaimana kita bisa tahu bahwa uang hanyalah uang saja bagi kita? Kita bisa lihat dari ketika kita tidak rela memberikannya dalam jumlah yang besar atau ketika jumlah yang kita dapatkan itu berkurang dari yang biasanya kita dapat, ada satu sense ketakutan dalam diri kita, ada banyak contoh yang lain. Maka ketika itu terjadi, kita telah terperangkap oleh uang karena uang itu bukan lagi sekedar menjadi alat, uang sudah menjadi papan nilai dalam hidup kita.
Markus mencatat dalam bagian ini Yesus menaruh kasih terhadap anak muda ini, kenapa? Dalam kisah ini Yesus kira-kira berumur 31 tahun, masih muda dan Yesus juga adalah seorang Penguasa, Yesus juga adalah seorang yang kaya sejak dari kekekalan, tetapi Tuhan kita meninggalkan semua itu, membagi-bagikannya pada orang, kenapa? Apakah kita sadar bahwa Yesus Kristus adalah si orang muda kaya yang sejati, yang telah meninggalkan hartaNya, meninggalkan kuasaNya demi kita? Paulus mengatakan karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus yaitu bahwa Ia yang oleh karena kamu, menjadi miskin sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh kareka kemiskinanNya. Setelah Lazarus dibangkitakan, berikutnya ada satu perikop yang mengatakan bahwa mulai saat itu mereka sepakat untuk membunuh Dia, apakah Yesus tidak tahu ketika Dia membangkitkan Lazarus, Dia akan membayaranya dengan nyawaNya sendiri? Dia sangat tahu, Dia tahu ketika Dia akan memberikan hidup bagi kita semua, Dia akan memberikan hidupNya. Martin Luther mengatakan, Engkau adalah hadiahku, tetapi aku adalah hukumanMu, Engkau mengambil semua ganjaranku supaya aku menerima pahalaMu, aku kaya di dalam Tuhan. Inilah kuasa injil yang bisa memecahkan kita dari ilah-ilah palsu yang selama ini menjadi ilah dalam hidup kita. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Baca: Markus 10:17-27