Kisah penderitaan Yesus, passion, mulai dari pasal yang sudah kita baca, kalau kita melihat, setting-nya sangat tepat dan ini sama sekali bukan kebetulan, hari raya roti tidak beragi yang disebut paskah sudah dekat. Timing-nya itu tepat sekali di dalam God appointed time, di dalam kairos Tuhan, bukan di dalam kairos manusia. Kita percaya Yesus pasti tidak berusaha untuk mencocok-cocokkan, pandangan orang liberal selalu mengatakan, sebetulnya juga tidak cocok-cocok banget tetapi dipaksakan oleh para penulis seperti Matius, Lukas, Markus, Yohanes dsb., seperti seolah-olah Yesus menggenapi padahal tidak. Ya tafsiran orang yang memang dasar hatinya tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, bahwa Yesus itu memiliki sifat Ilahi dsb., sehingga mereka melakukan satu pendekatan-pendekatan yang aneh.
Tetapi kalau kita percaya dengan iman yang sederhana, alkitab memberikan kepada kita gambaran ketepatan waktu, ketepatan waktu yang memang sudah direncanakan Allah sejak dari kekekalan dan Yesus berbagian di dalamnya. Memang kalau kita membandingkan, misalnya di dalam injil Lukas, penekanannya itu ada dalam perjalanan, travel motif, seperti gerakan geografis, tetapi tentu saja lebih dari pada sekedar geografis. Berjalan mengikuti rencana Allah itu adalah gambaran traveling, traveling kemana? Traveling ke Yerusalem, mungkin yang lebih menekankan kairos, yang lebih menekankan saat adalah injil Yohanes, injil Yohanes peka sekali bicara tentang saat, bicara tentang kairos. Tetapi waktu kita membaca di dalam bagian ini, Lukas juga bukan tidak ada pengertian tentang kairos yang tepat, roti tidak beragi yang disebut paskah sudah dekat dan di sinilah terjadi kisah penderitaan Yesus itu dimulai di dalam rencana Allah yang ada kaitan dengan tradisi.
Tuhan juga memakai tradisi, tradisi yang juga rencana Allah, bukan tradisi yang dibangun oleh manusia, ada kontinuitas-nya dengan apa yang dilakukan Tuhan dalam masa lampau dengan apa yang dilanjutkan Tuhan di dalam masa yang sekarang dan juga yang akan datang. Kita bisa merencakanan kehidupan kita dengan berbagai rencana, tetapi kalau kita humble dihadapan Tuhan, sebetulnya kita tahu yang mendatangkan waktunya adalah Tuhan sendiri, bukan sesuai rencana kita, kalaupun sesuai dengan rencana kita, itu karena memang sudah ditetapkan Tuhan demikian. Kalau kita boleh melihat di dalam kehidupan kita sendiri, saat-saat yang terbaik, the best things in life in our life, itu bukan yang kita rencanakan tetapi yang diberikan oleh Tuhan dan seringkali secara surprise, kita tidak pernah kerja keras, tidak pernah memimpikan, tidak pernah kalkulasi untuk mendapatkan itu, tetapi toh Tuhan memberikannya juga kepada kita.
Orang yang terus-menerus peka terhadap penantian waktu Tuhan, yang memang secara manusia tidak enak dalam pengertian karena saya menjadi tegang, harus beriman, harus bergantung, saya tidak bisa make a sure, tenang, secure, kira-kira pasti akan terjadi seperti itu? Manusia semuanya mau dikendalikan sendiri, lalu terjadi seperti yang dia bayangkan, maka dia baru bisa tenang, makin banyak kalkulasi, makin banyak ketepatan, semakin tenang, begitu kan ya? Tetapi pembentukan terhadap kita, waktu kita mengikut Tuhan, khususnya di dalam jalan salib, yang terlebih dahulu dijalani Yesus, kita melihat bahwa Tuhan indeed memimpin, tetapi bukan di dalam pengertian kita. Seringkali kita tidak memahami bagaimana Tuhan memimpin kehidupan kita, and yet sekali lagi, keindahan yang adalah waktu kita memasuki saat demi saat yang dikehendaki Tuhan terjadi di dalam kehidupan kita, bukan yang kita rencanakan, tetapi waktunya Tuhan.
Yesus jelas tahu, memang ada perbedaan dengan saudara dan saya kalau kita boleh mengatakan bagian ini juga, karena Yesus tidak pernah berdosa, kita berdosa, Yesus tidak pernah meleset, dan Yesus tahu, peka 100% kapan saatnya. Kita seringkali meraba-raba, tetapi akhirnya toh kita mendapati juga, kita memasuki saat-saat yang Tuhan berikan di dalam kehidupan kita.
Ayat 2 mengatakan bahwa ahli-ahli Taurat, imam-imam kepala (ini memang gambaran yang negatif), mereka mencari jalan bagaimana mereka dapat membunuh Yesus. Mereka terganggu, terusik dengan kehadiran Yesus, kalau boleh sedikit link dengan khotbah minggu lalu (bukan link secara pasal, ini kejauhan, link karena melihat gambaran dalam bagian ini), kehadiran bapak yang seharusnya memberkati, membawa sukacita, baik bagi anak bungsu maupun anak sulung. Tetapi kemudian menjadi sesuatu yang mengganggu untuk anak bungsu, merasa dia tidak ada freedom dengan kehadiran bapaknya itu, untuk anak sulung juga tidak membantu apa-apa kerena memang dia hadir secara fisik, tetapi sebetulnya anak sulung juga tidak bisa merasakan enjoyment di dalam kehadiran bapaknya.
Di sini kita melihat satu gambaran, mengapa para ahli Taurat dan imam kepala ini berusaha untuk membunuh Yesus? Mereka terganggu dengan kehadiran Yesus, kita juga boleh introspeksi, kehadiran kita ini mengganggu orang lain atau tidak? Tetapi mengganggu orang lain bukan tentu kita otomatis persis mirip seperti Yesus, tidak tentu, kehadiran Yesus mengganggu, Dia di dalam kesempurnaan, di dalam kekudusan, kenapa orang seperti imam kepala dan ahli Taurat terganggu? Karena Yesus membongkar keadaan mereka apa adanya, karena Yesus memaksa mereka untuk came to them self, datang kepada diri mereka sendiri, seperti anak bungsu itu di dalam pengalaman kebangkrutannya, seperti ditelanjangi, dibongkar sehingga sampai datang kepada dirinya sendiri. Ahli-ahli Taurat dan iman kepala tidak mau datang kepada diri mereka sendiri, mereka lebih suka berpisah dengan diri mereka, meaning mereka tidak mau facing the reality, sulit kalau orang tidak bisa facing the reality, berusaha untuk melampaui, berusaha untuk jadi orang lain, berusaha untuk menjalankan story-nya orang lain, selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Yang jelas imam-imam kepala, ahli Taurat ini tidak suka dengan kehadiran Yesus karena mereka jadi terlihat bukan imam kepala, padahal kan mereka imam kepala? Jadi Yesus yang kepala, sebutan sebagai ahli Taurat, itu identitas mereka, tapi begitu bertemu Yesus baru tahu bahwa mereka bukan ahli Taurat, sebetulnya Yesus-lah yang ahli Taurat sesungguhnya, yang menaati Taurat secara sempurna, mereka tidak, sudah pengenalannya banyak yang salah, setelah itu juga abused Taurat untuk melayani diri mereka sendiri, self justification, dst. Mereka tidak bisa bare keadaan seperti ini, saya ini imam kepala loh, saya ini ahli Taurat, kenapa dengan kehadiran Yesus ini sekarang saya bukan jadi imam kepala dan ahli Taurat? Jadi ketahuan bahwa saya ini palsu, bukan benar-benar imam kapala dan ahli Taurat, wah keadaan itu demikian mengganggu, karena menghancurkan kepalsuan identitas mereka.
Mereka suka untuk dipandang oleh orang banyak sebagai iman kepala dan ahli Taurat, istilah “orang banyak” di sini penting sekali untuk Lukas, istilah ini menarik. Orang banyak di sini bukan sekedar majority, tetapi sekaligus ada kaitannya menggambarkan seperti ada kaitan pararel antara orang banyak dan posisi jemaat dari Lukas, yang kepada mereka Lukas menulis injil ini yaitu jemaatnya Lukas. Baik Lukas, Yohanes, Markus, Matius, mereka memiliki jemaat yang dituju, nah itulah yang membedakan teologi atau penulisan mereka, ya kita percaya dari perspektif wahyu Allah ini tentu saja adalah firman Tuhan. Tetapi kalau kita melihat dari perspektif manusia, mengapa tulisan ini sangat powerful karena salah satunya adalah ada address yang dituju, bukan sekedar mengeluarkan teori kepada tembok, kepada langit atau hanya sekedar supaya disebar kepada banyak orang, tetapi betul-betul ada satu pikiran yang memikirkan ini untuk siapa?
Kembali pada orang banyak, orang banyak ini ditarik kepada gambaran cerita Lukas, yang menggambarkan satu gambaran bagaimana jemaat itu harusnya bisa menempatkan diri di situ. Gambaran orang banyak ini agak ambigu, kan digambarkan sebagai orang yang juga tidak mengerti, bersama dengan para murid, tidak mengerti apa yang diajarkan Yesus, tetapi disisi yang lain juga digambarkan bagaimana orang banyak ini bisa ikut, kemudian diubahkan, ditransformasi sehingga mereka melihat kemuliaan Yesus, mereka bersukacita melihat kemuliaan Allah, melihat pekerjaan Allah dinyatakan melalui Yesus, ini gambaran tentang orang banyak. Kalau kita melihat di dalam setting historis dikatakan, ahli-ahli Taurat, imam-imam kepala mereka ingin membunuh Yesus tetapi mereka tidak berhasil untuk menggerakkan orang banyak itu untuk mengikut mereka, ada ketakutan terhadap orang banyak. Jemaat Lukas ini sudah terlalu amaze dengan pengajaran Yesus Kristus, sudah terlalu kagum, mereka tidak bisa terlalu banyak diharapkan, begitu jemaat Lukas ini mendukung, mereka langsung umumkan secara terang-terangan.
Maka kita melihat di dalam gambaran ini para imam kepala, ahli Taurat ini mencari jalan untuk membunuh Yesus, dengan tidak mendapat dukungan dari orang banyak, maka mereka harus diam-diam. Menarik kalau sekali lagi kita boleh bandingkan, satu sisi, imam kepala, ahli Taurat identitasnya kan sudah jelas dan jemaat Lukas, yang rada anonymous? Siapa mereka, jabatannya apa? Pekerjaanya apa? Tidak terlalu jelas. Tadi kita sebut gambarannya ambigu, kadang bisa tidak mengerti, bisa terhasut juga, nanti bisa teriak-teriak juga, satu saat akhirnya teriak salibkan Dia, salibkan Dia, itu adalah gambaran saudara dan saya. Tapi kalau lihat bagaimanapun menurut penulisan injil Lukas, rencananya bukan datang dari orang banyak, bukan, tapi dari imam kepala dan ahli Taurat, kenapa? Karena justru mereka yang punya identitas jelas, imam kepala dan ahli Taurat, kalau yang ini orang banyak. Orang banyak tidak terganggu juga sebetulnya dengan kehadiran Yesus, karena mereka juga tidak terlalu jelas, mereka siapa? Tidak ada label yang mereka harus pertahankan mati-matian, tetapi kalau imam kepala dan ahli Taurat kan ada labelnya, orang banyak mengenal mereka sebagai ahli Taurat, mereka harus memerankan peran ahli Taurat. Karena kehadiran Yesus dan dibongkar, ternyata bukan, mereka akan celaka, mengacaukan pandangan orang banyak tentang mereka, images-nya jadi rusak, tetapi orang banyak sedikit terselamatkan karena gambaran mereka anonymous.
Tetapi tentu saja kalau boleh kita teruskan, bukan berarti kita termasuk di dalam golongan ini, anonymous, kepribadian kita tidak dibongkar oleh Yesus, tidak juga, meskipun kita bukan orang yang terlalu elit banget, terlalu terkenal banget, orang-orang biasa saja, yang orang mungkin even tidak notice kita ada atau tidak ada, tetap Tuhan akan membongkar keadaan diri kita siapa sebenarnya dihadapan Tuhan. Saya mau mengatakan ini di dalam pengertian karena di dalam perikop yang singkat ini ada gambaran perbedaan antara imam kepala, ahli Taurat yang jelas identitasnya, mereka pertaruhkan kehidupan mereka untuk identitas yang palsu itu dengan orang-orang banyak yang di sini digambarkan tidak jelas, mereka ikut siapa sih? Ikut imam kepala, ahli Taurat, jelas tidak, karena kalau ikut mereka tidak perlu secretive seperti ini, tapi dibilang ikut Yesus, nanti dulu, kita belum selesai, ini baru bagian pertama pembahasan tentang penderitaan Kristus sampai Dia naik ke atas kayu salib.
Lalu muncul satu tokoh lagi, Yudas, di sini kalau kita melihat gambarannya, Lukas itu adalah yang paling banyak mencatat tentang karya Roh Kudus, selain itu juga, di sini ada pencatatan tentang gambaran iblis yang merusak dan merasuki Yudas yang bernama Iskariot. Jadi ada pekerjaan Roh Kudus, ada pekerjaan iblis di dalam diri Yudas, wah kalau iblis sudah bekerja, gerakannya luar biasa lincah, tidak bisa ditandingi oleh kalkulasi manusia manapun, kita tidak bisa bersaing dengan iblis tentang pengalamannya. Kalau iblis sudah bekerja sangat-sangat menakutkan, kuasanya sangat menghancurkan, kita tidak sempat mengikuti strategi kelicikannya. Kita melihat dalam gambaran ini, seperti setting-nya itu nyaris perfect kalau dari sisi pandangan manusia, maksudnya apa? Ini ada imam kepala, ahli Taurat mencari jalan bagaimana membunuh Yesus, tetapi mereka takut orang banyak, eeh tiba-tiba ada “berkat” datang, orang yang namanya Yudas, imitasi dari pada pekerjaan Tuhan juga, tadi kita mengatakan the best things in life itu adalah God give, bukan yang kita rencanakan, eeh ternyata iblis juga memakai cara seperti ini.
Yudas kan tidak pernah diusahakan untuk dikenal oleh para imam dan para ahli Taurat, mereka tidak ada pikiran untuk mencari…. siapa ya kira-kira yang bisa kita pakai? Ooh saya kenal Yudas, sepertinya dia tidak beres diantara 12 murid, kan tidak ada cerita itu dalam alkitab? Yang ada adalah iblis memunculkan Yudas, dibawa kepada mereka, Yudas yang inisiatif pergi kepada imam kepala dan kepala rumah ibadat atau bait Allah. Yudas datang lalu mengatakan, kita bisa assume, dia akan cerita bagaimana rencananya, dia akan menyerahkan Yesus dengan ini, itu, dst., wah mereka sangat gembira.
Sangat menarik kalau kita meneliti secara literally kata gembira, kata joy dsb., selain Yohanes, mungkin injil yang banyak membicarakan tentang sukacita itu adalah Lukas. Jadi ini betul-betul imitasi palsu dari pekerjaan Roh Kudus, mereka gembira, apa sih gembira itu? Kabar sukacita, waktu Yesus diumumkan kepada gembala Dia lahir, itu kabar gembira, bersukacita, tetapi ini ada kabar gembira dan sukacita versi neraka, ini tentu sukacita palsu, mereka bermufakat untuk memberikan sejumlah uang kepadanya. Sedikit ada perbedaan, kalau kita membaca dalam perspektif Lukas kita tidak mendapati gambaran Yudas Iskariot yang misalnya cinta uang (bukan mengatakan bahwa gambaran itu salah, gambaran itu pasti betul, karena penulis injil lain menuliskan bagian itu), tetapi Lukas tidak tertarik untuk menggambarkan Yudas yang seperti ini, menurutnya tidak terlalu penting. Karena perspektifnya Lukas bukan mau menggambarkan Yudas itu adalah orang yang cinta uang dan karena cinta uang akhirnya dipakai setan, itu bukan perspektifnya Lukas tentang Yudas, itu perspektif penulis injil yang lain.
Tetapi kita melihat di dalam perspektif Lukas, gambarannya di sini adalah bagaimana Yudas ditunggangi oleh iblis, di sini iblis yang intervensi, karena jalan buntu, para imam kepala, ahli Taurat ini tidak bisa bergerak lagi untuk bisa membunuh Yesus, maka iblis resque. Sekali lagi ini gambaran imitasi palsu dari pekerjaan Allah, oleh karena itu kita jangan terburu-buru senang dengan pengalaman-pengalaman yang sepertinya semua kebetulan, saya tidak pernah rencana, tiba-tiba ada jalan keluar, itu tidak tentu dari Tuhan. Kalau kita baca dalam cerita seperti ini, ini semua juga banyak surprise-nya, kok ya bisa-bisanya tiba-tiba muncul Yudas ini, dia datang darimana? Kok klop sekali ya dan ada kegembiraan juga, bukan semuanya kesedihan, ini kegembiraan juga, nah ini kesenangan, kegembiraan apa? Sebetulnya kesenangan orang yang berhasil mendapatkan dukungan di dalam rencana pembunuhannya, jelas kesenangan yang sama sekali tidak kudus.
Lalu di sini apa perspektifnya? Sekali lagi, iblis yang sedang bekerja pada saat itu memakai Yudas dan akhirnya juga pasti imam-imam kepala dan ahli Taurat yang turut berbagian juga di dalam semua plot rencana tersebut. Yudas menyetujui dan mereka juga menyetujui, mulai dari waktu itu mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus kepada mereka tanpa setahu orang banyak. Mencari kesempatan yang baik, sekali lagi, tadi kita mulai dengan point Yesus masuk di dalam saat yang tepat, ini hari raya roti tidak beragi yang disebut paskah. Saatnya tepat, kita membaca di dalam ayat 6, mulai dari waktu itu ia mencari kesempatan yang baik, saya boleh sedikit paraphrase, ia mencari kairos yang baik, Tuhan mendatangkan kairosNya, setan juga seperti punya kairosnya sendiri.
Setan itu bukan sembarangan, kapan saja, tidak, setan itu juga ada kairos, setan itu tahu kapan harus menghancurkan saudara dan saya, jadi tidak sembarangan. Saat-saat waktu kita lemah, saat-saat waktu kita berhasil, dibujuk dengan kesombongan, bukan saat lagi bangkrut dibujuk dengan kesombongan, seperti itu sangat tidak berbijaksana. Setan itu ada timing-nya juga, waktu kita membaca dalam bagian lain, setan setelah mencobai Yesus, dia tahu dia gagal, dia mencari kesempatan yang baik, mencari waktu yang lain, setan bukan terus membidikkan pelurunya setiap detik kepada Yesus sampai Dia jatuh, tidak ada catatan seperti itu dalam alkitab. Justru setan menanti waktu yang tepat untuk menghancurkan Yesus, kalau kita coba membaca waktu Yesus dicobai, salah satu kalimat yang dicatat oleh Lukas dan Matius, “jikalau Engkau adalah Anak Allah, maka…………., itu digoncang identitas ke-Anak-Allahannya Yesus, Jesus Sonship itu digoncang oleh setan. Kita tahu dalam cerita itu tidak berhasil bukan? Yesus akhirnya melewati dan menang di dalam pencobaan, terus dicatat, setan mencari kesempatan kembali untuk mencobai Yesus, kapan itu?
Salah satu point yang jelas sekali, kalimat yang sama persis muncul waktu Yesus di atas kayu salib, di situ ada orang yang mengatakan, kalau Kamu betul-betul adalah Anak Allah, Mesias, Kamu turun dari sana, sebetulnya itu perkataan dari setan. Itu persis hantaman yang sama seperti yang dihantamkan waktu dia mau pursuit Yesus mengubah batu menjadi roti, setan tidak setiap kali berusaha untuk mencobai Yesus terus dengan kalimat ini secara bertubi-tubi, tidak, tapi mencari kesempatan yang baik. Maka kita sebagai manusia tidak mungkin bersaing dengan iblis di dalam perjalanan kita mengikut Tuhan, kita terlalu bodoh, kita terlalu naif. Saya tertarik dengan perkataan Pdt. Stephen Tong, kita bersaing dengan iblis itu tidak mungkin menang, dia terlalu lincah, terlalu berpengalaman, terlalu tua umurnya, hanya ada satu jalan keluar yaitu waktu kita dipenuhi Roh Kudus, setan tidak keburu kejar, karena Roh Kudus jauh lebih lincah lagi, Roh Kudus jauh lebih dinamis dari pada setan.
Setan itu sudah dinamis sekali, datang pada saat yang tidak kita sangka, datang pada saat dimana orang paling lemah, paling rentan, paling fragile, kan paling mudah dijatuhkan. Kalau kita mau kalkulasi, menghitung semua kemampuan kita untuk berperang dengan setan pasti kalah, kita siapa? Tetapi ada jalan keluar, waktu kita terlibat dan membiarkan diri kita masuk di dalam strateginya Tuhan, kalau kita tidak masuk di dalam strateginya Tuhan, kita akan jadi bulan-bulannya iblis. Karena dalam tulisan Petrus dikatakan, iblis berjalan seperti singa yang mengaum-ngaum mencari mangsa, menunggu saat yang tepat untuk menghancurkan orang-orang percaya, kalau perlu menyesatkan mereka, supaya tidak kembali lagi, tapi kita tahu itu tidak mungkin dan tidak akan terjadi. Tetapi usahanya ke sana, ia mencari kesempatan yang baik menyerahkan Yesus kepada mereka tanpa setahu orang banyak, ini adalah satu proyek rahasia, stempel dari iblis, orang banyak tidak perlu dilibatkan karena sudah ada iblis yang bekerja, tentu saja dari perspektif Yudas, imam kepala dan ahli Taurat, mereka tidak bisa melihat bahwa sebetulnya yang bekerja di sini adalah iblis, tetapi Tuhan tahu bahwa iblis sedang bekerja melalui Yudas.
Kita masuk dalam ayat 7-12, saya tertarik di dalam gambaran ini, bagaimana Yesus sendiri juga mempersiapkan melalui murid-muridNya, iblis bekerja mempersiapkan rencananya juga melalui murid-muridNya (Yudas, imam kepala dan ahli Taurat at least dalam bagian ini). Di sini juga ada persiapan bagaimana Yesus menyongsong, memasuki atau menghayati hari raya roti tidak beragi, dimana orang harus menyembelih domba paskah. Kita melihat di sini ada kaitan antara tradisi (bukan sekedar tradisi ajaran manusia), tapi tradisi pekerjaan Tuhan di dalam waktu yang lampau, bagaimana itu dihayati.
Kalau saya boleh berhenti dalam bagan ini, mungkin sedikit marginal explanation, bukan bagian yang cukup sentral, and yet mungkin kita perlu bicara juga, somehow ada ketidakpekaan di dalam spiritualitas orang-orang protestan terhadap kalender-kalender. Memang kita tahu bisa excessive, itu bisa jatuh kepada penghayatan spiritualitas yang percaya pada hari-hari tertentu, ini harinya siapa, lalu kemudian dikaitkan dengan kepercayaan terhadap santo, orang-orang kudus, lalu kita mengharapkan pertolongan, pengampunan dosa juga melalui kelebihan jasa mereka, dsb, tentu saja bagian ini kita tidak bisa mengikuti dari perspektif spiritualitas injili atau protestan. Tetapi sekali lagi mungkin hati-hati dengan, dalam bahasa Inggris ada istilah membuang air kotor beserta dengan bayinya, saudara memandikan bayi, airnya pasti kotor dan waktu membuang airnya, bayinya juga terbuang. Bayinya itu apa? Bayinya itu adalah kepekaan terhadap pekerjaan Tuhan dimasa lampau.
Ini adalah self criticism, kita orang-orang injili seperti tidak memiliki kalender gereja, kita ada sih, hanya paskah dan natal, mungkin sering juga hamba Tuhan pun bisa lupa hari pentakosta, sebenarnya itu keterlaluan sih, kok hari pentakosta lupa? Belum lagi hari kenaikan, atau hari Martin Luther, Atanasius dll., wah itu lebih tidak tahu lagi dan siapa yang tahu, hari ulang tahun saya saja tidak ada yang celebrate. No awareness kalender gereja, jangan disalahmengerti, tentu saja ayat yang kita baca ini bukan sedang membicarakan tentang kalender gereja, bukan, hanya somehow di sini kan ada relasi, hari raya roti tidak beragi, orang menyembelih domba paskah, ini pas loh, Yesus pada hari ini, ada kepekaan kalender. Kalender orang beragama pada saat itu yang diketahui dengan tepat dan bukan hanya sekali itu saja, kalau kita membaca khususnya di dalam injil Yohanes, kita akan bertemu Yesus pergi kapan, itu pas saat apa, semua ada kepekaannya.
Kita punya kecenderungan memahami bahwa semua hari itu sama, sampai ada lagu sekolah yang dikritik pak Tong yaitu lagu “hari ini, hari ini, harinya Tuhan……dst., semua hari, harinya Tuhan…”, itu salah, alkitab tidak pernah bicara seperti itu. Yang khusus itu adalah hari perhentian, harinya Tuhan, tentu saja kalau dalam systematic theology speaking itu tidak salah, semua hari milik Tuhan ya tentu saja. Tapi ini akhirnya jadi kehilangan kekhususan hari, semua hari sama, saya pernah sharing, semua itu sebetulnya nothing, kamu sudah baca berapa buku? Oh saya sudah baca semua, artinya orang ini tidak pernah baca buku. Kamu tahu apa? Saya tahu semua, artinya orang ini tidak tahu apa-apa. Kapan kamu kebaktian? Oh saya selalu kebaktian setiap waktu, orang ini pada hari Minggu pasti tidak kebaktian, karena dia katakan, semua waktu dia kebaktian, orang ini pasti tidak ke gereja pada hari Minggu, karena dia bilang semua. Temanmu siapa? Oh seluruh orang kelapa gading teman saya, orang ini pasti tidak punya teman sama sekali, dst. Semua, sama dengan nothing, semua hari harinya Tuhan, nothing is harinya Tuhan, maksudnya tidak ada satu hari pun yang kamu khususkan, kamu hayati sebagai harinya Tuhan. Kita mulai dari yang sederhana saja, kita tahu kita memiliki banyak kelemahan, menguduskan hari sabat, kita datang kepada Tuhan, mulai dari yang sederhana ini dulu saja, baru nanti kita berbicara yang total seluruh aktivitas hidup adalah ibadah dihadapan Tuhan.
Yesus memiliki kepekaan terhadap kalender agama, dalam gambaran kita sekarang ya kalender gereja, mungkin kita boleh belajar juga momen-momen itu, mengingat pekerjaan Tuhan di dalam masa lampau, lalu mengenang, itu vektor ke belakang, ya kan? Tapi gambaran kita sekarang sepertinya termasuk mungkin juga tidak populernya apa itu jurusan-jurusan humanities, kalau boleh di aplikasikan dalam budaya modern kita, somehow pemenangnya selalu science, ya kan? Dan mungkin yang tidak paling populer diantara humanities itu ya belajar sejarah, apalagi di Indonesia, sejarah, melihat ke belakang. Kalau lihat ke belakang, kamu mau kemana? Lebih baik melihat ke depan, mau membangun apa, lihat ke depan? Kita lihat di dalam firman Tuhan, Yesus jelas melihat ke depan, Yesus sedang menuju salib, ya kan? Tetapi Dia melakukan ini ada kaitannya dengan pandangan Dia ke belakang yaitu hari raya roti tidak beragi, waktu domba paskah disembelih, lalu Yesus mengorbankan diriNya pada saat yang tepat, dengan awareness terhadap saatnya Tuhan, yang juga sudah dinyatakan di dalam tradisi.
Dalam beberapa waktu lagi kita akan merayakan Jumat Agung, kita mempersiapkan diri untuk Jumat Agung, sekali lagi, ada kebiasaan yang tidak tentu baik di dalam spiritualitas injili, yang membuat semuanya sama, tidak ada lagi perbedaan, akhirnya mungkin masuk kepada penghayatan yang sama dengan nothing itu tadi dan bukan kebetulan itu contoh-contoh fenomena, termasuk mungkin hamba-hamba Tuhan yang bisa lupa kalau ini hari pentakosta, yang ini hari kanaikan Yesus dsb., karena tidak ada kepekaan itu, karena semua, sama dengan nothing.
Yesus mempersiapkan perjamuan paskah ini, lalu Dia mengutus, menyuruh Petrus, Yohanes untuk pergi masuk ke dalam satu kota, bertemu dengan satu orang, saya tertarik dalam bagian ini, kita bisa baca gambaran ini secara natural, tapi tidak ada catatan itu kan di dalam Lukas? Maksudnya adalah kok bisa-bisanya ya dia menurut seperti ini? Oh.. begini loh penjelasannya, sebetulnya Yesus sudah telepon tiga hari sebelumnya, nanti tiga hari lagi Petrus dan Yohanes datang, kamu jangan tolak ya, jadi Yesus sudah telepon sebelumnya, makanya orang ini langsung klik. Tapi di dalam Lukas tidak ada catatan seperti itu, jadi tidak bisa membangun cerita seperti itu, saya lebih percaya bahwa ini menyatakan otoritas Tuhan.
Kalau kita menempatkan diri kita dalam posisi Petrus atau Yohanes, langsung masuk ke kota lalu bertemu orang yang dikatakan oleh Yesus dan langsung bicara kalimat, kami mau pakai ruanganmu, kalau ditolak bagaimana ya? Malu juga atau nothing to lose, sudahlah, muka juga sudah tebal, sebentar lagi juga mati bersama-sama dengan Yesus. Tapi yang indah di sini adalah bagaimana pekerjaan Tuhan dinyatakan, ada konfirmasi, ada peneguhan, itu yang pasti, otoritas Ilahi mengatakan, Saya akan melakukan ini, bersyukur orang ini bisa berbagian di dalam pekerjaan Tuhan, rumahnya bisa dipakai, bersyukur dan kita melihat bagaimana dia membuka. Ini lebih dari sekedar hospitality (kita sudah membahas bagian ini, waktu seseorang membuka rumahnya untuk orang lain), karena yang dibuka di sini adalah membuka untuk pekerjaan Tuhan, lalu kemudian bagaimana rencana keselamatan itu terjadi, juga bukan tanpa rumah ini, alangkah indahnya kalau kita bisa berbagian di dalamnya.
Kita tidak mendapati namanya siapa, anonymous, mungkin bukan murid yang penting, mungkin bukan murid yang elit, orang yang sangat biasa sekali, yang akhirnya dia menyediakan rumahnya. Tetapi sekali lagi, kita melihat, waktu Tuhan betul-betul menjalankan pekerjaanNya, menyatakan rencanaNya, rencana keselamatan, saudara dan saya dipanggil untuk berbagian di dalamnya, kita dipanggil dan kita mendapatkan konfirmasi penyertaan ini. Dan bukan tanpa Yohanes, Petrus juga, karena bagaimanapun yang disuruh itu kan Yohanes dan Petrus? Terlalu mudah untuk Tuhan, tidak usah bicara, langsung saja datang dengan kuasa Ilahi, Saya mau pakai rumahmu, pasti ada kemungkinan itu kan? Tetapi tidak kan? Ini bukan cara yang dipakai Tuhan, cara yang dipakai Tuhan adalah Petrus dan Yohanes jalan dahulu ke sana, mempersiapkan, satu sisi otoritas Tuhan, pasti terjadi, tidak akan ada melesetnya karena Tuhan sudah merencanakan, tidak mungkin ditolak. Di sisi yang lain bukan tanpa Petrus dan Yohanes, selain tanpa orang yang buka rumah ini.
Nah ini satu prinsip yang harus kita hayati di dalam kehidupan kita, pekerjaan Tuhan, tadi kita memulai dengan the best things in life, semua yang baik-baik seringkali yang bukan kita rencanakan dan bukan yang kita pikirkan yang datang, surprise, tapi ini sama sekali tidak meniadakan keterlibatan kita, tidak. Orang yang tidak belajar, waktu ujian ya bisa tidak lulus, ada pekerjaan-pekerjaan yang lain, waktu kita tidak mempersiapkan, kita tidak berhak untuk menantikan surprise dari Tuhan, justru karena kita sudah mengerjakan bagian kita, justru karena kita sudah doing our responsibility, waktu kita bergantung kepada Tuhan, and than let God surprise us but not without our preparation and participation, kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)