Cerita kebangkitan adalah satu cerita yang segera menyusul setelah kematian, tetapi waktu kita membaca kitab injil, kita mendapati tidak ada satupun orang-orang atau jemaat mula-mula, termasuk juga murid-murid pertama, yang mempersiapkan diri atau yang mereka mempunyai satu pengharapan bahwa itu terjadi di dalam kehidupan mereka, ini adalah sesuatu yang di luar pemikiran mereka, pengharapan dan pembacaan realita. Beberapa minggu yang lalu kita sudah membaca bahwa di tengah-tengah keadaan yang nyaris seperti tidak ada pengharapan lagi, maksudnya saat Yesus mati di atas kayu salib, semua pengharapan mereka menjadi sirna, seperti tidak ada sesuatu lagi yang baik yang mereka bisa harapkan. Kita membaca bagaimana Lukas mencatat dengan hati-hati bahwa tetap observing hari Sabat, mereka tetap datang beribadah. Segala sesuatu di dalam kehidupan kita, sekali lagi bisa berubah, semuanya tidak stabil, segala sesuatu yang kita rencanakan tidak sesuai dengan apa yang akan terjadi di dalam kehidupan kita. Dari tengah gambaran seperti ini hari Sabat menjadi betul satu perhentian, satu peristirahatan bagi kita, karena di dalam hari Sabat itu tidak berubah, sekali lagi Tuhan mengundang kita untuk beribadah kepada Dia, kita boleh berdoa, boleh memuji Dia dan kita boleh berjumpa dengan saudara-saudara yang lain yang juga beribadah kepada Tuhan. Ini memberikan satu jangkar di dalam kehidupan, yang menjadi antisipasi dari pada perjumpaan kita dengan Tuhan sendiri suatu saat kelak waktu kita dipanggil pulang kembali kepada Dia. Hari Sabat sebagai satu cicipan dari kekekalan, dimana kita mengalami peristirahatan. Peristirahatan yang dimaksud di sini tentu saja bukan hanya peristirahatan di dalam pengertian fisik, tetapi juga peristirahatan jiwa, kelelahan jiwa kita, kelelahan fisik itu satu hal, tetapi Tuhan memberikan bukan hanya peristirahatan dari pada kelelahan fisik, tetapi juga kelelahan jiwa, dua hal ini baik fisik maupun jiwa, kita beristirahat di dalam Tuhan.
Waktu kita membaca di dalam perikop ini, ini termasuk di dalam bagian cerita tradisi yaitu kubur kosong, tradisi empty tomb, yang pasti berita tentang kubur kosong saja tidak menjamin adanya fakta kebangkitan. Paling sedikit ada tiga yaitu di dalam catatan alkitab tentang berita kebangkitan, yang pertama tentang tradisi kubur kosong, lalu kedua tentang kesaksian dari para murid, yang disertai juga dengan pengalaman appearances atau penampakan-penampakan yang mereka alami dan bukan hanya satu dua orang, tapi beberapa, dan ketiga seperti yang kita baca dalam bagian ini adalah tentang bagaimana mereka mengingat perkataan-perkataan Yesus, pre easter Jesus, sebelum Dia mati. Waktu kita membaca pasal 24 ini, mereka sekali lagi waktu pagi-pagi benar, Sabat sudah lewat, mereka tetap menjalankan kegiatan itu seperti biasa, mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah mereka sediakan. Sebelum Sabat, mereka bekerja, mencoba untuk menyelesaikan tanggungjawab mereka, waktu Sabat tiba, mereka berhenti, beristirahat menurut hukum Taurat dan setelah hari Sabat mereka kembali bekerja membawa rempah-rempah yang telah disediakan. Kita melihat di dalam kehidupan mereka, rutinitas itu tidak terganggu, despite kesedihan mereka, despite kegalauan hati mereka, tetapi ada kekuatan hari Sabat yang membawa mereka untuk bisa menjalani rutinitas itu di dalam kekuatan dan anugerah Tuhan.
Banyak orang di dalam saat-saat seperti ini menjadi enggan untuk melakukan segala sesuatu, toh Yesus sudah tidak ada, semua yang kita rencanakan sudah buyar, lalu bagaimana? Ya sudah kita tidur-tiduran saja, kita tidak usah melakukan apa-apa lagi, tinggal menunggu kapan kita akan bertemu lagi dengan Tuhan, jadi tidak usah bekerja, dsb., karena semua pengharapan sudah sirna. Tapi kita melihat itu bukan kehidupan para murid, meskipun mereka cukup punya alasan untuk itu, di dalam bagian-bagian yang lain memang kita membaca, murid-murid yang kembali kepada kehidupan mereka sebagai nelayan. Tetapi di sini kita konsentrasi pada catatan yang ada pada Lukas, mereka di sini dikatakan membawa rempah-rempah seperti yang biasa dilakukan untuk diberikan kepada orang yang baru saja meninggal. Tapi dalam ayat 2 segera kita membaca bahwa batu sudah terguling dari kubur itu, sesuatu yang jelas mereka tidak bisa bayangkan, sesuatu yang di luar pemikiran mereka, sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka rencanakan dan bayangkan. Ada sesuatu yang membuat mereka sebetulnya tidak bisa membaca realita yang baru ini yaitu kata sederhana dalam ayat 3, “mereka tidak menemukan mayat Tuhan Yesus”, mayat itu bukan Tuhan Yesus, karena Tuhan Yesus kan sudah bangkit? Ada orang yang mencoba untuk menghitung nilai manusia itu berdasarkan komposisi tubuhnya, berdasarkan dagingnya dsb., lalu setelah itu kalau dijual berapa harganya? Satu manusia itu harganya murah sekali, mungkin lebih mahal babi atau kambing, daging manusia siapa yang cari, apalagi kalau sudah jadi abu, lebih tidak ada lagi harganya. Manusia itu jelas bukan hanya tubuhnya, meskipun manusia itu eksistensinya termasuk tubuhnya juga, tetapi jelas manusia tidak bisa direduksi hanya berdasarkan keadaan tubuhnya.
Sama juga seperti di dalam cerita ini, kalau Yesus hanya direduksi keadaan tubuhNya saja dan mereka mau insist mencari Yesus yang adalah tubuhNya di dalam hal ini sudah menjadi mayat, mereka tidak akan menemukan gambaran Yesus seperti itu. Yesus yang kita percaya di dalam alkitab itu memang adalah betul-betul Yesus yang mati, dengan tubuhNya juga yang mengalami kematian di atas kayu salib, tapi setelah itu Yesus yang bangkit dengan tubuh yang baru juga. Tetapi di sini yang mereka lihat adalah keadaan tubuh yang masih mati, masih rusak dsb., mereka berkonsentrasi di dalam bagian ini, mencari mayat Tuhan Yesus. Sekali lagi, Yesus itu bukan mayat, mayat ya hanya mayat, mayat yang lain juga banyak, tetapi kekristenan tidak membicarakan mayat, kekristenan tidak membicarakan tubuh yang sudah rusak setelah kematian itu, tidak, tapi membicarakan kebangkitan, membicarakan pengharapan yang terjadi setelah peristiwa kebangkitan ini. Maka waktu kita membaca, kita melihat ada dua malaikat berdiri yang dipakai Tuhan untuk menjadi saksi, mengingatkan mereka di dalam peristiwa kebangkitan, ini menarik waktu melihat penulisan di dalam injil, waktu Yesus lahir, disertai dengan adanya malaikat yang memberitahukan pengumuman itu kepada para gembala, lalu di dalam peristiwa kebangkitan kita juga membaca tentang malaikat yang menyaksikan tentang kebangkitan Kristus, tetapi kita tidak membaca malaikat waktu Yesus berada di atas kayu salib, kita membaca malaikat, waktu bergumul di Getsemani. Tapi dalam bagian ini Yesus sudah bangkit, malaikat menyaksikan atau tidak menyaksikan, Yesus sudah bangkit, tidak ada jasa atau kelebihan yang dilakukan oleh para malaikat ini, sehingga misalnya kalau mereka tidak bersaksi, maka kebangkitan Yesus tidak bisa disaksikan, tidak. Tapi ini merupakan satu pembukaan pertama yang menyatakan kepada para perempuan ini untuk melihat fakta yang baru bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian.
Kalimat yang kita baca sederhana yaitu mengatakan, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup diantara orang mati?”, ini kalimat paradigmatis, almost seperti kalimat programatis yang juga bisa menjadi satu perenungan di dalam kehidupan kita. “Mengapa mencari Tuhan diantara orang mati?”, Yesus sudah bangkit, tapi yang ada di dalam pikiran mereka adalah bagaimana untuk mencari mayat Yesus diantara orang mati. Di dalam kehidupan kita, seringkali kita juga berpikir seperti ini dalam hal mencari Tuhan di tengah-tengah keadaan yang tidak ada pengharapan, mencari Tuhan di tengah-tengah keadaan kita yang seperti tidak ada lagi masa depan, lalu kita mencari Tuhan di sana, Tuhan tidak ada di situ. Waktu kita percaya kepada kebangkitan, ini bukan pelarian iman dari realita yang tidak ada pengharapan, tidak, karena kekristenan bukan mengajarkan kita utuk melarikan diri, tapi yang lebih betul adalah pembacaan kita terhadap realita hidup, itu sangat dikuasai oleh dunia yang kelihatan. Dunia yang kelihatan di sini yaitu Yesus mati harusnya ada mayat, begitu kan ya? Lalu kalaupun dilihat di situ mayat tidak ada, itu juga termasuk dunia yang kelihatan, kubur kosong, Tuhan kasihan kepada kita, karena kita bagaimanapun juga masih terlibat di dalam dunia yang kelihatan, begitu kan? Maka memberikan kesaksian kubur kosong ini setidaknya secara kasat mata murid-murid tidak menyaksikan adanya mayat yang ada di sana, itu sesuatu yang sangat bisa diakses oleh indera kita waktu dilihat betul-betul mayatnya tidak ada, tetapi ini juga bukan merupakan satu pengharapan yang pasti di dalam arti bahwa berdasarkan kubur kosong, lalu setelah itu tarik kesimpulan bahwa Yesus sudah pasti hidup, tidak begitu.
Misalnya seperti syair lagu, the empty tomb is there to prove bahwa Yesus itu hidup, sebetulnya empty tomb not to prove bahwa Yesus hidup, karena kita tidak membangun iman kita berdasarkan apa yang dilihat mata saja, kalau melengkapi itu betul, tapi tidak cukup hanya dengan tradisi kubur kosong, lalu setelah itu kita membangun iman kita bahwa Yesus itu bangkit. Saya pikir perkataan tersebut juga didukung oleh ayat-ayat alkitab, terutama adanya keragu-raguan yang timbul dari pada murid, kubur kosong, tapi mereka tidak langsung percaya, tidak, masih ada pergumulan. Kita tidak bisa membangun iman kita hanya berdasarkan melihat apa yang kita lihat oleh indera, itu tidak bisa dan juga cerita kebangkitan bukan hanya ditulis berdasarkan tradisi kubur kosong satu-satunya, setelah itu semua orang harus percaya, tidak. Kubur kosong memang lumayan mencengangkan, tetapi bisa menuju kepada berbagai macam kesimpulan kan ya? Kubur kosong, jangan-jangan saya salah alamat, begitu kan ya? Jangan-jangan saya kekuburan orang lain atau di situ memang tidak ada kuburan? Kubur kosong karena mayat dicuri, tertulis dalam alkitab, jadi kubur kosong apakah membuktikan Yesus bangkit? Tidak, kubur kosong bisa mereka salah masuk, bisa saja mayatnya betul-betul dicuri, tetapi sebetulnya Yesus tidak bangkit, maka waktu kita menyajikan peristiwa kebangkitan, ini hati-hati sekali. Tidak hanya sekedar menyatakan tradisi kubur kosong, lalu setelah itu dengan sedikit agak sembrono, seperti syair lagu kubur kosong menyatakan Tuhanku hidup atau dalam bahasa Inggris itu membuktikan, kubur kosong membuktikan bahwa Tuhan itu hidup, itu sebetulnya iman yang gegabah sekali. Maka di dalam bagian ini, alkitab memberikan kepada kita gambaran bukan hanya kubur kosong, karena kalau ada kubur kosong untuk apa ada malaikat di sini? Malaikat ini menyatakan kalimat yang tidak kalah penting dibandingkan dengan kesaksian kubur kosong yang jelas-jelas mereka lihat, memang betu-betul kosong, tetapi mengatakan kalimat paradigmatis, “Mengapa kamu mencari Dia diantara orang mati?”, kamu tenggelam dalam pencarianmu di dalam dunia yang kelihatan, lalu kamu tetap berada di dalam kontinuitas kematian Kristus, tidak tahu bahwa sebetulnya Dia itu sudah bangkit, lalu terus menjalani kehidupan sehari-hari, memang betul sih di dalam rutinitas orang menyediakan kubur, menyediakan rempah-rempah dan juga datang pada hari Sabat, masuk dalam rutinitas itu. Tetapi pembacaan di dalam realita kehidupan masih di dalam realita Yesus yang belum bangkit, bukan Yesus yang sudah bangkit, mengapa mencari Dia diantara orang mati?
Diantara gambaran kehidupan yang sangat tidak ada pengharapan seperti itu, Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit, lalu kalimat yang sangat penting, “Ingatlah apa yang dikatakanNya kepadamu ketika Ia masih di Galilea”. Tadi yang pertama , kubur kosong, kedua appearance, malaikat, nah ini yang ketiga, yang tidak kalah penting yaitu “Ingatlah apa yang dikatakanNya kepadamu ketika Ia masih di Galilea”, apa maksudnya? Ingatan akan firman Tuhan yang pernah di dengar, ini membawa kontinuitas yang penting antara pre easter Jesus dan post easter Jesus, tradisi ini luar biasa penting untuk alkitab, demikian pentingnya, jauh lebih penting dari pada mereka melihat wajah Yesus sendiri, buktinya adalah dalam ayat berikutnya, ayat 13 dst., mereka bercakap-cakap dengan Yesus, tetapi sebetulnya mereka tidak mengenal Yesus. Di situ kita tidak percaya karena Yesus memakai kerudung, sampai mereka tidak mengenal Yesus, tidak ada cerita seperti itu dalam alkitab, yang ada adalah mereka betul-betul tidak bisa mengenal wajah Yesus, berarti cerita kebangkitan itu bukan pengenalan wajah, kontinuitas pre easter Jesus dan post easter Jesus itu bukan dikaitkan dengan penampakan dari wajah Yesus. Tetapi yang membuat mereka itu celik, yang membuat mereka itu berdebar-debar yaitu waktu Yesus menjelaskan firman Tuhan, menjelaskan dari kitab nabi-nabi dsb., itu yang membuat mereka akhirnya mengenal, ini kok seperti pernah dengar, apa ya? Hati mereka berdebar-debar dan waktu Yesus memecah-mecah roti, mengucap berkat dan membagikan kepada mereka, mereka celik pada saat itu, karena ini connect dengan karya yang dilakukan di dalam periode pre easter Jesus yaitu Dia memberi makan lima ribu orang, Dia mengatakan bahwa inilah tubuhKu, memecah-mecahkan roti sebelum Dia naik ke kayu salib, itu connect dengan tradisi ini.
Maka sekali lagi, kembali pada bagian ini, apa yang mereka akhirnya yakin bahwa Yesus betul-betul bangkit di dalam proses ini sebelum mereka dipakai oleh Tuhan untuk menjadi saksi? Yaitu bahwa mereka teringat akan perkataan Yesus, di dalam pergumulan, kesakitan, kebangkrutan dan kekecewaan kita, perkataan firman Tuhan yang pernah kita dengar, itu bisa menjadi terkubur, padahal kita pernah mendengar, lalu kita perlu mengingat atau diingatkan kembali oleh Tuhan. Tuhan membangun iman kita juga berdasarkan masa lampau kita, bukan hanya apa yang dijanjikan di future saja, banyak orang menjadi kecewa di sini, imannya kemungkinan menjadi lemah, karena dia terus berharap peristiwa baru apa yang akan terjadi di dalam kehidupan saya, kenapa kok saya begini terus? Mereka lupa bahwa mereka sudah pernah mendengar firman Tuhan dan cerita kebangkitan betapapun spektakuler, seperti boleh dikatakan hampir tidak perlu dukungan dari pada perkataan Yesus yang pernah dikatakan, maksudnya, kalau Yesus betul-betul bangkit, ya sudah kebangkitan itu sendiri sudah akan sangat mendobrak pemikiran mereka kan ya? Tetapi alkitab tidak membahas di dalam cara seperti itu, tidak, menurut alkitab ini penting sekali, remembrance, teringat akan perkataan Yesus yang pernah dikatakan, Tuhan tidak membuang masa lampau kita dan Tuhan juga bukan mulai bekerja sekarang, tetapi juga sebelumnya. Remembrance itu penting dalam kehidupan kita, remembrance itu bukan nostalgia kosong, lalu kita berkhayal waktu kita masih segar bugar, masih muda dsb., bukan remembrance itu, tapi remembrance akan firman yang pernah kita dengar, pernah diajarkan di dalam kehidupan kita pada masa yang lampau, diingatkan satu per satu di dalam peristiwa kebangkitan ini.
Tadi sudah saya katakan, kalau Tuhan memakai cara mau meyakinkan orang hanya dengan akses melihat penampakan kebangkitan Yesus secara indera atau fisik saja, maka cerita ini kurang efektif, begitu kan ya? Kenapa Yesus tidak bangkit sekalian saja di Yerusalem, di bait suci? Tiba-tiba Dia keluar, lalu Dia menunjukkan orang tentang tirai yang sudah robek dan berkata bahwa Dia yang melakukan, kemudian naik turun di atas bait suci, disertai para malaikat, maka itu akan menjadi kesaksian yang sangat powerful kan ya? Menjadi kesaksian yang akan betul-betul membungkam semua orang yang tidak percaya, sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk orang tidak percaya. Tetapi kalau kita perhatikan, cara seperti ini bukan tidak pernah dipakai, Lazarus dibangkitkan dihadapan mata orang-orang yang melihat dengan mata mereka, melihat Lazarus betul-betul bangkit dari kematian, tapi di situ yang terjadi bukan iman, yang terjadi adalah kebencian, yang terjadi adalah kejengkelan, yang terjadi adalah penolakan, sudah jelas-jelas Lazarus bangkit. Mereka bukan mempersoalkan, ini bohong, sepertinya dia bukan betul-betul bangkit, sepertinya di sini Dia bermain sandiwara, Dia adalah pesulap yang mahir, tidak, tidak ada pembicaraan itu dalam alkitab, tidak ada. Jadi mereka ini tahu bahwa Lazarus betul-betul bangkit, tapi yang terjadi adalah mereka tidak menjadi percaya, bukannya beriman, tetapi mulai saat itu mereka bersekongkol untuk membunuh Yesus.
Berita kebangkitan Yesus itu begitu sederhana, seperti kelahiranNya juga sederhana, kematian yang hina dan kebangkitan yang sederhana, meskipun spektakuler tetapi tetap sederhana, di dalam kesaksian yang sederhana juga, karena begitu sederhananya sampai disaksikan pertama oleh para perempuan. Kali ini Lukas menyebut namanya, Maria Magdala, Yohana, Maria ibu Yakobus, perempuan-perempuan, kelompok yang kurang penting di dalam tradisi Yahudi, siapa orang-orang ini? Kita pernah mengatakan, mereka adalah saksi kematian Kristus, saksi penguburanNya dan akhirnya juga saksi kebangkitanNya. Kita mengalami kuasa kebangkitan Kristus kalau kita sendiri juga bersekutu di dalam penderitaanNya, tidak ada kemungkinan yang lain, kita yang bersekutu hadir di dalam kematian Kristus secara mistikal, bukan historis, lalu kita juga yang berbagian di dalam peristiwa penguburanNya, kita juga yang akan berbagian di dalam cerita kebangkitan. Kenapa di dalam kehidupan kita, kita tidak mengalami kuasa kebangkitan Kristus? Karena kita kurang menyertai Yesus di dalam kematianNya, kalau kita tidak menyertai Yesus di dalam kematianNya, bagaimana kita bisa mengalami kebangkitan? Kita tidak mendampingi saat-saat seperti itu di dalam kehidupan kita, kita menolak waktu Tuhan membentuk kita, waktu kuasa kematian itu bekerja menghancurkan kuasa diri, menghancurkan ego kita, kita menolak pembentukan itu.
Lalu bagaimana kuasa kebangkitan Kristus bisa bekerja di dalam kehidupan kita? Ini pararel, jalan itu hanya ada satu dan jalannya itu sempit, bukan banyak jalan, bukan, jalannya hanya yang satu-satunya yaitu kehidupan Yesus Kristus, Yesus mengatakan, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, Yesus itu satu-satunya jalan, tidak ada yang lain. Apa maksudnya? Berarti di dalam kehidupan kita, kita harus berjalan seperti Yesus berjalan? Yesus sendiri adalah jalannya, kehidupan Yesus itu adalah satu-satunya jalan. Ini bukan di dalam pengakuan verbal biasa, saya pokoknya sudah percaya Yesus, saya sudah pernah katekisasi dsb., toh Yesus sudah di dalam hati saya, kadang-kadang statement seperti ini bisa sangat reduktif, pertanyannya adalah apakah kita berjalan di dalam Yesus atau tidak? Yesus berjalan melalui kematian yang sulit itu, kita berjalan melalui kematian yang sulit itu atau tidak? Atau kita berjalan di jalan yang lain? Saya mau menghindari kematian yang sulit, saya mau pakai kematian yang menyenangkan saya atau kalau bisa tidak usah mati sekalian, begitu kan ya? Yesus menjalani jalan ini, kita sendiri berjalan di dalam jalan ini atau tidak? Jemaat di Roma pada saat itu, waktu mereka mengatakan Yesus itu adalah Tuhan, mereka di dalam resiko dipenggal, mereka berjalan di dalam jalan yang dilalui Kristus, tetapi kita enak saja berkata bahwa Yesus itu adalah Tuhan, kita berkata seperti itu pasti diselamatkan, tidak ada taruhan kepala kok di sini, tetapi waktu orang-orang di sana bicara kalimat itu, mereka bisa dipenggal, karena ini satu statement kontras dengan kepercayaan mereka yang mengatakan, kaisar adalah tuhan, lalu orang Israel bilang Yesus adalah Tuhan, ah ini tidak bisa diterima.
Kembali lagi, perempuan-perempuan ini adalah mereka yang menjalani peristiwa kematian, penguburan dan sekarang mereka adalah kelompok pertama yang diberikan hak istimewa untuk menyaksikan peristiwa kebangkitan Kristus. Mereka menceritakan semuanya itu kepada sebelas murid dan kepada saudara yang lain, tetapi bagi mereka perkataan itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu. Tidak terlalu jelas, mereka tidak percaya karena apa? Mungkin saja karena perempuan dianggap tidak kredibel, kamu siapa? Karena dalam dunia sekarang juga masih terjadi seperti ini, orang akan mendengarkan siapa yang bicara, kalau yang bicara orang yang dia hormati, dia akan mendengarkan, kalau orang yang menurut dia tidak terlalu penting, yah tidak usah didengar. Dunia ini mungkin seperti itu dan itu bukan fenomena baru, ya mungkin saja murid-murid ini tidak percaya karena yang bicara adalah perempuan-perempuan, coba kalau yang bicara Petrus, Yohanes, mungkin mereka akan langsung mempertimbangkan, ini mungkin saja, tetapi alkitab tidak terlalu jelas di dalam bagian ini. Yang lebih jelas adalah bagaimanapun perempuan-perempuan ini menyaksikan peristiwa kebangkitan Kristus, regardless mereka percaya atau tidak percaya, ya itu bukan bagian mereka, karena yang membuat percaya itu bukan mereka yang bersaksi, tetapi Tuhan sendiri. Mereka sendiri menjalankan bagiannya dengan bersaksi, Tuhan memberikan kepada kita kepercayaan kebangkitan ini supaya kita bersaksi, bukan membawa orang untuk bagaimanapun supaya dia percaya, tidak, tetapi supaya kita bersaksi seperti perempuan-perempuan ini.
Di dalam bagian ini para rasul itu sulit percaya, ada gap, tetapi bagaimanapun waktu kita membaca di dalam bagian ini, Petrus bangun lalu cepat-cepat pergi ke kubur itu, ada certain ketertarikan, mungkin juga kebingungan atau mungkin juga bercampur dengan pengharapan, pertanyaan yang membawa dia untuk seperti mau percaya. Dan betul, waktu dia melihat ke dalam, dia hanya melihat kain kafan saja, tetapi bagaimanapun kita membaca dalam bagian akhir, dia pergi dan dia bertanya di dalam hatinya, apa kiranya yang telah terjadi? Tetap belum percaya, tapi pengharapan sudah ada di situ. Kebingungan-kebingungan ini, proses di dalam keyakinan untuk menjadi percaya bahwa Yesus betul-betul bangkit, itu bukan langsung, bukan seperti membalikkan tangan, tidak. Tetapi alkitab mencatat satu proses yang panjang, yang juga disertai dengan pertanyaan-pertanyaan, kebingungan-kebingungan, keragu-raguan, itu semua diakomodir di dalam peristiwa kebangkitan. Peristiwa kebangkitan ini adalah peristiwa besar dan mengejutkan, sebenarnya di dalam peristiwa yang mengejutkan seperti ini, kita mengharapkan iman mereka seharusnya langsung berbalik, setelah itu langsung menjadi percaya. Tetapi ternyata tidak, ini lambat sekali, masih ada di dalam kebingungan, keragu-raguan, ada secercah pengharapan, ada keinginan untuk percaya, tapi belum juga percaya, ini semua dikandung di dalam peristiwa kebangkitan.
Jadi ini mau menekankan bahwa tradisi kubur kosong saja tidak cukup untuk membangun kesaksian di dalam diri para murid, iman bahwa Yesus betul-betul bangkit, karena Petrus juga menyaksikan memang betul kubur sudah kosong dan hanya ada kain kafan. Saya tertarik waktu alkitab mencatat ada kain kafan, akan sedikit lain kalau kain kafannya juga tidak ada, kain kafan ada di sana, tapi Yesus-nya tidak ada, ada kontinuitas dengan peristiwa kematianNya kan ya? Kalau dicuri, kain kafannya akan hilang sekalian kan ya? Siapa yang mau copotin satu-satu kainnya, lalu yang diangkat hanya mayatnya saja, itu keterlaluan, namanya juga curi, angkat dulu semua, baru kemudian belakangan pikir yang mana mau dibuang, mana mau diambil, begitu kan ya? Tetapi alkitab mencatat di sini kain kafan itu tertinggal, sekali lagi, fakta yang tidak cukup untuk membangun iman bahwa Yesus bangkit, tetapi juga sebetulnya menunjuk pada peristiwa itu. Kalau di curi, sebetulnya tidak ada kain kafan, tetapi juga dengan adanya kain kafan, tidak membuktikan 100% bahwa Yesus betul-betul sudah bangkit, tidak. Petrus sendiri masih harus berjumpa dengan Kristus, Petrus sendiri masih harus mengalami penampakan itu secara komunal, Petrus sendiri juga harus mengingat kembali firman Tuhan yang sudah pernah dia dengar sebelum Yesus naik ke atas kayu salib, itu semua harus completing dia punya perjalanan beriman kepada Yesus yang sudah bangkit dan bukan hanya melihat kubur kosong. Di dalam kehidupan kita, kita banyak berharap untuk melihat secara indera apa yang Tuhan kerjakan di dalam kehidupan saya, kalau betul-betul berubah ya berubah, saya harus bisa melihat secara indera, harus bisa dialami, lalu kita berusaha untuk membangun iman kita di dalam cerita itu.
Kubur kosong tidak memberikan kepada kita ketuntasan perjalanan iman, tidak, harus ada perjumpaan pribadi, personal encounter dengan Yesus sendiri, semua murid mengalami, terakhir terhadap Tomas pun Yesus masih memberikan waktu dan saat yang khusus untuk berjumpa dengan Dia. Personal encounter itu tidak bisa menggantikan kesaksian-kesaksian orang lain yang pernah kita dengar dan terakhir bagaimana dalam saat seperti itu kita recall apa yang Yesus pernah katakan apa yang pernah kita dengar dari firman Tuhan. Kita tidak bisa di dalam kesulitan lalu mendadak lupa, seperti semua yang dulu saya percaya tidak ada artinya, tidak, tetapi Tuhan justru mempesiapkan kita dengan memberikan kepada kita firman Tuhan di dalam saat yang lampau, supaya di dalam saat waktu kita mengalami seperti tidak ada pengharapan, kita bisa mengingat janji Tuhan. Seringkali kita berpikir gerakannya itu dari promise ke fulfilment, dari janji lalu setelah itu penggenapan, di dalam bagian ini kita membaca bahwa gerakannya juga bisa terjadi sebaliknya dari fulfilment menuju kepada promise, maksudnya dengan tahu bahwa apa yang Tuhan janjikan itu sudah digenapi atau sedang digenapi, lalu kita bisa mengingat apa yang sebetulnya pernah Tuhan janjikan, hal ini membangun iman kita. Kiranya Tuhan memberkati, menguatkan dan menolong kita untuk bisa berbagian di dalam peristiwa kebangkitan. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading