Bagian yang sudah kita baca ini menurut versi LAI sepertinya tidak ada pararel dari injil sinoptik yang lain, tetapi sebetulnya cerita pohon ara yang tidak berbuah yang dikutuk oleh Tuhan, kita juga bisa membaca variasinya dalam injil Markus dan Matius. Hanya memang ada bagian yang berbeda yang dicatat dalam Lukas ini, mungkin juga karena alasan itu kemudian menjadi pertimbangan dari editor LAI yang tidak menyertakan pararelnya karena ada perbedaan yang cukup signifikan, tetapi saya percaya bagian ini sebetulnya adalah satu event yang sama. Kalau kita membaca variasinya di Markus atau Matius, kita akan mendapati salah satu setting yang berbeda adalah di situ Yesus diceritakan di dalam satu cerita historis bagaimana waktu Dia berjalan, lalu mendapati pohon ara yang tidak berbuah, kemudian Dia mengutuk pohon ara itu dan langsung mati. Tetapi waktu kita membaca dalam injil Lukas, di sini diceritakan sebagai satu cerita perumpamaan, tetapi semua ceritanya dikemas dalam cerita perumpamaan, sementara di dalam Markus dan Matius kita membaca, ceritanya adalah di dalam satu cerita tentang Yesus sendiri yang berurusan dengan pohon ara yang tidak berbuah.
Saya percaya di dalam setiap penulisan dari injil, seperti seringkali kita mengatakan, selalu ada perbedaan perspektif dan karena itu, sekalipun event-nya sama selalu dicatat di dalam ketiga injil semuanya sebenarnya memberikan pesan yang berbeda-beda dan saling memperkaya, saling melengkapi satu dengan yang lain. Di dalam tradisi zaman dulu, orang sibuk untuk mencari harmonisasinya, maksudnya mau menjelaskan supaya berbeda, tapi toh banyak kemiripannya, dan ini semua merupakan sesuatu yang integrated, dsb., tetapi kita di dalam zaman post modern, sebenarnya kita lebih tertarik dengan mendekati keberbedaannya. Ini bukan berati kita tidak percaya bahwa ada keharmonisan-keharmonisan, itu asumsi, pasti harmonis karena ini kan firman Tuhan. Tapi kita justru bersyukur karena adanya perbedaan perspektif, karena semakin kita mendapati perbedaan, semakin kita mendapatkan pesan yang kaya dan limpah dari berbagai macam sisi yang disajikan, baik melalui Lukas, Markus, Matius atau bahkan juga Yohanes.
Keunikan pertama yang disajikan oleh Lukas di sini sebenarnya menyambung bagian tentang dosa dan penderitaan dalam ayat sebelumnya yaitu di situ Yesus coba menegur orang-orang yang mencoba untuk mengkaitkan antara realita penderitaan dengan dosa yang dilakukan oleh manusia. Di dalam tradisi kepercayaan dari PL salah satu teolog menyebut dengan istilah deeds consequence connection, ada koneksi antara perbuatan dan konsekuensi yang akan dialami, misalnya kita membaca dalam kitab deuteronomi (kitab Yosua, Samuel dsb.), di situ berulang-ulang dijelaskan tentang orang yang taat akan diberkati, yang tidak taat akan mengalami malapetaka. Tetapi kemudian orang berusaha untuk mengambil ini sebagai satu doktrin yang dipercaya bisa menjelaskan segala sesuatu seperti seolah-olah mereka kemudian tidak perlu Tuhan lagi, tidak perlu lagi masuk ke dalam introspeksi diri, lalu mereka cenderung untuk melihat bahwa orang yang makmur tidak ada dosa atau dosanya kecil, tapi orang itu kejatuhan menara, darahnya dicampur dengan darah korban yang mereka persembahkan, ini pasti orang-orang yang dosanya besar.
Tetapi Yesus mengatakan dengan kalimat, kalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian, dimana koreksi Yesus? Koreksi Yesus adalah seringkali waktu kita melihat, kaitan antara dosa dengan penderitaan, kita cenderung menyelidiki orang yang di luar kita, nah… ini tetangga saya lagi kena malapateka, pasti dia ada satu dosa, ada sesuatu kehidupan yang tidak benar, sampai bisa menderita seperti itu. Lalu kita menyelidiki dalam posisi seperti dewan juri atau hakim, padahal posisi itu adalah posisi Tuhan, bukan posisi kita sebagai manusia, merasa diri lebih baik dari orang lain, ada kebahayaan spiritualitas seperti ini. Waktu melihat penderitaan dan kelemahan orang lain, lalu kita malah bersyukur, puji Tuhan, saya tidak mengalami itu, saya tidak berdosa seperti dia. Akhirnya tanpa kita sadar, kita sudah menghidupi semacam kehidupan yang sangat dibenci Tuhan yaitu self righteousness, tapi kemudian Yesus mengajak mereka untuk merenungkan bahwa peristiwa seperti ini sebetulnya juga bisa terjadi di dalam kehidupan mereka, jikalau mereka tidak bertobat. Berarti di sini ada penantian dari Tuhan, bukan berarti mereka lebih kecil dosanya dari orang-orang yang ditimpa malapetaka seperti yang disebut di dalam perikop ini, bukan, tetapi karena Tuhan masih bersabar dan memberikan kepada mereka kesempatan untuk bertobat.
Waktu kita membaca bagian ini, ini adalah bagian yang ditegaskan dalam perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah, basically memberikan message yang sama tetapi dari perspektif yang sedikit berbeda. Dalam bagian ini digambarkan ada seorang pengurus kebun yang mempunyai pohon ara, tumbuh di kebun anggur, lalu dia datang mencari buah pada pohon itu, dia tidak menemukan. Sebetulnya wajar kalau dia menantikan hasilnya, menantikan buah yang bisa dinikmati, ini adalah satu cara pikir yang boleh kita renungkan bersama-sama. Di dalam kehidupan kita zaman ini, semakin terbukti bahwa orang tidak bisa hidup tanpa kenikmatan, filosofi pengejaran kenikmatan, hedonisme di dalam berbagai macam bentuknya, itu sangat mewarnai kehidupan manusia. Ada orang melampiaskan di dalam game (bukan berarti setiap kali main game pasti berdosa, ya memang tidak), tetapi ada orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya waktu dia sudah main game, dan akhirnya dia yang dikendalikan oleh game itu. Ada orang yang jatuh ke dalam urusan kuliner yang tidak wajar, pengalamam makan yang tidak wajar, traveling yang tidak wajar, ada orang yang melampiaskan mengejar kenikmatan di dalam shopping yang tidak wajar, bukan karena dia perlu, tetapi ada kenikmatan waktu menggesek credit card-nya… somehow itu nikmat dst.
Yang mau saya katakan adalah bahwa di dalam kehidupan manusia, itu kehidupan yang mencoba untuk meng-entertain diri sendiri, seperti tidak ada habisnya, manusia ingin terus-menerus mengejar kenikmatan. Oh…. kenikmatan memang bukan sesuatu yang salah, karena di dalam salah satu konfesion reformed mengajarkan bahwa tujuan utama dalam kehidupan manusia selain memuliakan Allah, tetapi juga adalah menikmati, memang ada aspek kenikmatan tetapi menikmati Allah. Memang tidak salah kita mengejar kenikmatan, tetapi seperti yang Agustinus katakan, bukankah memang seringkali yang lebih kita nikmati itu bukan Allah, tetapi cipataan yang rendah ini. Agustinus mengatakan, di dunia ini ada orang fasik, ada orang benar dan orang benar menggunakan barang di dunia ini, menggunakan ciptaan untuk menjadi sarana supaya dia boleh menikmati Allah, tetapi orang jahat, orang fasik menggunakan Allah untuk menikmati barang-barang di dunia ini. Yang mana yang sarana, yang mana menjadi tujuan, di dalam hal ini kita bisa confuse, ada banyak orang, termasuk orang kristen, mereka bukan mau menikmati Allah, mereka menikmati ciptaan yang lebih rendah.
Kalau perlu meng-instrumentalisasi orang lain, mempergunakan orang lain, yang lebih berani lagi, Allah pun bisa juga kita pergunakan demi menikmati dunia ciptaan, itu goal yang paling tinggi di dalam kehidupan manusia. Wesminster confession bukan mengajarkan ini, tetapi mengajarkan, memang yang menikmati kita, tetapi kita menikmati Allah, seringkali terjadi di dalam kehidupan kita, bahwa kita lebih suka menikmati yang lebih rendah dari pada Tuhan, dan kalau perlu kita menggunakan Tuhan untuk mencapai kenikmatan itu.
Bagian ini membicarakan satu cara berpikir yang berbeda, waktu tuan ini datang ke kebun anggur, dia mencari buah, apa maksudnya? Buah itu setelah dicari terus apa? Ya petik, setelah dipetik, ya dimakan, dinikmati. Orang yang berpikir, hidup saya ini Tuhan bisa menikmati atau tidak? Ini kalau dikecap oleh Tuhan, Tuhan akan senang atau Tuhan akan mau muntah sebetulnya? Jangan kita berpikir bahwa gambaran Tuhan itu mau muntah tidak ada, kalau kita baca kitab Wahyu, surat kepada jemaat di Laodikia, digambarkan seperti air, tidak dingin tidak panas, di Laodikia itu ada pemandian, airnya kan harus suam-suam kuku, tidak mungkin panas sekali, orang biasa mateng. Itulah manusia kalau menikmati hidup, masuk ke pemandian air panas, spa, wah… enak sekali, bisa menikmati, tetapi model seperti ini tidak jalan di dalam kehidupan kristen. Tuhan mengatakan, kamu waktu Saya mau kecap, ini apa? Tidak dingin, tidak panas, jadi mungkin orang Laodikia ini mirip seperti air pemandian, tidak ada bedanya dengan dunia juga suam-suam kuku, lalu berpikir bahwa suam-suam kuku itu bisa dinikmati, ya memang betul, bisa dinikmati oleh dunia, bukan oleh Tuhan. Waktu Tuhan mau minum, ini apa? Jadi untuk melepas dahaga, sesuatu yang menyegarkan tidak bisa dan untuk membuat minuman yang panas juga tidak bisa, karena kurang panas, lalu akhirnya Tuhan seperti mau muntah melihat kehidupan jemaat Laodikia.
Jadi Tuhan itu berhak menikmati kehidupan kita karena Dia adalah Pencipta, waktu Tuhan mengecap kehidupan kita, waktu Tuhan berusaha mau menikmati, kira-kira Dia bersukacita atau Dia seperti mau muntah? Tentu saja ini adalah bahasa manusia, tetapi satu bayangan yang perlu kita pikirkan, apakah kehidupan kita lebih menyebalkan Tuhan dari pada menyenangkan Tuhan, lebih bikin Tuhan itu tidak bersukacita dari pada Dia berbahagia? Dia datang untuk mau menikmati kita, orang yang berpikir di dalam kehidupannya, apakah hidup saya nikmat atau tidak dihadapan Tuhan? Atau orang yang berpikir untuk apa saya hidup kalau saya tidak mengalami kenikmatan, itu totally different approach, totally different philosophy of life, orang yang terus-menerus mengejar kenikmatan di dalam hidupnya, mengejar kebahagiaan, termasuk di dalam hal kehidupan keluarga, pernikahan dsb. Untuk apa saya mempertahankan pernikahan kalau saya sudah tidak bahagia lagi (masih sedikit teosentris)? Saya hidup di dalam keluarga ini, dibesarkan oleh orang tua seperti ini, saya kurang bahagia (ini antroposentris, berpusat kepada diri), orang-orang yang teosentris tidak bertanya seperti itu. Untuk apa ya pernikahan seperti ini kalau Tuhan sudah tidak bahagia lagi (ini yang teosentris)?
Jadi masalahnya bukan kebahagian kita, kebahagiaan kita itu sekunder, yang pertama adalah kebahagiaa Tuhan, kenikmatan kita itu sekunder, yang pertama itu adalah kenikmatan Tuhan. Jangan kita salah mengerti kekristenan seperti mengajarkan spiritualitas yang keinginan dan emosinya ditekan, lalu memainkan peran korban, menjadi korbannya Tuhan, dijadikan victim oleh Tuhan. Orang seperti ini pikirannya luar biasa jahat, tidak mungkin mengalami kebahagiaan, tidak mungkin ada kenikmatan. Kita diciptakan di dalam natur kita sebagai ciptaan, itu tidak mungkin menyenangkan diri sendiri lalu kemudian mengalami kebahagiaan karena itu, ini bukan natur dari pada ciptaan, yang bisa seperti ini hanya Pencipta. Pencipta adalah Pencipta, waktu Dia menyenangkan diriNya sendiri, waktu Dia mempermuliakan diriNya sendiri, nah ini naturnya Pencipta, tetapi saudara dan saya, kita bukan pencipta, kita tidak pernah jadi pencipta, kita ini adalah ciptaan. Natur ciptaan, itu kebahagiaan yang paling puncak justru waktu dia ke luar mengarah mencari kenikmatan Penciptanya, bukan mencari kenikmatan dirnya sendiri.
Bagian di dalam perumpamaan ini mengajarkan kepada kita, Tuhan mencari buah, adakah kehidupan saudara dan saya bisa dinikmati oleh Tuhan? Adakah kehidupan kita ini, bukan hanya bahagia saya senang sendiri, orang lain mau senang atau tidak itu urusannya dia, oh…. bukan, tetapi apakah Tuhan senang dengan kehadiran saya dihadapanNya? Apakah kehidupan kita juga bisa dinikmati oleh sesama kita? Waktu kita membandingkan bagian ini dengan perikop di dalam Markus dan Matius, ada pebedaan, khususnya dari Markus, di sini dicatat, bahwa waktu Tuhan mau mencari buah pohon ini, buahnya tidak ada, hanya ada daun-daun dan memang itu bukan lagi musim buah. Beberapa scholar percaya penulisan injil Lukas dan Matius itu mengikuti Markus, karena Markus kemungkinan besar yang paling awal menulis injil, lalu setelah itu Lukas dan Matius menyusul, mempergunakan Markus, at least sebagian dari pada Markus. Waktu mereka mengolah kembali penulisan ini, baik Lukas maupun Matius tidak mencatat bagian yang indeed sulit itu di dalam Markus, yaitu waktu Tuhan mencari, mengharapkan buah, memang sedang tidak musimnya, tetapi terus kemudian Tuhan mengutuki pohon itu.
Kita mungkin berpikir, Tuhan ini tidak reasonable, ya memang sedang tidak musim, Dia tidak menemukan buahnya lalu Dia marah-marah, kan Dia sendiri juga tahu, bahwa memang sedang tidak musim buah kok, kenapa harus di-expect ada berbuah? Nah bagian ini adalah bagian yang menarik, bagian yang khusus diberikan di dalam Markus, tetapi kalau kita melihat di dalam Lukas, ada tambahan yang menjelaskan kenapa Tuhan tetap berhak mendapatkan buah meskipun bukan pada musimnya seperti yang dicatat oleh Markus?
Di dalam bagian ini dikatakan, sebetulnya sudah 3 tahun dia datang dan menanti buah itu, ini bukan musim yang pertama yang dia nantikan, menurut beberapa komentator, pohon ara itu adalah pohon yang bisa berbuah setiap tahun, dan ini sudah 3 tahun tidak pernah ada buah. Meaning yang di Markus, waktu Yesus datang meskipun bukan pada musimnya tidak ada buah, tetapi tahun yang kemarin harusnya ada buah kan? Tapi sudah 3 tahun tidak ada buah juga, sudah melewatkan beberapa kali musim, musim berbuah dia lewat, juga tidak berbuah, apalagi musim tidak berbuah? Jadi ini terus-menerus menghabiskan anugerah Tuhan dengan tidak ada buah yang dihasilkan.
Waktu kita membaca di dalam bagian ini, ada satu kalimat yang tertulis dalam ayat 7, “untuk apa sih ia hidup di tanah ini dengan percuma!” Apa maksudnya? Ini ada satu gambaran pohon ara di tengah-tengah kebun anggur, di tempat itu ada banyak pohon-pohon yang lain dan berbuah, tetapi pohon ara ini tidak berubah. Padahal mereka menerima nutrisi yang sama, menyedot, di dalam bahasa aslinya itu seperti using up, mempergunakan nutrisi-nutrisi yang ada di tanah, mengkeruk semua nutrisi tetapi ia sendiri tidak menghasilkan apa-apa, sementara pohon yang lain juga menyedot dan menghasilkan buah. Ini gambaran yang sama sekali tidak fair kan ya? Ada orang-orang yang begitu banyak mendapat berkat Tuhan, begitu banyak mendapat pelayanan firman Tuhan, begitu banyak mendapat kesempatan untuk membaca dan mempelajari alkitab, tetapi tetap tidak ada buah di dalam kehidupannya.
Di sini ada sesuatu yang salah, lalu untuk apa nutrisi itu disedot terus? Apa tidak lebih baik dibagikan saja kepada pohon-pohon lain yang lebih bisa menghasilkan buah? Sebetulnya pohon ini tidak ada hak secara khusus terus menyedot nutrisi seperti itu dan tidak memberikan buah, di dalam bagian ini dikatakan, ya sudah ditebang saja pohon itu, tidak ada gunanya. Karena orang menerima sesuatu, natur dari pada manusia itu adalah seperti saluran, kita menerima supaya kita bisa menyalurkannya kepada orang lain. Orang seringkali mengatakan, kita jangan seperti laut mati, laut mati itu mati, kenapa mati, karena dia tidak menjadi saluran, ini ilustrasi yang umum dan klasik, hanya terima-terima, tetapi dia tidak menyalurkan, akhirnya disebut laut mati. Bukan seperti sungai yang mengalir, bukan, sungai yang mengalir itu kan seperti saluran, dari pegunungan turun terus mengalirkan sampai masuk, lalu ke muara akhirnya bercampur dengan air laut, itu sungai yang normal. Tetapi ada yang namanya laut mati, hanya mandek di situ terus, cuma ada input, tidak ada ouput nya, cuma terima tetapi tidak ada sesuatu yang dikeluarkan.
Ada orang-orang, termasuk orang kristen, waktu dia hadir, kehadirannya itu cenderung mengeruk dan membebani orang lain, terus-menerus menjadi beban, tidak pernah menjadi berkat, hanya bisa menjadi beban. Saya percaya ada saatnya dimana Tuhan melatih kita untuk rendah hati, belajar untuk pride kita dihancurkan, ada saat dimana kita memang harus belajar untuk rendah hati membiarkan bagaimana Tuhan kemudian menolong kita melalui orang lain, belajar rendah hati membiarkan diri kita ditolong oleh orang lain. Saat itu kita menjadi beban, saat itu kita dilayani dan bukan melayani, bagian seperti itu, saya percaya indah waktu terjadi di dalam kehidupan kita, tetapi kita bukan bicara yang ini. Kita bicara orang kristen yang terus-menerus menjadi beban, karena dia ada orang lain yang masih berkorban untuk dia, harus sakit untuk dia, semua orang harus keluar air mata supaya dia bahagia. Setiap kali seperti ini terus, ini bukan panggilan orang kristen.
Bukan berarti tidak ada waktu untuk sama sekali untuk dilayani oleh orang lain, tentu saja ada ruang itu dan itu juga menjadi pembentukan yang indah bisa terjadi di dalam kehidupan kita, tetapi kita tidak dipanggil dari awal sampai akhir terus-menerus menjadi beban, dan tidak pernah menjadi berkat. Orang yang terus-menerus menjadi beban, itu bukan orang kristen yang baik dan dia tidak menjalankan panggilannya menjadi saluran berkat. Padahal dia juga menerima berkat dari Tuhan, seperti pohon ini, menerima nutrisi, tetapi dikatakan oleh Tuhan Yesus, dengan percuma dia menerima nutrisi.
Kalau kita membaca bagian selanjutnya di dalam perbedaan yang dicatat oleh Lukas, di sini kemudian pengurus kebun anggur pleading kepada tuannya, kita beri kesempatan satu tahun lagi, saya akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, wah… ini bagian yang sangat menyentuh. Kalau kita boleh koreksi dalam bagian kehidupan kita, kita tidak punya kesabaran seperti kesabaran Ilahi seperti ini. Seringkali waktu kita melihat orang ketinggalan, ya sudah dia ketingalan, kita jalan terus dengan atau tanpa dia, begitu kan ya? Tetapi Tuhan tidak, Tuhan justru memperlakukan dengan ekstra, kita cangkul tanah sekelilingnya, kita beri pupuk, ada hak apa pohon ini, sudah mandul, tidak berbuah, tetapi masih diberikan perhatian ekstra oleh Tuhan, kita kasih lagi waktu, perhatian khusus, diperhatikan lebih.
Tapi jangan lupa, ini bukan tidak ada batasnya, bukan berarti setelah itu berkata wah… puji Tuhan ya, sudah tidak berbuah, sudah tidak melayani, dibesuk terus loh, diperhatian, ditanyain terus, ditelepon terus, wah nikmat… senang lo seperti ini. Kita harus hati-hati, karena tahun depannya ditebang, di sini dikatakan seperti itu, jadi tetap masuk pada berita penghakiman. Ini ada batasnya, kesabaran Tuhan ada batasnya, Tuhan memperlakukan secara khusus, ya memang betul, tetapi ada batasnya. Kalau kita membaca dalam Matius dan Markus, kita tidak mendapati perspektif ini, Matius dan Markus hanya mengatakan yaitu murkanya Tuhan, habisnya waktu kesabaran Tuhan. Murka Tuhan dinyatakan, maka waktu Tuhan tidak mendapati buah, ya sudah diberikan waktu, lalu Tuhan mengutuki dan setelah itu pohon ara menjadi kering.
Tetapi dalam perikop ini diberikan lagi waktu satu tahun, kalau ternyata masih tidak berbuah juga, ya sudah tebang saja, memang dia tidak perlu ada. Tuhan tidak berhutang kepada siapa-siapa, tidak, Tuhan sudah menyediakan nutrisi, Tuhan sudah memberikan semua kemungkinan orang untuk bisa bertumbuh dan menghasilkan buah, tidak ada orang yang bisa bilang, ‘saya kurang nutrisi, sehingga saya tidak bisa berbuah’, tidak ada. Nutrisi itu ada kok, dia ada dikebun anggur, bukan ada di padang gurun, bukan, ada di kebun anggur, di tempat yang betul-betul menyediakan nutrisi untuk satu batang pohon bertumbuh dan menghasilkan buah. Bahkan di dalam ayat yang terakhir dikatakan, diperlakukan secara khusus, diberikan pupuk dsb., jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak berbuah. Kalau kita berpikir di dalam hidup, saya mau menikmati apa lagi ya? Mau pakai siapa lagi ya? Siapa lagi yang mau jadi korban? Siapa lagi yang mau saya peralat supaya bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih tinggi di dalam hidup seperti ini? Ini wicked people, orang fasik, orang jahat. Orang baik yang berpikir… ya tahun ini saya bisa dinikmati oleh siapa lagi? Siapa orang yang akan mendapatkan berkat melalui kehadiran saya? Lalu apakah Tuhan bersukacita atas kehadiran saya? Pertanyaan kedua atau pertanyaan pertama di dalam arah yang sama sekali berbeda?
Kita lanjutkan ke perikop selanjutnya, kalau kita kaitkan dengan perumpamaan pohon ara yang tidak berbuah, di sini kita mendapati contoh konkrit bagaimana orang yang digambarkan tidak berbuah. Siapa sih orang ini, yang menegur supaya sebaiknya tidak menyembuhkan pada hari sabat, toh ada enam hari untuk bekerja? Dia kepala rumah ibadat. Alkitab seringkali memakai kalimat-kalimat seperti itu untuk melakukan satu gambaran yang ironinya dalam. Kepala rumah ibadat, orang yang urusannya adalah urusan ibadat, urusan bait suci, urusan sinagoge, urusan bagaimana supaya orang itu bisa menghadap Allah dan beribadat. Tetapi orang yang seperti ini pun ternyata hidupnya tidak berbuah, tidak otomatis seorang kepala ibadat, apalagi yang hanya beribadat, lalu kehidupannya itu pasti berbuah, karena kenyataannya tidak. Lebih celaka lagi dia menggunakan alasan-alasan teologis, dia menggunakan alasan-alasan gereja untuk membenarkan kehidupannya yang tidak berbuah.
Suatu saat Yesus datang di salah satu rumah ibadat, Dia mengajar pada hari sabat dan di dalam bagian ini dikatakan, ada orang yang 18 tahun dirasuk roh (sekali lagi dalam bagian ini ada kaitannya sakit penyaklit dengan roh jahat, seperti yang sudah pernah kita bahas). Tapi dalam bagian ini ternyata ada koneksi lagi, roh yang merasuk 18 tahun sehingga dia sakit, apa sakitnya? Di sini diberikan satu gambaran yang detail, dia bungkuk punggungnya, tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. Wah ini gambaran yang sangat menarik tentang penyakit, apa sih yang membedakan manusia dengan binatang? Manusia kan image of God, apa yang membedakan manusia dengan binatang, ooh perdebatan ini bisa macam-macam. Ada satu sekolah yang menjelaskan seperti ini, manusia itu berbeda dengan binatang, karena dia berjalan tegak, kalau binatang berjalan ke bawah. Kenapa Tuhan menciptakan kita berjalan tegak? Saya berpikir memang ada kekhususan manusia meskipun ini bukan teori yang paling ideal untuk menjelaskan perbedaan antara manusia dan binatang, ada kelemahannya juga teori ini.
Tetapi kalau boleh kita terima secara positif, manusia waktu diciptakan sebagai mahluk yang berjalan dengan tegak, pertama dia bisa melihat his atau her fellow human being, dia bisa melihat disekitarnya itu ada sesamanya karena dia berjalan tegak. Manusia itu bukan mahluk seperti binatang, pokoknya yang penting seks, kenyang, seks, kenyang dst., kalau perlu saya tidurin mama saya sendiri, anak saya sendiri tidak apa-apa, binatang kan seperti itu? Manusia bukan seperti itu, manusia itu adalah manusia yang bisa behave dan lebih dari sekedar behave, dia bisa mengasihi sesamanya, karena dia jalannya tegak, maksudnya dia bisa menyaksikan bahwa saya bukan sendiri, ada fellow human being, ada yang namanya sesama. Dan terutama, dengan jalan yang tegak, dia bisa melihat ke atas, di atas itu ada Tuhan, saya bukan hanya sendiri.
Lalu di sini ada gambaran seorang yang bungkuk punggungnya, kasihan orang seperti ini, bukan sekedar bungkuknya, bungkuk itu urusan kecil, alkitab mau menjelaskan tentang penyakit, jadi bukan sekedar bungkuk, tetapi mempunyai satu makna spiritual bahwa ada seseorang yang bungkuk punggungnya. Maksudnya dia kurang memiliki kesempatan untuk melihat sesama, oleh karena itu dia juga tidak bisa melihat Tuhan seperti orang yang lain, ini ada sangat berkaitan erat dengan sabat, dengan ibadah. Apa sih ibadah itu, ibadah adalah orang menghadap Tuhan, di dalam Mazmur ada satu kalimat yang mengatakan, angkatlah kepalamu, lift up your head, pandanglah Tuhanmu, Tuhan menegakkan kepala kita supaya kita bisa memandang Dia, itu ibadah.
Tetapi orang ini bungkuk punggungnya, dia tidak bisa berdiri dengan tegak, dia tidak bisa memandang Tuhan dengan benar. Di dalam alkitab tidak terlalu dibuat dualisme antara sikap hati dengan sikap tubuh, tetapi setelah kita masuk di dalam zaman modern sekarang ini, itu seperti terpisah, ada keterpisahan yang besar antara our bodily existence dengan apa yang kita sebut dengan sikap hati, urusan spiritual. Di dalam alkitab tidak terlalu dikenal dalam alkitab, dikotomi seperti ini asing untuk alktab. Jadi waktu dikatakan di sini, dia bungkuk punggungnya, dia tidak bisa berdiri lagi dengan tegak, Yesus persis menyembuhkan perempuan ini pada hari sabat.
Yesus menyembuhkan orang yang bungkuk punggungnya, orang yang hanya bisa melihat pada dirinya sendiri, tidak bisa berjalan dengan tegak, jalannya itu seperti binatang, maksudnya orang yang hanya terus-menerus konsen dengan dirinya sendiri yang tidak ada habis-habsnya, tidak ada urusan yang lain kecuali urusan diri sendiri. Terus-menerus seperti itu, akhirnya tidak bisa beribadah kepada Tuhan, karena badannya bungkuk, lalu Tuhan menegakkan, mengangkat dia. Tetapi justru tindakan seperti ini dipersoalkan oleh yang namanya kepala ibadat, lalu seolah-olah mau mengajarkan kepada Yesus, Kamu tidak mengerti teologi sabat? Padahal Yesus sedang menegakkan teologi sabat, teologi ibadat dengan membuat orang yang tidak bisa beribadah dengan tegak, itu ditegakkan supaya dia bisa memandang, memuliakan Tuhan dan supaya bisa menyaksikan kelimpahan Tuhan di dalam diri sesamanya.
Tetapi justru kepala rumah ibadat ini mengatakan, ada enam hari untuk bekerja, karena itu dataglah pada satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari sabat. Dalam bagian ini kita melihat trik-nya kepala rumah ibadat, dia tidak berani menegur Yesus, yang ditegur adalah perempuan yang disembuhkan, dia mau menyindir Yesus tetapi tidak berani bicara langsung, dia memakai orang banyak, kekuatan massal, supaya orang banyak terhasut dan ramai-ramai mengiyakan bahwa kepala rumah ibadat itu benar dan Yesus ngawur. Apa sih yang terjadi dalam diri orang ini, orang ini sama sekali tidak mengerti apa artinya ibadah dan apa artinya hari sabat. Tetapi waktu kita menyelidiki, bagaimana Tuhan kemudian menegur, Yesus mengatakan, orang-orang munafik, bukankah setiap orang diantaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Bukankah perempuan ini sudah 18 tahun diikat oleh iblis harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?
Ada beberapa point dalam bagian ini yang bisa kita pelajari, ada keluar istilah munafik, kadang-kadang kita mengerti munafik itu sederhana sekali, apa sih munafik itu? Orang yang tidak jujur, orang yang melakukan apa, dalamnya apa, itu memang pengertian munafik juga, tetapi waktu Tuhan Yesus memakai kata munafik, artinya luar biasa luas. Munafik itu luas sekali spektrum-nya, bukan cuma sekedar pengertian yang di atas tadi. Seperti dalam bagian ini, kan memakai perbandingan, ya kan? Kalau kamu sendiri punya lembu, punya keledai, waktu itu hari sabat, kamu akan lepaskan dia dari kandangnya dan kasih dia minum tidak? Oh ya dong pasti kasih minum, loh… itu kan hari sabat, ya tetap kasih minum, loh kenapa harus kasih minum? Ya karena itu kan keledai dan lembu saya…., jadi waktu berkaitan dengan urusan saya, waktu berkaitan dengan diri saya, jadi ok.
Di sini Tuhan Yesus mau katakan apa sih? Ini persis sekali, kan ini ironinya, ya kan? Ada orang yang bungkuk punggungnya, tidak dapat lagi berdiri, dia hanya lihat dirinya sendiri, lalu Tuhan memulihkan supaya dia bisa beribadah, jangan hanya lihat diri sendiri, harus melihat kemuliaan Tuhan, harus melihat sesamanya. Jadi yang sebetulnya bungkuk itu adalah kepala rumah ibadat, dia hanya melihat dirinya sendiri, buat dia ok melanggar hari sabat, kenapa? Karena urusan ini adalah urusan saya, lalu Yesus mengatakan, ini loh, ada sesamamu, kamu tidak lihat bahwa dia menderita? Oh tidak, yang saya lihat adalah keledai dan lembu saya, punya saya, keluarga saya, toko saya, dagangan saya, persoalan saya, perasaan saya dst. semuanya saya, dan kamu tidak melihat di situ ada orang menderita, ini hari sabat, hari sabat loh…, kamu tidak melihat sesamamu beribadah kepada Tuhan, kamu hanya ingat dirimu saja.
Lalu Yesus mengatakan kalimat, ini loh… ada orang yang sudah 18 tahun diikat oleh iblis, bukankah sebetulnya Saya melakukan sesuatu yang sama dengan apa yang kamu kerjakan dan jauh lebih besar, kenapa? Karena yang kamu lepaskan itu binatang, yang ini manusia, kalau kepada binatang saja kamu tahu apa artinya berbelas kasihan, ini manusia loh? Tetapi kenapa kamu jadi tidak ada belas kasihan? Ya karena itu milikmu, lalu ini punya siapa? Di sini ke luar istilah keturunan Abraham, keturunan Abraham itu punya siapa? Ya punya-nya Tuhan, keturunan Abraham itu berarti umat Allah. Umat Allh itu berarti God own people, jadi Tuhan mau bicara apa sih? Ini loh… yang terjadi dalam ibadah, kita jadi melek, jadi celik perspektifnya melihat milik dan kepunyaan Tuhan. Ini loh ada milik dan kepunyaan Tuhan yang sedang menderita, apa kamu tidak tertarik melepaskan dia?
Orang yang memiliki visi Kerajaan Allah sama sekali berbeda dengan orang yang visinya putar-putar dalam dirinya sendiri yaitu orang yang bungkuk punggungnya dan tidak bisa berdiri tegak. Meskipun jalannya tegak, tetapi sebetulnya di dalam itu bungkuk dan tidak bisa melilhat orang lain, tidak bisa melihat perspektif kemuliaan Tuhan, terus-menerus berpikir, apa yang urusannya dengan dirinya saja, tidak ada urusan kemuliaan Tuhan, tidak melihat Tuhan dan juga tidak melihat orang lain yang menderita. Lalu Tuhan ingin membuka, sebetulmya Tuhan ingin menegakkan sikap hati dari kepala rumah ibadat yang juga bungkuk ini, hati dan punggungnya bungkuk perlu ditegakkan, karena orang ini hanya bisa melihat dari perspektif kalau itu milik saya, lembu dan keledai saya maka saya akan peduli.
Apa sih yang terjadi di sini? Orang-orang yang sempit, tidak memiliki visa Kerajaan Allah, yang dilihat hanya dirinya sendiri, tetapi orang-orang yang Tuhan mau tegakkan, setelah dia ditegakkan, dia melihat milik kepunyaan Allah, lalu dia bisa melihat sesamanya, inilah arti ibadah yang sesungguhnya. Ibadah itu membuka horison menjadi lebih luas, kita harus curiga dengan jenis kekristenan yang kelihatan seperti ibadah, begitu vertikal, sampai tidak ada aspek horizontal sama sekali, saya cinta Tuhan, sampai tidak ada waktu lagi dengan keluarga, dengan tetangga, ini omong kosong.
Di dalam gambaran alkitab, kita percaya bahwa ibadah yang sejati, yang sehat adalah ibadah yang justru bisa melihat kemuliaan Tuhan dan serkaligus bisa memberikan kepada kita satu kepekaan untuk melihat penderitaan saudara-saudara yang ada di sekeliling kita. Kepunyaan Allah, visi Kerajaan Allah, orang ini diikat olleh iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena dia adalah keturuanan Abraham, dia ini milik Allah, berbahagia kita kalau bisa melihat di dalam perspektif seperti ini, lalu bertumbuh menjadi dewasa. Orang-orang yang tidak berbuah atau kurang berbuah menjadi berbuah, apa artinya? Ya seperti yang di detail-kan dalam perikop ini, dari bungkuk punggungnya, tidak bisa berdiri tegak, hanya melihat diri sendiri terus.
Menarik, Martin Luther menggambarkan gambaran dosa itu seperti ini dan ni metafora yang penting sekali di dalam tradisi reformatoris. Orang yang bengkok, yang terus hanya bisa melihat dirinya sendiri, ini namanya orang berdosa dan waktu Tuhan memerdekakan, kepalanya diangkat dari bengkok oleh Tuhan, lalu dia bisa melihat ada orang lain dan ada Tuhan. Dan dia perlu berespon kepada anugerah Tuhan, dan dia perlu mengasihi sesamanya, itu orang-orang yang mengerti visi Kerajaan Allah, itulah hari sabat yang sejati. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
