Pagi hari ini kita akan pelajari suatu bagian dari pada Kitab Suci dan kita akan melihat salah satu atribusi Allah, yaitu Allah yang Setia. Allah punya sifat/karakter/atribusi yang setia. Kita ingat ada sebuah lagu Great is Thy Faithfullnes (Besar Setia Tuhan). “Besar setiaMu, Besar setiaMu; Tiap pagi nampak rahmat baru; S’gala yang kuperlu t’lah Hu sediakan; Besar setiaMu kepadaku.” Kita akan merenungkan kalimat-kalimat ini. Kalimat ini diambil dari Kitab Ratapan. Nyanyian lagu Besar SetiaMu, pada umumnya kita menyanyikan pada waktu kita mengalami pertolongan Tuhan yang besar atau campur tangan Tuhan yang besar lalu kita mengatakan “Besar setiaMu”. Atau mungkin pada waktu kita sudah selesai membangun suatu rumah, kita boleh menempati rumah yang baru maka kita menyanyikan “Besar SetiaMu”. Dan seringkali kita menyanyikan karena ada latar belakang pengalaman-pengalaman yang positif dan kita mengakui karena ini kebesaran pertolongan Tuhan dalam kehidupan kita.
Tapi sebenarnya, Saudara kalau kita perhatikan ayat dari pada buku Ratapan ini, bakcgroundnya bukan karena menyaksikan pekerjaan Tuhan yang besar, bukan seorang yang sudah meraih sukses yang besar dalam hidupnya atau pertolongan Tuhan yang besar. Tapi justru sebaliknya. Karena kitab Ratapan ini ditulis pada zaman Yeremia yang pada waktu itu, kondisi bangsa Israel justru dalam keadaan mengalami keterpurukan. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 500 SM, waktu itu bangsa Israel (Yerusalem) diruntuhkan oleh Babel, lalu Bait Allah juga hancur. Dan sebagian orang Israel mati terbunuh, sebagian ditawan di Babel. Lalu sebagian mereka dalam keadaan yang sangat menderita sekali karena akibat keadaan yang sangat memprihatinkan itu. Tapi justru di tengah-tengah keadaan seperti ini, Firman Tuhan menyatakan: besar setia Tuhan. Apa maksudnya? Apakah kita bisa menikmati kebesaran kasih setia Tuhan pada waktu kita mengalami penderitaan? Waktu kita mengalami penderitaan-kesulitan seringkali kita hanya mengeluh, kita marah sama Tuhan, bahkan kita meninggalkan Tuhan. Tetapi melalui buku Ratapan ini, menyatakan: justru dalam keadaan kita mengalami kesulitan yang besar, penderitaan yang besar, di situ kesempatan kita boleh menikmati kasih setia Tuhan yang besar dalam hidup kita.
Apa maksudnya kita bisa menikmati kasih setia Tuhan yang besar yang kita tidak pernah pikirkan dalam hidup kita pada waktu kita mengalami penderitaan atau mengalami suffering dalam kehidupan kita? Bagaimana kita bisa menikmati kehadiran Tuhan pada waktu kita mengalami suffering? Kita akan lebih gampang mengalami kehadiran Tuhan sebetulnya kalau kita mengalami mukjizat, mengalami miracle, mengalami hal yang supranatural.Tapi pada waktu hidup sehari-hari yang biasa-biasa, ataupun bahkan yang mengalami suffering, bagaimana kita bisa menikmati kehadiran Tuhan lalu kita pun bisa bersyukur kepada Tuhan di dalam waktu kita menderita?
Saya ingin membahas hubungan dengan Atribusi Allah yang setia. Kita boleh mengenal Allah yang hidup. Allah itu setia. Setia itu bukan hanya sekedar bagian dari diri Allah. Allah itu kasih, Allah itu suci, Allah itu adil. Allah itu setia. Allah itu setia dan Allah tidak mungkin tidak berlaku setia. Allah itu suci, Allah tidak mungkin berlaku tidak suci. Tindakan Allah selalu terikat dengan jati diriNya yaitu Allah itu kasih, Allah itu adil, Allah itu suci. Kalau manusia, waktu kita melakukan suatu tindakan kasih dan adil, itu hanya bagian daripada sifat/karakter kita, kadang itu bisa berubah. Orang yang setia pada awalnya bisa berubah tidak setia. Orang yang hidup suci bisa berubah tidak suci. Karena itu hanya bagian hidupnya yang kadang-kadang bisa berubah. Tetapi Allah tidak. Allah memiliki suatu sifat adil, kasih, setia dan tidak pernah berubah, tidak pernah bergeser. Karena memang jati diri Allah itu kasih, adil, dan setia. Manusia bisa berubah-ubah, tetapi Allah tidak. Allah adalah yang setia pada jati diriNya. Setia, Ia tidak pernah berbuat tidak setia. Kesetiaan Allah dinyatakan kepada kita. Bahkan kebesaran – kesetiaan Tuhan dapat kita alami justru dalam keadaan kita mengalami penderitaan.
Dalam kitab Rut, kita memahami ada satu pengalaman pahit dari kehidupan seorang yang bernama Naomi. Saudara mengetahui bahwa Naomi mempunyai seorang suami bernama Elimelekh yang artinya Allah adalah Rajaku. Lalu Naomi artinya pleasant (menyenangkan). Keluarga itu mengharapkan kehadiran Allah sebagai Raja dalam hidupnya, lalu membuat hidupnya lancar, hidupnya itu enak, menyenangkan. Tetapi kenyataannya, perjalanan hidup tidak demikian. Suatu saat di Betlehem, di Yehuda ada bencana kelaparan yang hebat. Lalu Elimelekh, Naomi dan juga Mahlon, Kilyon anak-anaknya pindah ke Moab untuk memperbaiki situasi hidup yang sulit. Seperti kadang-kadang kita melihat banyak pekerja wanita/TKW harus bekerja di Negara lain di Malaysia, Hongkong, Taiwan karena kondisi di daerahnya yang miskin, mereka mencari pekerjaan di tempat lain. Demikian juga Elimelekh dan Naomi, pindah ke Moab. Tujuannya supaya kondisi hidupnya berubah lebih baik. Tapi apa yang terjadi? Yang terjadi pada waktu di Moab adalah: Elimelekh meninggal dunia. Lalu Mahlon dan Kilyon menikah dengan gadis Moab, yaitu Orpa dan Rut. Dan mungkin juga Tuhan tidak berkenan, karena Moab dikenal dengan orang kafir, orang yang sudah meninggalkan Tuhan. Lalu Mahlon dan Kilyon meninggal dunia. Lalu sekarang Naomi sebagai seorang janda. Dia punya 2 menantu, Orpa dan Rut. Orpa meninggalkan Naomi, tapi Rut tidak. Rut mengatakan sesuatu yang sangat special sekali: “Allahmu, Allahku, bangsamu, bangsaku, di mana kamu mati, aku dikuburkan di situ.” Rut memiliki kesetiaan yang besar untuk mendampingi mertuanya. Rut adalah menantu yang mau mengabdi kepada mertuanya. Rela bahkan menjanda, rela menderita bersama mertuanya. Rut bukan sekedar baik karena Tuhan sudah mengubah hidupnya jadi baik. Dulu dia orang kafir, tidak percaya Tuhan, tidak mengenal Tuhan. Tapi sekarang melalui Naomi, dia mengenal Allah Israel yang hidup. Bahkan Rut ini rela mendampingi Naomi pergi ke Betlehem dan menjadi TKW. Karena ia bekerja sebagai orang asing memungut jelai-jelai di ladangnya Boas. Ada nggak seorang menantu mau jadi TKW untuk menghidupi mertuanya? Kadang-kadang kita egois, kita lebih hidup maunya sendiri, menyenangkan diri sendiri. Tapi kehadiran Rut betul-betul memberikan suatu hal yang baik dalam kehidupan Naomi. Dan ini bagian daripada kepanjangan tangan Tuhan, kesetiaan Tuhan, kebaikan Tuhan yang dinyatakan melalui kehadiran seorang bernama Rut. Allah itu tidak kelihatan. Allah itu Roh adanya. Tetapi kehadiran Tuhan, campur tangan Tuhan bisa dinyatakan lewat orang-orang di sekitar kita. Orang-orang yang sudah Tuhan ubahkan hidupnya, melalui kehadiran mereka, kita bisa melihat kepanjangan kasih setia Tuhan yang besar.
Apa yang menjadi kebutuhan seorang yang sedang mengalami kesendirian seperti Naomi? Ia membutuhkan kawan, ia membutuhkan teman yang mengerti, ia membutuhkan teman yang mau menderita bersama-sama dengan dia. Dan Tuhan membangkitkan seorang yang bernama Rut mendampingi Naomi yang sedang mengalami sufferring. Waktu kita menderita, waktu kita dalam kesulitan seringkali justru kita dijauhi oleh teman. Orang tidak peduli sama kita, bahkan orang menggosipkan kita. Apalagi kalau kita tahu dia mengalami penderitaan oleh karena kesalahan tertentu, ada dosa tertentu, kita tidak mau dekat-dekat dia. Tapi kita melihat Tuhan yang hidup, tangan Tuhan teracung kepada Naomi, tangan Tuhan yang menopang Naomi, tangan Tuhan yang memeluk Naomi. Sehingga Naomi dalam kesulitan tetap tegar. Masih ada langkah iman kembali ke Betlehem, ke tanah perjanjian Tuhan. Di sana imannya dipulihkan oleh Tuhan. Bukan hanya itu, melalui penderitaannya dia melihat kesetiaan Tuhan yang besar, malapetaka diubah menjadi berkat yang besar. Kehadiran Rut itu lebih berharga dari pada 7 laki-laki. Allah mengerjakan sesuatu yang indah, waktu dalam suffering, waktu menderita tidak ada orang yang peduli. Tuhan membangkitkan seorang bernama Rut menjadi kepanjangan kasih setia Tuhan, lalu Tuhan mengubah dari tragedi hidup menjadi berkat yang besar. Bahkan lebih daripada itu. Ada rahasia Tuhan yang lebih besar daripada itu. Lebih dari berkat jasmani atau materi. Karena melalui Rut itu akhirnya menikah dengan Boas, di situ ada rencana kekal Allah yang sedang digenapi. Melaluinya kita tahu lahirlah Isai, lahirlah Daud. Di situlah cikal bakal Mesias yang akan lahir.
Di dalam penderitaan, Allah tidak meninggalkan. Allah memberikan penghiburan-kekuatan kepada orang-orang sekitarnya. Tuhan kadang kala bekerja melalui hal yang biasa, bukan yang spektakular, yang hebat. Lewat sehari-hari, kita melihat selalu baru berkat Tuhan. Kita adalah orang yang paling kasihan dalam hidup ini sebagai orang percaya jikalau kita terus hanya menikmati berkat Tuhan kalau ada miracle, kalau ada yang spektakular. Itu terjadi kan kadang-kadang. Kita bisa menikmati Tuhan dalam sehari-hari kita. Hidup kita adalah kepanjangan tangan Tuhan.Tiap hari berkat Tuhan itu baru. Sehingga tidak ada alasan tiap hari kita tidak bersyukur kepada Tuhan termasuk pada waktu kita mengalami kesulitan. Kenapa? Tuhan itu tetap setia, baik dan mengasihi kita. Bahkan justru pada waktu-waktu kita melalui suffering, melalui penderitaan kita akan lebih menikmati kehadiran Tuhan. Saudara, waktu lancar ingat Tuhan atau waktu susah ingat Tuhan? Engkau rasa perlu Tuhan pada waktu kapan? Di sini kita belajar kasih setia Tuhan yang besar sedang Tuhan kerjakan justru pada waktu-waktu kita sedang mengalami penderitaan dan kesulitan yang besar. Maka dari itu, pada waktu kita melalui kesulitan, penderitaan justru kita mau lebih dekat dengan Tuhan. Kita dekat dengan orang-orang yang mengenal Tuhan. Kita boleh mengalami kehadiran Tuhan.
Yang kedua, tadi kita baca bahwa Allah itu setia, walaupun kita tidak setia, Allah itu setia. karena Allah tidak bisa menyangkal diriNya. Kalau ada orang yang mengkhianati Saudara, tidak setia kepada Saudara, Saudara tetap mau setia, tidak? Tidak mau, kan. Kalau you baik sama saya, saya baik sama kamu. Kamu jahat sama saya, saya 2x jahat sama kamu. Seringkali kan kita punya kedagingan seperti itu. Kita akan baik dengan orang yang baik sama kita. Kita akan setia dan rela berkorban kepada orang yang baik kepada kita. Tapi orang yang tidak setia kepada kita, orang yang mengkhianati kita, lebih baik orang itu hapus dari muka bumi ini.
Di dalam kita bergaul (interpersonal relationship) dengan orang lain, sekali kita dikhianati atau sekali orang itu tidak jujur sama kita kadang itu menjadi suatu titik/benih membuat kita tidak percaya sama orang itu, membuat hubungan kita terganggu. Tetapi kita melihat Allah itu besar setiaNya. Walaupun kita berulang-ulang tidak setia, Ia tetap setia. Saya akan memberikan contoh seorang yang tidak setia tapi dikenal sebagai orang yang luar biasa: Abraham. Abraham disebut Bapa orang beriman. Tapi kalau kita melihat realita kehidupan iman daripada Abraham/ perjalanan iman Abraham sebagai orang yang percaya Allah; dia bukan orang Superman, yang tidak pernah salah, yang tidak pernah gagal. Abraham itu gambaran hidup kita, orang yang lemah, orang yang rapuh, orang yang gampang berubah. Abraham pernah tidak jujur. Yang pertama: waktu itu ada bencana kelaparan yang hebat di Negeb; lalu Abraham dengan istri dan rombongan harus mengungsi menyelesaikan problem. Kadang-kadang kita ingin bypass. Tidak cari pimpinan Tuhan, kita hanya pakai common sense kita. Pakai kebijaksanaan kita untuk menyelesaikan problem, tidak lihat pimpinan Tuhan. Abraham juga berlaku sama sepertii Elimelekh, seperti Rut karena ada kesanggupan ngungsi. Tapi dia timbul dilema karena nyonya-nya cantik. Dia takut kalau masuk Mesir, lalu orang Mesir akan melihat istrinya dan akan membunuh Abraham dan akan mengambil istrinya. Lalu Abraham rapat dengan istrinya: Kalau kamu ke sana, kamu jangan bilang kamu itu nyonyaku, Kamu bilang adikku atau saudaraku, supaya nyawaku selamat. Padahal sebelumnya Allah janji, “orang yang mengutuk engkau, orang yang mengganggu engkau akan berhadapan dengan Aku.” Tetapi Abraham ragu-ragu. Dia meragukan kesetiaan Tuhan atau kesanggupan Tuhan memenuhi janjiNya. Maka dia pakai caranya sendiri. Dia tidak jujur. Tidak jujur bukannya masalah moral hubungan manusia dengan Allah. Tidak jujur itu, orang itu meragukan kesanggupan Tuhan melaksanakan apa yang dijanjikan. Abraham akhirnya tidak jujur. Jujur itu kecil tapi bisa menganggu relasi. Satu kali dia nggak jujur, nanti nggak jujur lagi. Nanti nurun sama cucunya, Yakub. Penipu. Penipu sudah menjadi karakter daripada si Yakub. Yang kedua, Abraham pernah satu kali melecehkan Tuhan. Bukan hanya sekedar mulai berani bicara sama Tuhan waktu Tuhan menyatakan diri dalam FirmanNya di dalam Kejadian: “Akulah perisaimu, upahmu besar”. Tuhan hanya ingin kembali mengkonfirmasikan kesetiaanNya kepada Abraham. Lalu Abraham mengatakan: “Kamu itu ngomong tok Tuhan, saya ini sebentar akan mati dengan nggak punya keturunan. Untuk apa Engkau memberkati aku, toh nanti aku akan mati, nggak ada keturunan, dan yang mewarisi semua ini Elias, hambaku.” Abraham mulai berani bicara meragukan Tuhan. “Percuma, Kamu jangan ngomong tok, no action, talk only. Mana janjiMu, aku sudah tunggu 1 tahun, 2 tahun, Kamu ingkar janji. Allah berjanji: “Melalui keturunanmu akan jadi bangsa yang besar.” Ini sekarang ditunggu-tunggu 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun tidak muncul-muncul. Lalu kasih janji yang lain. Bukan hanya meragukan kuasa Tuhan, meragukan kesetiaan Tuhan, lalu Abraham suatu saat menerima nasehat daripada istrinya Sara: “kawini Hagar, kita pasti bisa punya anak. Percuma you tunggu-tunggu Tuhan, Tuhan nggak mungkin melakukan itu.”
Kadang-kadang kita bisa menjadi lose heart, kehilangan hati/tawar hati untuk berharap kepada Tuhan. Kita pelan-pelan bisa withdraw, meninggalkan Tuhan. Oleh karena realita hidup kita tidak mengalami campur tangan Tuhan. Sebenarnya bukan karena campur tangan Tuhan, belum waktunya Tuhan. Kita tidak sabar menunggu waktunya Tuhan. Abraham akhirnya mengambil keputusan untuk mengawini Hagar dan punya anak. Tuhan itu besar setiaNya. Allah tidak langsung putus dengan Abraham dan menarik semua janjinya. Allah tetap setia. Apa yang dijanjikan Tuhan tetap digenapi walaupun Abraham tidak setia. Kalau kita melihat ke belakang, hari ini kita bisa menikmati segala kebaikan Tuhan, berkat Tuhan; itu bukan karena jasa atau kebaikanmu, semata-mata itu anugerah Tuhan yang besar. Berkat Tuhan itu melampaui kelemahan kita, keterbatasan kita, ketidaksetiaan kita. Sesungguhnya kalau mau jujur, kita nggak layak menerima sedikitpun kebaikan Tuhan.
Waktu saya di Amerika, saya menghadiri kebaktian di gereja OPC (Orthodox Presbyterian Church) di situ. Selalu, waktu di dalam liturgi itu ada pokok doa pengakuan dosa, lalu ditayangkan di screen, tapi pokok doanya itu itu-itu terus, ngaku dosa terus, jadi tidak ada berubah. “Tuhan, tolong saya, hari-hariku ini selalu membawa saya jauh dari Tuhan, saya jatuh dalam dosa, tolong….” Terus seperti itu. Suatu hari saya diberi kesempatan khotbah, saya langsung kritik secara halus. “Kenapa ya, doanya kok tidak maju-maju?” Saya mulai pikir: ataukah mungkin kalau tiap minggu berbuat dosa yang sama itu terus, lalu minggu depan mengaku dosa, minggu depannya lagi berbuat dosa lagi. Sehingga sesungguhnya level rohani dari pada jemaat memang kondisi seperti itu. Hari minggu ke gereja, hari Senin s/d Sabtu terus bergumul jatuh bangun dalam dosa. Sehingga doa itu relevan. Tapi aspek lain, saya melihat itu kejujuran. Saya baru terbuka setelah saya membaca buku-buku orang Puritan. Orang-orang Puritan dalam buku doanya menyatakan kejujuran, menyatakan kemiskinan rohaninya, kerapuhan rohaninya. Kita kadang-kadang merasa cukup baik, kita merasa cukup berkenan sama Tuhan, kita merasa lebih baik dari orang lain dalam menjalani kehidupan kita. Tetapi sesungguhnya dalam hidup kita, kita sedang mengalami kebangkrutan. Pada saat Saudara berlutut di depan Tuhan, apa yang kamu doakan. Apakah kamu berdoa seperti orang Farisi atau Ahli Taurat?
Di tengah-tengah ketidaksetiaan kita, anugerah Tuhan tidak pernah berubah. Lalu kita terima kebaikan Tuhan, kita ada perasaan sungkan ndak? Perasaan malu tidak?. Kadang-kadang kita sudah anggap berkat Tuhan itu menjadi hak kita. Tuhan sudah punya kewajiban harus memelihara, memberkati kita, menolong kita. Makin kita melihat Tuhan yang hidup, kebesaran Tuhan, kesucian, kemuliaan Tuhan; kita datang kepada Tuhan itu, tidak layak. Kita tidak layak terima sesuatu yang baik dari Tuhan. Tapi yang tidak layak itu, Tuhan karuniakan kepada kita. Besar setia Tuhan di tengah-tengah kebangkrutan hidup rohani kita. Tuhan tetap setia memelihara hidup kita.
Kapan engkau terakhir, waktu terima berkat Tuhan yang besar, engkau justru terharu, nangis “Tuhan aku tidak layak terima ini”. Saya kadang-kadang bercermin dalam hidup saya, saya makin melihat kebesaran Tuhan, saya merasa nggak layak untuk menerima semuanya itu. Ini suatu paradoksikal yang besar. Makin orang mengalami kebesaran Tuhan yang betul-betul besar, Saudara bersaksi pun nggak berani, nggak layak. Kita melihat di dalam kehidupan Abraham saat itu, bukan melihat kebesaran Abraham tapi melihat kesetiaan Tuhan yang besar, “orang seperti ini kok bisa jadi besar? Kok bisa terkenal di antara orang beriman?”. Itu karena tangan Tuhan yang penuh kasih setia besar itulah yang melatih Abraham untuk jadi orang besar, jadi orang yang beriman kepada Tuhan. Kesetiaan Tuhan kepada kita yang besar membuat makin hari kita menjadi orang yang rendah hati, menjadikan kita makin hari merasa nggak layak terima kebaikan Tuhan. Akhirnya waktu engkau menikmati segala sesuatu yang baik dari Tuhan, kita mau mengembalikan seluruhnya untuk memuji, memuliakan Tuhan, bukan kesempatan untuk membanggakan diri. Memang nggak ada sesuatu yang layak dibanggakan sebetulnya. Bagaimana hidup kita? Melalui hidup kita orang makin melihat kebesaran Tuhan, mereka memuji Tuhan? Atau kesempatan untuk menonjolkan diri, memuliakan diri dan Tuhan di belakang Saudara. Abraham melihat kesetiaan Tuhan yang besar. Engkau nengok ke belakang hidupmu, bagaimana? Apakah engkau melihat ketidaksetiaan, kegagalan kita, kelemahan-kelemahan kita. Tapi sekiranya kita lihat kebesaran – kesetiaan Tuhan. Kadang kala Tuhan mengijinkan waktu perjalanan hidup kita, kita mulai melihat kesetiaan Tuhan, kebaikan Tuhan yang besar, ada bibit untuk sombong. Waktu kita membanggakan diri, Tuhan akan merendahkan kita. Waktu kita merendahkan diri, Tuhan akan membentuk, meninggikan kita.
Yang ketiga, kita belajar kesetiaan Tuhan. Alkitab beritahu kepada kita: Allah itu setia jikalau kita mengaku dosa, Dia setia, Dia akan mengampuni dosa kita dan akan mensucikan kita (1 Yoh 1:9). Ini kebesaran setia Tuhan. Tuhan itu setia, nggak akan membuang kita, nggak akan menolak kita. Keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita sekali untuk selama-lamanya. “Aku memberikan hidup yang kekal kepadamu sekali untuk selama-lamanya.” Kita jadi anak Tuhan. Kita terikat dengan kovenan. Allah yang berjanji setia adanya, walaupun kita tidak setia. Dia tetap setia. Kalau kita tidak setia, Tuhan akan mendisiplin kita. Dalam 1 Yoh 1:9, Tuhan memberikan suatu kesempatan bagi kita. Masih memberikan suatu ruang bagi kita. Dalam perjalanan hidup kita, kadang kita bisa gagal, kita bisa jatuh dalam dosa. Kita menghadapi dalam dunia ini, kita mengaku dosa, kita meminta dikasih kesempatan, justru kadang-kadang kesempatan itu tidak ada, final, selesai. Nggak ada hubungan lagi. Jikalau ada orang masih punya hati yang besar, bisa mengampuni kita, bisa terima kita lagi, itu sungguh-sungguh mukjizat. Kita mau compare: dunia itu bagaimana, Tuhan itu bagaimana? Orang yang bisa mungkin mewakili hati Tuhan waktu kita ngaku salah, itu orang tua kita. Kalau kita ngaku salah sama orang tua, kita sejelek-jeleknya anak, orang tua itu berusaha untuk men-protect, mengampuni, beri kesempatan bagi anak itu untuk bangkit kembali. Atau orang yang punya rohani begitu sudah mirip Tuhan, baru bisa mengampuni, menerima, memberi kesempatan kita kembali untuk bangkit. Tapi kalau nggak, Saudara ngaku dosa langsung digosipin masuk SMS. Kelemahan kita langsung terbongkar semua, kita permalukan. Tapi Tuhan tidak seperti itu. Allah itu besar setiaNya. Berapa besar dosamu, waktu kita mengaku dosa, dengan tulus, Allah mengampuni kita. Bukan hanya mengampuni kita, Dia mensucikan kita dari segala dosa. Lalu Tuhan memperbaharui hidup kita. Besar setia Tuhan, yang nggak terbandingkan. Kita melihat pengalaman daripada Daud. Dia mencoba menutupi dosanya. Tuhan memberikan kesempatan pada Daud. Waktu dia mengaku dosanya, dia bertobat; Tuhan mengampuni, Dia mensucikan. Dia betul-betul punya niat hati untuk berubah. Tuhan mengampuni, Tuhan mensucikan dan Tuhan tetap mempercayakan tugas dia sebagai seorang Raja.
Kadang-kadang dalam perjalanan hidup kita, kita jatuh dalam dosa, kita gagal tertentu. Tapi waktu engkau datang sama Tuhan dengan jujur, dengan menyesal bertobat, Tuhan akan mengampuni kita, mensucikan kita, bahkan membentuk kita untuk kita boleh melihat kebesaran Tuhan. Kadang-kadang kita melihat kebesaran Tuhan melampaui kelemahan, kegagalan, dosa-dosa kita. Setia Tuhan itu besar luar biasa sekali, membuat kita bisa memuji kebesaran Tuhan.
Yang terakhir kita melihat kesetiaan Tuhan dalam pribadi Kristus. Kristus adalah gambar Allah yang sempurna. Kasih setiaNya besar dinyatakan melalui Kristus. Dia rela menderita, bahkan mati di kayu salib untuk kita yang tidak setia. Dia memberikan kasih yang besar kepada kita yang nggak layak untuk menerima kasihNya. Dia rela melakukan segala-galanya untuk kita bahkan mati di kayu salib untuk menyatakan kasih setia besar Tuhan dalam hidup kita. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada Kasih daripada Allah Bapa yang mengaruniakan anakNya yang tunggal Yesus Kristus, untuk mati untuk kita. Supaya kita boleh dilepaskan dari murka Allah, supaya kita beroleh hidup yang kekal. Kasih Kristus yang besar mengubah hidup kita. Kita dulu menjadi orang berdosa, menjadi seteru Allah. Kita sekarang boleh diubahkan dalam Kristus menjadi anak-anak Allah, anak-anak terang. Melalui kasih setia yang besar daripada Kristus mengubah hidup kita menjadi ciptaan yang baru.
Kalau Allah begitu memiliki kesetiaan yang begitu besar, bagaimana seharusnya hidup kita? Itu harusnya men-encourage kita menjadi orang yang setia di hadapan Tuhan. Setia artinya engkau tidak menyimpang ke kanan ke kiri. Artinya engkau tidak mendua hati. Engkau betul-betul hidup concentrate to God. Mengarahkan hidup kepada Tuhan. Mentaati perintah Tuhan. Hidup sepenuh hati ingin menyenangkan Tuhan. Bukan sekedar melakukan kehendak Tuhan. Bukan sekedar mentaati kehendak Tuhan. Tapi semaksimal mungkin kita menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan, tidak menyimpang ke kanan ke kiri. Untuk hidup menyukakan Tuhan. Memberikan yang terbaik untuk Tuhan, karena besar setia Tuhan. Kita nggak ingin mengecewakan Tuhan dalam hidup kita.
Saudara melihat bagaimana Yusuf dibentuk oleh Tuhan. Kesetiaan Tuhan yang besar dalam hidupnya pada waktu masa sulit. Allah menyertai sehingga Yusuf boleh melintasi kesulitan. Boleh menang atas segala kesulitan kehidupan. Dan nama Tuhan dipermuliakan lewat kehidupan Yusuf. Dan waktu Yusuf mau dicobai berbuat dosa oleh istri Potifar, dia tidak mau melakukan karena ia tidak ingin mengecewakan Tuhan. Yusuf punya loyalitas yang tinggi kepada Tuhan. Dia pelihara hidupnya, supaya nggak ada sesuatupun yang cacat yang mempermuliakan Tuhan. Paulus pernah mengatakan: “Yang kukehendaki adalah Kristus dimuliakan baik oleh hidupku ataupun oleh matiku, karena hidup bagiku adalah Kristus, mati adalah keuntungan.”
Yang kedua, kalau kita sudah mengalami kesetiaan Tuhan yang besar dalam hidup kita. Mari Saudara, dengan anugerah Tuhan, nyatakan kesetiaan Tuhan itu di dalam kehidupan kita dalam relasi kita dengan orang lain. Kita boleh menghadirkan hidup kita seperti Rut. Orang boleh melihat kehadiran Tuhan lewat hidup kita. Waktu orang lain dalam kesulitan kita bisakan perhatian kepada mereka. Coba kita sebagai jemaat Tuhan, kita jangan hidup menjadi orang yang egois, mencari untung sendiri. Coba kita mulai melihat orang-orang sekitar kita. Kita masing-masing ada kesulitan, ada kepahitan. Kita perlu kawan, kita perlu partner menghadapi persoalan hidup kita. Kita hadir seperti Rut. Tidak lagi mementingkan diri sendiri, peduli pada orang lain. Bukan hidup berjuang untuk keuntungan, untuk profit sendiri, tapi hidup untuk memberi hidup untuk orang lain juga, seperti Kristus. Kita membagi hidup. Kita memperhatikan orang lain. Kita berkorban untuk orang lain. Bukan untuk menonjolkan diri, bukan untuk memupuk kredibilitas, tapi kita menjadi kepanjangan tangan Tuhan. Orang boleh melihat karakter Tuhan, image of God in your life. Dan orang boleh menikmati kehadiran Tuhan dimanapun engkau berada.
Yang ketiga, kita juga belajar untuk bisa menerima orang lain, mengampuni orang lain. Beri kesempatan orang untuk berubah. Kita jangan langsung berikan cap “wah, sudah kamu tuh bo chai, tidak bisa rubah, kamu”. Kita merefleksikan karakter Tuhan. Kita mengampuni orang kalau salah. Beri kesempatan orang itu untuk bangkit kembali. Membimbing mereka kembali ke jalan yang benar. Kita menjadi wakil Tuhan untuk membangun umat Tuhan. Dan lewat hidup kita orang boleh melihat kesetiaan Tuhan yang besar. Hidup bersyukur kepada Tuhan. Hidup penuh pengabdian kepada Tuhan. Dan hidup boleh menjadi berkat bagi orang lain. Dunia perlu mengenal Allah yang setia, besar. Dan dunia menantikan gereja yang menyatakan anugerah setia Tuhan yang besar. Kiranya Tuhan menolong kita.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (EL).