Perikop sebelumnya kita membahas tentang orang kaya yang akhirnya tidak masuk ke dalam Kerajaan Allah karena dia lebih mengasihi kekayaannya dari pada mengasihi Yesus. Di dalam bagian yang sudah kita baca ini Petrus menanggapi, at least di dalam flow yang dibicarakan oleh Lukas dalam ayat 28, menciptakan satu kontras dengan gambaran orang kaya yang tidak mengambil keputusan untuk tidak mengikut Yesus ini, Petrus mengatakan, kami telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan kami mengikut Engkau. Kita tidak tahu apa arti dari kalimat ini, satu pembanggaan-kah? Atau satu pernyataan keragu-raguan-kah? Atau kekuatiran-kah? Kita tidak tahu, tetapi yang kita baca adalah tanggapan Yesus yang sangat menghibur dan kita bisa membaca ini sebagai satu jawaban yang juga menjawab kedalaman hati dari Petrus yang mengatakan kalimat yang di atas tadi. Kemungkinan memang ada certain nuansa kekuatiran, keragu-raguan dan karena itu jawaban dari Yesus ini menjadi sangat relevan waktu kita membaca dalam ayat 29-30.
Petrus mengatakan, kami telah meninggalkan segala kepunyaan kami (mungkin kalau kita baca secara sederhana, kita bisa langsung nyambung dengan harta atau kekayaan), yang menarik adalah jawaban dari Yesus sebenarnya tidak sesederhana meninggalkan harta atau kekayaan saja. Tetapi meninggalkan rumah, istri, saudara, orang tua, anak-anak, bagian ini sudah pernah kita bahas, tidak perlu kita ulang lagi, tapi dalam bagian ini kembali mengangkat isu tentang keluarga, termasuk rumah, kekayaan, keluarga, ya semuanya. Kalau kita melihat di sini, ada satu panggilan keluar dari kehidupan nyaman, comfort zone di dalam kehidupan kita, yang akhirnya membuat kita menjadi tidak sanggup berbuah dihadapan Tuhan. Ini bukan satu ajaran untuk tidak bertanggung jawab terhadap istri, saudara atau keluarga, Yesus tidak mungkin mengajarkan bagian seperti itu dan kita juga tidak bisa meng-abuse ayat ini untuk membenarkan ketidak bertanggungjawaban kita terhadap keluarga kita, pasti bukan di dalam arti itu. Tetapi satu panggilan untuk tidak terus-menerus berpikir hanya di dalam lingkup yang sempit itu, sehingga akhirnya orang betul-betul hidup di dalam kemiskinan in the true sense, meskipun dia mempunyai kekayaan, meskipun dia punya rumah, meskipun dia ada istri, saudara dll., tetapi hidup di dalam kemiskinan rohani.
Yesus ingin mengundang kita, membebasakan kita dari kehidupan yang miskin tersebut dan masuk ke dalam kelimpahan, hidup di dalam segala kelimpahan, multiplikasi, lipat ganda. Dan waktu kita membaca di sini, bukan hanya untuk waktu yang akan datang, tetapi di dalam janji masa ini juga, di sini dan sekarang. Seperti panggilan Tuhan kepada Abraham, memanggil keluar dari rumahnya, dari keluarganya, yang menarik adalah ayahnya sendiri menyertai dia. Jadi Abraham siap berpisah, tetapi akhirnya Tuhan mengembalikan, ya paling tidak ayahnya itu kembali, mengikuti dia, menjadi satu berkat yang disediakan oleh Tuhan bagi orang yang taat kepada Tuhan. Di situ kita melihat ada satu perpisahan yang tidak mudah dan salah satu penafsir mengatakan, itu menjadi satu paradigma, bagaimana seseorang di dalam keadaan yang barren, mandul, tidak bisa punya anak, itu dipakai menjadi satu metafora, paradigma keadaan manusia waktu sebelum dipanggil Tuhan, dia bisa punya rumah, keluarga, kekayaan, tetapi mandul, tidak sanggup untuk berbuah. Sekali lagi, di sini artinya terutama di dalam pengertian rohani, bukan dalam pengertian literal atau jasmani, orang-orang ini di dalam keadaan yang tidak bisa berbuah, keadaan yang stagnan, keadaan yang status quo, yang hanya berputar di situ, tidak ada pergerakan.
Keluarga ini cukup sukses di dalam dunia, cukup terpandang, respected, hambanya banyak dan keluarganya juga menjadi satu keluarga yang besar, tetapi barren, mandul, sebetunya tidak ada masa depan, tidak ada pengharapan, setelah itu selesai, karena tidak bisa lagi melanjutkan keturunan. Sarai itu mandul dan di dalam keadaan seperti ini kemudian Tuhan memanggil Abram keluar dari keadaan barrenness itu, kita ada dua pilihan, keadaan yang kelihatan seperti secure, aman, yang bisa kita kendalikan, tetapi sebenarnya barren, mandul atau keadaan seorang musafir yang memang ada resikonya meninggalkan zona aman, tetapi kemudian kita mengalami penyertaan Tuhan di dalam kehidupan kita dan janji di sini dikatakan, kita akan menerima kembali lipat ganda, bukan hanya pada masa yang akan datang, tetapi juga masa yang sekarang. Menerima lipat ganda, lipat ganda apa? kekayaan relasi keluarga, tekanannya adalah relasi, istilah yang sangat tidak populer di dalam dunia modern ini, “relasi”. Karena di dunia modern, orang berani untuk mengorbankan relasi, miskin tidak apa, yang penting saya kaya secara harta, meskipun saya kesepian, tidak apa-apa. Tetapi achievement saya cukup membanggakan, bisa dilihat, orang bisa kagum dan respek pada saya, terhadap apa yang saya achieve, meskipun sebetulnya di dalam kehidupan saya sangat kesepian dan tidak ada relasi dengan siapa-siapa. Sehingga pembicaraan tentang relasi, menjadi satu pembicaraan yang aneh di dalam dunia modern, tetapi justru itu yang dijanjikan oleh Yesus Kristus.
Kalau kita melihat visi surga, salah satu gambaran yang jelas adalah kekayan relasi, tidak membicarakan tentang kekayaan materi, sorga itu tempat orang-orang yang paling kaya, tidak ada alkitab membicarakan hal itu, pak Tong pernah menafsir emas yang dijadikan lantai di surga, itu bukan sedang membandingkan wah lantai di surga emas, kalau di sini tanah, bukan itu. Tetapi menyatakan satu gambaran yang paling berharga di dalam dunia ini di surga hanya diinjak-injak, di sana emas itu tidak penting, tetapi kalau di dunia emas bisa kita pasang di telinga, di tangan dll., kita sangat membanggakan emas sebagi aksesoris. Di sana diinjak-injak, tidak ada harganya, yang jauh lebih berharga dari pada emas adalah relasi bersama dengan anggota keluarga Kerajaan Allah, relasi yang sempurna, di dalam hidup yang akan datang, tetapi diberikan Tuhan juga selama kita masih berada di sini, kita akan menerima kembali lipat ganda. Kita harus hati-hati di dalam keadaan seperti ini, setiap keluarga kan punya persoalan, pergumulan, ya kan? Tapi kalau kita tidak hati-hati, lalu kita masuk di dalam situ, akhirnya makin lama makin miskin, akhirnya orang lain juga tidak bisa akses di dalam kehidupan kita, keluarga lain tidak bisa masuk dalam keluarga kita dan kita juga tidak tertarik dengan keluarga lain dst. Dan kita tersedot di dalam kehidupan keluarga kita sendiri yang tidak ada habis-habisnya, yang selalu bisa di justify kenapa saya masih belum ada waktu untuk orang lain, karena keluarga saya sedang ada masalah.
Setiap saya konseling orang yang akan menikah, saya mengingatkan kepada mereka, jangan setelah menikah, masuk ke dalam satu kehidupan yang sangat private, makin lama makin eksklusif, sampai orang lain tidak bisa masuk lagi, ini satu keadaan yang menyedihkan. Ada couple yang tadinya sebelum menikah bisa ada waktu untuk orang lain, bisa terlibat di dalam pelayanan ini dan itu, kehadirannya bisa menjadi blessing, tetapi begitu mereka masuk ke dalam pernikahan, lalu masuk ke dalam persoalan keluarga yang tidak habis-habisnya, terus disitu, sepertinya diikat, makin dilayani, masalah semakin tidak selesai. Bagaimana kehidupan seperti ini? Yesus ingin membebaskan kita dan menjanjikan kehidupan yang berlipat ganda. Petrus pasti pernah di kejar-kejar, sekali lagi, bukan tanpa resiko, ini bukan satu keadaan yang mereka sangat-sangat jauh lebih secure, dia ada resiko mau dibunuh, pernah masuk penjara dsb. Tetapi betul yang diajarkan oleh Yesus Kristus bahwa Petrus indeed menerima lipat ganda pada masa ini juga selama dia ada di dalam dunia, apalagi di dalam kehidupan yang akan datang.
Yesus mengundang saudara dan saya untuk masuk ke dalam kelimpahan relasi ini, kelimpahan multiplikasi, multiplikasi di dalam joy, di dalam kebahagiaan, kebahagiaan orang lain, tetapi juga dukacita orang lain, itu dua-duanya memperkaya.Dukacita yang self centre yang berkaitan dengan urusan kita sendiri, itu memiskinkan, dukacita atau persoalan orang lain itu memperkaya, kita tidak pernah akan jadi miskin waktu kita berbagian di dalam kesulitan, pergumulan, lamentasi, ratapan, kesedihan dan air mata orang lain, tidak. Tetapi kita bisa jadi semakin miskin kalau kemudian kita terlalu banyak mengurus dukacita kita, air mata kita, yang seringkali sangat self centre dan self pity itu. Waktu kita berbagian di dalam kehidupan orang lain, bukan hanya sukacitanya, sukacitanya pasti memperkaya kita, no question tentang itu dan tidak perlu dijelaskan, tetapi sebenarnya dukacita orang lain juga memperkaya kehidupan kita, itu satu kehidupan persekutuan yang sehat dan mempunyai satu efek healing di dalam kehidupan kita hidup di dalam dunia yang makin lama semakin egois dan hanya memikirkan diri sendiri saja.
Yesus memberikan kekuatan, penghiburan kepada Petrus di dalam keragu-raguannya, di dalam ketidakpastiannya dan di sin kita juga melihat ada tempat, kalau membaca di dalam alkitab certain pemikiran tentang reward, karena memang kita adalah manusia yang lemah. Kita seringkali mendengar satu kalimat yang sangat ideal tinggi, orang mengatakan, kalau kita mengikut Yesus, kita tidak pikirkan reward lagi, kita tidak pikirkan upahnya lagi, itu untuk orang-orang yang levelnya masih di bawah, seharusnya kita waktu mengasihi Yesus betul-betul tulus, karena kita mengasihi Dia. Mengapa kita mengasih Dia? Karena Dia telah terlebih dahulu mengasih kita, harusnya seperti itu sudah cukup, ya memang harusnya sudah cukup, tetapi ternyata tidak dan Yesus mengakomodasi kelemahan itu. Ini kan bicara tentang reward, Petrus tanya seolah-olah mau bertanya, meskipun kalimatnya tidak ada di sini, tetapi kita boleh lanjutkan, “kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau, kami dapat apa?” Mungkin sebetulnya kalimatnya seperti itu kalau boleh diteruskan dan jawaban Yesus juga masih nyambung kok tentang itu, meskipun kalimat itu tidak ada di dalam pertanyaannya. Sebetulnya kita bisa membaca kedalaman hati seseorang di dalam pertanyaan yang tidak lengkap itu dari jawaban Yesus, waktu Yesus katakan, “sesungguhnya engkau akan menerima kembali lipat ganda”, ini menjawab kekuatiran Petrus. Kita dapat apa setelah mengikut Yesus? Apa yang akan kita dapatkan, kita sudah kehilangan banyak? Meninggalkan semua yang kita punya, lalu kita akan mendapatkan apa? Yesus mengatakan, akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, tetapi juga di dalam kehidupan yang kekal.
Setelah perikop ini kemudian Yesus memberitahukan dicatat untuk ketiga kalinya, betapa sabarnya Yesus, kalau kita membaca di dalam akhir perikop ini, tetap saja tidak mengerti padahal sudah tiga kali. Setelah Yesus meneguhkan pengikutan mereka, Petrus yang sudah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus, Yesus mengatakan, kamu akan menerima lipat ganda, ini momen yang tepat untuk memberitahukan tentang penderitaan Yesus, sekali lagi untuk ketiga kalinya. Sekarang kita pergi ke Yerusalem, segala sesuatu yang ditulis para nabi mengenai Anak Manusia akan digenapi, kalimat ini tentu saja bisa ditafsir berbagai macam, walaupun dikatakan di dalam ayat 32-33 tetapi tidak ditangkap oleh mereka, terutama ayat 32, yang ditangkap adalah ayat 31, kita akan masuk Yerusalem …… dst., Apa? Ya itu kenyataan Kingdom of God yang segera terjadi di situ, mereka punya tafsiran sendiri, dan sisanya mereka tidak mau dengar lagi, bahaya kalau mendengar seperti ini, ini bagian daripada teori komunikasi. Kalau orang bilang kalimat pertama, kita sudah excited mendengarnya dengan tafsiran kita sendiri, penjelasan berikutnya kita sudah tidak tertarik lagi untuk mendengarkan. Makanya very important to listen until the end, begitu ya, bukan listen satu dua kalimat sepertinya kita tidak sabar, kadang-kadang orang ngomong kita berkata, ya sudahlah, sudah cukup, saya sudah tahulah nantinya kamu mau ngomong apa. Orang bertanya belum selesai, sudah dijawab duluan, orang cerita belum selesai, sudah ditanggapi duluan, memang yang cerita kepanjangan juga harus belajar supaya jangan menghambur-hamburkan waktunya orang lain, jadi penyangkalan ada pada dua belah pihak.
Tetapi seringkali di dalam kehidupan kita, kita tidak sabar untuk mendengarkan sesama kita, tidak sabar untuk mendengarkan Tuhan. Tuhan mau bicara tiga kalimat, kalimat pertama kita merasa sudah tahu, sebetulnya Yesus masih bicara kita tidak dengar lagi. Padahal itu kalimat yang penting sekali dalam ayat 32, tafsiran yang diberikan Yesus Kristus tentang apa yang akan terjadi di Yerusalem tentang Dia dan apa yang sebetulnya digenapi dari kitab para nabi tentang Anak Manusia itu yaitu bahwa Yesus akan menderita dan mati. Meskipun ada pembicaraan tentang akan bangkit, kita melihat lebih banyak bicara tentang diolok-olok, dihina, diludahi, menyesah, membunuh, ada lima kali, hanya satu kali bicara tentang kebangkitan. Bicara tentang kebangkitan, kesuksesan dsb., orang tidak ada kesulitan dengan itu waktu diterapkan dalam teologi profile Messiah, tetapi waktu bicara diolok-olok dsb., ini apa? Tidak nyambung di dalam pikiran mereka, sepertinya perkataan seperti ini tidak bisa dimengerti dan tidak menarik ajaran pengikutan yang seperti ini.
Maka kita membaca di dalam ayat 34, “…..arti perkataan itu tersembunyi bagi mereka …….”, seperti ada sesuatu yang menutup mata hati mereka, mata rohani mereka, sehingga mereka tidak sanggup untuk melihat. Inilah cerita kerajaan Allah, seringkali memang seperti ini “tersembunyi”, kemuliaan yang tersembunyi, keagungan yang tersembunyi dibalik penderitaan, dibalik kehinaan, dibalik olok-olok dsb., sekali lagi kalau boleh kita benturkan dengan kultur Timur kita yang sangat peka waktu kita dihina, sulit untuk memahami kalimat ini. Kultur Timur sangat peka, karena kita memelihara muka, ooh kita boleh miskin, kita boleh tidak terkenal, tetapi saya meskipun bukan orang yang terkenal jangan dihina, kalau dihina itu sangat menyakitkan, kita sangat tidak rela waktu kita dihina, lalu waktu kita dihina, kita jadi berusaha untuk membuktikan diri bahwa sebenarnya kita adalah orang yang tidak layak untuk dihina. Sulit ya untuk mengerti kristologi dihina, sulit untuk orang Timur, kita juga bisa tidak rela gambaran kristologi itu dihina, bagaimana? Sehingga banyak orang berpikir, setelah Yesus bangkit, nanti setelah Yesus keluar dari kubur dst., Dia akan membuktikan diriNya bahwa Dia tidak layak untuk dihina, tetapi Yesus memang betul-betul dihina dan Yesus memberitakan bagian ini, tentang dihina.
Dan justru di dalam penghinaan itu ada kemuliaan yang tersembunyi, orang yang dihina, kemuliaan dari manusia itu zero, kosong, empty, tidak ada lagi dan karena itu dia bisa bersih menjadi channel untuk menerima kemuliaan Tuhan, ini yang seringkali tidak dimengerti oleh manusia. Maunya kita adalah oh saya mau mendapat refleksi kemuliaan Tuhan melalui kemuliaan yang diberikan orang lain (siapa sih yang tidak mengerti prinsip itu?), saya mau kok mendapat pujian dari Tuhan, perkenanan Tuhan melalui orang lain memuji saya, siapa yang tidak mau seperti itu? Tetapi di sini, Yesus menerima kemuliaan dari pada BapaNya, zero kemuliaan dari pada manusia, dihina oleh manusia, keadaan dihina oleh manusia berarti berhenti pengharapan kita terhadap seluruh kemuliaan yang diberikan oleh manusia dan karena itu hanya bisa mengharapkan dari pada Tuhan, so pure, sangat-sangat murni. Dan Yesus menjaga ketersembunyian ini sampai Dia bangkit, karena memang Dia hanya mengejar kemuliaan Allah, bukan kemuliaan manusia.
Saya pernah share kepada saudara, sebenarnya kalau Yesus mau menampakkan diri di bait suci, kan mudah sekali untuk Dia? Untuk apa menampakkan diri di bait suci, terlalu kecil tempat itu? Kenapa Dia tidak naik turun di bubungan bait Allah, sekalian loncat-loncat sampai semuanya gemetaran, lalu akhirnya semuanya percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah bangkit, tetapi cerita itu tidak kita baca di dalam alkitab. Padahal secara manusia strategi ini kan akan sangat meyakinkan manusia bahwa Yesus adalah the true Messiah? Tetapi Yesus tidak melakukan itu karena Dia konsisten di dalam ketersembunyian, tetapi ketersembunyian yang dimaksud di sini adalah ketersembunyian bagi mata murid-murid yang untuk sementara mereka belum bisa mengerti. Tapi suatu saat kemudian mereka akan mengerti, di sini mata mereka tidak bisa melihat, mata mereka itu menjadi seperti buta dan kemudian di dalam perikop berikutnya kita membaca Yesus menyembuhkan orang buta.
Ayat 35-43 Yesus menyembuhkan orang buta, ini bukan cerita individual, bukan cerita orang sakit, seorang pribadi yang bergumul dengan penyakit butanya yang sudah sejak lama, bertahun-tahun, lalu kemudian disembuhkan oleh Yesus, puji Tuhan, saya sekarang menjadi sembuh. Sebetulnya ini cerita paradigma untuk semua orang yang mengikuti Yesus di situ, murid-muridNya sebetulnya juga perlu dicelikkan oleh Yesus, yang juga mengalami kebutaan, terutama kebutaan rohani. Dalam bagian ini ayat 35-43, ada banyak literary device yang dipakai di sini untuk menyindir dan sekaligus juga menjadi satu pengajaran yang sincere dari Yesus kepada murid-muridNya, dan kepada setiap orang. Termasuk semua pembaca hari ini, yang juga bisa buta waktu membaca tentang cerita kematian, kebangkitan Yesus, mereka bisa buta, sebenarnya mereka tidak mengerti apa yang terjadi di atas kayu salib, kenapa orang kristen itu begitu buta matanya, orang mati, begitu hina, begitu kok dimuliakan sebagai Tuhan? Sampai pada hari ini kebutaan itu masih begitu nyata dan waktu Yesus hampir tiba di Yerikho perjalanan ke Yerusalem, lalu ada certain distraksi yang lain lagi, orang buta duduk di pinggir jalan.
Kita melihat tujuan utama Yesus itu Yerusalem, Yerusalem melalui Yerikho, Yerikho itu sudah cukup mendistraksi, sebelum masuk di Yerikho ada orang butanya lagi, seperti delay, delay, maksudnya kita mengerti ya? Orang buta itu dipinggir jalan pula, jadi distraksi, distraksi terus, dari pandangan para murid, kenapa tidak langsung Yerusalem saja? Tidak ada yang tahu siapa orang buta pengemis ini? Tetapi bagi Yesus ini kesempatan untuk melakukan pekerjaan Allah, pekerjaan Allah yang dilakukan oleh Yesus bukan dimonopoli oleh Yerusalem, tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa dengan yang lain kecuali hanya dengan Yerusalem, itu mungkin saudara dan saya. Kalau kita konsentrasi sesuatu, pokoknya yang itu, kalau bukan yang itu, ya sudah tidak ada lagi, melakukan pekerjaan Tuhan ya harus yang itu, kita lupa, di dalam keseharian kita, di dalam perjalanan kita begitu banyak kesempatan kita bisa menjadi berkat, tetapi kita pokoknya Yerusalem itu, rencana saya menjadi berkatnya di situ. Yesus tidak seperti itu, kalau kita membaca dalam bagian ini Yesus menangkap setiap kesempatan dan terutama kesempatan bukan hanya menyembuhkan orang buta ini, tetapi juga mengajar para murid.
Menarik waktu kita membaca dalam bagian ini, ada banyak hal yang bisa kita pelajari, seperti ayat 36 “orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya, apa itu?”, orang buta, justru karena buta, pendengarannya tajam sekali, dia tidak ada akses untuk melihat, yang ada adalah hanya mendengar, karena itu dia peka sekali mendengar, apa itu? Lalu kemudian orang mengatakan, Yesus orang Nazaret lewat, waktu dia mengetahui Yesus, dia menyebutNya Anak Daud, kontras ya, orang Nazaret, Anak Daud. Ini ironis sekali kan ya? Orang yang ikut Yesus, murid-muridNya menyertai, tapi waktu ditanya, siapa yang lewat? Yesus orang Nazaret, orang Nazaret tukang kayu itu loh, ya orang itu Yesus, tahu kan? Tetapi orang buta ini menyebut Yesus sebagai Anak Daud (itu Messianic title), Son of David, bukan orang Nazaret, di sini orang buta ini ada certain pengenalan akan diri Yesus itu siapa sebetulnya? Meskipun waktu kita bicara tentang Anak Daud, kalimat ini juga bisa sangat ambigu, Anak Daud di dalam pengertian apa? Anak Daud itu siapa? Salomo, Yesus kan tipologi Salomo, Anak Daud di dalam kemuliaannya Salomo, kebangunan dari pada kerajaan Daud seperti di dalam zaman Salomo, itu zaman keemasan, the golden age, Anak Daud. Political Messiah, Anak Daud juga di dalam pengertian ini, ini Anak Daud yang mana? Jadi kalimat ini ambigu, pasti murid-murid juga mendengar teriakan ini, karena dia berteriak dengan kencang, dikatakan disini berseru ‘Yesus Anak Daud kasihanilah aku”.
Tetapi ironis waktu kita membaca, mereka yang berjalan di depan itu menegor dia supaya dia diam. Kalau kita membaca di dalam spectrum keseluruhan biblical theology itu dikatakan, yang percaya berkata-kata, nah orang ini percaya dan berkata-kata, tetapi murid-murid malahan menyuruh dia diam. Aku percaya karena itu aku berkata-kata, orang ini percaya dan karena itu dia berseru “Yesus Anak Daud”, tetapi malah disuruh diam? Disuruh diam, silent, sebetunya secara substansi mau mengatakan, hentikan imanmu dan dia semakin keras berseru, “Anak Daud kasihanilah aku”, di sini ada perseverance, ada ketekunan, ada keberanian, dia tahu urusannya bukan dengan murid-murid ini, urusannya adalah dengan Yesus. Meskipun dia ditolak, meskipun dia diangggap sebagai pengganggu yang lain lagi, persis seperti kejadian anak-anak, tetapi yang ada adalah dia tidak ingin dihentikan oleh orang-orang yang tidak mengerti tentang apa artinya beriman kepada Tuhan. Di dalam dunia juga seperti ini, ada orang-orang menyuruh kita diam, nanti bahaya kamu kalau tidak diam, kamu diam saja, semakin orang tidak tahu bahwa kita kristen, maka semakin aman, jadi diam saja, tidak usah terlalu banyak bicara, jangan beriman, sembunyikan dirimu, diam saja. Tetapi orang buta ini berseru semakin keras.
Menarik waktu kita membaca dalam ayat 40, “Yesus berhenti”, salah satu kalimat yang terindah di dalam catatan ini, “Yesus berhenti”, murid-muridNya bilang, jalan terus ke Yerusalem, tetapi Yesus berhenti. Dia berhenti karena apa? Dia berhenti karena kita jatuh, karena kita tidak kuat jalan. Ooh dunia ini tidak mengerti kalimat “berhenti”, yang ada adalah kamu tidak sanggup cepat ya sudah, saya tinggal, saya jalan terus, kamu loser, kamu kaum pecundang, tidak bisa lari lebih cepat ya, kamu mudah capek ya, ada masalah jantung ya? Saya jalan terus, selamat tinggal, saya sedang mengikut Tuhan, kamu kaum pecundang, pejalan-pejalan siput, tetapi “Yesus berhenti”, padahal harus ke Yerusalem dan yang mau ke Yerusalem terutama adalah Yesus, bukan para murid, murid-murid hanya menyertai, tetapi di sini murid-murid berusaha untuk mendahului. Mendahului Yesus seolah-olah menyatakan cinta kasih yang lebih besar kepada Yesus dengan jalan cepat ke Yerusalem, sementara Yesus sendiri berhenti untuk orang yang tidak dikenal ini. Yesus berhenti lalu menyuruh membawa orang itu kepadaNya, ini pembentukan untuk murid-murid, karena mereka yang tadinya menolak, sekarang harus mereka yang membawa. Sebetulnya orang buta bisa jalan juga sih, dia kan bukan lumpuh, tidak harus dituntun, paling hanya mengarahkan saja sudah bisa sampai kepada Yesus, tetapi kenapa dia tidak disuruh jalan sendiri? Karena di sini ada pembentukan yang Yesus mau kerjakan kepada orang-orang yang menolak tadi dan bersempit hatinya, harus belajar compassionate dengan orang buta ini. Kita ada waktu kok, kita bukan orang-orang sibuk yang sudah tidak ada waktu lagi karena kita sudah harus ke Yerusalem, Yerusalem sudah menanti, sampai tidak ada waktu lagi untuk orang lain, ooh tidak, sebetulnya kita ada waktu.
Menyuruh membawa orang itu kepada Yesus, lalu setelah dia berada di dekatNya, Yesus bertanya satu pertanyaan yang sepertinya konyol, “Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Orang buta ditanya seperti ini ya apalagi kalau bukan ingin sembuh dari kebutaan? Sepertinya itu pertanyaan yang konyol, tetapi coba kita perhatikan, di dalam dunia ada banyak orang yang menjawab konyol seperti itu? Kenapa Yesus bertanya dengan kalimat ini? Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Sebetulnya ini kalimat yang penting sekali, tidak take it for granted, ya pastilah dia mau melihat, ya apalagi? Kok orang buta ditanya seperti ini, ya pasti ingin melihat, ooh tidak, belum tentu? Ada orang buta waktu Yesus tanya apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu, dia bilang kekayaan Tuhan, supaya pekerjaan saya lancar Tuhan, dst., padahal dia buta, dia tidak sadar kalau dia buta. Makanya ini bukan satu pertanyaan yang bodoh atau konyol, sebetulnya Yesus mau tahu apakah orang ini tahu persoalan di dalam dirinya? Ini cerita paradigma, bukan hanya untuk orang buta ini, juga untuk para murid, kamu tahu tidak bahwa kamu itu buta, tidak bisa mengerti pekerjaan Tuhan, apa yang Aku katakan begitu jelas, terdengar dengan telinga jasmanimu, tetapi bagi kamu tersembunyi.
Apakah kamu sadar bahwa sebetulnya kamu buta? Padahal Saya sudah bicara jelas sekali apa artinya pergi ke Yerusalem, apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Orang buta ini puji Tuhan menjawab, Tuhan supaya aku dapat melihat, harusnya murid-murid juga mengatakan kalimat ini, “supaya aku dapat melihat”, karena saya tidak bisa melihat apa yang Engkau katakan, saya tidak mengerti dengan peristiwa penyaliban, dsb., itu apa artinya? Tidak menarik untuk kehidupan sehari-hari, yang lebih menarik adalah persoalan anak sakit, persoalan finansial, persoalan cekcok suami istri dsb., itu looh persoalan saya, begitu kan? Tapi Yesus tanya, apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Orang ini menjawab supaya aku dapat melihat, berarti orang ini tahu kalau dia memang buta. Lalu Yesus mengatakan, melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau. Imanmu telah menyelamatkan engkau, likely kita boleh mengiterpretasi kalimat ini, Yesus Anak Daud, itu pengertian yang benar, tapi apa yang ditangkap oleh para murid dengan teriakan Anak Daud itu kita tidak jelas. Mungkin tidak mengerti, kalimat yang sama, itu bisa diinterpretasi luar biasa berbeda, Anak Daud di dalam pengertian Messianic title atau di dalam pengertian Anak Daud yang tadi? Anak Daud di dalam kejayaan Salomo, the golden age bangsa Israel, political Messiah juga bisa diakomodir dengan pengertian Anak Daud, ini Anak Daud yang mana? Anak Daud bisa sangat ambigu dan bisa sangat bias persepsinya. Tetapi Yesus mengatakan, imanmu telah menyelamatkan engkau, kita boleh menarik kesimpulan, ini iman, pengertian dia tentang Anak Daud itu pengertian yang benar, “melihatlah engkau.” Bukan hanya sekedar penglihatan jasmani, tetapi terutama penglihatan rohani, melihat Yesus sebagai Anak Daud, the true Messiah yang harus menderita, disalibkan dan akhirnya bangkit dari kematian.
Seketika itu juga melihatlah ia lalu mengikut Yesus, menceritakan certain ironi dengan gambaran sebelumnya, kan ya? Orang-orang yang kelihatan mengikut Yesus “katanya mengikut Yesus”, tetapi sebetulnya buta, mereka buta, tidak mengerti apa artinya Mesias yang harus menderita tetapi mereka kelihatan seperti fenomenaly mengikut Yesus. Tetapi tidak ada pengikutan Yesus yang benar kecuali orang melihat terlebih dahulu, melihat dengan jelas, melihat siapa itu Yesus, baru dia bisa mengikut Yesus dengan benar, bukan hanya kalimat mengikut Yesus. Mengikut Yesus, Yesus yang mana, Yesus dalam gambaran seperti apa? Lalu kita bilang, pokoknya mengikut Yesus, Yesus itu bukan sekedar istilah, karena banyak kekristenan sekarang memperlakukan Yesus hanya sebagai sekedar istilah, pokoknya sebut nama Yesus, di dalam nama itu ada kuasa, itu tidak cukup, Yesus yang bagaimana? Yesus yang deskripsinya apa? Pokoknya Anak Daud, Anak Daud yang bagaimana? Karena Anak Daud artinya bisa bias sekali, dibalik Anak Daud sebetulnya pengertiannya apa? Di sini kita melihat satu prinsip yang jelas, orang ini melihat, melihat apa? Bukan melihat pohon, warna dst., bukan melihat itu, itu tidak terlalu penting, tetapi melihat Yesus itu sebetulnya siapa? Kemudian dia mengikut Yesus sambil memuliakan Allah.
Terakhir “seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah”, ini satu kalimat yang diharapkan oleh Lukas untuk mendapatkan satu resonance dari pada pembacanya, “seluruh rakyat”, rakyat pada saat itu, tetapi yang juga diharapkan oleh Lukas adalah pembacanya, jemaat yang dilayani oleh Lukas. Melihat hal itu, hal itu apa? Ya ini, bahwa orang ini bisa melihat Yesus itu sesungguhnya siapa, melihat itu dan bukan melihat yang lain. Yang dikehendaki Lukas adalah bagaimana jemaat yang dia layani, sebagaimana rakyat yang ada disekeliling Yesus pada saat itu, melihat hal itu. Melihat Yesus sebetulnya siapa? Dalam gambaran alkitab Yesus itu bagaimana? Lebih dari pada sekedar seseorang yang tahu kebutuhan saya, oh saya buta, lalu Yesus sembuhkan, puji Tuhan saya sakit menjadi sembuh, ya hal itu memang ada juga di dalam cerita ini, betul. Tetapi ini lebih dari pada itu, ini soal kebutuhan kebutaan yang lebih dalam dari pada sekedar kebutaan jasmani, sekali lagi, kebutaan jasmani tidak terlalu scary, karena kita melihat di dalam cerita ini, orang ini buta justru di dalam kebutaannya dia bisa melihat Yesus itu siapa. Berbahagialah kita, meskipun kita tidak buta secara jasmani, tetapi kita juga tidak buta secara rohani dan mempunyai pengenalan yang benar tentang Yesus itu siapa? Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading