Hari ini kita akan membicarakan tema “Karunia Roh Kudus”. Mengapa kita membicarakan tema ini? Alasan yang pertama lebih pragmatis, ketika saya mempersiapkan bahan katekisasi mengenai Roh Kudus, salah satunya adalah mengenai karunia Roh Kudus, dan saya pikir ini tema yang perlu didengar lebih banyak orang, bukan cuma mereka yang katekisasi; dalam hal ini kita mau membicarakan secara lebih spesifik dan mendalam mengenai teologi Karunia Roh Kudus. Alasan yang kedua, kita melihat paling tidak dalam 50 tahun terakhir ini tema seputar Roh Kudus merupakan tema yang sering kali cukup ekstrim penanganannya. Ada kecenderungan gereja-gereja yang misalnya terobsesi dengan karunia-karunia Roh, sebaliknya ada juga kecenderungan gereja-gereja yang malah acuh tak acuh mengenai tema ini, jadi pembahasan kali ini boleh dibilang suatu upaya untuk menyeimbangkan ketimpangan tersebut. Dan, kalau boleh member alasan yang ketiga, doktrin Roh Kudus bagi saya adalah doktrin yang mungkin paling menarik di antara semua doktrin-doktrin yang lain, karena inilah doktrin yang sebenarnya paling berhubungan dengan praktika kehidupan Gereja secara langsung.
Kita akan mulai dengan bertanya ‘apa yang Alkitab maksud dengan karunia Roh Kudus’. Yang kedua kita akan coba melihat ‘seperti apa Gereja yang mempunyai teologi karunia Roh Kudus yang beres’. Terakhir kita akan melihat ‘bagaimana menggunakan karunia Roh Kudus tersebut’.
Apa itu karunia Roh Kudus? Seperti juga banyak hal dalam Alkitab, mengenai karunia Roh Kudus ini kita bisa bicarakan beberapa aspek. Yang pertama, karunia Roh Kudus pada dasarnya suatu kemampuan untuk bisa mengisi kebutuhan jemaat. Dalam Perjanjian Baru ada beberapa tempat yang mendaftarkan karunia Roh Kudus, misalnya di Roma 12, di 1 Korintus 12, di Efesus 4 yang kita baca, dan juga di 1 Petrus 4. Tapi yang menarik, kalau Saudara perhatikan bagian-bagian Alkitab tersebut, karunia-karunia yang didaftarkan di situ tidak identik satu dengan yang lain, ada perbedaan, atau lebih tepatnya ada keragaman. Hal ini akan kita lihat terus-menerus, bahwa karunia Roh Kudus itu beragam. Di bagian yang kita baca hari ini, ada karunia untuk menyampaikan kebenaran kepada orang lain, yaitu karunia pengajaran, karunia penginjilan. Ada karunia untuk menanggung beban orang lain, misalnya kemampuan untuk bisa menghibur, membalut, menolong, menguatkan. Ada karunia untuk memberikan arah, yang kalau dalam skala komunal artinya Saudara jadi orang yang memimpin, mengerjakan administrasi, me-manage; atau dalam skala individual yaitu misalnya kemampuan untuk konseling orang –karena konseling adalah kemampuan untuk memberikan arah bagi hidup perorangan. Tapi intinya, ketika kita melihat ada beragam karunia Roh Kudus, ada satu hal yang menyatukan mereka semua, yaitu setiap karunia Roh Kudus ini diberikan demi mengisi kebutuhan yang riil dalam umat Tuhan. Dengan demikian, setiap kebutuhan yang ada dalam diri manusia –kebutuhan spiritual, kebutuhan fisik, kebutuhan psikis, kebutuhan relasional– diberikan karunia-karunia Roh Kudus yang bisa dipakai untuk mengisinya. Ada karunia Roh Kudus yang menguatkan kita, ketika kita lemah. Ada karunia Roh yang membuat kita dibalut, ketika kita luka. Ada karunia Roh yang menantang kita, ketika kita melambat. Ada karunia Roh yang mengoreksi kita, ketika kita menyeleweng. Ada karunia Roh yang merangkul kita, ketika kita tertolak. Ada karunia Roh yang bahkan sekadar memberitahu kita apa yang kita tidak tahu. Jadi, karunia Roh Kudus itu ada demi mengisi kebutuhan-kebutuhan ini.
Waktu Saudara mendengar bahwa karunia Roh Kudus ada demi mengisi kebutuhan, maka pada umumnya kita manusia berdosa langsung menempatkan diri sebagai penerima –“O, benar Pak, saya butuh itu; siapa yang akan menguatkan saya di kala saya lemah?” Itu sebabnya dalam urusan karunia Roh Kudus ini kita melihat karakter yang kedua, yaitu karunia Roh Kudus beragam, karena karunia ini bukan hanya diberikan kepada beberapa orang tok, ini adalah karunia yang diberikan kepada setiap anggota Tubuh Kristus. Ayat 7: “Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus”. Dikatakan karunia ini diberikan kepada setiap orang percaya, dan ini menjelaskan kenapa di dalam Gereja selalu ada keberagaman karunia Roh Kudus. Keberagaman ini bukan cuma menjelaskan sebabnya tiap-tiap individu dalam gereja bisa berbeda-beda satu dengan yang lain, tapi bahkan bisa menjelaskan kenapa antara satu gereja dengan gereja yang lain pun bisa ada perbedaan.
Ketika kita melihat karunia itu diberikan bukan cuma kepada beberapa orang tok melainkan kepada setiap anggota Tubuh Kristus, ini menjelaskan bahwa keberagaman di dalam Gereja, bukan cuma keberagaman individual tapi juga keberagaman antar denominasi misalnya. Kita mungkin bertanya, kenapa gereja ada banyak denominasi, beragam sekali, beda-beda antara satu gereja dengan gereja yang lain, bahkan dalam denominasi yang sama pun bisa tetap ada keberagaman; dan kita cenderung melihat ini sebagai satu hal yang negatif, sebagai keberagaman yang tidak terkontrol. Tapi pada dasarnya jawabannya adalah: karena setiap umat Tuhan, baik dalam skala individual maupun komunal mempunyai karunia Roh Kudus yang beragam-ragam, dikarenakan semuanya mendapatkan, dan bukan cuma beberapa orang yang di atas tok. Inilah salah satu alasannya ada begitu banyak denominasi. Tentu saja ada alasan yang lain, salah satunya karena dosa manusia –dosa kesombongan, arogansi, tidak mau menyatu, dsb. –tapi juga ada alasan positif dalam hal adanya keberagaman antar gereja, karena keberagaman tersebut bukan cuma ada di zaman sekarang dengan adanya banyak denominasi, tapi bahkan sudah sejak zaman Perjanjian Baru. Waktu Saudara melihat surat-surat kepada jemaat yang satu dan jemaat yang lain, Saudara langsung mendapati betapa jemaat Korintus berbeda dengan jemaat Efesus, beda dengan jemaat Galatia, dsb., meskipun semuanya satu Tubuh Kristus yang sama. Ini satu hal yang menarik. Yang saya ingin tekankan di sini, alasannya bisa ada keberagaman adalah karena karunia Roh itu diberikan kepada setiap kita masing-masing; tidak dikatakan diberikan ‘hanya kepada sebagian dari kamu’, atau ‘kepada kamu yang dewasa saja’, atau ‘kepada yang disebut para hamba Tuhan’, dsb., tapi semua ada porsinya. Kalau kita melihat Sang Kepala, Yesus Kristus, Dia punya semuanya; Dia bisa menyampaikan kebenaran, Dia bisa menanggung beban orang lain, Dia bisa mengarahkan, sedangkan kita hanya dapat porsi sebagian, namun semua dari kita ada porsinya masing-masing. Inilah hal yang kedua.
Yang ketiga, bukan cuma karunia Roh Kudus itu beragam, bukan cuma karunia Roh Kudus itu diberikan kepada setiap anggota Tubuh Kristus, bukan cuma karunia Roh Kudus itu diberikan untuk mengisi kebutuhan umat Tuhan, tapi kita juga menemukan dalam bagian ini mengenai apa tujuan akhir dari karunia Roh Kudus, sebagaimana dikatakan di ayat 12-13: “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus”. Kita akan coba menguraikan bagian ini sedikit demi sedikit.
Pertama, Saudara lihat bahwa tujuan dari karunia Roh kudus tidak pernah cuma untuk mengisi tok, tapi untuk memperlengkapi. Mengenai karunia Roh, tidak ada dari antara kita yang cuma sekedar nrimo tok; bahkan ketika Saudara menjadi orang yang menerima pelayanan orang lain melalui karunia Roh Kudus, tujuannya tidak pernah berhenti pada Saudara diisi, melainkan Saudara diperlengkapi sehingga Saudara bisa melayani. Bisa dibilang ini semacam investasi. Saudara mau dikuatkan di gereja? Itu baik, tidak ada masalah dengan itu; tapi Saudara harus tahu bahwa tujuan Saudara dilayani hingga menjadi kuat, itu bukan hanya demi ke-kuat-anmu, tapi mungkin supaya Saudara bisa menguatkan orang lain. Waktu Saudara dibalut, itu bukan cuma demi lukamu sembuh, tapi supaya lewat lukamu sembuh, engkau bisa ikut melayani. Hal ini perlu diingatkan, karena kita sering sekali lupa. Ini juga sebabnya orang reformed boleh berdoa minta kesembuhan; tapi mungkin yang membedakan ‘doa minta kesembuhan’ yang alkitabiah dan yang tidak alkitabiah adalah tujuannya, apakah tujuannya cuma supaya ‘saya sembuh’ dan berhenti sampai di situ, atau kita minta Tuhan berikan dia kesembuhan supaya dia bisa kembali melayani. Itulah mungkin yang membedakan; tujuan di baliknya adalah memperlengkapi, bukan cuma mengisi.
Kedua, Saudara perhatikan karunia Roh Kudus ini ada demi membangun Tubuh Kristus. Ini juga menjelaskan kenapa karunia Roh Kudus beragam, kenapa karunia Roh Kudus diberikan kepada setiap anggota, yaitu karena karunia Roh Kudus ada untuk mengubah yang tadinya cuma mengumpul di satu tempat lalu menjadi satu Tubuh. Misalkan Saudara punya satu kantong isinya kelereng, mereka semua sama-sama kelereng tapi mereka tidak bisa jadi satu tubuh; kenapa? Yaitu justru karena mereka semua sama, mereka tidak ada keragaman, maka mereka tidak bisa jadi satu tubuh; sedangkan yang namanya ‘tubuh’, itu menjadi satu tubuh karena ada keragaman, karena tiap bagian ada fungsinya masing-masing yang berbeda satu dengan yang lain. Mata bukanlah usus, bukan perut, bukan kaki, bukan tangan; tapi justru dalam keberbedaan inilah, dalam keberagaman inilah, kita menjadi satu tubuh. Satu contoh yaitu tangan kita, otot bisep bukanlah trisep, itu sebabnya satu tubuh; waktu yang satu kontraksi maka yang lain relaksasi, waktu yang satu relaksasi maka yang lain kontraksi, tapi justru dengan adanya perbedaan seperti ini, barulah geraknya jadi satu arah, satu tujuan, satu tubuh. Jadi, kenapa ada keragaman karunia Roh Kudus, yaitu karena memang ada tujuan untuk membangun Tubuh Kristus.
Yang terakhir, tujuan ultimat yang Saudara lihat di bagian ini ada di ayat 13, yaitu karunia Roh Kudus ini menciptakan dalam diri kita kepenuhan, atau kemiripan, kepada karakter Kristus. Karunia Roh Kudus untuk mengajar, itu tidak berujung pada ‘orang semakin tahu’, melainkan semakin mirip Kristus; karunia Roh Kudus untuk membalut, itu tidak hanya berujung pada ‘orang semakin sembuh’, melainkan semakin mirip Kristus, dan seterusnya.
Menjadi seperti Kristus, itu kayak apa? Ada satu ilustrasi yang mungkin cukup bagus untuk hal ini, ada seorang profesor teologi di Harvard University (bukan di Harvard Divinity School); dan orang-orang yang ambil teologi di Harvard University, bukan orang-orang yang belajar untuk jadi pendeta, banyak yang hanya iseng ambil mata kuliah elektif Teologi Kristen sekadar untuk bisa lulus. Mereka sedikit banyak jadi pernah mendengar mengenai Yesus, meski mereka mungkin bukan orang Kristen, dan tidak membaca Alkitab. Lalu profesor tadi menggunakan kesempatan ini untuk membacakan dan mengejawantahkan dari Alkitab mengenai seperti apa Yesus itu. Dia senang melakukan ini, karena di situ dia bisa lihat reaksi mereka melihat Yesus –dan biasanya reaksinya selalu reaksi ‘bingung’. Orang-orang yang tidak mengenal Yesus itu mengatakan, “Yesus ini siapa sih?? Koq, di satu sisi Dia bisa begitu approachable bagi orang-orang yang lemah, tapi di sisi lain bisa begitu tegas dan keras bagi orang-orang yang berkuasa?? Dia bisa lembut tanpa menjadi lemah, tapi bisa kuat tanpa jadi kasar, bisa humble tapi juga penuh confidence, bisa kudus tapi tidak sok suci, dst.; siapa Yesus ini?” Saudara, inilah Kristus. Saudara lihat, pada dasarnya tujuan karunia Roh Kudus ada pada Gereja harusnya menghasilkan orang-orang yang seperti Yesus ini. Ketika karunia Roh Kudus digunakan dalam Gereja Tuhan, hasilnya adalah: hidup anggotanya pelan-pelan diubah menjadi seperti Kristus.
Itulah bagian yang pertama mengenai karunia Roh Kudus. Apa tugasnya, yaitu untuk mengisi kebutuhan; siapa petugasnya, yaitu semua orang yang percaya; dan apa tujuannya, yaitu bukan cuma mengisi tapi memperlengkapi, yang ujungnya untuk membangun satu Tubuh serta membuat Tubuh tersebut makin mirip dengan Kristus.
Sekarang kita masuk ke bagian besar yang kedua, bahwa karunia Roh Kudus yang benar, yang Alkitabiah, berarti dalam sebuah jemaat tidak ada yang namanya jemaat pasif yang pengangguran. Maksudnya apa? Dalam bagian lain di Alkitab, misalnya Efesus 2:10, mengatakan: ‘kita ini buatan Allah, kita ini diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya’. Supaya lebih jelas, kita bisa mengatakannya seperti ini: Saudara dibuat/diciptakan dengan ada karunia-karunia yang unik pada dirimu, yang diberikan karena memang ada tugas tertentu yang Tuhan ingin Saudara lakukan. Ada tugas tertentu yang butuh orang dengan skill tertentu, dengan kepekaan tertentu, dengan pangalaman hidup tertentu, bahkan mungkin dengan etnisitas tertentu, jenis kelamin tertentu, yang hanya bisa diisi oleh engkau.
Ada satu tugas yang Tuhan tetapkan somewhere, di mana Saudara adalah orang yang paling tepat untuk melakukannya, karena ini pekerjaan yang sudah dipersiapkan bagimu. Tapi yang sering kali kita lihat dalam Gereja, yang terjadi bukan seperti ini. Misalnya dalam skala gereja lokal seprti kita, di sini sebenarnya ada banyak tugas, tapi berapa banyak yang maju dan menjalankannya? Tugas di gereja ini banyak, tapi dipegang hanya oleh beberapa orang saja, sehingga Saudara lihat yang terjadi adalah orang-orang ini, dari pendeta sampai pengurus, satu orang melakukan banyak sekali tugas; dan sebenarnya tidak semua tugas yang mereka kerjakan itu cocok bagi mereka, karena mereka pada dasarnya sedang ambil tugasnya orang lain –yang tidak mau bertugas. Itulah yang seringkali Saudara lihat dalam gereja, kebutuhan dari sebuah jemaat secara penuh, berusaha dikerjakan dan diisi oleh hanya beberapa orang tok. Lalu apa yang terjadi? Mereka mau tidak mau pegang banyak pekerjaan yang sebenarnya mereka tidak diperlengkapi untuk melakukan itu. Ini yang pertama. Bukan karena mereka jahat, bukan karena mereka rakus, tapi karena mereka terpaksa. Yang kedua, yang terjadi adalah para pengurus-pengurus tersebut, para diaken, para penatua, dan para pendeta, pada ujungnya overwork, dan akhirnya burn out setelah sekian lama. Itu ‘kan realitas di tengah-tengah kita; kalau Saudara tidak percaya, silakan tanya kenapa Saudara enggan jadi pengurus/pelayan, dan kenapa para pengurus/pelayan yang ada –saya bicara sebagai orang yang simpatik dalam hal ini– waktu ditempatkan dalam suatu kepengurusan, salah satu topik yang paling ingin dibahas adalah regenerasi. ‘Kapan generasi berikutnya muncul? Saya sudah capek, saya sudah kesekian kalinya ini jadi pengurus’, dsb. Bahkan giliran kepengurusan kali ini kita tidak pemilihan lagi, karena tidak ada yang bisa dipilih, akhirnya kita cuma lanjut dengan orang-orang yang ada plus beberapa orang yang kita tahu akan oke saja. Itulah realitas kita. Jarang ada orang yang mau mengerjakan ini.
Kenapa bisa terjadi seperti ini di gereja? Karena Gereja/jemaat seringkali tidak peduli dengan teologi karunia Roh Kudus. Hal ini terjadi di gereja-gereja kecil yang cuma puluhan orang, apalagi di gereja-gereja yang besar. Banyak orang yang datang ke gereja besar, dalam arti jemaatnya lebih dari 100-200 orang seperti di tempat ini, alasannya kenapa? Karena kalau Saudara datang di gereja besar, Saudara lebih aman dari tugas-tugas seperti ini, Saudara lebih jarang diminta untuk berbagian, dibandingkan kalau Saudara datang ke gereja yang cuma 10 orang. Lebih gampang untuk jadi orang yang anonim di gereja yang besar, hilang di tengah-tengah keramaian. Banyak orang datang ke gereja besar karena mereka merasa ‘di sinilah saya bisa dapat banyak input, lagipula input-nya high quality, dari mimbar-mimbar yang bertanggung jawab, dari orang-orang yang terlatih, dsb., dan di gereja besar seperti ini enak karena tidak ada yang akan minta saya mengeluarkan output’. Kalau Saudara datang ke gereja terutama demi input, dan hidup bergereja bertahun-tahun tanpa keluar output, itu berarti Saudara tidak ada tanggung jawab, itu berarti Saudara tidak masuk dalam kehidupan jemaat Tuhan, Saudara tidak sedang ikut serta membangun jemaat Tuhan menjadi satu tubuh, Saudara tidak sedang ambil bagian membentuk jemaat Tuhan jadi lebih mirip Kristus. Dan, ini berarti apa? Jika Saudara datang ke sini dan tidak melakukan apa-apa selain datang, Saudara sesungguhnya sedang melanggar kehendak Roh Kudus dalam hidupmu.
Setiap orang diberikan karunia Roh Kudus; Saudara adalah buatan Allah yang ditetapkan untuk mengerjakan pekerjaan yang dipersiapkan bagimu. Dan itu berarti ada tugas-tugas tertentu yang hanya engkau, dan engkau saja, yang bisa melakukan dengan tepat. Kalau Saudara berada di tempat ini –dalam penentuan Tuhan maka Saudara berada di tempat ini– itu berarti kami membutuhkan Saudara, karena jika tidak, Saudara tidak ditaruh di tempat ini. Tuhan itu tidak buang-buang (wasting) orang. Kita ini suka buang-buang, kita makan tidak habis, kita makan pilih-pilih, dsb., tapi Tuhan tidak main wasting kayak begitu. Dengan demikian, implikasinya adalah: jika Gereja tersebut sungguh-sungguh menerima doktrin Roh Kudus, berarti harusnya tidak ada jemaat di gereja tersebut yang pengangguran pelayanan. Saudara mungkin bilang, “Apa tugas saya, Pak?? Saya ‘gak tahu juga soalnya”; dalam hal ini Saudara perlu mencarinya. Saudara perlu mencoba masuk dalam berbagai pelayanan yang ada, dan coba cek apa isi hatimu, dan juga bisa bertanya pada orang-orang lain di dalam gereja yang sudah lebih dewasa misalnya. Dalam HUT Gereja kita kemarin ada kesaksian dari 2 orang mengenai KKR Regional; saya tidak tahu juga mengapa mereka yang dipilih, tapi waktu saya mendengar kesaksian mereka berdua, yang mirip adalah mereka sama-sama tidak menyangka bahwa mereka terpanggil dalam urusan tugas KKR regional. Mereka pikir entah temperamen mereka atau pengalaman mereka atau apapun lainnya kayaknya tidak cocok dengan tugas ini, tapi yang mereka lakukan adalah mencoba; dan setelah itu mereka dikejutkan dengan apa yang mereka temukan.
Implikasi yang kedua, jika karunia Roh Kudus ada bagi semua orang, dan juga begitu beragam, ini berarti kita perlu mengerti satu hal, bahwa dalam Gereja, kita expect ada ketegangan dan konflik. Kenapa ini penting? Karena sesuatu kita nilai positif atau negatif, itu sangat ditentukan oleh ekspektasi kita. Saudara melihat rumah yang bagus dan rapi, Saudara akan bilang rumah itu jelek, kalau sebelumnya Saudara diberitahu rumah itu harganya 100M –‘harga 100M, koq cuma kayak begini, ini sih sampah’. Saudara lihat kamar yang sederhana, Saudara akan bilang ini bagus banget, kalau Saudara sebelumnya diberitahu bahwa itu sel penjara. Jadi ekspektasi akan menentukan. Di bagian awal tadi, kita bicara tentang Gereja Tuhan terpecah-pecah, ada begitu banyak denominasi, arahnya sepertinya masing-masing, ada fokusnya masing-masing; dalam hal ini kita akan merasa sebagai sesuatu yang negatif atau positif, itu tergantung ekspektasi kita. Tentu saja kita perlu seimbang, denominasi yang begitu banyak bisa juga ada karena faktor dosa, tapi itu bukan berarti jika Tubuh Kristus sungguh sejati maka semuanya tiba-tiba berubah jadi kelereng yang bentuknya sama. Tidak demikian. Ketika sebuah Gereja adalah Gereja sejati, maka pasti ada beragam-ragam karunia Roh Kudus, maka memang kita perlu expect ada perbedaan pendapat, ada perbedaan prioritas, ada perbedaan kepekaan, dan dengan demikian akan ada ketegangan dan pertentangan.
Satu ilustrasi yang bagus mengenai ini, yaitu dari Pastor Tim Keller. Beliau cerita, ketika awal-awal baru menjadi gembala sidang di sebuah gereja, dalam satu minggu pertama ada 3 orang berlainan yang datang hampir berbarengan. Orang pertama mengatakan, “Pastor tahu tidak, apa problem gereja ini?” Tim Keller bilang dia tidak tahu. Orang itu lalu mengatakan, “Di depan gereja kita ada trailer park, dan tidak ada yang menjangkau mereka. Gereja ini tidak ada hati untuk penginjilan kepada orang-orang seperti ini; itu problemnya!” (trailer park adalah area tempat orang-orang miskin yang tinggal di karavan-karavan). Pastor Tim Keller lalu mengatakan, “OK, noted.” Hari berikutnya, orang lain datang dan bertanya pertanyaan yang sama, “Pastor tahu tidak, apa problem gereja ini? Di depan gereja kita ada trailer park, dan orang-orang itu miskin, mereka beda strata sosial dengan kita; dan gereja kita tidak kepingin mereka masuk ke situ, gereja kita tidak ada hati bagi problem-problem ekonomi orang-orang ini, gereja kita terlalu egois, tidak menghendaki ada problem-problem yang datang bersamaan dengan datangnya orang-orang tersebut. Gereja ini kurang ada belas kasihan, kurang ada pelayanan diakonia!” Kembali Pastor Tim Keller mengatakan, “OK, noted.” Hari berikutnya orang lain yang ketiga datang dan bertanya hal yang sama, “Pastor tahu tidak, apa problem gereja ini?” Seperti sebelumnya, Tim Keller menjawab, “Tidak; apa problemnya?” Orang itu bilang, “Bapak tahu trailer park di depan itu?” tapi kemudian lanjutannya adalah: “Pak, gereja kita ini bukannya tidak ada orang-orang yang bisa penginjilan, bukannya tidak ada orang-orang yang bisa diakonia, masalah di gereja kita adalah: tidak ada orang yang bisa memimpin, tidak ada orang yang bisa mengarahkan/mengatur, tidak ada yang mengerti bagaimana set up project dan eksekusi, mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk get things done!” Pastor Tim Keller kembali mengatakan, “OK, noted.” Jadi orang yang mana yang benar, Saudara? Tiga-tiganya benar. Ketiganya memiliki karunia Roh Kudus yang berbeda-beda, maka di tempat yang sama mereka melihat problem-problem yang berbeda, mereka peka dengan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Dan, kalau sebuah gereja dipenuhi orang-orang seperti ini, pastilah ada ketegangan dan pertentangan. Dalam derajat tertentu, kalau kita percaya karunia Roh Kudus, berarti dalam suatu Gereja yang sehat perlu ada ketegangan seperti ini, dan akan ada ketegangan seperti ini. Tapi Saudara perhatikan juga, memegang prinsip Karunia Roh Kudus juga berarti kita akan dimampukan untuk menyadari, ‘O, ini toh sebabnya ada pertentangan; O, ini toh sebabnya ada ketegangan; saya melihatnya begini karena Tuhan memberikan saya karunia tertentu, maka bagian saya adalah juga untuk mengejar serta melakukannya, dan pada saat yang sama saya perlu menghargai/menghormati orang-orang lain yang beda, yang melihat hal-hal yang lain, dalam kepekaan yang lain’.
Saudara bisa lihat, teologi Karunia Roh Kudus yang dari Alkitab bukanlah melulu urusan bahasa Roh atau mengenai apakah mujizat masih ada atau tidak, dsb., itu urusan kecil di pojokan. Teologi Karunia Roh Kudus sebagaimana Saudara lihat, adalah sangat penting karena inilah kacamata yang perlu untuk kehidupan Gereja, inilah yang membuat Gereja bisa menyadari bahwa dalam kehidupan Gereja memang pasti sedikit banyak akan ada pertentangan. Gereja yang menyadari teologi Karunia Roh Kudus seperti ini, akan punya pelayanan yang meluap-luap dari berbagai tempat dan berbagai pojok dan berbagai kebutuhan. Dalam arti tertentu, Gereja yang sejati akan sedikit warna “anarkis”-nya (istilah anarkis di sini mungkin tidak tepat, Saudara bisa ganti dengan istilah lain yang lebih baik). Kenapa kita perlu bicarakan hal ini? Karena sering kali banyak gereja tidak mau, tidak sudi, tidak rela menjalankan model seperti ini. Kita kepinginnya gereja rapi terkontrol; Itu yang kita lihat sebagai gereja yang ideal. Kalau yang di atas ngomong, yang di bawah taat; “Kamu jangan banyak ide! Ide tunggu dari atas, nanti kami beritahu kamu, kamu ‘gak usah kontak kami.” Atau, yang di bawah mengatakan, “Ayo dong, Pak, bikin dong pengurusnya, bikin jelas, bikin resmi dari atas gitu lho, kita kurang dalam hal ini dan itu, ayo dong, gereja tolong isi dong.” Dan Pak Billy akan jawab, “Ya, tidak harus tunggu dari institusi gerejalah, tidak harus tunggu pengurus.” Saudara bisa coba gerak sendiri, bisa coba share dengan beberpa orang, Saudara bisa coba jalankan. Kenapa? Karena inilah model Gereja yang lebih mirip Gereja yang peka akan karunia Roh Kudus yang alkitabiah, yang beragam, yang dicurahkan bagi setiap orang. Saudara perhatikan, tadi kita mengatakan Gereja yang penuh dengan karunia Roh Kudus tidak akan pasif. Ini berarti, kalau Gereja tidak pasif maka Gereja juga akan ada certain ketegangan dan pertentangan, karena ada banyak kepekaan akan priorotas yang berbeda-beda. Tentu saja Gereja Tuhan bukan Gereja yang chaotic, tapi Gereja Tuhan juga perlu ada kehidupan yang saling meluap-luap; dan ketegangan seperti ini, oke, karena ini adalah hasil pekerjaan Roh Kudus.
Implikasi yang ketiga. Karunia Roh Kudus bukan cuma akan menghasilkan jemaat yang tidak pasif (implikasi pertama), malah justru aktif sampai-sampai bisa menghasilkan ketegangan karena kepekaan yang beragam (implikasi kedua), karunia Roh Kudus juga akan menghancurkan segala jenis kesombongan (pride) dan iri hati (implikasi yang ketiga).
Poin ketiga ini penting, karena waktu mendengar poin yang kedua tadi, Saudara bisa merasa terganggu, ’koq Gereja bisa ada pertentangan dan ketegangan, lalu dibilang itu sebagai karya Roh Kudus?? ngawur ini’. Tidak ngawur, Saudara, karena lihat, bagaimana Tuhan membentuk ligamen otot kita justru bekerjanya melalui pertentangan dan ketegangan; ada pertentangan dan ketegangan maka ada tangan yang bisa bekerja sebagai satu tubuh. Jadi yang namanya pertentangan dan ketegangan, tidak otomatis negatif. Atau Saudara maunya badan manusia ciptaan Tuhan itu semuanya lembek seperti jeli atau bubur yang dituang satu arah dan semua ngalir?? Yang membuat pertentangan/ketegangan jadi negatif, adalah karena seringkali dalam pertentangan/ketegangan ada pride dan iri hati di dalamnya. Hal ini diselesaikan dalam karunia Roh Kudus. Kenapa Roh Kudus tidak masalah menghadirkan pertentangan/ketegangan dalam Gereja, yaitu karena pada saat yang sama karunia Roh Kudus juga manghancurkan segala jenis pride dan iri hati. Pride dan iri hati itulah musuhnya, bukan ketegangan musuhnya. Koq bisa?
Coba Saudara perhatikan apa penyebab pride dan iri hati? Dalam berbagai macam organisasi –sekuler maupun gereja– yang namanya pride dan iri hati biasanya muncul karena ada orang-orang yang berkuasa dan ada orang-orang yang tidak berkuasa, lalu orang yang tidak punya power akan cenderung curiga dengan yang punya power, mungkin bahkan iri hati terhadap orang-orang yang lebih punya power. Sebaliknya, yang punya power akan cenderung menaruh diri mereka di atas orang-orang yang tidak punya power, serta membiarkan posisi dan power itu menginjak orang-orang yang dibawah, ‘yah, mereka memang tempatnya di situ’, dsb. Tapi dalam urusan karunia Roh Kudus semuanya jadi lain, karena Allahlah —bukan manusia– yang menetapkan siapa jadi apa.
Saya bersyukur dalam hal ini langsung ada contoh riil dalam kehidupan jemaat kita sendiri. Belum lama ini gereja kita menahbiskan penatua baru; biasanya penatua harus dipilih supaya Saudara ada rasa ambil bagian, tapi kita tidak bisa, semata-mata karena calonnya cuma satu tok. Tapi Saudara bisa ingat ketika kita semua ambil bagian dalam pemilihan diaken dan pengurus, apa yang terjadi dalam pemilihan diaken dan pengurus tersebut? Apakah ada orang yang pride dan iri hati? Tidak. Kenapa tidak? Karena semua sadar, yang terjadi waktu jemaat Tuhan memilih, mereka bukan memilih karena ‘aku sukanya si A atau si B’, tapi kita pada dasarnya sedang menyatakan ‘saya mengenali, saya menyadari karunia Tuhan yang diberikan kepada si A atau si B’. Itulah yang terjadi dalam pemilihan diaken, pengurus, penatua. Di situ jemaat sedang mengatakan, “Kami, dengan pemilihan ini menyatakan bahwa kami telah melihat Tuhan memberikan karunia bagi si A, atau si B, untuk menjalankan peran ini dan itu”. Itulah yang terjadi; dan jika itu yang terjadi, maka ketika kita terpilih, kita tidak ada dasar untuk pride. Tidak ada diaken atau penatua yang waktu terpilih lalu merasa ‘huh, this is me!’, yang ada justru mereka mengatakan, ‘aduh, celaka, tanggung jawab lebih nih’ –tidak ada pride-nya. Sedangkan yang tidak terpilih –atau kita, yang memilih– hanya mengatakan, ‘inilah yang Tuhan tetapkan’. Kita semua melihatnya seperti ini. Itu sebabnya pemilihan di gereja tidak ada kampanye-kampanyean, tidak ada lobby-lobby-an, ‘sebaiknya pilih si ini, atau si itu, karena begini dan begitu’, sebaliknya kita semua somehow sadar ini penetapan Tuhan melalui karunia yang memang ada, dan kita lihat, kita kenali, kita akui, kita sadari. Itu saja. Lucu ya, di satu sisi, karunia Roh Kudus itu menciptakan ketegangan dan pertentangan, dan di sisi lain, karunia Roh Kudus itu tidak ada iri hati, tidak ada pride, tidak ada arogansi. Waktu Saudara melihat Gereja kayak begini, Saudara juga merasa biasa saja, karena Gereja ya, memang kayak begitu. Menarik ya.
Selanjutnya, berhubungan dengan poin ketiga adalah implikasi yang keempat, kenapa karunia Roh Kudus tidak menghasilkan pride dan iri hati, adalah karena karunia Roh Kudus berbeda dengan buah Roh Kudus. Jangan pernah tertukar antara karunia Roh dengan buah Roh. Buah Roh, tujuan akhirnya adalah menjadi seperti Kristus; karunia Roh Kudus hanyalah jalannya. Karunia Roh Kudus itu cuma sarana yang dipakai untuk membuat Tubuh Kristus semakin mirip Kristus.
Saudara tentu tahu buah Roh –kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Kalau urusan buah Roh, semua orang Kristen harus punya buah yang sama, tapi untuk urusan karunia Roh, semua orang Kristen punya tapi mereka punya karunia Roh yang berbeda-beda. Kenapa? Karena buah Roh adalah karakter, mengenai siapa diri kita; sedangkan karunia Roh adalah mengenai apa yang kita lakukan. Buah Roh adalah tentang being/diri, karunia Roh adalah tentang doing, apa yang kita lakukan. Saudara perhatikan, gereja yang berbahaya adalah gereja yang tidak bisa mmebedakan antara buah Roh dan karunia Roh. Dalam hal ini mungkin Saudara terpikir gereja kharismatik, tapi saya terpikir gereja reformed. Katanya –saya tidak melihat sendiri– dalam gereja kharismatik radikal, kalau Saudara tidak punya karunia Roh, maka Saudara dianggap warga kelas dua; semakin Saudara punya karunia Roh yang jelas nyata, maka Saudara semakin naik level dan semakin prideful. Mengapa bisa kayak begini? Karena gagal membedakan antara karunia Roh dan buah Roh. Tapi di gereja reformed pun sama; kita sibuk pelayanan, kita jangkau anak-anak di daerah-daerah, mimbar kita kuat dan berpengaruh jumlah jemaat naik, diakonia kita jalankan, orang-orang hidupnya tersentuh dan diberkati, lalu kita mulai merasa di gerakan ini ada Tuhan. Pertanyaannya: kalau jumlahnya tidak naik, apakah berarti tidak ada Tuhan? Saudara lihat apa yang terjadi di sini, kita seringkali tidak bisa membedakan antara karunia Roh dengan buah Roh.
Buah Roh itu berarti Saudara menemukan dirimu makin lama makin bisa bersukacita atau tidak, terlepas dari situasi hidup Saudara? Saudara menemukan dirimu makin bisa bersyukur atau tidak, ada damai sejahtera atau tidak, dalam hidupmu meskipun dalam situas-situasi sulit? Itu semua urusannya dengan buah Roh. Kalau sepuluh tahun lalu hidup Saudara naik turun, relasimu naik turun, seiring dengan situasi hidupmu sedang di atas atau di bawah, lalu sekarang bagaimana, bertumbuh atau tidak? Ini adalah urusan buah Roh. Dalam hal ini Saudara bisa mengatakan ‘saya tahu saya bertumbuh atau tidak’, karena ini tentang diri Saudara. Demikian juga kehidupan doa Saudara bagaimana, makin lama makin limpah atau tidak? Kepekaan Saudara akan kehadiran dan kasih Tuhan dalam hidupmu bertumbuh atau tidak? Saudara lebih ada keterbukaan dalam menghadapi kritikan atau tidak? Ini semua urusannya soal buah Roh. Tapi lihat, betapa sangat mudah menggantikan buah Roh ini dengan karunia Roh. Orang-orang yang melayani –bisa output— dengan begitu rajin dan begitu baik sehingga orang-orang merasa diberkati oleh mereka, bisa jadi mereka sebenarnya kosong dan hampa di dalam, tidak bertumbuh dalam buah Roh, tapi karena mereka diakui pelayanannya, karunia Roh-nya dilihat orang, maka mereka merasa ‘saya fine-fine saja’ –karena ada karunia Roh.
Saudara, inilah sebabnya Charles Spurgeon pernah mengatakan kepada murid-murid di seminari, “Jangan pernah masuk pelayanan demi mencari keselamatan”. Lalu, memangnya siapa orang geblek yang masuk pelayanan untuk diselamatkan, yang ada juga semua orang tahu dulu sudah diselamatkan, baru ambil keputusan masuk seminari ‘kan –ini pemikiran orang geblek juga, yang masih geblek. Spurgeon ada poin yang sangat penting di sini, bahwa kita ini ada kecenderungan untuk menggunakan karunia Roh menjadi tambalan, menjadi daun ara untuk menutupi lubang buah Roh dalam hidup kita. Orang seperti ini bisa jadi pelayan besar dalam gereja, terkenal di mana-mana, tapi ujungnya seperti ban yang bocor. Saudara tahu ban yang bocor, yang tubles tentu saja, selama masih ada momentumnya dia masih bisa jalan, kelihatannya normal, tapi begitu berhenti di lampu merah langsung blesss… rata. Bukankah ini gambaran yang kita sering lihat? Pelayan-pelayan besar yang tiba-tiba ada skandal lalu pelayanannya hancur berkeping-keping. Kita melihat ini bukan cuma satu dua kali, tapi cukup banyak; lalu kita bertanya-tanya, “Koq bisa sih, orang hidupnya dipakai Tuhan, tapi ternyata di dalamnya hancur begitu??” Saudara bertanya demikian karena Saudara gagal membedakan antara karunia Roh dengan buah Roh; dan kalau kita gagal membedakan itu pada diri orang lain, bagaimana dengan diri kita sendiri?? Karunia Roh itu cuma sarana, tujuan akhirnya adalah buah Roh, semakin mirip dengan Kristus. Inilah alasannya kenapa orang yang punya karunia Roh tidak bisa sombong, tidak bisa iri hati, karena karunia roh adalah output-nya, bukan diri-nya.
Sekali lagi, doktrin Roh Kudus yang seperti ini bukan cuma teori tok. Ini salah satu doktrin yang paling praktis menyentuh kehidupan sehari-hari. Mengerti doktrin Roh Kudus dengan benar adalah salah satu kunci kehidupan Gereja yang beres.
Kita sudah membahas apa itu karunia Roh Kudus –mengenai tugasnya, petugasnya, dan tujuannya. Kita juga sudah bahas apa implikasinya bagi kehidupan Gereja, yaitu berarti tidak ada jemaat yang pasif, yang ada adalah jemaat akan aktif, maju, sampai-sampai bisa ada ketegangan dan pertentangan karena kepekaan-kepekaan yang beragam. Namun demikian, ini tidak menghasilkan pride atau iri hati, karena ini diberikan atas ketetapan Tuhan; dan sudah pasti ini tidak menghasilkan pride dan iri hati karena kita tidak boleh tertukar antara karunia Roh dengan buah Roh. Sekarang kita bisa masuk ke bagian yang terakhir, bahwa karunia Roh sangat diperlukan dan sangat esensial bagi suatu Gereja, namun juga ada bahayanya; karunia Roh bisa membangun Tubuh Kristus, tapi juga bisa dipakai untuk menghancurkan persatuan tubuh Kristus. Kalau kita salah mengerti teologi Karunia Roh, itu bisa membuat jemaat jadi pasif, bisa juga membuat pelayan-pelayan Tuhan di-burn out di gereja karena terlalu aktif sendirian dan semua pekerjaan diambil, atau burn out secara personal karena berusaha menambal bolong buah Roh dengan banyak-banyak kerja karunia Roh. Bahaya. Jadi, bagaimana kita menggunakan karunia Roh secara beres, secara sejati –inilah pertanyaannya, dan ini topik yang terakhir. Jawabannya sederhana: karunia Roh harus digunakan dalam kasih. Itu saja kuncinya.
Tadi kita membahas bagian karunia Roh dari Surat Efesus, tapi ada satu bagian lagi mengenai ini yaitu dari 1 Korintus. Dan satu hal yang Saudara lihat adalah, ketika Paulus dalam 1 Korintus membicarakan karunia Roh, dia tidak pernah melepaskan diskusi itu dari diskusi mengenai kasih. Saudara ingat 1 Korintus 13 yang sangat terkenal itu mengenai kasih, pasal 12 dan pasal 14-nya –yang membungkus pasal 13 ini– dua-duanya bicara mengenai karunia Roh, dengan demikian ini seperti Paulus mengatakan bahwa inti dari karunia Roh adalah kasih. Paulus mengatakan, jika kamu tidak mencari apa karunia Roh-mu dan berusaha menggunakannya bagi jemaat, jika kamu pasif, jika kamu cuma datang demi input tok, maka kamu tidak mengasihi –karena kamu tidak punya kasih. Paulus juga pada dasarnya mengatakan, sebaliknya jika kamu bukan pasif tapi over aktif, over menggunakan karunia roh sampai burn out, itu adalah karena kamu berusaha menambal bolong buah Roh dengan karunia Roh –dan itu terjadi ketika kita tidak mengasihi, karena yang namanya kasih berfokus pada kebutuhan orang lain dan bukan pada bolong di hati kita. Jadi, semua problem dalam hal karunia Roh Kudus, itu terjadi ketika karunia Roh Kudus digunakan tanpa kasih.
Lalu bagaimana kita mendapatkan kasih ini, yang di satu sisi akan meletuskan karunia Roh, tapi juga bisa menjaga dan membatasinya? Jawabannya kita temukan dalam surat Efesus tadi, ayat 8,9,10 yang terasa membingungkan itu: ‘Itulah sebabnya kata nas: “Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.” Bukankah “Ia telah naik” berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.’ Di sini Paulus sedang mengutip Mazmur 68, yang bicara tentang Allah sebagai Raja. Waktu mazmur ini memuji Allah sebagai Raja, pemazmur menggunakan bahasa-bahasa yang memang layaknya dipakai untuk memuji raja pada zaman itu. Misalnya, zaman dulu fungsi utama seorang raja adalah memimpin bangsanya dalam peperangan; ketika mereka diserang, sang raja bangkit, naik ke takhtanya di tempat tinggi, memimpin rakyatnya menghancurkan musuh, membawa tawanana-tawanan, lalu membagi-bagikan pemberian-pemberian –maksudnya jarahan– bagi rakyatnya. Karena raja ini mengambil jarahan begitu banyak, dia memperkaya umatnya. Kira-kira seperti itulah kemuliaan seorang raja dalam bahasa pemazmur menurut konsep orang Israel zaman kuno. Paulus dalam perenungannya akan mazmur ini, menyadari satu hal, yaitu bahwa kisah Allah sebagai Raja tidak berhenti di situ. Ratusan tahun setelah Mamzur 68 ditulis, Allah sungguh menjadi Raja, dan Allah kembali naik ke tempat yang tinggi, Allah kembali mengalahkan musuh yang mengancam umat-Nya, Allah kembali membawa tawanan-tawanan, Allah kembali memberikan jarahan-jarahan kepada umat-Nya, tapi caranya bukan dengan ‘naik’ tok tapi justru dengan ‘turun’ ke bagian bumi yang paling bawah (ayat 9). Itulah caranya Allah di Perjanjian Baru sungguh jadi Raja, caranya Allah di Perjanjian Baru mengalahkan musuh-Nya, caranya Allah di Perjanjian Baru memberikan jarahan –memberikan berkat– bagi umat-Nya, yaitu dengan turun. Turun dari surga ke bumi; turun dari kuasa dan kemuliaan kepada penolakan, penyiksaan, pengkhianatan, penyaliban, penguburan. Dan, itulah –kata Paulus–tindakan di mana Yesus Sang Raja justru naik takhta, yaitu dengan turun ke tempat yang paling bawah. Itulah yang menyebabkan Dia bisa memenuhi segala sesuatu. Itulah kasih.
Saudara ingin menggunakan karunia Roh dengan kasih? Saudara perlu menyadari akan kasih Tuhan kepadamu. Sebelum Saudara melihat bagaimana Tuhan mengasihimu, Saudara hanya akan melihat dirimu sendiri. Sebelum Saudara melihat bagaimana Tuhan telah mengisi kebolongan hatimu, Saudara hanya akan lihat lubang yang ada dalam hatimu itu. Sebelum Saudara melihat bagaimana Tuhan mengasihimu, Saudara tidak mungkin bisa melayani dan menggunakan karunia Roh dengan kasih. Tapi, lihatlah apa yang Dia lakukan bagimu. Salah satu latihan rohani yang pernah direkomendasikan seorang teolog adalah: Saudara coba baca kitab Injil tidak sepotong-sepotong tapi langsung dari depan sampai belakang –misalnya Saudara dapat membaca Injil Markus yang paling pendek itu. Baca keseluruhannya, dan sementara Saudara membaca, Saudara tanya terus pada dirimu pertanyaan ini: Dia melakukan semua ini untuk aku?? Itu akan mengubah Saudara dan saya menjadi orang-orang yang bukan hanya punya karunia Roh, tapi menggunakannya dalam kasih.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading