Ada satu hal yang menarik mengenai Abraham yaitu bahwa dia adalah seseorang yang hidupnya itu mengarungi satu jurang antara janji dengan kenyataan. Kita itu seringkali juga hidup diantara janji Tuhan yang sepertinya glorious sekali, tapi juga menghadapi realita yang sepertinya sangat-sangat hancur. Kalau kita dalam situasi dimana Tuhan baru mulai berjanji, baru mulai memberikan gambaran masa depan seperti ini dsb., mudah untuk memuji Dia, mudah sekali menyembah Tuhan di dalam keadaan minggu palem ketika Dia masuk dengan segala kemulianNya dan orang-orang bersorak-sorak, Hosana, oh iya kalau di situ janji Tuhan kelihatan jelas sekali bahwa Dia akan jadi Mesias dst., sangat mudah memuji Tuhan dalam keadaan seperti itu. Tetapi sangat sulit menyembah Dia ketika bertabrakan dengan realita dunia yang sepertinya jauh sekali dengan janji yang tadinya ada itu, sangat mudah memuji Tuhan saat minggu palem, tapi sangat sulit memuji Tuhan dijalan menuju Emaus, setelah Tuhan mati. Banyak dari kita yang menghidupi hidup ini dengan demikian, itu sebabnya kita mau belajar dari Abraham, kita tahu dari alkitab bahwa kita akan dapat penyertaan Tuhan dsb., and yet realita hidup seringkali membuat kita meragukan dan mempertanyakan janji-janji seperti itu kan ya? Apa yang kita lakukan ketika anak kita sakit keras? Apa yang kita lakukan ketika kita dapat kecelakaan secara finansial? Apa yang akan kita katakan kepada Tuhan ketika kita gagal sekolah atau pernikahan kita hancur lebur? Krisis iman itu terjadi dalam hidup kita karena kita hidup dalam gap diantara janji dengan realita, kita mulai berpikir, masa sih jadi anak Tuhan hidupnya harus seperti ini? Masa sih jadi anak Tuhan dengan janji-janjiNya itu, sekarang realita hidup kita seperti ini? Nah kenapa kita mau melihat Abraham, karena Abraham adalah orang yang hidup di tengah-tengah keadaan seperti itu, Abraham mungkin orang yang paling jelas sekali pergumulannya dalam hal seperti ini, and yet dia berhasil menang, dia berhasil maju, dia berhasil mengalahkan semua itu. Hopefully dengan melihat Abraham kita belajar bagaimana kita harus menghadapi gap-gap dalam hidup kita, antara janji Tuhan dengan realita.
Kalau kita lihat ayat 1-8, basically Abraham sedang ketakutan, makanya Tuhan bilang jangan takut, kalau kita melihat konteksnya, dalam pasal sebelumnya dia baru mengalahkan beberapa raja, memang dia sudah menang, tetapi setelah itu apa yang akan terjadi? Dia sudah membuat musuh yang banyak dan sekarang dia sudah mulai ketakutan, lalu Tuhan datang kepada dia dan mengatakan, jangan takut Abraham, Akulah yang akan menjadi perisaimu. Kita harus sadar, kata “dalam satu penglihatan” di ayat 1 itu adalah kalimat yang lumayan unik, at least di dalam kitab Taurat, later kalau kita melihat dalam kitab-kitab berikutnya, kitab para nabi dsb., kalimat seperti ini lumayan sering muncul, maksudnya dapat satu firman yang benar-benar jelas sekali. Dan Abraham benar-benar dapat penglihatan, firmannya itu adalah “jangan takut”, tetapi setelah itu apa respon Abraham? Abraham justru tambah ragu, Abraham justru berkata, ya Tuhan Allah apa yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak? Kita bisa lihat, ada satu ironi yang jelas, yang mau diperlihatkan lewat penulis alkitab di sini, kemudian respon Tuhan apa? Tuhan membawa Abraham keluar dan lalu menghibur dia, membuat satu suasana yang comforting, menyuruh dia melihat ke langit, hitunglah bintang-bintang di langit, seperti itulah akan jadi keturunanmu, lalu alkitab mengatakan bahwa Abraham percaya, tetapi langsung setelah itu apa yang terjadi? Abraham datang kepada Tuhan dan berkata, bagaimana saya bisa tahu Tuhan? Apa point dari narasi yang singkat ini?
Yang namanya keraguan satu hal yang tidak terhindari, keragu-raguan sebagai umat Tuhan itu bukan sesuatu yang akan hilang sebelum kita percaya sama Tuhan, lalu seumur hidup kita akan dipimpin tanpa keraguam sama sekali, tidak. Ini Abraham yang bukan lagi bimbang mau ke kiri atau ke kanan, ini Abraham yang sudah menjalani apa yang Tuhan suruh untuk dia lakukan, Abraham yang sudah ke luar dari keluarganya, yang sudah menukar kenyamanan dengan tinggal di tenda-tenda, dst., ini Abraham yang sudah melakukan lompatan iman dan dia sudah mendapat satu firman yang begitu jelas yang datang dalam penglihatan dan apa yang terjadi? Dia dipenuhi keraguan, kalau Abraham saja seperti ini, apalagi kita? Keragu-raguan, even alkitab pun mengatakan itu akan muncul terus-menerus, semua orang akan kena. Tetapi coba kita lihat balance alkitab dalam menghadapi keraguan itu bagaimana? Sisi pertama kita bisa lihat adalah respon Tuhan terhadap pertanyaan dan keraguan Abraham, Tuhan tidak marah-marah, mirip sekali dengan kasusnya Tomas dengan Tuhan Yesus, ada penerimaan tapi ada konfrontasi, ada engagement, bukan hanya masalah toleransi atau cuek, tidak peduli. Waktu Tuhan Yesus bertemu dengan Tomas lalu Tomas itu ragu-ragu, dia mengatakan, kalau aku tidak mencucukkan jari dsb., kalau keraguan itu sesuatu yang berdosa, kenapa Tuhan kasih? Kenapa Tuhan mengatakan, ayo cucukkan saja jarimu? And yet begitu Tuhan kasih lihat, Tuhan langsung konfrontasi, “berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”, Yesus mau mengatakan, stop untuk tidak percaya, ada penerimaan tetapi ada konfrontasi, ada balance. Yang menarik dalam hal ini kita melihat bagaimana Tuhan meresponi keragu-raguan, perasaan ragu itu selalu dikonfrontasi sama Tuhan, tetapi orang yang ragu selalu diterima, penerimaan terhadap para doubters tapi konfrontasi terhadap doubt, itu very interesting, bagaimana Tuhan memperlihatkan hal ini.
Dalam konteks kita hari ini ada dua jenis orang dalam gereja, yang satu melihat keragu-raguan sebagai sesuatu yang jahat, sesuatu yang tidak boleh ada, kalau kita sebagai orang kristen yang ada di gereja reformed, itu berarti kita tidak boleh ada doubt, tidak boleh ragu sama sekali mengenai kredo, kredo yang sudah mutlak itu, tidak boleh mempertanyakan apa-apa, tidak boleh. Apakah semua keragu-raguan itu adalah ya sudah kamu jangan banyak tanya, yang penting kamu menurut saja, jangan tanya lagi, tidak boleh ragu-ragu, jangan pertanyakan ini dan itu, tidak perlu, begitu kan ya, tidak boleh kan ya, kenapa? Simple sekali karena Tuhan sendiri tidak begitu terhadap kita, kalau satu gereja hanya mempertahankan satu kredo standar seperti ini, lalu tidak boleh dipertanyakan sama sekali, akhirnya jadi munafik, damai yang semu dan ujungnya bukan hanya ada kedamaian yang semu di gereja itu, tetapi orang-orang di dalamnya yang ada keragu-raguan dalam hatinya, akhirnya mereka merasa diri berdosa, mereka berusaha menutup-nutupi dan tidak pernah dikonfrontasi, dipendam terus, akhirnya satu hari meledak. Coba bayangkan kalau Abraham nutup-nutupin, misalnya kalau dia takut ditegur sama Tuhan, bagian berikutnya ini tidak akan ada, disatu sisi kekristenan yang beres itu tidak menolak orang yang ragu, justru lewat keragu-raguan seringkali itu menjadi satu pintu masuk, dimana Allah itu justru merajut ulang keraguan menjadi satu keyakinan, itu satu sisi lalu sisi yang lain bagaimana? Sisi yang lain, ada tipe orang dalam gereja yang kerjanya hanya meragu-ragukan, yang merasa kalau jadi orang kristen yang hebat, yang keren, yang teologinya tinggi dan bagus adalah sanggup meragukan banyak hal, sanggup mempertanyakan banyak hal, pokoknya semua hal harus dipertanyakan, itu cara kita bertumbuh, begitu kan ya? Dalam society kita, kita tahu ada orang-orang seperti itu, yang pada hari ini kita sebut cynical, orang-orang yang sinis, orang-orang yang selalu mempertanyakan sesuatu. Di satu sisi kita tidak mau ekstrim yang di atas tadi, orang tidak boleh ragu, tidak bisa seperti itu juga, waktu kita datang dengan pengakuan yang jujur kepada Tuhan bahwa kita ragu, Tuhan menerima, tetapi di sisi yang lain alkitab juga bukan tempat dimana orang-orang boleh datang meragukan segala sesuatu, tidak begitu juga, Tuhan juga ada konfrontasinya. Tuhan tidak ambil posisi ini atau itu, Tuhan ambil posisi yang lain, posisi dimana keraguan itu dikonfrontir, tetapi orang yang ragu itu selalu diterima.
Kalau kita melihat keraguan dari pada Abraham, itu memiliki dua komponen yang lumayan besar, kita biasanya pikir kalau yang namanya keraguan, itu berarti ragu sama barangnya, sama orangnya, bukan yang sini tapi yang sana, begitu kan ya? Kalau kita lihat ayat 2 dan 3, pertanyaan keraguan pertama adalah ya Tuhan Allah, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku? Tuhan hanya janji saja, saya ragu? Tapi ada keraguan Abraham yang kedua dituls dalam ayat 8, ya Tuhan Allah, bagaimana aku bisa tahu? Bagaimana saya bisa yakin? Alkitab memberikan gambaran yang balance itu bukan hanya satu sisi, memang ada dalam hidup kita, biasanya kita juggling antara dua poin ini bersamaan atau bergantian, tapi setiap kita ada dua hal seperti ini kan ya? Di satu sisi memang kenapa pada hari ini kita sulit untuk komitmen kepada Tuhan, kenapa pada hari ini kita tidak terlalu ingin masuk ke dalam pelayanan yang berat, kenapa kita tidak terlalu yakin untuk memberikan perpuluhan dsb., karena kita tidak terlalu yakin sama Tuhan, kita tidak rela menyerahkan diri kita dalam membuat keputusan dsb., kepada Tuhan, even orang yang sudah percaya, yang sudah bergereja pun juga ada sisi seperti ini kan ya? Tapi di sini ada alasan yang lain yang alkitab berikan yang menghalangi kita untuk percaya yaitu bukan hanya bagaimana kita tidak percaya sama Dia, tetapi bagaimana saya tidak percaya sama diri kita sendiri. Bagaimana saya bisa melakukan semua ini? Apakah saya cukup baik untuk mengikut Tuhan? Apakah saya cukup ok menjalankan dan menjaga perintah serta ketetapan Tuhan? Jadi orang kristen, tunggu dulu, saya ragu Tuhan, karena selama ini saya tidak terbiasa hidup seperti itu, bagaimana saya bisa hidup seperti itu?
Lalu dalam ayat 9-10, bagaimana Tuhan deal dengan keragu-raguan yang seperti ini? Lalu Tuhan meminta Abraham membawa binatang ini dan binatang itu kepada Tuhan dan yang menarik adalah di ayat berikutnya Abraham langsung memotong binatang tersebut, padahal di ayat 9 Tuhan tidak suruh potong, hanya disuruh bawa saja, tapi dalam ayat 10 Abraham langsung memotong binatang itu jadi dua. Buat kita hari ini hal ini sangat-sangat aneh, tetapi untuk audience awalnya sama sekali tidak aneh, karena mereka semua sudah tahu, interesting, bagian-bagian alkitab yang tidak dijelaskan itu biasanya berarti adalah bagian yang buat pembaca pertamanya, itu sangat jelas, makanya tidak perlu dijelaskan lagi. Abraham tidak harus tanya, Tuhan, ini binatang mau buat apa? Dia langsung mengerjakan apa yang harus dia kerjakan, karena Abraham sudah tahu maksud Tuhan apa, Tuhan mau mengadakan perjanjian, Tuhan mau mengikat satu covenant. Covenant, perjanjian yang mengikat dengan menggunakan binatang, kenapa harus binatang, sumbernya ada tertulis di dalam kitab Yeremia 34:18, mereka memotong binatang jadi dua, letakan di kiri dan di kanan, lalu mereka berjalan di tengah-tengahnya dan dengan mereka berjalan ditengah-tengahnya, mereka sedang mengatakan, saya sedang mengidentikkan diri saya dengan binatang-binatang yang terbelah ini, mereka sedang menjalani konsekuensi yang akan dilakukan beneran jikalau mereka gagal untuk memenuhi kontrak tersebut. Seakan-anak mau mengatakan, dengan saya menjalani ini, jika saya gagal untuk memenuhi kata mulutku, biarlah aku dipotong-potong seperti binatang ini, biarlah tubuhku tersebar seperti binatang ini untuk menjadi makanan bagi burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi. Jadi cara orang dalam budaya oral dan written hari ini sangat lain, antara budaya lisan dan tulisan, tapi esensinya itu sama persis dengan apa yang kita lakukan, simply kita memberikan tanda pertanggung jawaban atas janji yang kita katakan, ini efektif loh. Actually dalam zaman dulu ini sangat efektif sampai ini jadi bentuk perjanjian yang standar manca negara, ini jadi bentuk perjanjian internasional, ketika raja-raja zaman Abraham itu sedang mengikat perjanjian satu sama lain, bentuk yang mereka pakai adalah ritual ini. Bentuk ini sangat tersebar luas, sampai istilah yang tadi kita baca, Allah itu mengadakan perjanjian dengan Abraham, sebenarnya bahasa Ibraninya lain, bahasa Ibraninya kata kerjanya bukan mengadakan, tetapi memotong sebuah covenant, bukan mengadakan perjanjian tapi memotong perjanjian. Karena memotong itu identik dengan ritualnya, esensi dari perjanjiannya, kutukan covenant sangat ditekankan, kutukan dalam arti jika aku tidak melakukan ini, aku akan terpotong seperti itu.
Maka Tuhan mengatakan kepada Abraham, Saya mau ikat janji dengamu seperti bentuk yang kamu tahu, yang menarik adalah meskipun Tuhan memakai bentuk yang pada waktu itu budaya orang memakai, meskipun Dia ready memakai budaya manusia, waktu Tuhan masuk ke dalam budaya manusia, Tuhan selalu melakukan transformasi, selalu melakukan reformasi, ada yang berubah, bentuknya mirip, tetapi artinya digeser sama Tuhan. Kalau kita mau berkomunikasi sama orang lain, kita harus berbicara dengan bahasa yang sama bukan? Tapi kalau itu benar-benar jadi komunikasi, misalnya ada perubahan dalam hati orang itu, ya berarti kita harus mengarahkan dia lewat bahasa yang sama ke dalam arti yang berbeda, itu Tuhan kita, bukan Tuhan yang hanya simply toleran sama budaya manusia, tetapi juga bukan Tuhan yang autis, yang tidak mau memakai bahasa manusia sama sekali. Ada dua hal yang Tuhan rubah, Tuhan transform dalam covenant yang diadakan dengan Abraham (ayat 17 & 18) dan coba kita perhatikan, bagaimana covenant yang Tuhan berikan ini, habis bagian yang ini, Abraham berhenti ragu-ragu, Abraham tidak ada omongan lagi, Tuhan bagaimana dst., ini menghentikan itu semua, menyelesaikan itu semua. Hal pertama yang mengagetkan adalah siapa yang melewati potongan daging itu (ayat 17), setting-nya adalah menjelang matahari terbenam tertidurlah Abraham dengan nyenyak, lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan. Komentator yang saya baca mengatakan gaya bahasa Ibrani dalam bagian ini, itu menandakan ada dua macam kegelapan, yang pertama kegelapan yang fisik yaitu memang matahari sedang terbenam, itu jelas, tapi ada kegelapan yang kedua, kegelapan yang seperti sedang mengatakan selagi matahari terbenam, itu ada sesuatu yang lain yang terjadi yaitu kegelapan di dalam kegelapan. Dan di dalam keadaan yang mengerikan itu, yang membuat Abraham itu bukan tertidur dengan nyenyak, lalu muncullah perapian yang berasap dan suluh yang berapi, ini apaan, membingungkan? Actually kita bisa tahu ini apa, karena kita bisa tahu kehadiran Tuhan, waktu Tuhan menghadirkan diriNya di dalam bahasa alkitab, biasanya memakai dua istilah ini, asap dan api.
Kalau kita melihat Keluaran 19, asap dan api adalah dua istilah yang dipakai untuk menandakan kehadiran Allah di gunung Sinai, ada asap dan ada api, dan bukan hanya di gunung Sinai, waktu orang Israel keluar dari tanah Mesir, mereka dipimpin oleh Allah, waktu siang pimpinan Allah itu nampak seperti tiang asap/awan, dan waktu malam pimpinan Allah nampak seperti tiang api, api dan asap, dua istilah yang selalu muncul untuk menandakan kehadiran kemuliaan Tuhan. Maka apa yang lewat diantara potongan-potongan binatang itu adalah kehadiran dan kemuliaan Allah sendiri, Allah-lah yang lewat diantara dua potongan binatang itu yang mengatakan, kepada keturunanmu akan Kuberikan tanah ini, ini berarti apa? Yang pertama, Allah mengatakan, Abraham kamu mau tahu secara pasti bagaimana kamu bisa percaya sama Saya? Jikalau Aku Allah tidak menepati perkataanKu, biarlah Aku tercerai-berai seperti potongan-potongan daging ini, biarlah yang kekal menjadi fana, biarlah yang tidak terbatas menjadi terbatas, biarlah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, kalau Aku ingkar janji, maka Abraham, dengar, kiranya biar Aku Allah yang kekal menderita kematian, biarlah Aku Allah yang tidak terbatas menderita keterbatasan dan terpotong-potong, itu yang Allah lakukan. Tetapi yang interesting adalah hal kedua yang Tuhan lakukan adalah siapa yang tidak melewati potongan-potongan daging itu? Kita mengetahui dari sejarah bahwa perjanjian covenant seperti ini biasanya diadakan oleh seorang raja yang besar dengan raja yang kecil. Yang terjadi adalah saya raja besar, saya yang pegang semua kartu, kamu yang butuh saya, saya tidak butuh kamu, maka kenapa saya harus menjalani semua ini? Ini yang biasanya terjadi, kalau ketika raja yang besar ini baik banget barulah kadang-kadang dia akan ikut berjalan diantara potongan itu bersama dengan bawahannya, tetapi yang biasa terjadi adalah perjanjiannya akan dibuat sepihak, hanya dengan si bawahan yang berjalan. Sekarang kita bisa lihat bagaimana Tuhan mengambil bentuk budaya manusia dan langsung mereformasinya?
Karena Kejadian 15 adalah satu-satunya catatan sejarah yang mencatat ada perjanjian antara pihak yang besar sama pihak yang kecil dan hanya satu lihak yang menjalani ini yaitu pihak yang besar. Dalam ayat 18-20 tadi, begitu Allah selesai melewati itu dikatakan, dengan demikian Allah mengadakan perjanjian dengan Abraham, memotong perjanjian dengan Abraham, tidak dikatakan, lalu Abraham setelah itu menjalaninya, harusnya begitu, yang harusnya jalan itu Abraham bukan Allah. Tetapi di sini dikatakan hanya Allah yang menjalaninya dan Abraham tidak menjalaninya, apa maksudnya? Maksudnya adalah berarti Allah mengatakan kepada Abraham, Abraham, Aku akan memberkatimu dan Aku pasti akan melakukannya, Aku akan membayar pinaltinya kalau Aku gagal menepati janjiKu, tapi bukan hanya itu, Aku juga akan membayar pinaltinya jikalau engkau yang gagal, Aku akan membuat diriKu itu bisa di accountable untuk bagian yang Saya janjikan. Kita bisa lihat bahwa covenant yang Tuhan kerjakan di sini adalah covenant yang satu pihak, tetapi sepihak yang benar-benar berbeda, sekarang Abraham diam, tidak lagi ragu, ya itu amazing bagaimana Tuhan melakukan itu. Tapi itu kan perjanjian Allah dengan Abraham yang sudah mati ribuan tahun lalu? Sekarang giliran kita bertanya, bagaimana dengan kita? Bagaimana kita akan tahu bahwa kita bisa sanggup untuk menjalani hal ini? Bagaimana kita bisa tahu bahwa Allah mencintai kita seperti Allah mencintai Abraham? Kita lihat bahwa Abraham percaya kepada Tuhan, tetapi dia kan belum melihat bagaimana Tuhan sungguh-sungguh menggenapi janji ini kan ya? Kita actually jauh lebih dikuatkan dari pada Abraham karena kita sudah melihat bagaimana Allah menggenapi janji itu, yaitu beberapa abad kemudian setelah Abraham suatu hari kegelapan kembali turun meliputi dunia dan kegelapan ini bukan hanya kegelapan yang datang setelah matahari terbenam, ini kegelapan yang jauh lebih mengerikan dari pada yang Abraham alami.
Kalau kita lihat Markus 15 dikatakan, pada jam 12, siang bolong kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam 3, apa yang terjadi pada Tuhan Yesus pada saat itu? Yesaya 53 mengatakan bahwa Dia itu terputus dari negeri orang-orang hidup, bahasa Ibrani-nya bukan terputus, tetapi terpotong, “Ia dipotong dari negeri orang-orang hidup”, itu istilah covenant, istilah perjanjian itu dan kenapa Dia melakukan hal ini? Untuk membayar pelanggaran-pelanggaran yang kita lakukan, maka kita lihat kenapa Paulus di Galatia 3 bisa sampai mengatakan, Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, menebus kita dari kutuk dengan jalan menjadi kutuk yaitu dalam menjadi kutukan covenant. Inilah apa yang Tuhan kerjakan bukan hanya untuk Abraham, tapi juga untuk kita, Tuhan mengatakan kepada kita, masuklah dengan relasi denganKu, Aku akan memberkatimu dan dalam relasi ini bukan hanya kegagalanKu tidak akan menghalangi berkatKu padamu, tetapi kegagalanmu pun tidak akan membuat berkatKu hilang. Dalam gereja hari ini mungkin ada diantara kita yang belum menerima Tuhan, mungkin juga banyak yang sudah menerima Tuhan, tapi masih ada keraguan dihati kita dan kita jadi terhalangi oleh karaguan kita untuk melakukan banyak hal. Kita ragu-ragu bahwa kita bisa PI, kita ragu-ragu bahwa kita bisa pelayanan, kita ragu-ragu bahwa kita sanggup untuk berkomitmen pada Tuhan, ya saya kan kerja, saya ada kewajiban ini dan itu, kalau saya disuruh pelayan seperti ini ya saya ragu, saya bisa melakukan atau tidak, ya bukankah itu hal yang responsible? Ya itu kan orang yang bertangungjawab, yang dia tidak terima begitu saja, yang pikir dulu, kita bisa atau tidak melakukan hal ini?
Tetapi kalau kita sudah mendengar bagaimana Tuhan mengikat perjanjan dengan kita, kita sadar tidak sih bahwa kita diluar kelihatannya sedang menjalankan satu penghormatan terhadap iman kristen, tidak boleh sembarangan, harus kerjakan dengan beres, segala sesuatu harus dipikirkan dengan baik dst., tapi sebenarnya inti dibalik itu adalah kita sedang menyangkal, sedang berkontradiksi dengan iman kristen, karena inti dari iman kristen itu bukan pada apa yang kita lakukan, bukan yang sanggup atau tidak sanggup kita lakukan, bukan, itu adalah inti dari iman yang lain. Semua agama lain di seluruh dunia, itu membuat siapa yang menjalani potongan daging itu, ya kita sendiri, jalan agamawi seseorang, saya ini beragama, kenapa? Karena saya menjalani aturan agamawi, kalau jalan sekuler, saya ini orang modern, kenapa? Karena saya bebas untuk mencari arti hidup, semau saya kan? Orang agamawi mengatakan, saya bukan orang sekuler, kenapa? Saya bukan orang kafir seperti itu, karena saya taat aturan-aturan Allah, orang sekuler juga mengatakan, saya bukan orang agamawi, saya bukan orang-orang fanatik seperti itu, karena saya tidak lagi diikat oleh aturan-aturan kuno itu, semua ujungnya adalah saya, saya. Bagaimana dengan pengikut Kristus, apa yang menjadikan kita unik, apa yang menjadikan kita berbeda? Kenapa kita orang kristen? Karena ada orang lain yang menjalani jalan potongan daging itu, saya jadi orang kristen bukan karena saya mampu jadi orang kristen dan dalam hal ini saya jadi orang kristen bukan karena saya sudah bebas dari segala keragu-raguan.
Ada orang yang berdoa meminta supaya Tuhan menyucikan para pelayan supaya mereka boleh melayani dengan baik, doa seperti ini bukan iman kristen, harusnya kita berdoa supaya mereka sadar satu hal bahwa mereka bukan disucikan untuk melayani, bahwa mereka melayani karena mereka disucikan, bahwa pelayanan itulah jalan penyucian bagi mereka. Banyak orang berpikir pelayanan itu adalah pekerjaan, saya harus berusaha makanya saya harus tahu, saya sanggup atau tidak? Ketika orang masuk ke pelayanan dan dikritik, kamu kurang ini dan itu, ooh baru sadar, lalu setelah itu mundur dari pelayanan, itulah bukti orang yang masuk menjalani pelayanan dengan menjalani potongan daging itu sendiri. Tetapi ada juga yang ekstrim lain, orang yang masuk dengan percaya diri sekali, ooh iya saya memang bisa, karena saya sudah belajar piano selama enam tahun dst., itulah sebabnya saya ambil pelayanan ini? Sekarang kita mulai sadar bahwa selama ini kita begitu lupa terhadap pelayanan kita dasarnya apa dsb., bahwa kita bukan disucikan untuk melayani tapi kita disucikan lewat melayani, tapi bagaimana supaya bisa terus ingat? Perjamuan kudus adalah satu ritual dimana kita menjalani mirip apa yang Abraham jalani, Abraham menjalani ritual dimana dia melihat seperti inilah Tuhan akan terpotong-potong, dalam perjamuan kudus kita bisa melihat seperti inilah Tuhan sudah terpotog-potong, bagaimana kita bisa yakin bahwa kita sudah ditebus oleh Tuhan? Dalam perjamuan kudus Tuhan sedang mengatakan kepada kita, kamu ragu, lihatlah roti yang kamu pegang, tubuhKu telah dipecahkan untukmu, seperti roti ini dipecahkan buatmu dan darahKu sudah tercurah untukmu. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)