Ayat yang kita baca adalah ayat terkenal, ayat penciptaan dan ayat baptisan, ada orang yang menginterpretasi bahwa Markus itu ingin membuat satu tematik kemiripan di sini. Kita lihat di dalam penciptaan itu ada karya dari Allah Tritungal, dari Kejadian itu kita baca ada Roh Tuhan di situ, dan di dalam Yohanes kita juga tahu bahwa pada awalnya itu adalah Allah dan ada FirmanNya, dan Dia mencipta lewat Firman, ada Allah, FirmanNya dan Roh. Lalu waktu di dalam pembaptisan dari Kristus, bukan creation tapi the beginning of recreation, the beginning of redemption, itu sekali lagi ada Allah Bapa, Firman Allah yang menjadi daging yaitu Kristus yang di baptis dan ada Roh seperti burung merpati turun melayang-layang di atas permukaan air. Ada orang yang mau mengatakan bahwa di sini Markus sedang membuat satu pararel, dimana ada pekerjaan Allah Tritunggal, bukan hanya dalam creation, tapi juga dalam recreation, creation dan redemption, dua-duanya proyek Allah Tritunggal. Yang interesting dari ayat-ayat alkitab yang menceritakan Allah Tritunggal, itu bukan hanya memberitahu ada yang namanya Tritunggal, tapi juga memberitahu bagaimana mereka berelasi, itu yang akan kita lihat pada hari ini.
Apa relasi yang diceritakan dalam kisah ini? Allah Anak Sang Firman itu menyerahkan diriNya untuk dibaptis, lalu Bapa menyerahkan pengakuanNya dan lalu Roh turun menyerahkan kuasaNya, di situ ada certain saling penyerahan, ada certain saling memuliakan. Kita sering pikir bahwa Tritunggal itu ultimately, seringkali pertama-tama itu sebagai satu hirarki, karena kita orang Timur, memang masing-masing dari tiga pribadi itu bisa dibedakan dan masing-masing punya ordo, Kristus yang turun ke dunia, bukan Allah Bapa, Roh Kudus yang memimpin ke padang gurun dsb., tapi satu hal yang pasti, bukan hanya ada ordo di dalam Allah Tritunggal, jangan lupa, di dalam Yohanes 17 dikatakan, bahwa Bapa itu dimuliakan oleh Anak, as well as memuliakan Anak, Bapa dimuliakan anak, itu lumrah, tetapi dalam Yoh.17 Bapa juga memuliakan Anak. Ada banyak dalam bagian alkitab lain yang membicarakan hal ini, tapi intinya adalah yang namanya ke-Tritunggal-an Allah, itu adalah Allah yang kesatuannya itu tidak lebih fundamental dari pada ketigaannya dan yang ketigaannya itu tidak lebih fundamental dari kesatuannya. Mereka itu berbeda, tetapi perbedaan di dalam ke-Tritunggal-an itu perbedaan yang bukan hanya tidak bertabrakan, perbedaan itu justru adalah sumber persatuan.
Kita tidak usah pusing akan hal ini, sebagai contoh, karena saya orang musik, di dalam musik ada yang namanya harmoni, apakah suatu harmoni justru akan harmonious, harmoni itu datang ketika ada dua not yang sama berbunyi sama-sama? Atau harmoni justri ada ketika dua not yang berbeda berbunyi bersamaan? Misalnya nada C kalau sendiri tidak harmoni, kalau C dan E menjadi harmoni, kenapa bisa ada harmoni di sini? Bukan karena ada dua not yang sama, tetapi justru karena ada dua not yang berbeda, and yet perbedaan itu justru membuat ada kesatuan, kalau tidak ada perbedaan apa yang ingin disatukan? Kalau dimainkan nada C, E dan G, makin banyak, makin harmoni, makin indah, kenapa? Justru karena makin banyak, and yet makin jadi satu. Keindahan dari musik, meaning dari musik itu justru makin intens, makin tinggi itu ketika perbedaahn yang makin banyak, ini kan satu hal yang aneh bukan? Kalau dalam musik, musik itu selalu ada persatuan antara persaman dan perbedaan, kalau kita mau mendengar musik, kita mau mendengarkan musik yang seperti apa? Apakah ingin mendengar musik yang nadanya sama terus? Tidak kan, kita pasti ingin mendengar musik yang ada bedanya? Misalnya kita mendengar musik yang nadanya do terus, do do do do, siapa yang mau mendengar? Tapi di sisi lain, kalu kita hanya mendengar musik yang hanya beda, apakah kita juga mau mendengar? Misalnya satu not pindah ke not yang lain dan tidak mengulang lagi not itu, tidak ada kesamaannya, harus pilih not yang lain, jadinya seperti apa? Itu juga kan bukan musik? Tetapi sesuatu yang jadi musik adalah ketika ada persatan di dalam kesamaan dan juga perbedaan, misalnya saya bisa bikin musik seperti ini, do sol, do sol, do sol, seperti itu kan mengulang, itu persamaan, itu belum jadi musik, tapi apa yang terjadi kalau saya rubah sedikit, dari do sol, do sol, do fa, do mi, mulai terdengar seperti musik, karena ada perbedaan. Tambah indah, kenapa keindahan sepeti itu bisa muncul? Itu simple sekali kan ya? karena ada penggabungan at the same time antara persamaan dan perbedaan, dimana ada perbedaan, tetapi perbedaan itu justru membuat persatuannya makin kuat, perbedaannya justru menjadi satu sumber dari pada kesatuan, itu yang membuat ada keindahan dalam musik, itu mirip seperti keindahan dalam Allah Tritunggal.
Iitu bukan hanya beda dalam not, actually musik yang indah-indah bukankah muik-musik yang menggunakan instrumen yang berbeda-beda juga? Misalnya apakah kita mau mendengar 15 piano bermain sama-sama? Tidak ada gunanya bukan? Tetapi kalau kita mendengarkan satu flute dengan satu gitar, dua jenis alat musik ini berbeda, and yet waktu mereka dimainkan sama-sama, justru indah sekali, justru kombinasi dari sesuatu yang berbedalah membuat mereka jadi indah, ketika satu orkrestra ( ada berbagai alat musik, ada choir-nya juga) bermain bersama-sama, apakah kita akan protes dan tidak mau mendengar, terlalu bising, main satu-satu saja ya? Tidak seperti itu kan ya? Waktu kita mendengar musik, justru ingin ada pluralitas, kita ingin ada perbedaan, kita justru datang dan melihat perbedaan sebagai satu hal yang enriching, kita akan mengatakan bahwa musik seperti itu justru musik yang limpah. Kenapa kita tidak pernah melihat Allah Tritunggal seperti ini ya? Kenapa kita selalu melihat Allah Tritungal sebagai satu problem matematika yang harus diselesaikan? And yet waktu kita berhadapan dengan musik yang juga punya problem yang sama, ada sama ada beda, satu tiga lebih apa sih ini? Kita tidak mengatakan, tidak bisa begini, ya kan? Kita justru menikmati, maka saya rasa kita perlu membuat approach yang baru waktu kta membicarakan mengenai Allah Tritungal. Coba kita pikirkan, apakah kita mau memiliki Allah yang tidak Tritunggal? Justru Allah seperti ini adalah keindahan, karena ada perbedaan dan justru perbedaan itu yang membuat mereka bersatu dan persatuan itu bukan bikin unifornitas, tetapi benar-benar unitas, karena di situ ada unitnya. Mungkin kita perlu memikirkan Allah Tritunggal dengan pemikiran seperti ini kali ya?
Nah model Allah Tritunggal seperti itulah yang kita ambil hari ini, model yang kita namakan sebagai relasi. Allah Tritunggal adalah Allah yang relational, relasi itu selalu mangasumsikan adanya perbedaan, baru dia bisa berelasi. Perbedaan yang paling mendasar adalah orang itu bukan kita, itu sudah pasti dan actually semakin perbedaan itu semakin tinggi, justru relasinya semakin intens. Orang yang selfish itu orang yang seperti apa sih? Orang yang selfish adalah orang yang justru tidak mau hidup dengan interaksi semacam itu, karena dalam relasi yang tadi, again, kenapa bisa ada perbedaan yang justru nyambung, kenapa perbedaan itu membuat justru persatuan? Karena orang-orang yang dalam satu relasi, itu selalu punya arah yang ke luar, orang-orang yang dalam satu relasi selalu tidak memikirkan dirinya, tetapi selalu memikirkan yang berbeda dari dia, kita tidak bertahan di diri kita, relasi itu ada perbedaan, tetapi justru membuat perbedaan sebagai sumber dari kesatuan. Kembali lagi, apa sih orang yang selfish? Orang yang selfish adalah bukanlah orang yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain, orang yang selfish adalah orang-orang yang semua interaksinya adalah untuk tujuan dirinya, arahnya itu selalu ke dalam bukan ke luar. Istilah yang bagus adalah dia selalu ingin diorbit dan dia tidak pernah mau mengorbit, sebagai contoh, orang bisa memberi makan orang miskin, rajin memberi sedekah, tetapi sejauh apa? Sejauh ada rasa enak dalam hati, orang mungkin rajin PI, pelayanan dll., tetapi ujungnya apa? Ujungnya sebenarnya adalah supaya hatinya itu tidak ada guilty feeling, supaya dia merasa ooh saya sudah melayani Tuhan and therefore saya oke dihadapan Tuhan dsb., orang seperti itu bukan tidak ada interaksi, bukan, tetapi orang seperti itu interaksinya itu jelas bukan interaksi yang bersifat relasional, karena dia bukan hidup berfokus ke luar, dia berfokus ke diri, itu orang yang self centre. Orang yang self centre adalah orang yang membuat segala sesuatu dalam hidupnya menjadi suatu alat untuk mencapai tujuan yang dirinya mau, yang penting adalah dirinya, nafsunya, keinginannya, orang seperti ini bisa punya teman, tapi temannya hanya untuk mengisi kebutuhan dirinya, orang seperti ini bisa rajin pelayanan, ya bisa, tetapi begitu pelayanan mulai tidak comfortable buat dia, dia langsung marah, baik kepada orang lain ataupun dalam hati.
Coba kita bandingkan dengan Allah Tritunggal, isi dari Allah Tritunggal adalah self giving love, selalu saling memuliakan, saling memuji, saling mendahulukan, mereka tidak pernah cari kemuliaan untuk diri mereka masing-masing. Apakah Kristus waktu mati, Dia membangkitkan diriNya sendiri? Tidak, Dia tunggu Allah Bapa membangkitkan Dia, ini kesalingan yang bisa jelas sekali di dalam Allah Tritunggal, Allah Tritunggal saling mengorbit satu sama lain, itu sebabnya Allah Tritunggal adalah Allah yang relasional. Apa yang terjadi dalam musik kalau masing-masih not ingin bermain sendiri, tidak mau kedengaran buat yang lain? Tidak akan bisa ada musik, bukankah indahnya musik justru adalah ketika setiap not dari musik tersebut tidak pernah hidup buat dirinya sendiri, tidak pernah bunyi hanya buat dirinya sendiri? Tetapi berbunyi untuk not yang lain, misalnya waktu kita mendengar nada do mi sol do, bandingkan dengan yang hanya keluar do saja, yang mana yang lebih meaningful dan bisa dinikmati? Pasti yang pertama, ada signifikansi yang lebih tinggi, kenapa? Karena dalam musik, setiap not hidup buat not yang lain dan juga sebenarnya mati buat not yang lain, karena kalau si do ini tidak mati, mi tidak bisa muncul, kalau mi tidak mati, maka sol tidak bisa muncul kan ya? Coba kita bayangkan kalau dalam musik si do ingin hidup terus, harus saya, semua harus mengorbit saya, saya yang boleh maju, do terus yang bunyi, ya tidak ada musiknya. Tapi si do tahu kapan berhenti, baru si mi muncul dan mi tahu kapan berhenti, baru si sol muncul dan masuk lagi ke do, itu baru jadi musik kan ya? Dalam musik itu ada certain aturan, prinsip dimana setiap entitas dalam itu hidup buat yang lain, mati buat yang lain, terfokus buat yang lain, tidak pernah untuk diri sendiri. Musik itu akan hancur kalau di dalam musik ada elemen yang mau egois, misalnya ketika pianist berkata, kalau saya lagi main kamu violinist diam ya, apa yang terjadi kalau seperti ini? Itu namanya bukan main sama-sama, satu keindahan muncul ketika si violinist main, si piano main mengiringi dia ikutin aturannya, ikutin tangga nada yang sama, ikutin tempo yang sama dan si violinist juga sama mengikuti aturan yang ada, itu baru jadi keindahan.
Itulah kira-kira Allah kita, Allah Tritunggall, Allah yang relasional, saya mau tanya, apa itu feminisme? Dalam satu kesimpulan besar kita bisa mengatakan, feminisme adalah ketika wanita mengatakan, kita sendiri yang harus menentukan apa artinya menjadi wanita. Arti dari kewanitaan harus wanita yang sendiri yang menentukan, pria jangan ikut menentukan, apa yang pria katakan mengenai wanita, itu tidak valid, jangan ikuti budaya mereka, itu budaya patriarkal, misalnya wanita harus di rumah, wanita harus menurut sama suaminya, dll., banyak haluannya, tapi intinya satu yaitu saya mau menentukan bagi diri saya sendiri, apa yang saya mau. Tetapi apakah feminisme itu bisa dihidupi? Tapi justru bukankah ada satu bagian dalam hati wanita, yang baru merasa jadi wanita ketika dia mendapatkan seorang pria yang bisa memimpin dia, yang bisa dia ikuti pimpinannya, pria yang bertanggung jawab, yang mengasihi dia? Yang pria juga sama, memang tidak ada yang namanya maskulinisme, tetapi coba perhatikan yang namanya pria, apa sih yang namanya pria yang sukses? Seringkali dikatakan menjadi pria yang sukses adalah ketika bisa mencapai ambisinya, bisa mencapai kemauannya, bisa mengontrol orang lain, dll., tetapi bukankah dalam hati setiap pria ada satu bagian yang justru merasa sukacita menjadi seorang pria ketika dia berkorban demi istrinya, berkorban bagi keluarganya, ketika ambisinya, nafsunya, apa yang dia mau harus dia tahan, harus dia hentikan supaya keluarganya boleh hidup dengan baik? Justru di saat seperti itulah para pria merasa inilah artinya menjadi seorang pria, dalam saat seperti itu muncul sukacita, kita semua mengalami itu, jadi inilah relasi. Ketika harga diri, nilai dari diri itu justru di achieve bukan menempatkan diri sebagai yang terutama, tapi di achieve melalui berfokus kepada yang lain, berfokus kepada yang bukan kita, kenapa musik dan relasi manusia bisa seperti ini? Bukan hanya ini saja, ada banyak lagi yang lain, tetapi semua hal di dalam dunia ini, karena semua dunia ini diciptakan oleh Tuhan dan Allah kita adalah yang Allah Tritunggal, itu sebabnya sisa-sisa ke Tritunggalan-Nya itu masuk diseluruh ciptaan ini, kita itu baru menemukan sukacita, harga diri baru komplit ketika kita berfokus bukan untuk diri kita, tapi untuk yang lain.
Ada satu artikel yang membahas mengenai gay relationship, yang ditulis oleh seorang gay juga, dia menulis tentang kenapa orang-orang yang gay tidak perlu memperjuangkan untuk dapat status pernikahan, kenapa? Menarik sekali, dia mengatakan, sepertinya hubungan gay itu tidak cocok dengan konsep pernikahan, karena berdasarkan beservasi saya, baik diri saya maupun orang lain, hubungan orang gay itu jarang sekali yang bertahan lebih dari lima tahun, begitu sudah beberapa lama, harus ganti yang lain, bukan hanya saya, orang lain juga. Jadi kita tidak perlu berbiacara tentang pernikahan, pernikahan itu kan long term, tapi hubungan gay ini sepertinya short term kok? Yang lucu adalah artikel itu juga mengatakan bahwa pernikahan itu untuk heteroseksual, kenapa? Karena yang langgeng, yang lama itu justru adalah pernikahan antara pria dan wanita, yang berbeda jenis, ini sangat menarik. Di tempat yang lain ada seorang yang bertanya kepada seorang gay, kenapa sih kamu jadi gay? Apa sih enaknya jadi gay? Orang gay mengatakan, apakah kamu tidak pernah merasa bahwa kita itu beda jenis, lawan jenis, itu bukan hanya beda jenis kelamin saja, tetapi berbeda cara berpikir, itu sebabnya kalau laki-laki dan perempuan itu sering frustrasi, karena cara berpikirnya berbeda. Kita juga sering mengalami hal ini, seperti joke yang ada di internet, si laki-laki bertanya sayang mau makan dimana? Lalu si wanita bilang, terserah kamu, lalu si laki-laki bilang, ya sudah kita makan di sini saja yok, lalu si wanita bilang emmm tidak ah, si laki-laki mulai bingung, tadi katanya terserah, kalau di sini bagaimana, tidak mau, lalu si laki-laki mulai marah, tadi bilang terserah, tapi ternyata si wanita juga marah, kamu tidak mengerti perasaan saya, jadi frustrasi kan? Kenapa? Karena berbeda. Tapi coba kita lihat hal ini dengan kaca mata Allah Tritunggal, kaca mata relasional, kaca mata dimana perbedaan itu seharusnya justru harus membuat satu persatuan. Untuk si laki-laki, apakah dia tahu kenapa si wanita mengatakan terserah kamu? Bukan memang karena terserah, bukan karena dia tidak punya preferensi, bukan, tetapi kenapa dia mengatakan terserah? Karena wanita ingin isi hatinya diketahui, ya kan? Kalau si laki-laki sadar hal ini, bukankah si laki-laki senang diperlakukan seperti itu? Jadi si wanita mengatakan terserah, itu artinya dia ingin diberikan yang terbaik buat dia, berarti si wanita sedang menempatkan si laki-laki sebagai pemimpin bukan? Kalau si laki-laki sadar akan hal ini, apa yang akan si laki-laki katakan? Bukankah si laki-laki akan bangga dan sukacita? Lalu si laki-laki berbicara dan berkata kamu lagi sakit perut tidak? Kalau makan makanan yang pedas di sini bagaimana? Oh ya aku suka kok, ayo kita makan, jadi klop, kenapa bisa klop? Bisa klop bukan karena sama, bisa klop karena berbeda, perbedaannya adalah alasan kenapa bisa ada persamaan, itu adalah relasi dan kenapa bisa seperti itu? Karena Allah kita seperti itu, kita bisa lihat keindahannya bukan? Tetapi kenapa kita tidak mengerti? Karena kita inginnya fokus ke diri sendiri, fokus ke diri sendiri, kita tidak ingin mendengar orang lain. Itu sebabnya even orang gay pun mengakui bahwa relasi yang bertahan lama adalah relasi antara pria dan wanita, menarik bukan?
Allah yang menciptakan dunia ini pun pada dirinya sendiri sudah berelasi, so implikasinya apa buat kita? Implikasinya buat kita yang bisa kita pelajari adalah itu berarti bukannya kita tidak boleh hidup egois, bukan tidak boleh, tetapi kita tidak bisa hidup egois, kita tidak bisa hidup secara egois. Orang egois fenomenanya itu paling sedikit ada dua macam, yaitu orang yang hidup bagi dirinya sendiri, segala sesuatu, semua orang itu hanya eksis untuk tujuan dirinya sendiri, keinginan dirinya, fenomena pertama ini sudah sering kita dengar yaitu ada orang yang tidak bisa diajak kerjasama, orang-orang yang selalu bilang tidak, orang-orang yang apa-apa selalu dia harus duluan. Ada tipe orang egois yang kedua, orang yang justru kelihatan sangat bisa diajak kerjasama, yang selalu bilang iya, yang apa-apa selalu kasih ke orang lain duluan, orang-orang seperti ini bukan hanya selalu bilang iya, mereka actually tidak bisa bilang tidak. Mereka tidak bisa jaga batas, kelihatannya sangat selfless, tapi apakah ujungnya mereka pasti melakukan ini karena kasih? Tidak tentu, banyak orang seperti ini justru melakukan semua ini karena mereka perlu pengakuan orang, mereka perlu status sebagai orang yang baik, status diakui masyarakat sebagai orang yang altruist, ujungnya apakah orang ini sedang melayani orang lain, sedang berfokus pada orang lain? Tidak, orang seperti ini justru sedang memanfaatkan orang lain, menggunakan orang lain untuk melayani tujuan diri mereka sendiri. Kita dalam menghadapi orang lain dalam gereja, responnya bisa dua, yang pertama ketika menghadapi perbedaan, wah orang ini beda sama saya, dia harus berubah, egois , lalu yang kedua, ooh saya harus berubah, saya tidak boleh kelihatan beda, eeh kultur di sini biasanya bagaimana sih, saya kok beda? Orang seperti ini pun juga sama, orang yang self centre, karena dia sedang menggunakan orang lain, sama saja. Hidup seperti ini, hidup yang egois, apakah bisa bertahan? Tidak bisa. Orang egois dalam kasus pertama cepat atau lambat dia akan dijauhi oleh orang lain, tetapi orang kedua, mungkin tidak dijauhi oleh orang lain, tapi dia akan benci sekali dengan dirinya sendiri, dia akan mengatakan, kenapa saya begitu insecure? Kenapa saya butuh sekali perhatian orang lain? Orang tipe seperti ini menyedihkan sekali, orang seperti ini bisa bunuh diri.
Maka berarti, karena Allah kita adalah Allah Tritunggal, Dia punya karakter relasional dan Dia menciptakan dunia dengan karakter relasional tersebut, itu artinya kita bukan sekedar tidak boleh hidup egois, tapi kita tidak bisa hidup egois, seluruh masalah dalam hidup kita adalah karena ada orang yang mau menempatkan diri sebagai terutama, atau karena kita mau menempatkan diri kita sebagi terutama. Kenapa negara bisa berantem satu sama lain? Karena mereka saling menempatkan diri sebagai yang terutama, kenapa bisa muncul masalah antar teman? Kenapa bisa muncul masalah antar suami istri? Kenapa bisa muncul masalah antar hamba Tuhan dan jemaat? Karena kita tidak mau mengorbit, kita hanya mau diorbit, tetapi hari ini yang ingin saya katakan adalah ketika kita mau mengorbit, ketika kita rela menderita kerugian demi menjaga relasi, barulah di situ hidup kita akan mekar dengan sukacita. Kalau kita sungguh berfokus pada orang lain, kita harus tahu dulu artinya apa? Itu berarti relasi kita harusnya adalah relasi yang tidak bersyarat, berarti kalau kita berelasi berfokus pada orang lain, kita simply mau dia karena dia apa adanya, bukan karena apa yang dia bisa berikan kepada kita, sehingga kita dapat keuntungan, itu namanya mengorbit pada orang lain. Dan berarti kalau kita berelasi dengan Tuhan, itu berarti senantiasa kita memuji Dia, kagum sama Dia dst., tapi bukan karena Dia membeirkan kesembuhan, bukan karena Dia memberikan kita pengetahuan, simply karena Dia itu, Dia apa adanya. Ketika kita mendapatkan relasi seperti ini, baru kita akan mengalami sukacita itu, Tuhan dalam ke-Tritunggalan-Nya senantiasa berada dalam relasi yang selalu ke luar, relasi yang selalu berfokus kepada Pribadi yang lain, relasi yang tidak pernah egois, relasi yang tidak pernah mencari kemuliaan diri sendiri.
Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa Tuhan tidak mencari kemuliaan bagi diri sendiri? Padahal di dalam alkitab ada banyak Tuhan mengatakan, puji Aku, bernyanyi bagiKu, muliakan Aku, ya memang benar Dia mengatakan semuanya itu, tapi sekarang kita baru mengerti kan kenapa Dia mengatakannya? Karena Dia mau kita bersukacita, itu sebabnya Dia suruh kita berfokus pada Dia, karena Dia tahu ini yang akan menjadikan sukacita terbesar bagi kita, bukan karena Dia bisa dapat apa-apa, untuk apa Tuhan menciptakan kita, apakah supaya Dia dapat benefit? Apakah supaya Dia dapat cinta kita? Tidak, Dia itu Allah Tritunggal, Dia sudah punya relasi cinta yang sempurna sebelum dunia dijadikan, lebih dari pada cinta apapun yang kita bisa berikan kepada Dia, walaupun kita tidak jatuh dalam dosa. Tapi waktu Dia mencipta dunia, apa yang Dia dapatkan? Yang Dia dapatkan justru pembatasan dengan menciptakan dunia, khususnya menciptakan manusia yang diberikan kebebasan untuk memberontak. Allah meresikokan kesedihan, meresikokan penolakan dan kita tahu ujungnya semua itu memang terjadi. Dan akhirnya kita tahu, dengan menciptakan kita, dengan memberi kita hidup, bukan hanya Dia meresikokan penolakan atau kesedihan, Dia meresikokan kematianNya. Maka satu hal, kenapa Allah Tritunggal menciptakan kita? Bukan untuk keuntungan, kenapa Allah Tritunggal menyuruh kita memuliakan Dia? Bukan untuk mendapatkan, tetapi untuk memberi kita sukacita yang Dia alami itu. Dia mencipta kita supaya kita boleh berbagian dalam sukacita sebuah relasi yang sejati, itu sebabnya Dia bilang puji Aku, sembah Aku, taatilah Aku, bukan karena kamu akan dapat mukjizat atau pengetahuan, tetapi untuk Aku dan kenapa? Karena ketika kamu melakukannya, kamulah yang akan bersukacita, untuk inilah kita diciptakan, bukan untuk sekedar percaya, bukan untuk sekedar taat. Apa itu hidup kekal? Hidup kekal adalah mengenal Dia, berelasi dengan Dia, kita diciptakan untuk berelasi dengan Dia, untuk bersukacita dengan Dia.
Doa yang efektif, doa yang membuat aliran deras, doa yang membawa sukacita adalah doa yang bukan berfokus pada diri, apa yang kita mau dsb., tapi doa yang isinya penyembahan. Kenapa Tuhan suruh kita untuk menyembah Dia? Itu adalah untuk kita, kalau kita melihat hal ini dan menyadari betapa hal ini beautiful buat kita, itulah saat dimana kita mulai masuk ke dalam relasi dengan Allah Tritunggal. Bagaimana bisa mengorbit Dia? Bagaimana bisa mengorbit orang lain? Kita lihat bagaimana Dia sudah mengorbit kita, Dia mencipta untuk sukacita kita, Dia menyelamatkan kita bukan karena kekuatan atau keindahan kita, tetapi karena diri kita apa adanya, Dia sudah mati untuk kita, Dia sudah mengorbit kita, sekarang orbitlah Dia, orbitlah orang lain. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading