Bagian ini tidak ada paralelnya dengan Injil sinoptik yang lain, merupakan Johannine special material. Kalau melihat di dalam bagian-bagian Firman Tuhan, cara Yesus memperkenalkan diri-Nya –Kerajaan Allah, penginjilan– kita mendapati bahwa tidak ada satu pun metode mutlak yang digunakan Yesus dan diulang-ulang. Kita melihat adanya kelimpahan approach ini, dan itu juga menyatakan kebergantungan kita kepada kuasa Roh Kudus yang berkuasa melahir-barukan manusia, bukannya memutlakkan metode apapun, termasuk juga ‘metode’ pasal 3 ini yang hanya salah satu di antara banyak approaches yang lain. Dalam pembahasan pasal 4 Yesus juga approach perempuan Samaria dengan cara yang sama sekali berbeda dari yang dilakukan-Nya terhadap Nikodemus di pasal 3 ini.
Melihat pasal 3 ini, kita juga bisa belajar berbagai macam hal positif bukan hanya dari Yesus tentang approach penginjilan-Nya, tapi juga dari Nikodemus. Nikodemus dicatat sebagai orang Farisi, pemimpin agama Yahudi, dan dia datang pada waktu malam kepada Yesus. Ada banyak tafsiran mengenai Nikodemus yang datang pada waktu malam ini. Seorang jemaat mengingatkan saya adanya istilah “nicodemite” yaitu orang yang diam-diam di dalam hati percaya tapi tidak mau diketahui orang lain. Kemungkinan, perkembangan kata “nicodemite” ini muncul dari tafsiran bahwa Nikodemus datang pada waktu malam karena sebagai pemimpin agama Yahudi dia tidak mau ketahuan orang lain bahwa sebetulnya dia sangat menghargai Yesus, bahkan ada semacam kepercayaan yang dia belum bisa mengakui di depan umum. Tapi meskipun tafsiran itu populer, sebetulnya tidak terlalu ada ayat yang mendukung gambaran seperti ini. Yohanes dalam catatannya tidak pernah memberi keterangan seperti misalnya: ‘dia datang pada waktu malam sebab takut diketahui rekan-rekan pemimpin agama Yahudi yang lain’. Ada satu commentary lain yang juga tidak setuju dengan tafsiran itu; commentary ini mengatakan bahwa Nikodemus datang waktu malam bukan karena takut, tapi sepertinya karena dia tidak mau ada interupsi, bisa ada banyak waktu untuk diskusi dengan Yesus dibandingkan siang hari karena Yesus begitu populer, banyak orang kejar-kejar Dia, dan juga ada murid-murid-Nya bersama Dia. Tafsiran yang masuk akal juga. Tapi sama seperti tafsiran yang pertama, ini juga tidak ada dasar ayat yang mengatakannya.
Dalam hal ini, saya lebih persuaded dengan tafsiran yang membaca istilah ‘malam’ ini secara simbolik. Ini lebih meyakinkan secara Biblical exegesis. Kita percaya, waktu itu betul-betul malam secara harafiah, tapi mempunyai pengertian simbolis/ pengertian rohani juga. Seperti ‘gelap dan terang’, ‘siang dan malam’ bukan hanya membicarakan keadaan cuaca tapi ada pengertian rohani. Ayat yang mengatakan “Bapa-Ku bekerja sampai hari ini, … bekerjalah selama masih siang” tentu bukan membicarakan ‘siang’ dalam pengertian masih ada matahari bersinar saja lalu kalau malam tidak bisa kerja, tapi ‘siang’ dimengerti dalam arti simbolis. Dengan begitu, ‘malam’ juga bisa dimengerti dalam arti simbolis, khususnya di dalam Injil Yohanes (jangan setiap istilah ‘siang/ malam’ dibaca dalam pengertian simbolis, tidak tentu). Lalu di sini maksudnya mau menyatakan apa? Yaitu bahwa Nikodemus datang di dalam ketidak-mengertiannya, seperti keadaan ‘malam’, in darkness. Tapi Nikodemus sudah melihat Terang itu karena kita membaca dia memberikan pujian yang tulus –karena tidak ada catatan redaksional dari Yohanes bahwa ini pujian gombal atau cari muka, dsb.– menyebut Yesus sebagai Rabi/ Guru. Ini kerendahan hati yang tidak otomatis ada. Sebagian profesi kelihatannya agak rentan terhadap kesempitan hati, salah satunya artist (seniman). Seorang musikus seringkali menganggap musikus yang lain selalu ada salahnya, semua dikritik, yang paling bagus dirinya sendiri. Kadang-kadang dokter juga seperti itu, tersinggung kalau orang cari second opinion kepada dokter yang lain. Demikian juga pengajar; lagipula, orang-orang Farisi itu memegang kepemimpinan di Bait Allah sehingga pastinya mereka tidak gampang mengakui Yesus. Tapi Nikodemus ini satu perkecualian. Dia seorang yang bisa mengakui ke-guru-an Yesus; dia menyebut Yesus sebagai ‘Rabi” padahal dia sendiri rabi (Yesus menyebut dia ‘pengajar’ di ayat 10).
Nikodemus mengatakan: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya." Pertama, dia mengakui Yesus sebagai Rabi/ Guru, dia seorang pengajar yang mempunyai hati seorang murid yang mau belajar. Kedua, dia mengakui Yesus itu diutus Allah. Dari Perjanjian Lama kita tahu ada nabi yang diutus Allah, dia betul-betul membicarakan yang dari Tuhan dan menyelidiki hati manusia; dan ada nabi yang tidak diutus Allah, ciri khasnya dia terus membuat manusia senang, adem ayem, seperti dijunjung-junjung, dipermuliakan, dst. dengan kalimat-kalimat yang dikatakannya. Tapi di sini Nikodemus tahu Yesus bukan penjilat, Yesus tidak cari muka, tidak pernah berusaha mengambil hati pendengar-Nya dalam pengertian menyenangkan mereka, dan karena itu Nikodemus bisa mengatakan bahwa Yesus ini diutus Allah. Ini suatu ucapan yang tinggi, bukan perkataan main-main, karena tidak semua diutus Allah, ada nabi/ hamba Tuhan jadi-jadian yang menurut dia sendiri dirinya nabi/ hamba Tuhan tapi Tuhan tidak pernah mengutus dia. Ketiga, dia juga melihat Yesus mengadakan tanda-tanda. Setidaknya sampai pasal 3 ini kita melihat tanda mujizat air menjadi anggur di Kana, dan tanda waktu Yesus menyucikan Bait Allah; tapi kita tahu bahwa tidak ada kepentingan chronological dalam pencatatan Injil, sehingga mungkin saja yang dilihat Nikodemus sudah lebih dari 2 tanda. Nikodemus melihat tanda-tanda, berarti dia seseorang yang mengamati, bukan seseorang yang tidak sadar, cuek, acuh tak acuh. Dan bukan cuma itu, setelah melihat tanda-tanda, dia mengambil kesimpulan bahwa orang yang melihat tanda-tanda seperti ini pasti yang menyertai-Nya adalah Allah sendiri. Jadi di sini –yang keempat– dia melihat penyertaan Allah di dalam diri Yesus.
Kemudian kita membaca jawaban Yesus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah." Ayat yang paling penting dari seluruh ayat 1-12 ini. Apa yang Saudara lihat dari tanggapan Yesus ini? Bisa macam-macam tafsiran, misalnya: Yesus tidak butuh puji-pujian. Memang betul Yesus tidak butuh pujian manusia karena konfirmasinya dari bapa bukan dari manusia, tapi kita tidak mendapatkan keterangan redaksional dari Yohanes bahwa Nikodemus sedang cari muka mau menyenangkan Yesus; yang kita baca secara sederhana, ini perkataan tulus dari hati Nikodemus. Kita juga tidak bisa mengatakan bahwa Nikodemus ini pandangannyanya terhadap Yesus terlalu rendah, Yesus itu sebetulnya Tuhan tapi dia cuma sebut sebagai ‘guru’, ini liberal. Tafsiran yang seperti itu agak berlebihan, karena ini baru pasal 3, siapalah yang mengenal Yesus sebagai Tuhan di sini, bahkan murid-murid juga belum mengenal Dia sebagai Tuhan. Oleh karena itu saya cenderung melihat sebutan yang dikatakan Nikodemus terhadap Yesus sebagai ‘Rabi, yang diutus Allah, yang mengadakan tanda-tanda, yang disertai Allah’ sebagai pujian yang positif.
Ada semacam kebaikan dan keterbukaan pada diri Nikodemus, yang ketika Yesus melihat itu, Dia tahu bahwa Dia bisa langsung memberitakan tentang diri-Nya. Ini penting sekali dalam penginjilan. Kepada orang yang terbuka, kita menabur; kepada orang yang tidak terbuka, kita tidak menabur. Tapi adakalanya seorang jelas-jelas tidak terbuka lalu kita ngomong terus (penginjilan), akhirnya “membuang mutiara kepada babi”, kata Alkitab. Ini prinsip Alkitab. Kita musti bisa membedakan yang reseptif dan yang tidak reseptif. Di sini Yesus melihat Nikodemus reseptif; dari mana tahu? Karena dia menyebut Yesus sebagai Rabi, Guru, diutus Allah, mengadakan tanda-tanda, ada penyertaan Allah. Kita tahu bahwa tidak semua orang yang terbuka lalu berakhir dengan kepercayaan; Yesus mengatakan kalimat yang keras di ayat 11-12: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami. Kamu tidak percaya, …”. Nikodemus belum percaya di bagian ini; yang mengatakan adalah Yesus dan Yesus tidak mungkin salah melihat hati manusia. Tapi ‘belum percaya’ bukan berarti menolak mentah-mentah sejak awal; kita musti jelas sekali membedakannya karena jika tidak, penginjilan kita akhirnya menimbulkan banyak masalah. Saya bukan men-discourage Saudara penginjilan, saya justru meng-encourage tapi lebih lagi saya meng-encourage Saudara penginjilan sesuai prinsip Alkitab, bukan penginjilan menurut versi sendiri, apalagi metode itu kemudian dimutlakkan. Itu tidak cocok dengan Alkitab, Yesus tidak pakai satu ‘metode’ tapi berbagai macam.
Di sini karena keterbukaan Nikodemus itulah, Yesus segera memberitahukan kebutuhannya, yaitu kebutuhan dilahirkan kembali. Apa itu penginjilan? Penginjilan bukanlah supaya orang yang kita injili melihat ‘how glorious Christianity is’, bukan untuk dia melihat orang Kristen itu baik-baik, bukan itu. Tapi yang terutama adalah kebutuhan dirinya. Dan Yesus melihat kebutuhan Nikodemus adalah dilahirkan kembali, meski dia pengajar Israel (regeneration menurut istilah yang dipakai dalam systematic theology dan juga historical theology).
Apa itu regeneration? Saya membaca tulisan Tim Keller ‘bagaimana membedakan kita ini betul-betul sudah percaya –lahir baru– atau kita ini nominal Christian (Kristen KTP) yang tidak betul-betul lahir baru?’ Lalu Tim Keller memberikan beberapa pertanyaan yang bisa kita tanyakan kepada diri kita sendiri; saya akan kutip 2 saja. Pertanyaan pertama: Bagaimana kehadiran Tuhan secara riil dalam kehidupan saya? Ada sense of God’s presence dalam kehidupan orang yang sudah dilahirkan kembali; nominal Christian tidak bisa menjawab ini karena bagi mereka kehadiran Tuhan itu abstrak, dia tidak pernah berurusan dengan kehadiran Tuhan, Tuhan hadir atau tidak hadir bagi dia tidak relevan, tidak ada juga pengalamannya. “Apa itu kehadiran Tuhan, saya tahu Tuhan itu mahahadir”. Tapi ini bukan bicara Tuhan yang mahahadir melainkan kehadiran Tuhan secara khusus dalam kehidupan seseorang. Pertanyaan kedua: Di dalam pergumulan mengikut Tuhan, bagian Firman Tuhan mana yang mengubah kehidupan saya, yang dulunya saya begini lalu setelah belajar Firman Tuhan saya diubahkan oleh kuasa Firman Tuhan? Poinnya bukan soal hafalan ayat Alkitab, tapi Firman Tuhan yang mana, mengubah kehidupan saya yang mana. Orang nominal Christian tidak bisa menjawab, karena memang tidak pernah diubahkan oleh Tuhan. Mungkin dia memperlakukan Firman Tuhan sebagai wejangan-wejangan moral di antara wejangan-wejangan moral lainnya, jadi orang Kristen yang adat istiadatnya bagus, tahu tata krama, dsb. gambaran-gambaran yang sebatas moral.
Saya menambahkan poin yang ketiga, atau boleh dikatakan yang pertama karena ini ajaran dalam Injil Yohanes di bagian ini, apa tandanya seorang dilahirkan kembali? sederhana: dia dapat melihat Kerajaan Allah. Apa itu ‘melihat Kerajaan Allah’? Saya jelaskan secara negatif dulu. Melihat Kerajaan Allah berarti bukan cuma melihat kerajaan dunia. Kerajaan dunia itu visible, menurut prinsip-prinsip dunia. Kerajaan Allah itu invisible, menurut prinsip-prinsip Kerajaan Allah yaitu prinsip-prinsip Alkitab.
Dunia punya kerajaannya sendiri, punya peraturannya sendiri, punya model citizenship-nya sendiri, punya konsep keberhasilannya sendiri, konsep prosperity-nya sendiri, dst. dst. Contohnya, orang yang berkuasa itu siapa, ada perhitungannya sendiri, misalnya mereka yang punya pangkat, mereka yang punya uang, yang punya koneksi. Kalau boleh dikaitkan sedikit dengan perayaan Chinese New Year, kita banyak terima ucapan dari WhatsApp dan kadang yang dikirim orang Kristen ada ayat Firman Tuhan-nya; saya tertarik menyoroti Firman Tuhan yang biasanya dikutip. Ada sebagian orang yang mungkin kurang kritis, asal kirim, yang menurutnya ada kaitan dengan Chinese New Year yaitu “Chinese dream”; prosperity/ kekayaan, long life/ hidup panjang, dan kesehatan. Tiga hal ini yang penting, hidup panjang tapi sakit-sakitan, ya, ngapain hidup panjang; hidup panjang tapi di kolong jembatan, ya, maleslah; hidup panjang, ya, istana dong. Lalu ditambahkan ayat Firman Tuhan yang ada kaitan dengan kesehatan “…maka panjanglah umurmu di bumi” dari kitab bijaksana, atau dari Mazmur 1 berkaitan dengan prosperity “apapun yang dilakukannya berhasil”. Saya kuatir dengan comot-comot Alkitab seperti itu, jangan-jangan worldview-nya masih sama yaitu Chinese dream tadi, tidak ada bedanya meski jadi Kristen pun masih materialistis, dan paling bahayanya adalah pakai ayat-ayat Alkitab; lalu dia pikir ‘tuh Alkitab saja setuju dengan Chinese dream, buktinya ada dukungan ayat-ayatnya’. Sangat menguatirkan, sambil merayakan Chinese New Year sambil sebenarnya memang itu agamanya, dengan disertakan ayat-ayat Alkitab sebenarnya tidak mengubah apa-apa.
Kembali ke bagian ini. Kerajaan Allah punya konsep keberhasilan/ prosperous-nya sendiri yang berbeda dengan konsep kerajaan dunia, entah itu Chinese Empire ataupun Roman Empire, Babilonia, Mesopotamia, dsb. Kerajaan Allah punya prinsipnya sendiri. Apa itu Kerajaan Allah? Waktu kita berdoa “datanglah Kerajaan-Mu”, waktu kita mengatakan “Kerajaan Allah”, apa ‘spektrum arti’-nya di dalam kepala kita? Yesus datang, meng-inisiasi Kerajaan Allah. Apa yang dilakukan Yesus? Bagaimana kita mengerti Kerajaan Allah? Saya ambil aplikasi-aplikasi sederhana; kalau kita membaca dalam kitab Perjanjian Lama, di situ Kerajaan Allah seringkali dikaitkan dengan righteousness, justice, keadilan. Allah itu memerintah, memerintah dengan adil. Kerajaan dunia memerintah dengan tangan besi, dengan violence, tidak ada keadilan. Apa itu keadilan? Beberapa aspek sederhana, misalnya dalam bidang pekerjaan, keadilan berarti memberikan kepada orang yang memang mereka berhak mendapatkannya. Pemerasan tidak compatible sama sekali dengan Kerajaan Allah karena itu bukan keadilan. Ada orang menggaji pegawai semurah mungkin supaya untungnya lebih banyak, lalu berdoa “datanglah Kerajaan-Mu”, kerajaan yang mana?? Tidak ada urusannya dengan “datanglah Kerajaan-Mu” bahkan bentur 180º. Ini bicara ‘dari atas ke bawah’ oppression. Orang Israel dibebaskan dari Mesir karena ada perbudakan di sana, ada oppression/ penjajahan tapi jangan-jangan orang Kristen juga oppressing orang lain lalu bicara “Kerajaan Allah, Kerajaan Allah”.
Kalau kita melihat kitab nabi-nabi kecil –dan juga ada bagian tertentu di kitab nabi-nabi besar– Mikha, Hosea, melakukan kritik sosial yang begitu tajam karena bagi mereka ketidak-adilan sosial tidak compatible dengan ibadah yang sejati; yang vertikal dan horisontal itu satu paket, tidak bisa di-dualisme-kan. Nabi-nabi itu berkata: “Kamu datang beribadah kepada Tuhan, tapi di rumah kamu pakai dua macam timbangan; itukah namanya beribadah kepada Tuhan? Kamu menahan gaji orang-orang yang kekurangan, kamu menunda-nunda, dsb. dan kamu beribadah kepada Tuhan; itukah namanya beribadah kepada Tuhan?” Mereka jelas sekali dalam hal integrated Christian living. Waktu bicara Kerajaan Allah, itu bukan cuma soal lahir baru, angkat tangan terima Yesus, mati masuk surga. Memang itu betul, tapi kadang-kadang ini evangelical yang begitu reduktif menelanjangi semua yang lain, pantasan saja banyak orang Kristen yang katanya percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, tapi tidak ada perubahan apa-apa dalam kehidupannya; tidak mempengaruhi kehidupannya di marketplace, tidak berubah dalam perdagangan, keluarga, tanggung jawab kewarganegaraan, semua tidak berubah. Apakah itu namanya Kekristenan?
Berbicara Kerajaan Allah, tadi kita bicara dari atas ke bawah, jangan menekan; sebaliknya dari bawah ke atas sama juga. Ada pegawai-pegawai yang sersikap begitu oportunistis tapi tetap bicara “datanglah Kerajaan-Mu”. Oportunistis itu tidak compatible dengan the Christian idea of faithfulness, loyalty, dsb.; pokoknya di sini saya datang terima gaji, mau company ambruk atau apa itu bukan urusan saya, urusannya CEO, saya kan bukan CEO jadi saya tidak tanggung jawab, saya kerja, terima uang, selesai. Dari bawah oportunistis, dari atas oppressing, lalu “datanglah kerajaan-Mu”, pertanyaannya: kerajaan yang mana maksud Saudara?? Menghidupi kerajaan dunia tapi berdoa “datanglah kerajaan-Mu”, lebih baik tidak berdoa. Makin berdoa makin banyak kutuk dalam diri orang itu karena tidak sadar-sadar artinya Kerajaan Allah. Saya bukan men-discourage Saudara berdoa Bapa Kami, tapi meng-encourage Saudara berdoa Bapa Kami dengan benar, dengan prinsip Kristen yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.Itu cuma satu contoh sederhana, dalam sphere pekerjaan. Masih ada banyak yang lain yang tadi kita sebut, kewarganegaraan, pendidikan, keluarga; apa artinya Kerajaan Allah di situ? Ketidak-adilan, favoritisme, itu tidak compatible dengan Kerajaan Allah. Yesus buka meja kepada semua orang, pelacur, pemungut cukai, tapi juga Simon orang Farisi; kepada orang-orang yang tidak benar tapi juga kepada murid-murid-Nya. Ini keadilan. Keadilan berarti tidak pandang bulu. Kerajaan Allah tidak kenal favoritisme, tidak kenal like and dislike, tidak kenal pilih-pilih/ selektif, tapi untuk semua orang. Tidak heran banyak orang tidak melihat bagian ini, kemungkinan memang belum lahir baru sehingga tidak ada kepekaan akan prinsip Kerajaan Allah, bagi dia dunia dari dulu sampai sekarang jalannya ya, begini terus; yang dilihat dunia orang kaya, ya, sudah, saya juga respek sama orang kaya dong. Orang ini tidak melihat Kerajaan Allah. Pernahkah Yesus di dalam dunia tertarik pada orang kaya? Tidak ada. Yesus juga tidak men-diskriminasi orang kaya. Yesus mengasihi semuanya, termasuk juga Yesus pasti mengasihi orang kaya, tapi Yesus tidak pernah mengasihi orang kaya karena dia kaya. Itu bukan prinsip Kerajaan Allah tapi prinsip kerajaan dunia. Orang tidak bisa melihat ini karena memang dia belum lahir baru, sehingga tidak ada kepekaan, dia buta terhadap ketidak-adilan seperti dalam kegelapan.
Apa artinya melihat Kerajaan Allah? Yaitu melihat penguasaan Allah –the Kingship of God– dalam kehidupan kita. Kita menjadi hamba, Dia menjadi Raja. Dalam versi Matius orang-orang yang melakukan kehendak Allah, melihat Kerajaan Allah. Orang yang tidak melihat Kerajaan Allah, dia cuma melihat dunia yang kelihatan oleh mata jasmani, mata rohaninya buta seperti orang yang melihat di dalam kegelapan. Nikodemus datang pada malam hari, ini menggambarkan kegelapannya. Dan waktu Yesus menjelaskan dan menjelaskan, Nikodemus tidak mengerti. Mengapa? Karena dia cuma melihat dunia yang kelihatan saja; dunia yang dinilai oleh prinsip dunia sendiri, bukan oleh Tuhan. Ayat 4 dia berkata: "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua?” Yesus berbicara spiritual realm yang dilihat dengan mata rohani, tapi yang dia lihat adalah visible realm; dia pikir saya sudah tua, lalu bagaimana jadi bayi lagi, kan ‘gak mungkin; juga mama lebih tua lagi lalu nanti hamil lagi, apa bisa? Mungkin kita pikir naif banget Nikodemus ini, tapi inilah gambaran orang yang belum lahir kembali, tidak bisa melihat yang dilihat oleh Tuhan, matanya selalu terbatas pada penglihatan jasmani saja.Waktu Perjamuan Kudus, kita melihat dengan mata jasmani ‘roti dan anggur’, dan dengan mata rohani –realitanya– adalah ‘tubuh dan darah Yesus Kristus’ yang adalah makanan dan minuman jiwa kita; katekismus Heidelberg menyebutkan ‘spiritual eating’ dan ‘spiritual drinking’, tapi ada orang yang cuma lihat itu roti dan anggur.
Kerajaan Allah yaitu melihat yang tidak kelihatan, yang dilihat oleh Tuhan, bukan yang dilihat oleh manusia. Orang masuk toko, dia dilihat dulu dari atas sampai bawah, kira-kira orang ini buying power-nya berapa, kalau kira-kira lumayan baru dilayani baik-baik. Dunia kita seperti itu, melihat yang kelihatan, bukan melihat yang tidak kelihatan karena memang buta juga, tidak punya mata untuk itu. Hanya orang yang dilahirkan kembali, yang melihat Kerajaan Allah. Kerajaan Allah di sini pasti ada maksud eskatologis juga bahwa nanti kita akan bersama-sama dengan Tuhan ketika mati. Tapi Kerajaan Allah bukan cuma di sana melainkan di sini juga. Orang tidak melihat Kerajaan Allah yang nanti waktu kita mati ke sana itu, kalau tidak dilahirkan kembali. Saya percaya kita semua sudah cukup jelas bagian ini, tapi yang sering tidak jelas –khususnya kaum Injili– adalah bahwa di sini dan sekarang, apakah orang melihat Kerajaan Allah atau tidak. Saudara jangan berpikir dualisme, Kerajaan Allah semuanya nanti, not yet, dan di sini sementara kita di dalam dunia, ya, kerajaan dunia. Bukan itu dalam konsepnya Yesus. Yesus mengatakan “Kerajaan Allah ada di antara kamu”. Apakah kita melihat Kerajaan Allah ada di antara kita? Di dalam tindakan penerimaan, di dalam table fellowship, di dalam persekutuan yang tidak ada favoritisme, di dalam kehidupan keluarga yang bisa memberi kepercayaan kepada setiap anak, dst. dst. masih banyak aplikasi lain yang kita bisa renungkan. Nikodemus tidak mengerti, dia cuma melihat physical realm; dan nanti di pasal 4 perempuan Samaria itu juga ada ketidak-mengertian seperti ini. Waktu kita membicarakan spiritual realm, orang tidak mengerti karena dia memang belum dilahirkan kembali.
Nikodemus tanya: “Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?" Yesus tidak sedang bicara physical generation, Dia bicara spiritual regeneration. Ayat 5, Yesus mengulang: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Tidak dapat masuk berarti dia di luar realita itu. Kalau baca Alkitab, ada juga perkataan “orang ini tidak jauh dari Kerajaan Allah”; Kerajaan Allah itu dinamis bukan cuma dalam dan luar, sudah selamat atau belum selamat, sudah di dalam Yesus atau belum di dalam Yesus. Tidak dual contruction seperti ini tapi gambarannya lebih dinamis. ‘Tidak jauh’ berarti belum sampai. Lalu ada orang yang sudah ‘di dalam’ tapi pertanyaannya: penghayatannya berapa dalam. Waktu Yesus mengatakan “seseorang jika tidak dilahirkan dari air dan roh, ia tidak dapat masuk Kerajaan Allah”, apa maksud-Nya ‘masuk’? Yaitu menikmati realita Kerajaan Allah sepenuh-penuhnya; itu orang yang di dalam. Saya dulu pernah kuliah di Belanda. Gaya rumah di Belanda itu menarik, namanya exhibitionist dalam hal desain interior (sama sekali tidak ada kaitannya dengan exhibitionist dalam pengertian suatu kelainan seksual), mereka suka membuka gorden rumahnya sehingga dari luar orang bisa melihat interiornya. Yang saya mau katakan adalah ini, memang orang bisa lihat tapi bagaimanapun melihat dari luar dan menikmati dari dalam, tetap lain; outsider perspective tetap lain. Ada pengunjung Gereja yang tetap outsider perspective; dia bukan tidak lihat, dia tahu ada eksistensinya Kerajaan Allah tapi melihatnya dari luar bukan dari dalam. Dan, Yesus mengundang untuk masuk; masuk ke dalam Kerajaan Allah, bukan ngintip Kerajaan Allah, bukan meneropong Kerajaan Allah.
“… dilahirkan dari air dan Roh” (ayat 5), apa artinya air dan Roh? Air dan Roh di sini dipakai dalam pengertian yang satu paket, ‘air dan Roh’. Kita sudah bahas dalam perkawinan di Kana air diubah jadi anggur. Air tanda dari The Old Covenant yaitu pentahiran/ penyucian/ pembersihan memakai air, dan hal itu tidak dihentikan, itu jelas dalam Sakramen Baptisan yang masih pakai air. Lalu Yesus mengubah air jadi anggur, menunjuk kepada darah-Nya tanda dari The New Covenant, tanpa menghentikan yang dari The Old Covenant . Yohanes Pembaptis membaptis dengan air, itu baptisan pertobatan. Pertobatan mendahului pengampunan dosa. Kita tidak menawarkan Injil pengampunan yang tidak ada berita pertobatannya; Injil Alkitabiah adalah berita pertobatan, yang bertobat diampuni dosanya. Saudara jangan confused dengan konsep sola gratia, sola fide, dsb., kita diampuni bukan karena kita bertobat, kita diampuni karena kesempurnaan korban Kristus. Tapi siapa yang diampuni? Yaitu mereka yang bertobat. Mereka yang tidak bertobat, tentu pengampunan dosa tidak relevan untuk orang itu. Maka waktu bicara ‘air dan Roh’, spectrum of meaning-nya penyucian/ pembersihan tapi juga pertobatan.
Lalu mengapa ‘Roh’? Karena cuma Roh yang bisa melahir-barukan. Metafor yang dipakai di sini metafor kelahiran; dilahirkan kembali, yang melahirkan adalah Roh Kudus. Ini monergis, cuma Tuhan yang bekerja. Dalam hal ini kita menolak konsep sinergis karena kalau orang belum lahir mana bisa kerja sama, eksis saja belum. Jadi sudah pasti monergis, cuma Roh yang menggerakkan, membangkitkan, memberikan kehidupan baru, seperti Adam waktu pertama kali diciptakan pastinya monergis, Tuhan yang menciptakan, tidak ada campur tangan manusia, tidak mungkin bisa kerja sama karena eksis saja belum. Ini bicara tentang new creation but still creation; bicara tentang spiritual regeneration but still spiritual re-generation, artinya sebelumnya belum lahir yaitu belum lahir baru. Lalu siapa yang melahirkan? Sudah pasti Roh Kudus, tidak mungkin ada kerja sama manusia, tapi setelah seseorang dilahirkan kembali barulah kita bisa bicara tentang ‘kerja sama’. Agustinus mengatakan, setelah seseorang mendapatkan infused grace (gratia infusa), Tuhan berikan kepada dia cooperating grace (gratia cooperans); cooperation bahasa Yunaninya adalah synergism (Indonesia: kerja sama). Kerja sama dalam pengertian: sepenuhnya anugerah Tuhan – sepenuhnya kita bertanggung jawab; 100% – 100%. Tuhan bekerja 100%, kita bertanggung jawab 100%, itu true synergism. Tapi waktu bicara tentang ‘kelahiran kembali’-nya, itu monergis, Tuhan yang bergerak sendiri.
Maka waktu dikatakan ‘air dan Roh’ ini konsep paradoksikal, sinergis dan monergis; ‘air’ artinya ada aspek yang kita sendiri musti bertobat memberikan diri untuk dibersihkan; ‘Roh’ mengingatkan aspek Tuhan yang bekerja, tidak ada campur tangan manusia. Kecuali seseorang itu dilahirkan dari air dan Roh, dia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.
“Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh” (ayat 6). Agustinus menafsir kalimat ini dengan pengertian yang sederhana dan bagi saya sangat menjelaskan. Kita dilahirkan dari daging (physical generation), dari hubungan 2 orang, laki-laki dan perempuan. Karena manusia sudah jatuh di dalam dosa, orang tua kita berada dalam sinful corrupted nature/ natur yang berdosa, maka yang dilahirkan juga adalah sinful nature (dalam hal ini kita insist ‘kelahiran dari anak dara Maria’ karena kalau Yesus dilahirkan dari Yusuf dan Maria, artinya Dia sama juga sinful nature). Yohanes dengan tegas mengatakan kelahiran baru itu benihnya dari atas –“orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah“ (Yoh 1:13)– spiritual regeneration. Agustinus melanjutkan, spiritual regeneration itu yang melahirkan dari Allah, Allah itu suci sepenuhnya maka yang regenerated dari Allah naturnya juga bukan natur yang berdosa. Orang yang tidak ada spiritual regeneration, cuma ada physical generation, dia tetap di dalam natur yang berdosa. Seandainya pun mungkin masuk kembali ke rahim ibu lalu dilahirkan lagi seperti yang dikatakan Nikodemus, itu juga tidak menolong, itu tetap dalam natur berdosa, tetap bukan new creation/ ciptaan baru. Disebut ciptaan baru karena tidak bergantung dari hubungan laki-laki dan perempuan yang sudah berada dalam natur berdosa itu (tapi dalam hal ini kita ada perbedaan dengan Agustinus yang melihat hubungan seks itu erat sekali kaitannya dengan corrupted nature; kita tidak punya pandangan seperti itu). Bagian afirmatif dari Agustinus, dia mengatakan, spiritual regeneration sumbernya Allah sendiri, maka yang dilahirkan kembali dari Allah akan mempunyai natur yang sudah dibersihkan/ disucikan, tidak bercampur dengan physical generation tadi, karena ini tindakan independen dari Allah. Memang tindakan menciptakan yang pertama juga dari Allah, tapi manusia sudah merusaknya setelah jatuh ke dalam dosa. Dan sekarang Tuhan memberikan ciptaan yang baru atau new creation, re-creation, re-generation (Paulus pakai istilah ‘ciptaan baru’, Yohanes pakai istilah ‘lahir baru/ dilahirkan kembali’).
“Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh" (ayat 8). Pekerjaan Roh Kudus itu misterius. Kita tidak bisa mengadakan kondisi-kondisi sedemikian rupa lalu memastikan akan ada kelahiran kembali. Itu adalah tindakan kedaulatan Allah, kita tidak bisa menyelidiki datangnya dari mana, bergeraknya ke mana, namun “engkau mendengar bunyinya’, bukan tidak ada pengalaman. Kita tidak memutlakkan pengalaman, tapi bukan tanpa pengalaman. Kita tidak bisa mengindetikkan pengalaman dengan Firman Tuhan, itu jelas. Pengalaman itu harus di bawah Firman Tuhan. Tapi kalau kita tunduk kepada Firman Tuhan, berjalan mengikut Yesus, lalu tidak punya pengalaman, itu tidak masuk akal. Saya bukan memutlakkan pengalaman, pengalaman itu akibat dari orang berjalan bersama dengan Yesus. Oleh karena itu Tim Keller tadi mengatakan tentang ceritakan pengalamanmu, sense of God’s presence, lalu nominal Christian tidak bisa menjawab ini karena tidak punya pengalaman. Dia tidak pernah berjalan bersama dengan Tuhan, karena itu juga tidak ada kehadiran Tuhan dalam hidupnya; dia tidak tahu itu karena tidak ada pengalaman juga. Musa, Yakub, Petrus, Paulus tidak mungkin tidak punya pengalaman. Saya bukan bicara sembarang pengalaman karena kalau sekedar pengalaman, kita semua punya pengalaman –pengalaman ditipu orang, pengalaman kemalingan, dsb.– bukan itu maksudnya tapi pengalaman berjalan bersama dengan Tuhan sehingga kita bisa mengatakan “my God is real”.
Yesus menjelaskan kepada Nikodemus tentang kelahiran baru, itu tidak bisa dipegang dengan tangan, itu pekerjaan kedaulatan Allah. Tapi Nikodemus tetap tidak mengerti, “Bagaimana mungkin hal itu terjadi?” (ayat 9). Jawab Yesus, "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?” (ayat 10). Waktu menginjili lalu orang tidak mengerti, di satu sisi kita perlu introspeksi apakah bahasa kita terlalu mengawang sampai tidak bisa dicerna, atau terlalu pakai jargon Kristen apalagi istilah-istilah teologis yang sangat khusus, sampai orang tidak mengerti. Yesus pakai bahasa sehari-hari, Dia bicara tentang air, kelahiran. Waktu bicara dengan perempuan Samaria, Dia juga bicara tentang air, tentang haus, yang adalah pengalaman sehari-hari (pasal 4). Di sisi lain, sudah pakai bahasa yang baik pun, tidak menjamin orang itu mengerti karena manusia berada dalam kegelapan. Nikodemus datang malam hari, dia berada dalam kegelapan. Yesus menjelaskan dan menjelaskan, tapi sampai akhir pasal 3 tidak ada catatan bahwa Nikodemus mengerti. Yesus sampai mengatakan kalimat “kamu tidak percaya”. Jadi menurut pasal 3 ini, Nikodemus masih belum percaya. Perlu proses. Kita boleh berasumsi bahwa pada akhirnya Nikodemus percaya, karena dia di kemudian hari menurunkan mayat Yesus dari atas kayu salib.
“Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi”. Ini prinsip; Yesus menjelaskan pakai hal-hal sehari-hari, hal-hal duniawi, –air, lahir– kemudian membawa kepada spiritual realm. Saudara boleh bicara tentang kekayaan, kepuasan hidup, hanya jangan sampai berhenti pada physical realm tapi dibawa kepada kekayaan rohani, bukan cuma yang duniawi. Orang yang terus bicara kekayaan duniawi dan hal-hal yang kelihatan, dia belum lahir baru. Kiranya Tuhan memberkati kita, menolong kita, melahir-barukan kita, dan membawa kita ke dalam pemeliharaan Kerajaan Allah.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading