Dalam bagian ini Tuhan Yesus sedang memakai cerita yang sangat familiar bagi orang Israel, Tuhan Yesus bukan sekedar menceritakan ulang, tetapi Dia memakai komponen-komponen sejarah masa lalu nenek moyang mereka yang di redefinisi dan memberikan tujuan yang baru. Waktu Tuhan Yesus menceritakan tentang perumpamaan anak yang hilang, ini sedang di dalam konteks ayat 1-3, jadi target pendengar awal dari perumpamaan ini adalah anak yang sulung, orang Farisi dan ahli Taurat yang merasa lebih benar, lebih suci. Fokus dari cerita ini bukan hanya si bungsu saja tetapi juga tentang anak yang sulung, kalau boleh saya tambahkan judulnya jadi “dua anak yang terhilang”, yang bungsu terhilang di negeri yang jauh, yang sulung terhilang di dalam rumah sendiri. Tuhan Yesus memakai cerita ini untuk memberikan defenisi baru tentang dosa, apa itu dosa? Apa itu keselamatan? Apa itu pertobatan? Apa itu sukacita, melalui cerita-cerita ini?
Waktu mendengar tentang dosa, mereka teringat cerita tentang Yakub, apa sih dosa Yakub? Dosa Yakub itu menipu ayahnya, merampas hak kesulungan kakaknya, tetapi yang dilakukan anak bungsu ini bukan menipu, lalu apa dosa anak bungsu ini? Dosanya adalah menginginkan Tuhan mati, ya, ini yang dilakukan oleh anak bungsu, kalau Ishak akan segera mati, dia maunya memanggil Esau untuk membagikan warisannya, tetapi anak yang bungsu ini berharap papanya mati, si anak bungsu tidak sabar menunggu papanya mati, lalu meminta bagian warisannya sekarang juga. Jadi sebenarnya itulah jeritan hati orang berdosa, anak yang bungsu itu ingin berkatnya Tuhan, ingin berkat bapaknya, tetapi tidak ingin bapaknya dan itulah yang seringkali dijeritkan oleh orang berdosa. Orang berdosa itu mau berkat Tuhan, tetapi tidak mau Tuhan, kalau ikut Tuhan itu kan harus taat, saat teduh, doa dst., tidak boleh melakukan ini dan itu, waah susah ikut Tuhan, tapi saya mau berkatNya saja, kesehatan, kekayaan dll., jadi sebenarnya jeritan orang berdosa adalah hidup ini lebih enak tanpa Engkau, tanpa ada yang menekan kami, bisa bebas sebebas-bebasnya, mengikuti apa kata hatiku, tetapi jeritan itu tidak pernah keluar. Sampai ada satu orang filsuf modern yang berani berkata, God is dead, saya sudah membunuh Tuhan di dalam pikiranku, sekarang tidak perlu lagi kristen, kristen tidak lagi menjadi absolut moral dan sekarang kitalah yang menentukan hidup kita.
Yang dilakukan anak yang bungsu adalah mengambil semua hartanya dan pergi, kalau Yakub harus pergi karena terpaksa, karena sudah diancam oleh Esau, tapi anak bungsu ini pergi dengan rela hati, pergi ke negeri yang jauh dan putus hubungan dengan ayahnya, di sini Yesus sekaligus ingin memberikan satu definisi, dosa adalah putus hubungan antara pendosa dengan Allah Bapa. Waktu Adam memberontak terhadap Tuhan, Adam harus pergi, diusir keluar dari taman Eden, tetapi anak bungsu ini tidak diusir, tidak ada ancaman, saya mau pergi sejauh-jauhnya dari Tuhan, saya tidak mau ada hubungan dengan Engkau Tuhan, seperti seorang kristen yang sudah tidak mau ke gereja, alkitab sudah dibuang, semua yang berkaitan dengan orang kristen dibuang, sama sekali tidak ada hubungan lagi dengan gereja. Sebenarnya apa yang jadi motivasi orang putus hubungan? Manusia diciptakan untuk berelasi, kalau orang berpacaran putus hubungan itu bisa terjadi, tetapi seorang anak dan ayah, walaupun di media koran bisa tulis kami putus hubungan, kalau kita lihat wajah anak itu, itu wajah papanya, mau putus hubungan, secara dejure bisa, secara defacto tidak bisa. Jadi apa yang bisa memutuskan relasi dari si anak ke bapaknya? Apa yang jadi motivasinya?
Motivasinya sudah jelas, dia menginginkan harta si ayah, tetapi tidak menginginkan ayah, dia menempatkan harta, materi di atas relasi, sebenarnya kita semua sering melakukan hal ini, mungkin tidak secara eksplisit, ayo pilih mana pilih harta atau buang anak? Ya pasti kita memilih anak kita atau saudara kita, tetapi godaan setan itu begitu subtle, sampai kita tidak sadar, kita sering merelatifkan, relasi itu tidak penting, materi itu penting, kita sangat sensitif terhadap materi, rupiah merosot kita berdoa, kalau moral merosot apakah kita sadar? Tidak, kalau hubungan ayah anak sudah mulai pudar, anak lebih memilih bersama dengan teman-temannya, kita berkata biasa, masa remaja ya begitu, masa bermain dengan teman, tidak ada waktu untuk orang tua ya tidak apa-apa. Kita tidak peka lagi terhadap relasi dan kita seringkali juga memilih materi dibandingkan relasi, kita tahu anak itu berharga, relasi suami istri berharga, tetapi kalau pekerjaan mengharuskan harus overtime, setelah itu mana ada waktu untuk anak atau untuk relasi suami istri? Bukankah hal itu yang seringkali terjadi, memang bukan sedrastis anak yang bungus ini, tetapi kita melakukan di dalam degree dan cara yang berbeda, satu saat setiap orang akan menyesal, karena hidup ini tidak bisa dipenuhi hanya oleh materi. Tidak ada orang yang sudah mau mati berkata, coba ya kalau masih ada waktu tiga tahun lagi, pasti saya sudah jadi direktur, baru saya puas kalau mati, tidak ada, kebanyakan berkata, kenapa saya menghabiskan waktu menimbun semua uang dll, tetapi anak saya terhilang? Bahkan anak saya tidak datang menjenguk saya, sekarang siapa yang menjenguk saya? Ketika kita membuang Tuhan, kita sedang membuang berkat Tuhan juga.
Dikatakan dalam ayat 13, harta pada zaman itu adalah tanah yang luas dan ternak yang banyak, bagaimana anak bungsu ini menjual tanahnya? Karena dalam tradisi Yahudi, tanah itu diwariskan turun temurun, tidak boleh membeli tanah sesama Yahudi, kemungkinan besar si bungsu menjual tanah ini kepada orang kafir dan ini adalah pelanggaran Taurat yang berat, tetapi dia tetap jual dan pergi ke negeri yang jauh supaya tidak bisa dicari. Hukuman Tuhan kalau Israel menyembah allah lain, Tuhan akan mengirimkan kelaparan dll., sampai mereka minta ampun, tapi hukuman yang paling besar adalah pembuangan ke Babel, dibuang kenegeri yang jauh, exile, di sini anak bungsu ini tidak perlu dihukum, dia exile dirinya sendiri ke negeri yang jauh. Akibat dosa ketika dia di negeri yang jauh adalah rusaknya gambar rupa Allah di dalam diri manusia, dosa bukan sekedar putus hubungan dengan Tuhan, tetapi dalam diri kita sendiri mulai terjadi pembusukan dan rusaknya gambar rupa Allah itu semakin turun. Dan dalam cerita ini, anak bungsu ini makan bersama dengan babi, bukan hanya itu, turun dari level manusia ke binatang, itu rendah sekali, sudah tidak ada harga diri sama sekali, tetapi ini lebih rendah lagi, mau makan makanan babi saja tidak bisa. Dalam tradisi Yahudi penjaga babi adalah pekerjaan paling hina karena babi itu najis buat mereka, ini paling rendah dan tidak ada lagi yang paling rendah, dia menuai apa yang sudah dia tabur. Tuhan selalu memakai mangkok yang kosong, sekosong-kosongnya, kalau sebelumnya penuh kenajisan, kesombongan dll. Tuhan tidak bisa memakai mangkok yang penuh itu, mangkoknya harus dikosongkan dulu agar Tuhan mengisinya dengan kasih. Manusia berdosa harus dikosongkan sekosong-kosongnya baru dia sadar bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Yesus juga memberikan redefinisi tentang pertobatan, kita berpikir bahwa si anak bungsu itu bertobat pada saat makan makanan babi, tercelik matanya, coba kita perhatikan, apa yang jadi motivasi si bungsu itu mau kembali? Kita lihat ayat 17, kelaparan, dia ingin kembali bukan untuk minta maaf kepada bapak, karena sudah menyakiti hati bapaknya, bukan itu, jadi ini bukan momen pertobatannya. Dia masih ingin kembali dengan motivasi seperti tertulis dalam ayat 18-19, dia kembali dengan motivasi bahwa dia akan bekerja, mengumpulkan uang dan akan membayar balik apa yang sudah dia habiskan, jadi dia tidak mengharapkan anugerah, dia datang kembali dengan mengharapkan salvation by work, saya akan berusaha dengan sekuat tenagaku. Dalam alkitab dikatakan, orang berdosa itu sudah kehilangan kemuliaan Allah, apakah orang berdosa bisa kembali membayar kemuliaan Allah? Tidak bisa. Penyesalan itu berbeda dengan pertobatan, kalau penyesalan hanya menyesali apa yang sudah dia lakukan, fokusnya adalah kepada saya, saya sekarang lapar, saya sekarang merasa bersalah. Waktu kita berdosa juga kita bisa tahu, apa yang memotivasi kita, apakah kita betul-betul bertobat atau kita hanya sekedar menyesal dan ini dua hal yang berbeda, tapi mirip, tetapi bisa dibedakan.
Ketika kita berbuat dosa, kita dihakimi oleh hati nurani karena berdosa, kita akan menyesal, jadi menyesal karena perasaannya tidak enak, karena kita dihakimi, tetapi pertobatan adalah pertama-tama berpikir kepada bapak, bapak saya sudah menikam hati bapak, saya sudah bersalah, itulah yang membuat kita harus semakin sensitif, apakah kita menyakiti hati Bapa atau kita hanya sekedar care seperti anak bungsu ini? Dan pertobatan adalah mengakui ketidaklayakan, mengaku kita totally helpless, si Yakub dan si bungsu enggan balik ke rumah mereka, karena mereka fell helpless, si Yakub membawa harta bendanya untuk membeli pengampunan dari Esau, tetapi dia kaget ketika Esau mendatangi Yakub, dia tidak datang dengan pedang, tetapi dengan berlari memeluk dan mencium Yakub. Si bungsu juga sama, dia tahu, dia tidak layak lagi disebut anak, dia totally helpless, tapi sama dia juga mendapatkan anugerah yang mengagetkan lagi, ternyata sang bapak berlari mendapatkan dia di luar, memeluk dia dan mencium dia. Kalau kita melihat konteks pada zaman itu, yang mengagetkan bukan pelukan dan ciumannya, tapi bapak berlari mendapatkan dia, bapak yang penuh kasih ini menunjukkan sebagaimana extend untuk menerima pendosa yang kembali. Pada zaman itu seorang tuan yang terhormat tidak akan berlari, harus jalan dengan anggun, karena memakai pakaian panjang, kalau mau lari pakaian harus diangkat, itu sangat memalukan, tetapi inilah cinta kasih bapak yang ingin anaknya kembali.
Dan dimanakah akhirnya si bungsu mulai sadar, mulai bertobat? Ketika dia sadar bahwa bapaknya berlari memeluknya, dia tidak menyangka akan menerima anugerah besar ini. Keselamatan adalah menerima anugerah Tuhan, keselamatan bukan tentang apa yang harus kita lakukan, keselamatan adalah apa yang Kristus sudah lakukan bagi kita, oleh karena itu ketika si bapak memeluk, respon si anak adalah seperti tertulis dalam ayat 21, stop di situ karena dia sadar tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menerima semua ini. Salvation is not by work, salvation is by grace dan inilah yang diterima oleh si anak bungsu, si anak saat itu sadar, dia mau coba bayar balik kepada Tuhan, bukan itu jalan keselamatan, jalan keselamatan adalah hanya menerima apa yang Kristus sudah lakukan kepada kita dan kita hanya bisa terima, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk membuat kita bisa diterima. Dan pertobatan adalah menerima kasih Allah, diubahkan oleh kasih Allah, ketika si anak bungsu ini diselamatkan dia mendapatkan hal yang tertulis dalam ayat 22, jubah melambangkan kemuliaan, anak yang hina ini sekarang berjubahkan kemuliaan lagi, cincin melambangkan otoritas, kalau sepatu, bahwa hanya tuan tanah dan anaknya yang pakai sepatu di rumah, semua hamba tidak pakai sepatu. Kasih Bapa itu full, Dia memberikan status sebagai anak, Dia memberikan otoritas, Dia memberikan kemuliaanNya kembali kepada orang berdosa yang kembali kepada Tuhan dan bukan hanya itu, sang bapak menyembelih anak lembu tambun (ayat 23), lembu tambun disembelih berarti ada acara khusus, seluruh rakyat diundang, anakku telah kembali (ayat 24).
Ketika semua orang berpesta, ada satu pasang mata yang dengan tajam melihat dengan marah (ayat 25-28), di sini kita akan melihat redefinisi tentang dosa dan keselamatan dari anak sulung ini. Kalau kita ditanya tentang definisi dosa, kita menjawab, dosa adalah melanggar perintah Tuhan, kalau itu definisinya, berarti orang Farisi dan anak sulung ini tidak merasa berdosa, karena dia berkata, belum pernah aku melanggar perintah bapak. Jadi anak sulung, orang Farisi tidak merasa mereka berdosa, tidak merasa mereka perlu Tuhan, karena mereka meresa tidak berdosa. Si sulung memang betul tidak melanggar perintah bapak, tetapi dia melanggar keinginan bapak, apa sih yang menjadi keinginan bapak? Keinginan bapak adalah semua bersukacita, termasuk si sulung juga harus bersukacita karena adiknya kembali. Kita bisa tidak melanggar hukum Taurat, tetapi seperti orang Farisi, mereka hafal, mereka ketat ikut semua aturan, tapi secara hati tidak ingin Bapa, tidak ingin menyenangkan hati Tuhan. Apa sih tanda-tanda si sulung terhilang? Mungkin banyak dari kita tidak berdosa seperti si bungsu, tapi mungkin kita seperti si sulung, dalam bagian ini hal pertama yang dicatat adalah dia marah, marah karena jubah itu menurutnya harus turun untuk dia, dst., semua berkat itu diberikan kepada orang berdosa, yang kurang ajar ini loh? Dia menjadi marah kepada Tuhan ketika keinginannya dirampas oleh Tuhan, dia menjadi marah, karena dia merasa bahwa itu adalah haknya. Banyak dari orang kristen yang berkata, Tuhan bukankah saya sudah melayani Tuhan, kenapa usaha saya gagal, kenapa saya sakit? Seakan-akan itu hak kita dan kita menjadi marah ketika hal itu direnggut dari kita.
Dan tanda yang kedua adalah superioritas, si sulung betul kan? Saya belum pernah melanggar perintah bapak, tetapi baru saja anak bapak yang memboroskan harta dengan para pelacur, bapak menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. Saya tidak seperti dia Tuhan, kalau dia patut dihukum ke neraka, kalau saya kan rajin PA, saya rajin berdoa, saya juga anggota GRII, dia merasa superior tetapi melakukan semua kegiatan keagamaan bukan dengan sukacita. Dikatakan, belum pernah aku melanggar perintah bapak, tapi belum pernah bapak memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita, jadi dia datang ke gereja, dia melayanai Bapa, dia memberikan persembahan, semua dilakukan dengan keterpaksaan. Jadi kita dirumah Tuhan, bersama-sama dengan Bapa, tapi tidak ada sukacita, kita ikut semua kegiatan, tetapi dengan spirit budak, budak itu bukan anak, anak itu bisa bersukacita di dalam rumah. Budak melakukan segala sesuatu karena terpaksa, no choice, no option, jadi kita melayani dengan spirit apa? Menyenangkan Bapa atau terpaksa?
Sebagaimana si bungsu berdosa, si sulung juga berdosa dan inilah yang ditegor oleh Tuhan Yesus, jangan kamu pikir kamu baik, kamu rajin pelayanan, kamu aktif ke gereja kamu sama berdosanya, bahkan mungkin lebih berdosa, karena yang berdosa sadar dia berdosa, kamu di dalam terhilang dan kamu tidak sadar kamu terhilang di dalam. Di sini kita melihat bapak menawarkan pertobatan kepada si bungsu dan juga menawarkan keselamatan kepada si sulung, ini kan cerita Yakub dan Esau di PL? Yakub Kukasihi, Esau Kubenci, ooh kalau begitu orang Farisi sudah pasti ditetapkan untuk dibinasakan, tidak usah diberikan injil, tidak, sebagaimana injil ditawarkan kepada si bungsu yang sudah berdosa, sekarang kepada orang Farisi pun si Bapa sekali lagi harus inkarnasi. Di dalam pesta itu si bapak kembali membuang mukanya ke tanah untuk membujuk si sulung, dengan sabar dia berbicara kepada si sulung, anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu, anak yang sulung tidak mau masuk ke pesta bukan karena dosa-dosanya, tetapi justru karena kebaikannya, dia merasa bahwa dia adalah orang baik. Jadi kedua anak ini sama-sama berdosa, yang satu berdosa sebejat-bejatnya, yang satu berdosa memberontak kepada bapak dengan menjadi sebaik-baiknya, tetapi dua-duanya membuang bapak dari hati mereka, dua-duanya sama-sama terhilang.
Kita ada dalam posisi yang mana? Apakah orang Farisi yang sangat bermoral itu perlu pertobatan? Perlu, bertobat dari akar kebajikannya, jadi jangan berpikir kita hanya bertobat dari dosa-dosa yang najis, tapi kita perlu bertobat dari akar kebajikan kita, maksudnya adalah kita pikir bahwa kita diselamatkan oleh karena kebaikan kita, bukan, keselamatan is by grace. Kalau kita masih berpikir, kalau saya berdosa, Tuhan minggu ini saya akan memberikan persembahan lebih banyak cuci dosa saya, kita harus betobat dari konsep seperti ini. Jadi si sulung ini juga diajak untuk bersukacita dalam pesta, tetapi tidak dicatat apakah dia masuk atau tidak, tanda keselamatan kita adalah kita bersukacita dan sebelum sukacita itu ditandai dengan satu hal yaitu ada yang mencari, waktu domba hilang, ada gembala yang mencari, koin yang hilang ada yang mencari, anak yang hilang, siapa yang cari? Ironisnya adalah domba kamu cari, koin kamu cari, saudaramu sendiri kamu tidak cari orang Farisi, yang harus cari adalah kakak yang sulung, tetapi kakak yang sulung tidak mau cari. Tetapi beruntunglah kita, kita memiliki kakak sulung yang sejati, yang mencari kita dari negeri yang jauh dan untuk Dia datang dari negeri yang jauh, Dia harus mengenakan tubuh manusia yang hina ini, Dia harus mencari kita dan Dia membayar hutang dosa kita dengan darahNya sendiri. Kecuali Tuhan Yesus datang mencari kita, tidak ada kemungkinan kita bisa kembali kepada Tuhan.
Keselamatan bukan hanya pengampunan, jangan kita berpikir bahwa ketika dosa kita diampuni ya sudah, saya sudah puas, no more relation lagi, yang penting dosa saya sudah diampuni, tidak. Orang kristen bukan hanya diampuni dosanya, orang kristen diundang masuk ke pesta dan dijadikan anak kembali, relasi dipulihkan kembali, ada fellowship, bukan hanya forgiveness, tetapi juga ada fellowship, dan di sini bapak mengadakan pesta yang penuh sukacita, jadi keselamatan adalah tentang pulang kembali kerumah Bapa. Tanda orang kristen yang menerima anugerah keselamatan, anugerah pengampunan adalah sukacita, kita bersukacita atas hidup kita, walaupun kita sakit, walaupun kondisi ekonomi tidak baik, walaupun kita dicaci maki, dicela, tapi ada sukacita yang dalam dihati kita. Dan kita merindukan asal kita, kalau kita orang kristen yang sudah diselamatkan oleh Bapa, kita rindu kembali ke asal kita, ke rumah Bapa kita. Seorang puritan bernama Thomas Goodwin berkata, if I were to go to heaven and find that Christ was not there, I would leave immediately for heaven without Christ would be hell to me, kalau saya sekarang ke surga dan waktu di surga saya tidak mendapatan Kristus di situ, saya akan pergi sekarang juga, karena surga tanpa Kristus seperti neraka bagiku. Orang yang bisa berkata seperti ini rohani seperti apa? Waktu Allah berkata kepada Musa, sesudah bangsa Israel menyembah anak lembu emas, Saya tidak akan memimpin bangsa ini masuk ke tanah perjanjian, bangsa yang tegar tengkuk ini, mungkin di tengah jalan sudah Aku binasakan, Aku akan mengirim malaikat untuk menuntun engkau masuk tanah perjanjian, ooh yang penting kan tujuannya sampai, siapa yang mimpin tidak masalah, harusnya kan demikian, tapi Musa tahu, masuk ke tanah perjanjian tanpa penyertaan Tuhan, itu sama seperti padang pasir, surga seperti neraka tanpa Kristus, tanah perjanjian seperti padang pasir tanpa Engkau berserta kami di situ.
Inilah orang kristen, menginginkan penyertaan Tuhan di dalam hidup kita sehari-hari, John Piper berkata, apa sih yang membuat injil itu kabar baik? Ada yang bilang pengampunan, ada yang bilang kita diselamatkan dari neraka, ada yang bilang kita dibebaskan dari perasaan bersalah, itulah injil kabar baik. Tetapi alkitab berkata, yang menjadikan injil kabar baik adalah injil membawa kita kepada Tuhan dan kepada kepuasaan bahwa hanya di dalam Dia sebagai harta abadi kita dipuaskan. Injil kabar baik bukan hanya tentang pengampunan, keselamatan dari neraka, dibebaskan dari perasaan bersalah, itu semua betul, berkat yang kita dapatkan, tetapi injil pertama-tama adalah membawa kita kepada satu pribadi, hati kita dipuaskan ketika ada relasi kepada Allah Bapa yang menerima kita dengan anugerahNya. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading