Perikop ini LAI memberikan judul “Dasar dan Bangunan”. Kalau Saudara membaca perikop sebelumnya (ayat 1-9), sebetulnya menyambung dengan bagian ini. Perikop tersebut bicara tentang perselisihan, tentang satu keadaan yang tidak bisa menikmati persekutuan atau persatuan di dalam Kristus. Paulus menyesali keadaan itu, dia mengatakan bahwa inilah tanda orang-orang yang tidak rohani, yang dia sebut “manusia duniawi” alias belum dewasa di dalam Kristus.
Perhatikan di sini dia tidak mengatakan “ini adalah orang-orang reprobat” –dia pernah menulis yang seperti itu di dalam Surat Roma—mungkin juga karena bukan urusan Paulus mengenai siapa yang dipilih atau tidak dipilih. Sebaliknya di sini Paulus mengatakan bahwa mereka belum dewasa di dalam Kristus. Dia mengatakan: “Kamu tidak bisa mencerna makanan yang keras, bisanya susu.” Apa maksudnya? Kita, orang Reformed, biasanya suka menafsir bahwa yang dimaksud ‘makanan keras’ adalah doktrin-doktrin, sedangkan yang dimaksud ‘susu’ yaitu cerita yang lucu-lucu, banyak ilustrasinya, kesaksian, dsb. Saya pikir, aplikasi seperti ini sangat menyesatkan, karena dari mana dapat prinsip seperti itu di dalam Alkitab? Kalau kita membaca dalam konteks Korintus, bukan itu maksudnya, melainkan bahwa mereka tidak bisa menerima apa yang seharusnya mereka terima sesuai dengan umur kerohaniannya, mereka hanya bisa menerima makanan-makanan yang cuma ‘susu’.
Kalau Saudara memperhatikan Surat Korintus, Saudara akan mendapati betapa Paulus begitu sabar terhadap jemaat di Korintus ini. Waktu dia bicara keras sedikit, tidak bisa diterima. Mengapa? Ya, karena jemaat di Korintus ini tidak bisa menerima makanan keras. Saya heran akan kesabaran Paulus yang luar biasa di bagian ini –yang kita semua musti belajar daripada dia– sampai dia bisa sabar menghadapi kelemahan yang sedemikian rendah dalam gambaran kehidupan jemaat Korintus, salah satunya yaitu ada orang tidur yang dengan ibu tirinya sendiri. Lalu bagaimana Paulus menanggapi mereka? Paulus memberikan pengajaran Firman Tuhan kepada mereka, tidak bisa dengan makanan keras tapi harus dengan susu. Susu itu apa? Dalam hal ini, susu berarti berbicara kepada mereka musti pelan-pelan, musti sabar, karena sedang menghadapi orang-orang yang tidak bisa menerima makanan keras.
Kita di dalam gerakan Reformed, kalau suatu saat Tuhan gerekkan dan mungkin Saudara jadi diaken, atau aktifis yang melayani, dsb., Saudara akan makin tahu bahwa kita melayani bersama-sama dan tidak ada tempat untuk Saudara mengasihani perasaan sendiri. Mau tersinggung atau semacamnya, tidak ada tempatnya. Kita musti maju terus, melihat kepada kemuliaan Kristus, melihat emosinya Kristus.
Orang seperti Paulus sebetulnya sangat qualified untuk berkotbah kepada orang-orang seperti Johannes Calvin, Martin Luther, Augustinus, Chrysostom, dsb. –orang-orang besar itu– tapi dia tidak dipercayakan orang-orang seperti itu oleh Tuhan. Bahkan Polycarpus dan Irenaeus dipercayakannya kepada Yohanes, sedangkan yang dipercayakan kepada Paulus adalah orang-orang seperti ini, orang-orang yang hidup dalam kedagingan, orang-orang yang tidak dewasa, yang cuma bisa didekati pakai susu, tidak bisa pakai makanan keras. Mengapa mereka seperti itu? Karena tidak bertumbuh dalam kehidupannya. Apa buktinya? Buktinya, ada yang menyebut dirinya golongan Paulus, golongan Apolos, golongan Kefas, dsb.; dan Paulus di sini bilang: “Bukankah ini menunjukkan bahwa kamu memang manusia duniawi bukan rohani?” (ayat 4). Mereka tidak bisa melihat Kristus, mereka tidak bisa melihat kemuliaan Kristus, mereka selalu melihat manusia. Ini tanda ketidakdewasaan.
Tapi bagian ini juga jangan disalah mengerti, seolah-olah kita harus menghormati setiap orang secara sama. Itu tidak mungkin. Dalam konteks bergereja, adakalanya seseorang memilih pengkotbah yang dia mau dengarkan, lalu orang mengatakan: “kalau kamu masih pilih-pilih pengkotbah, berarti kamu belum dewasa”. Dalam hal ini, Pendeta Stephen Tong pernah menjawab, “Kalau kamu pergi ke toko buku Kristen, memangnya kamu borong semua? Tentu kamu pilih juga pengarangnya.” Kalau Saudara pergi ke toko buku, tentu Saudara tidak beli semuanya; lalu kalau Saudara cuma beli 2 buku, apa orang lalu bilang ‘kamu kurang mencintai Firman Tuhan, kamu melihat manusia’? Tentu tidak. Adakalanya seseorang merasa diri lebih diberkati dengan kotbah dari orang tertentu daripada dari orang lainnya, itu wajar, tidak ada yang salah dalam hal ini. Kalau orang bilang ‘saya merasa lebih diberkati mendengar kotbah dari orang ini’, Saudara tidak bisa bilang ‘kamu ini kurang cinta Firman Tuhan, motivasimu tidak jelas, kamu datang untuk apa? kalau kamu seminarnya orang ini datang tapi seminarnya orang itu tidak datang, berarti kamu tidak betul-betul cari Tuhan, kamu cari manusia’. Nanti dulu. Tidak sesederhana itu, dan tidak harus dimengerti seperti itu. Buktinya sebagaimana dikatakan tadi, waktu pergi ke toko buku tentu Saudara tidak beli semua buku tapi hanya beberapa, yang Saudara rasa bisa belajar daripadanya. Hidup di dalam dunia, tidak mungkin tidak selektif. Tetapi, yang dimaksud Paulus di bagian ini, bukan soal itu. Bukan soal jemaat yang merasa diberkati Paulus atau Apolos, melainkan poinnya adalah bahwa mereka membentuk kelompok eksklusif, ini menyatakan kehidupan yang tidak bisa menikmati persekutuan di dalam Kristus.
Memang surat Korintus ini ada perdebatan di kalangan para scholars, mengenai apa sebetulnya center-nya. Pertanyaan tentang ‘center’ itu sendiri apakah betul atau tidak, tidak tahu; tapi paling tidak –kalau masih mau tanya ‘center’-nya—saya percaya, salah satunya adalah persekutuan di dalam Kristus, persekutuan di dalam anggota tubuh Kristus. Bagian ini bicara tentang banyak perselisihan, pertikaian, perpecahan, konflik, dsb., yang menyatakan bahwa jemaat ini gagal menikmati persekutuan di dalam tubuh Kristus. Mereka terpecah-pecah –ini adalah gambaran sebaliknya—karena tidak bisa menikmati artinya union with Christ, the Head and the body. Dalam jemaat ini tidak ada union with Christ. Apa persoalannya? Karena mereka tidak bisa melihat kekayaan dalam pekerjaan Tuhan, bahwa ada yang menanam, ada yang menyiram, tetapi yang memberikan pertumbuhan cuma satu, yaitu Allah yang memberikan pertumbuhan. Allah memberikan pertumbuhan; kita, manusia, bertanggung jawab dalam kehidupan kita untuk tumbuh, dipertumbuhkan oleh Allah sendiri. Yang penting bukan yang menanam atau menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Inilah konteks dalam perikop sebelumnya, yang merupakan introduksi.
Ayat 10, Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Kita, pelayan Tuhan, musti percaya bahwa kita tidak membangun sendiri. Paulus boleh dikatakan hamba Tuhan yang pertama untuk jemaat di Korintus, dia yang meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya.
Ada orang yang tidak membiarkan orang lain membangun terus di atasnya; dia mau dirinya yang terus membangun dari awal sampai akhir. Ini tidak sesuai dengan prinsip Kerajaan Allah. Orang seperti ini percaya kalau Tuhan mau membangun, itu harus dirinya yang membangun; bahwa memang Tuhan yang memberi pertumbuhan, tapi yang dipakai membangun harus dirinya terus. Orang yang seperti ini, dalam pelayanan dia terus-menerus mau berada di situ. Saudara perhatikan dunia pendidikan; orang setelah dari Taman Kanak-kanak, dia lulus, lalu masuk Sekolah Dasar dan sekarang guru SD yang abil alih. Apakah Saudara pernah ketemu guru Taman Kanak-kanak yang juga guru SD, yang juga guru SMP, yang juga guru SMA, dan setelah itu juga profesor? Tentu tidak ada. Orang yang seperti itu sebenarnya orang krisis, karena dia tidak bisa menyerahkan orang yang dididiknya kepada orang lain, mau terus pegang kontrol.
Gereja juga bisa jatuh dalam persoalan seperti ini kalau kita tidak membiarkan orang diajar oleh orang lain, tapi kita sendiri terus-menerus yang mengajar dia, dan waktu Tuhan mau memberkati harus lewat diri kita. Dalam kehidupan Paulus, kita melihat dia seorang yang hatinya luas, dia bilang: “Saya meletakkan dasar, orang lain terus membangun di atasnya.” Jadi tidak ada persoalan bagi dia; malah sebaliknya ini justru indah karena jadi ada banyak persepektif. Setiap kita ada blind spot-nya, setiap kita ada bagian yang entah bagaimana kita tidak melihatnya, atau mungkin tidak tertarik juga untuk melihat, oleh sebab itu kita perlu pengayaan-pengayaan seperti dalam kehidupan Paulus di tengah jemaat Korintus. Memang benar dia meletakkan dasar, tetapi orang lain boleh membangun terus di atasnya –dalam hal ini Apolos. Namun dia memberikan prinsip, bahwa tiap-tiap orang harus memperhatikan bagaimana dia membangun di atasnya. Dalam hal ini, waktu kita membaca Surat Korintus, setahu saya tidak ada satu kesan seolah Paulus menyerang Apolos atau berpolemik dengan Apolos dan pelayanannya, menganggap seakan Apolos kurang berpusat kepada Kristus dan semacamnya. Dengan demikian, kalimat yang dia katakan itu suatu prinsip yang umum, bukan suatu serangan pribadi terhadap Apolos. Kalaupun mau dibilang sebagai ‘serangan’, mungkin juga itu serangan terhadap jemaat di Korintus, bukan terhadap Apolos.
Ayat 10b – 11, Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Yesus adalah pondasi, alas yang satu-satunya. Gereja dimulai dengan Yesus Kristus, sebagai pondasinya. Istilah ‘batu penjuru’ bisa dijelaskan dalam pengertian pondasi tapi juga ‘batu sudut’. Sebagian orang juga mengertinya sebagai batu terakhir (keystone) yang ditaruh pada puncak lengkungan/ arch –seperti pada arsitektur Gotik—yang mengikat semuanya. Batu ini memang bukan yang menopang, tapi yang mengakhiri dan mempertahankan semua struktur; kalau batu yang satu ini dicabut, semuanya ambruk. Batu ini juga boleh disebut dalam pengertian ‘batu penjuru’. Jadi baik pondasi/ batu sudut ataupun batu yang terakhir, itu adalah Yesus Kristus.
Tapi kemudian ada bahan-bahan yang lain yang orang pakai untuk membangun. Di sini disebutkan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering, dan jerami (ayat 12). Kita tidak perlu menafsir secara alegoris dalam arti emas itu maksudnya apa, perak maksudnya apa, batu permata itu apa, lalu kayu, lalu apa bedanya kayu dengan jerami., dst. Penafsiran alegoris seperti ini mungkin tidak ada perlunya; lagipula Paulus juga tidak menjelaskan. Waktu saya membaca tafsiran Calvin, dia cuma membagi dua. Kelompok pertama yaitu emas, perak, batu permata; kelompok kedua yaitu kayu, rumput kering, jerami. Maksudnya, ada bahan yang tidak terbakar, dan ada bahan yang terbakar. Di sini kita tidak sedang bicara arsitektur, ilustrasi ini dipakai untuk menjelaskan bangunan kehidupan. Kayu, rumput kering, jerami, semuanya terbakar. Emas, perak, batu permata, adalah bagian yang tahan uji. Waktu Calvin menafsir bagian ini, apa maksudnya dengan dua kelompok tersebut? Tafsirannya sederhana; pengajaran-pengajaran yang ada kaitannya dengan Kristus adalah bahan-bahan yang tidak akan hancur (kelompok emas, perak, batu permata); sedangkan kayu, rumput kering, jerami maksudnya pengajaran-pengajaran tentang kehidupan/ life style yang tidak berurusan dengan Kristus, jadi di sini orang membangun dengan yang lain yang bukan Kristus.
Di sini saya tadi memakai istilah ‘pengajaran’, tapi saya tidak mau Saudara mengertinya secara reduktif, seolah artinya hanya ketika kita berkotbah atau semacamnya. Seluruh bangunan kehidupan Saudara –waktu Saudara bangun pagi, waktu Saudara berelasi dengan orang lain, waktu Saudara kerja, waktu Saudara berumahtangga, waktu Saudara bicara dengan tetangga—Saudara bangun dengan apa, apakah dengan emas, perak, batu permata atau kayu, rumput kering, jerami? Jangan anggap waktu Saudara konseling orang barulah itu yang dimaksud bangunan. Sama sekali tidak. Seluruh hari kita ini membangun, entah Saudara kotbah atau tidak kotbah, konseling atau tidak konseling, bicara atau tidak bicara. Setiap hari kita membangun, tapi bangunannya apa? Ada kaitannya tidak dengan Kristus? Ada orang membangun dengan pondasi Kristus, tapi setelah itu yang dia bangun adalah sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan pribadi Kristus. Itu jadi bukan Kristus.
Kristus itu apa? Waktu kita bicara Doktrin Kristus, kalau dalam teologi sistematika, biasanya orang membedakan antara ‘the Person of Christ’ dengan ‘the Work of Christ’ –pribadi Kristus itu seperti apa, dan karya yang dilakukan Kristus itu apa. Kelemahlembutan-Nya, kerendahan hati-Nya, belas kasihan-Nya, kesabaran-Nya, cinta kasih-Nya, dst., itulah Pribadi Kristus. Doktrin Kristus bukan cuma bicara tentang dua natur Kristus; dua natur Kristus bahwa Yesus itu Ilahi dan Yesus itu Manusiawi adalah satu hal, tapi bagian ini justru bagian yang kita tidak bisa tiru karena kita tidak mungkin bisa ilahi dan manusiawi, kita hanya manusiawi saja. Waktu orang bicara tentang ‘the Person of Christ’, memang betul itu termasuk juga dua natur Kristus, tapi ‘the person of Christ’ juga berarti bicara tentang Kristus waktu Dia berada di dalam dunia. Apa yang kita bangun dalam kehidupan kita di dunia ini? Apakah kita menghidupi Kristus, berjalan di jalan yang namanya ‘Kristus’ –He is the only way—itu? Atau kita berjalan di jalan yang lain, dan kita tidak tertarik dengan kehidupan Kristus; kita bilang ‘Dia pondasi; pokoknya pondasi dan batu terakhir itu, tapi yang di tengah-tengahnya, ya, saya bangun-bangun sendiri, ‘kan yang penting yang pertama dan terakhir; lagipula ada ayatnya yang bilang “Akulah Alfa dan Omega”, jadi Dia yang pertama dan yang terakhir, tapi yang tengah-tengahnya itu ‘urusan saya, jangan ikut campur lagi’. Paulus memperingatkan, bahwa bangunan Kristen bukan begitu. Pondasinya mungkin sudah benar, yaitu Kristus, dan yang mengakhiri nanti juga memang Kristus, tetapi yang di tengah-tengah –yang dibangun ini– sebetulnya apa?
Ayat 13, Sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Metafor ‘api’ ini umum dipakai dalam Alkitab; spectrum of meanings dari ‘api’ juga limpah. Di bagian ini waktu dipakai istilah ‘api’, memang ini bicara soal api eskatologis yang akan menguji semuanya. Tetapi sebagaimana dalam Eskatologi Reformed, kita bisa juga melihatnya sebagai eskatologi yang di sini dan sekarang bukan cuma eskatologi yang kelak, sehingga pengujian-pengujian yang dimaksud bisa berarti pengujian-pengujian yang diberikan Tuhan dalam kehidupan kita, di sini dan sekarang, bukan pengujian yang terakhir.
Api itu apa? Kalau dalam metafor ini jelas, bahwa waktu emas, perak, batu permata diuji oleh api akan tetap keluar sebagaimana adanya karena tidak ada campuran; sebaliknya waktu kayu, rumput kering, jerami diuji oleh api akan terbakar, hangus. Waktu dalam kehidupan kita, Saudara dan saya mengalami api –dalam hal ini pengujian dari Tuhan– waktu kita dalam saat-saat kesengsaraan, waktu kita menderita, itu saja sudah cukup untuk menyatakan pekerjaan kita ini dibangun dengan emas, perak, batu permata, atau kayu, rumput kering, jerami. Kita tidak bicara soal kesabaran kalau semua orang lagi senang dengan diri kita, karena belum teruji; kita bicara kesabaran adalah waktu orang menolak, waktu orang memfitnah, waktu orang mencaci-maki. Waktu api ini datang, di situ Saudara akan nyata bangunannya bangunan apa. Kalau Saudara terbakar, berarti selama ini Saudara membangun dengan kayu, rumput kering, jerami. Tetapi kalau emas, perak, batu permata, memang tetap sakit, namun dalam keadaan seperti itu Saudara akan bertumbuh. Inilah yang Paulus katakan.
Orang-orang Korintus ini tidak bertumbuh; tidak tahu sudah berapa lama mereka ikut Tuhan tapi tidak bertumbuh kehidupannya. Jadi setiap kali musti dikasih susu karena memang bayi. Tidak bisa dikasih makanan keras, itu terlalu keras untuk mereka. Dan dalam hal ini, Paulus sendiri juga bertumbuh. Saudara bisa bayangkan bagaimana orang seperti Paulus musti memberi susu terus. Dia mestinya mengharapkan jemaat Korintus bertumbuh dan bersama-sama melayani. Dia pernah mengatakan “kami miskin supaya kamu kaya; kami menjadi hamba supaya kamu bisa memerintah seperti raja … alangkah indahnya kalau kamu betul-betul raja, supaya kami juga bisa ikut memerintah bersama-sama dengan kamu” –ini kalimat sindiran. Maksudnya Paulus mau mengatakan ‘kamu ini sudah tua, harusnya ikut melayani bersama dengan saya, bukan terus menikmati keadaan dilayani, keadaan di atas itu’. Inilah jemaat Korintus, tidak bertumbuh, tidak ada pertumbuhan yang sehat.
Pertumbuhan adalah juga melalui kepekaan kita, waktu Tuhan mengijinkan api dalam kehidupan yang di sini dan sekarang, terjadi di dalam kehidupan kita. Ini adalah suatu foreknowledge yang diberikan Tuhan kepada kita, supaya kita tahu kelak akan seperti apa. Kalau api-api kecil yang di sini saja sudah meludeskan bangunan kita, bagaimana dengan nanti kelak? Jangan pikir kalau yang nanti tiba-tiba akan berubah atau akan dipelihara, karena cicipan-cicipan/ foretaste yang di sini –baik secara negatif atau positif—itu menentukan kita berikutnya akan bagaimana. Orang gagal itu tidak tiba-tiba langsung gagal. Orang gagal itu ada jalan ceritanya mengapa akhirnya dia gagal. Kalau Saudara membaca dalam Alkitab, Esau itu tidak tiba-tiba tidak peduli dengan hal-hal rohani; dia memang dari muda tidak pernah peduli. Dia dengan gampang menjual hak kesulungan, menukarnya dengan sup kacang merah itu. Dan saya percaya, sebelumnya dia sudah tidak peduli juga. Maka ketika akhirnya dia kehilangan hak kesulungan dan menangis karena Yakub yang diberkati Ishak, itu bukanlah yang pertama kali, sebelumnya juga sudah begitu. Itu hanya mengkonfirmasikan, bahwa dia punya karakter memang seperti itu, tidak pernah tertarik dengan hal-hal spiritual dalam kehidupannya. Sama seperti cerita keberhasilan orang di dalam Tuhan ada jalan ceritanya, demikian juga cerita kegagalan ada prosesnya. Tidak tiba-tiba seseorang itu gagal lalu tidak bisa dipakai Tuhan lagi, seperti sial banget kayak begini. Tetapi dalam kehidupan, waktu Tuhan mengijinkan ada api terjadi, Saudara bisa lihat, apakah bisa tahan atau tidak dengan bagian ini; kalau tidak bisa tahan, jangan berharap nantinya akan tahan, pasti akan ludes juga, karena yang kelak itu mulainya ada di sini.
Saya makin lama makin takut waktu baca kalimat yang dikatakan Alkitab: “pintunya sesak, orang masuk berdesak-desakan, sedikit yang mendapatinya”. Kata ‘sedikit’ itu betul-betul sedikit. Waktu Alkitab bilang “banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih”, itu betul-betul sedikit, bahkan sedikit sekali. Sedikit sekali orang yang tertarik berjalan mengikuti Kristus. Betul-betul sedikit. Orang yang percaya Yesus Juruselamat, masuk surga, dsb., mungkin banyak; tapi orang yang mau berjalan di dalam Kristus, betul-betul sedikit. Sedikit bukan karena orang-orang tersebut perkecualian, eksklusif, dsb., tapi sedikit karena memang inilah orang-orang yang mendapat anugerah. Saudara dan saya sebetulnya diundang untuk menerima anugerah yang seperti ini, waktu kita membangun bukan dengan kayu, rumput kering, jerami, tetapi dengan emas, perak, batu permata, yaitu pengajaran, kehidupan/ life style, yang kompatibel dengan Pribadi Kristus.
Ayat 15, Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api. Bagian ini tidak bicara soal purgatory. Dalam perspektif Reformed, ini cuma menyatakan bahwa akhirnya orang tersebut diselamatkan; kalau bicara tentang keselamatan jiwa, dia akan diselamatkan tetapi bangunannya semua hancur karena dia tidak membangun bersama dengan Kristus. Pondasinya Kristus, tapi yang kemudian dibangun bukanlah yang layak sesuai dengan pondasi tersebut –yaitu Kristus–, melainkan yang tidak ada hubungannya.
Selanjutnya ayat 16-17 –dalam hal ini Paulus melanjutkan dengan aplikasi– Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu. Di sini Paulus mengatakan “kamu adalah bait Allah”; di dalam bagian yang lain Paulus bilang bahwa tubuh kita ini adalah bait Allah, di dalam pengertian individual/ personal. Kita juga bisa mengatakan gereja ini bait Allah; namun dalam pengertian rohani, manusia adalah bait Allah, the body of Christ adalah bait Allah. Dan kalau ada orang menghancurkan bait Allah, maka Tuhan akan menghancurkan dia. Ini serius. Kalau ada orang yang menghalang-halangi persekutuan dengan tubuh Kristus, Tuhan akan menghancurkan orang itu.
Ini bukan cuma bicara tentang individual bahwa kita musti menjaga tubuh –meski boleh juga mengaplikasikan ke situ. Biasanya orang Injili memakai istilah tersebut untuk menentang rokok –dan sebenarnya bukan cuma rokok, ada banyak sekali makanan yang tidak sehat—lalu dikaitkan bahwa tubuh kita ini bait Allah maka musti jaga kesehatan, dsb. –bisanya tafsirannya ke situ. Tetapi dalam kaitan secara plural, kita bisa melihat perkataan ini maksudnya ‘kamu semua adalah bait Allah’, bahwa kita ini bangunan yang sedang dibangun oleh Allah, yaitu bait Allah, yang bukan cuma secara individual tapi juga dalam pengertian komunal. Yang membangun di dalam Kristus akan terus memperjuangkan supaya orang hari demi hari makin menikmati union with Christ ini, yang bukan individual/ pribadi tapi juga dalam pengertian komunal. Kalau ada orang yang menghancurkan bait Allah, Allah akan membinasakan dia. Sebaliknya, yang kita mau belajar pastinya adalah bagaimana kita memajukan persekutuan di dalam Kritus, kehidupan yang menikmati persekutuan, pertama dengan Kristus, sang Kepala, tapi juga persekutuan bersama anggota tubuh Kristus. Inilah yang Paulus mau.
“Bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu”; gambaran ini kalau kita tarik secara pengertian logika, berarti ‘kamu kudus karena kamu bait Allah’. Lalu waktu kita melihat jemaat Korintus, mereka ini sebetulnya tidak kudus, tetapi Paulus melihat secara eskatologis, melihat secara status ‘justification through faith alone’ bahwa kamu adalah kudus. Secara kondisi kita semua masih berjuang ke sana, belum sempurna; tapi kita dipanggil untuk menghidupi status yang sudah benar itu, untuk kudus, dan Tuhan mau memastikan supaya pengudusan itu terjadi di dalam kehidupan kita. Kudus dalam pengertian status, sudah dibereskan oleh Kristus; tapi secara kondisi belum, kita masih struggling, kita masih banyak ketidaksempurnaan baik secara individual maupun secara komunal. Namun Tuhan terus bergerak menguduskan kita, supaya kita betul-betul bisa menikmati apa artinya ‘Allah hadir di tengah-tengah kita’. Dan ini sudah pasti bukan cuma di dalam ibadah. Di dalam ibadah kita pasti merindukan hal itu. Tetapi, di dalam kehidupan sehari-hari kalau kita ini bait Allah lalu Allah hadir di tengah-tengah kita, itu artinya apa? Yaitu persekutuan dengan Kristus –Kristus adalah Kepala—tapi juga dengan anggota tubuh Kristus, karena istilah ‘bait Allah’ berarti bicara tentang kehadiran Allah. Kehadiran Allah pada saat kita bersama-sama berbakti seperti di hari Minggu, tapi juga kehadiran Allah di tengah-tengah kita, di dalam keseharian kita. Bukan cuma secara individual, tapi secara komunal juga.
Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: "Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya. " Dan di tempat lain: "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka” (ayat 18-20). Ini yang disebut “Theologia Crucis” (theology of the Cross/ teologi salib) versi Paulus, yaitu di dalam pengertian the hiddenness of the true wisdom of God yang tidak dikenal oleh dunia.
Dunia ini punya hikmatnya sendiri. Dunia ini punya knowledge-nya sendiri, punya kebanggannya sendiri, punya konsepnya sendiri, yang tidak cocok dengan hikmat Allah, dengan kekayaan Allah, dengan kekuatan Allah; semuanya tidak kompatibel. Saudara dan saya tidak kebal dengan gambaran yang showing off bahwa kita adalah orang-orang yang lebih berhikmat, lebih berpengetahuan, lebih punya teologi yang solid, dsb., lalu akhirnya cuma showing off hikmat dunia dengan pakai konten-konten Kristen, padahal yang mau dikatakan sebetulnya tetap hikmat dunia. Kalau menurut Paulus, itu tidak akan membawa orang kepada Allah. Membawa orang kepada kekaguman akan kepintarannya, mungkin saja. Membawa orang untuk iri hati, juga mungkin. Membawa orang untuk jengkel dan sakit hati karena rasa di-bully, juga mungkin. Tapi tidak membawa kepada Kristus, karena hikmat seperti itu tidak akan konstruktif, malah membawa ke tempat yang lain. Inilah salah satu contohnya bangunan yang dari kayu, rumput kering, jerami, yaitu membangun di dalam hikmat manusia bukan di dalam hikmat Ilahi.
Waktu Paulus bicara kepada orang-orang ini, Saudara tidak akan mendapat kesan bahwa dia sedang menyaingi hikmatnya mereka. Mana ada dia bilang: ‘coba kasih tahu, yang kamu belajar dari Apolos apa, ayo kita debat, nanti saya hajar kamu pakai serangan argumentasi teologis’. Paulus tidak tertarik dengan bagian itu, karena Paulus mau membangun dengan emas, perak, batu permata, bukan dengan rumput kering, jerami, kayu. Hidup Paulus bisa kasihan sekali kalau mengikuti orang-orang Korintus yang tidak dewasa ini, yang tidak membawa mereka kepada Kristus, namun justru ketarik dan putar-putar dalam argumentasi teologis yang tidak jelas, yang mungkin juga bukan Apolos yang bertanggung jawab akan hal ini melainkan resepsi yang keliru dari mereka sendiri.
Paulus mengatakan, hikmat dunia ini kebodohan bagi Allah. Kalau kita mengikuti hikmat dunia ini, maka kita bodoh. Paulus pernah ada bagian yang seperti itu, tetapi dia sadar bahwa dia melakukan itu di dalam kebodohan, karena mereka memaksa. Dia pernah bilang: “kamu megahkan apa, sih? saya juga orang Farisi, tidak bercacat, tidak bercela, saya orang Ibrani”, tapi kemudian dia mengakhiri “ini saya mengatakan di dalam kebodohan”. Dia sadar, mengatakan yang kayak begini, sia-sia sebetulnya, tidak ada poinnya, tidak ada gunanya, tapi karena kamu memaksa, ya, layani sebentar saja. Tetapi Paulus amat sangat tahu bahwa melakukan seperti ini adalah bodoh. Maksud Paulus, ‘untuk menunjukkan bahwa yang kamu lakukan itu bodoh, saya juga bisa kalau mengikuti kebodohanmu, saya ikut bodoh seperti kamu, saya sebetulnya tidak kalah malah saya lebih banyak daripada mereka, tapi setelah ini lalu apa??’ Paulus mengatakan: “Apa yang dulu aku anggap untung, sekarang itu sampah kalau dibandingkan dengan Kristus”. Kalau kehidupan Saudara tidak bertumbuh dalam karakter yang makin lama makin menyerupai Kristus, berarti Saudara membangun dengan sampah. Saya tidak peduli dengan pengetahuan teologimu atau apa pun, itu tidak ada poinnya, tidak ada sesuatu yang akan menolong kita, itu cuma jadi jerami.
Bicara tentang jerami, saya teringat Thomas Aquinas dalam akhir kehidupannya mengalami semacam mystical ecstasy. (Kalau Saudara membaca tulisan orang-orang seperti Bernard de Clairvoux, dsb., mereka bicara tentang mystical ecstasy, suatu persekutuan dengan Tuhan yang sangat manis, yang betul-betul dirasakan). Tulisan Thomas Aquinas luar biasa kompleks dan sangat tinggi klaritasnya, sangat jelas, dengan penggunaan filsafat Aristotelian, dalam spirit skolastik, dst. Tapi dalam akhir kehidupannya dia mengalami seperti mystical ecstasy, suatu perjumpaan dengan Tuhan, lalu dia mengatakan, “Kalau saya melihat tulisan saya yang dulu, itu seperti jerami” –saya dulu itu nulis apa sih sebetulnya, kalau dibandingkan satu perjumpaan dengan Kristus yang seperti ini. Tulisan dia, “Summa Theologiae”, itu tebal luar biasa, kira-kira 5 kalinya tulisan Calvin “Intitutes” –yang juga sudah tebal– tapi dia bilang seperti jerami. Saya percaya tulisannya tetap bukan jerami, karena waktu kita membacanya, kita mendapat banyak pengertian dari tulisan tersebut. Tetapi ada perspektif yang berbeda waktu dia melihatnya, bahwa kehidupan Kristen bukan cuma ketepatan teologis, tapi lebih daripada itu, yaitu keserupaan dengan Kristus, yang dalam kehidupan Paulus betul-betul nyata –kesabarannya, cinta kasihnya, keterbukaannya bahwa dia juga orang yang lemah, dia tidak jaim, dia bukan seperti orang yang tidak bisa terluka, dia orang yang juga bisa kecewa, dia meratap, dst. Inilah karakter Kristus. "Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya. " Dan di tempat lain: "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka.
Ayat 21-22, Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya kamu punya. Jadi di sini mereka berpikir secara keliru, waktu mereka melihat ada kelompok Paulus, kelompok Apolos, kelompok Kefas, lalu mereka seakan siap mempermuliakan tokoh masing-masing, baik Paulus, Apolos, ataupun Kefas. Mereka seakan diperhamba oleh tokoh-tokoh besar ini. Mereka adalah orang-orang yang loyal, yang bisa taruh kepalanya bagi Paulus, Apolos, ataupun Kefas. Tapi Paulus mengatakan ‘bukan begitu gambarannya; justru kami ini yang adalah milikmu, bukan kamu yang milik kami’.
Kalau kita bertumbuh, kalau kita menjadi dewasa, kita akan bergerak dari kehidupan yang mau memiliki orang lain, menjadi kehidupan yang mau dimiliki oleh orang lain. Dari kehidupan yang mau mengontrol orang lain, menjadi kehidupan yang bisa submit/ bisa dikontrol oleh orang lain –itu artinya ‘kita dimiliki’. Tetapi dunia terbalik. Dunia mengatakan, kalau belum berhasil itu namanya ‘pegawai’; kalau kamu makin hebat itu namanya ‘enterpreneur’, artinya kamu yang jadi bos, kamu yang memiliki. Alkitab sebaliknya, Paulus mengatakan, ‘Kita ini bukan memiliki kamu, kita bukan mau atur-atur kamu sehingga kamu musti dengar apapun yang kita katakan, itu terbalik; kalau kamu bertumbuh, kamu memberi dirimu untuk dimiliki oleh orang lain’. Yesus bilang kepada Petrus: “Waktu kamu muda, kamu jalan ke mana kamu mau pergi; waktu kamu tua, kamu akan menyerahkan dirimu diikat orang yang membawa kamu ke tempat yang kamu tidak kehendaki.” Itulah pertumbuhan dalam kehidupan Petrus, yang dinubuatkan oleh Kristus. Yesus tidak bilang ‘sorry to say, hidupmu nanti tidak enak akhirnya, sebetulnya tidak begini maunya, sebetulnya Saya mau kasih kebebasan kepadamu tapi apa daya kamu terpaksa musti begitu’. Yesus tidak bilang seperti itu; yang dinubuatkan dalam kehidupan Petrus itu sebenarnya kemajuan.
Waktu kamu muda, kamu berjalan ke mana kamu mau, kamu berpikir ke mana kamu mau, semuanya terserah kamu sendiri, kamu independen; waktu kamu bertumbuh, kamu akan dikontrol oleh orang lain, kamu berjalan di tempat yang kamu tidak kehendaki untuk berjalan di sana. Itulah pertumbuhan rohani. Lihatlah kehidupan Kristus yang naik ke atas kayu salib; itulah emas, perak, batu permata. Mari kita membangun dalam jalan yang seperti ini, bukan jalan yang lain, karena kita percaya Dia satu-satunya jalan. Tidak ada jalan yang lain. Jalan yang lain bukanlah Kristus.
Terakhir, Paulus juga mengingatkan ‘sekalipun kami adalah milikmu, kamu jangan lupa, kamu adalah milik Kristus; dan Kristus sendiri memberikan diri-Nya dimiliki oleh Bapa’ (ayat 23). Inilah yang paling matang; Paulus menempatkan dirinya paling bawah. Kristus sudah pernah di tempat ini, tapi Kristus sudah dipermuliakan, naik ke surga. Tetapi dalam struktur ini, Saudara lihat Paulus itu paling bawah, kemudian di atasnya adalah jemaat Korintus, setelah itu adalah Kristus, dan setelah itu Bapa. Kalau kehidupan kita bertumbuh, kalau kita makin lama makin menjadi seperti Kristus, kita akan makin ke bawah karena Kristus ke bawah, karena Kristus inkarnasi. Kalau kita bertumbuh semakin menyerupai Kristus, kita memberi diri kita untuk dimiliki orang lain, kita menyangkal diri untuk memberikan orang lain kepemilikan atas kita. Mungkin Saudara bilang, ‘kalau kayak begini, saya jadi hidup di bawah perbudakan Mesir dong’. Bukan. Paulus tidak merasa diri seperti itu. Paulus tidak ada pikiran ‘kamu jangan jadi bos ya, kamu jangan perlakukan saya seperti pegawai ya’. Yang seperti itu tidak ada. Yang ada justru mereka berpikirnya terbalik dan Paulus mengkritik mereka. Paulus mengingatkan mereka, meskipun mereka memiliki Paulus, tetapi kehidupan mereka sendiri dimiliki oleh Kristus. Jadi, jemaat Korintus harus bersedia dikontrol, diatur, dimiliki oleh Kristus. Ini satu guidance yang aman; tidak mungkin mereka bisa bossy terhadap Paulus, Apolos, Kefas kalau kehidupan mereka betul-betul dimiliki Kristus.
Kehidupan yang dimiliki Kristus, musti taat kepada Kristus. Namun Paulus sendiri, di dalam tempatnya yang paling bawah, dia berusaha untuk –saya pakai istilah yang agak keliru ini—“submit”; bukan memimpin tapi malah submit karena memberi diri untuk dimiliki, seperti jemaat Korintus submit kepada Kristus, memberi diri dimiliki oleh Kristus. Maka pelayan-pelayan Tuhan mustinya “submit” kepada jemaat. Kalau Saudara bertumbuh dalam kehidupan ini, Saudara bisa belajar submit satu dengan yang lain. Surat Efesus waktu bicara tentang hubungan suami dan istri, sebelum dikatakan bahwa suami musti mengasihi istrinya dan istri musti tunduk atau takluk kepada suaminya, Paulus mengatakan di ayat sebelumnya (Ef. 5:21): “Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” (dalam bahasa Inggris: submit one to another) –kamu menundukkan diri satu dengan yang lain di dalam takut akan Kristus. Lalu setelah bagian ini, baru bicara tentang ordo: “istri submit-lah kepada suamimu seperti kepada Tuhan; suami kasihilah istrimu” (ayat 25). Jadi ada ordo; tapi sebelumnya bicara tentang saling submit.
Kalau Gereja kita diberkati Tuhan, kalau komunitas kita diberkati Tuhan, kita akan menjadi komunitas yang saling submit, komunitas yang saling merendahkan diri satu dengan yang lain, seperti Kristus submit kepada Bapa. Kiranya Tuhan memberkati kita semua.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading