Dalam Lukas 18 ini ada bagian-bagian yang kita akan mendapati pararel dengan injil Matius dan Markus, sementara di sisi yang lain ada perikop-perikop yang khas hanya di dalam injil tertentu saja, misalnya perikop pertama dan kedua itu khas Lukas, tidak ada di dalam injil sinoptik yang lain. Banyak scholar berpendapat bahwa Lukas dan Matius itu mengikuti outline-nya Markus, Markus dianggap sebagai penulis yang paling awal sebelum semua injil yang lain, termasuk Yohanes, kalau kita terima hipotesa ini, kita bisa membandingkan yang disajikan Markus dan Lukas, kita akan mendapati bahwa di situ ada perbedaan. Di dalam pembicaraan dari biblical dan historical theology bagaimana orang menempatkan urutan itu sendiri sudah ada certain message, karena ini bukan kepingan-kepingan yang secara sembarangan ditaruh, tetapi mempunyai satu flow yang jelas. Sehingga kalau kita membandingkan perikop ini dengan injil Markus berbeda dengan flow yang ada di dalam injil Lukas karena perikop sebelumnya tentang orang Farisi dan pemungut cukai tidak dipunyai oleh siapa-siapa kecuali oleh Lukas. Sehingga kita melihat ada kaitan yang sangat erat antara perikop sebelum ini dengan perikop tentang Yesus memberkati anak-anak dan terutama link-nya itu ada pada ayat 14b, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan”.
Ini menjadi konklusi tesis terakhir daripada perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai, tetapi sekaligus juga menjadi link yang mempersiapkan orang untuk masuk ke dalam perikop selanjutnya yaitu cerita tentang bagaimana Yesus memberkati anak-anak. Anak-anak di sini dalam pengertian infant, bukan anak-anak yang seperti dalam lukisan dimana Yesus memberkati anak-anak yang sudah bisa jalan sendiri, tetapi ini infant, bukan anak umur 2 atau 5 tahun. Sehingga gambaran seperti ini sekali lagi melanjutkan kalimat tesis yang tadi kita baca di dalam ayat 14b itu, cerita di atasnya itu berbicara tentang perumpamaan, parable, satu kisah yang bisa menjadi pengajaran untuk kita, tetapi Yesus memberkati anak-anak ini bukan parable, ini betul-betul kejadian historis yang dicatat oleh Lukas dan sekali lagi meng-elaborate apa yang dimaksud dengan kalimat, “barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan”.
Masih di dalam pembicaraan tentang kerendahan hati atau humility, sebagai salah satu christian virtue, kebajikan kekristenan yang sangat penting, yang tampaknya orang tidak bisa menghayati realita Kerajaan Allah, bukan hanya at the beginning, tetapi seumur hidup kehidupan manusia. Yesus dalam bagian ini sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem, satu perjalanan yang penting, murid-murid sih tidak tahu dengan jelas, meskipun Yesus sudah berbicara tentang rencana kematianNya dsb., tetapi mereka masih betul-betul tidak bisa mengerti. Orang-orang itu mengharapkan waktu Yesus masuk ke Yerusalem, lalu Kerajaan Allah segera tiba (di dalam pasal 19 ada dicatat bagian itu), jadi perjalanan ke Yerusalem, ditambah lagi dengan kesadaran eskatologis Kerajaan Allah yang katanya akan segera tiba, itu agaknya membuat murid-murid menjadi gusar, waktu orang-orang ini membawa anak-anak kecil itu kepada Yesus.
Di dalam culture Timur anak kecil, apalagi infant, mereka tahu apa, begitu kan ya? Anak kecil saja tidak terlalu penting apalagi infant, lalu mereka dimarahi oleh para murid, jangan merepoti Yesus dengan urusan seperti ini, Dia itu orang besar jangan direpoti oleh urusan kecil seperti ini. Jadi para murid ini berusaha seperti bodyguard-nya Yesus, sebenarnya gambaran seperti ini banyak kemunafikanya juga, orang-orang yang seperti mau dekat dengan orang besar, lalu menjamin supaya orang-orang besar tidak diganggu oleh orang sembarangan. Satu sisi seperti kelihatan bahwa ini orang sangat respect terhadap orang besar itu, di dalam hal ini Yesus, tetapi mungkin sisi yang lain mereka juga sempit hati untuk membiarkan orang lain punya akses kepada orang besar itu. Sampai sekarang juga masih seperti ini, sepertinya kita mau memonopoli akses, ooh hanya saya yang punya akses terhadap orang itu, orang lain tidak bisa punya akses kalau tidak melalui saya, mungkinkah hal seperti ini ada di dalam diri murid-murid? Sangat mungkin, karena mereka memang murid-murid yang sangat eksklusif, murid-murid yang menyertai dari satu perjalanan ke perjalanan yang lain, lalu tiba-tiba ada orang yang datang membawa anak kecil, tidak dikenal, nama juga tidak tahu, tiba-tiba mau minta diberkati oleh Yesus, nanti dulu, ada waiting list, harus minta ijin kepada kita dulu.
Gambaran seperti ini bukan merupakan gambaran pelayanan Yesus, karena Dia membiarkan anak-anak itu datang kepadaNya dan akhirnya Yesus juga memberkati mereka. Murid-muridNya sangat mungkin memiliki pikiran juga tentang Kerajaan Allah yang segera tiba, tiba-tiba Yesus harus mengurus anak-anak kecil, waduh…, anak-anak kecil ini berpotensi menunda datangnya Kerajaan Allah, padahal kita sudah sangat menanti kedatangan Kerajaan Allah, sudah mau tiba. Lukas kan sangat mencatat tentang pengharapan Kerajaan Allah yang sudah mau realize, apalagi Yesus sudah mengatakan sudah ada diantara kamu, mau apa lagi? Maka anak-anak ini dianggap berpotensi menghambat kedatangan Kerajaan Allah, Yesus justru membalikkan dengan mengatakan, “Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya”. Bukan saja anak-anak itu tidak mengganggu Kerajaan Allah, tapi malah menjadi seperti anak kecil ini, infant itu, itu yang akan masuk Kerajaan Allah, yang tidak seperti seorang anak kecil, mereka tidak akan masuk ke dalamnya.
Kita bisa merenungkan tentang semacam kualitas yang ada di dalam diri infant, apa yang ada di dalam anak kecil, lalu kita bicara tentang kebajikan anak kecil itu apa, tetapi seperti diingatkan oleh seorang komentator, pembicaraan ini bisa menyesatkan kalau kita tidak hati-hati, kenapa? Karena nanti kita pikir, oooh begini loh maksudnya, kalau orang-orang seperti orang Farisi itu tidak akan layak dan tidak akan mengerti Kerajaan Allah, tapi kalau seperti anak-anak kecil (lalu kita mulai mendaftar kelebihannya apa), karena anak-anak kecil itu rendah hati, mereka itu fully dependent, sangat bergantung, mereka juga belum ada kecurigaan, mereka fully trust, mereka tidak mengenal apa yang disebut kompetisi, dst. Penghayatan seperti ini meskipun mungkin bisa ada tempatnya, tetapi bisa mengganggu juga karena nanti kita salah lagi, seolah-olah orang masuk Kerajaan Allah itu lagi-lagi masih urusan merit, jasa. Saya lebih rendah hati daripada kamu, makanya saya layak masuk Kerajaan Allah, saya lebih bergantung daripada kamu, makanya saya lebih bisa mengerti Kerajaan Allah daripada kamu, kamu kurang bergantung, saya lebih bergantung dst.
Bagian seperti ini absurd, mungkin kalau kita mau bicara satu-satunya “virtue” yang ada pada anak kecil justru karena mereka ini datang dengan tidak membawa apa-apa ataupun kalau kita tetap bicara tentang kerendahan hati, orang yang rendah hati itu adalah orang yang tidak sadar bahwa dia itu rendah hati atau sedang merendahkan diri. Sekarang ini banyak kerendahan hati yang palsu, apalagi di culture Timur, pura-pura rendah hati, pura-pura tidak bisa, pura-pura tidak layak dsb., lalu supaya orang dorong-dorong, ah saya tidak bisa, saya tida layak, oooh ayolah kamu bisa kok, kamu pintar, oooh dia makin senang, oooh saya tidak bisa, ooh semakin ditarik-tarik semakin ke atas, semakin merendah, semakin dapat kemuliaan, itu kemunafikan tingkat tinggi, di dalam culture Timur seringkali kita mendapati hal seperti itu. Tapi ini pasti bukan gambaran kerendahan hati, tidak ada orang yang rendah hati lalu aware kalau dia sedang rendah hati. Orang yang rendah hati itu melupakan dirinya sendiri, dia tidak sadar kalau dia sedang rendah hati, waktu pemungut cukai ini datang dihadapan Tuhan, dia juga tidak sedang sadar bahwa ini loh, saya datang dengan kerendahan hati, tidak seperti orang Farisi ini yang sedang memegahkan virtue-nya, tidak ada pembicaraan seperti itu.
Karena orang yang rendah hati tidak akan sadar bahwa dia sedang rendah hati, indeed kerendahan hati yang sejati itu adalah orang yang datang dengan tidak membawa apa-apa. Ya bagaimana tidak, dia tidak punya apa-apa untuk ditonjolkan, untuk dipamerkan, apalagi anak kecil, contoh yang dicatat ini bagus sekali bukan? Infant itu bisa apa? Kesadaran juga kan tidak terlalu jelas? Ya benar-benar infant, di bawah 1 atau 2 tahun, apa yang mereka bisa lakukan? Orang-orang seperti ini datang kehadapan Tuhan, betul-betul tidak bawa apa-apa dan tidak ada satupun yang mereka bisa banggakan dihadapan Tuhan, orang-orang seperti ini yang masuk ke dalam Kerajaan Allah, konsisten di dalam kebangkrutan rohani, tidak ada virtue, betul-betul religion of mercy. Di dalam hal ini kekristenan kesepian, meskipun kita harus mengatakan, kekristenan juga tidak kebal terhadap pergeseran menuju ke religion of achievement. Banyak agama bicara tentang achievement, achievement kesalehan, moralitas, ketaatan, kebenaran mereka dsb., kekristenan tidak kebal terhadap religion of achievement.
Tetapi di dalam alkitab kita membaca lagi, lagi dan lagi, yang ditekankan adalah kita tidak bisa membawa apa-apa dan kita hanya bisa datang kehadapan Tuhan mengharapkan belas kasihan dan itu bukan hanya saat KKR terima Yesus angkat tangan, tetapi seumur hidup kita. Saya tertarik dengan akhir cerita Agustinus, kita tahu seorang Agustinus dalam masa mudanya, dia hidup di dalam satu keadaan yang sangat rusak, dia hidup di dalam kegelapan. Dia menceritakan dosa-dosanya dalam konfesiones, lalu Tuhan panggil, Tuhan menyadarkan dia, Tuhan membawa dia kembali, lalu kemudian dia mulai hidup melayani Tuhan, hidup menguduskan diri dsb. Menulis buku jadi berkat bagi banyak orang, termasuk juga di dalam zaman dia sendiri adalah seorang teolog yang sangat disegani, waktu akhir kehidupannya, sebelum dia mati yang dia lakukan adalah dia merenungkan Mazmur 51, Mazmur pengakuan dosa. Seperti seolah-olah mengulang kalimat yang ada di dalam firman Tuhan, dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang aku kembali kepadaMu, dengan telanjang saya masuk ke dalam dunia, dengan telanjang saya kembali kepadaMu. Agustinus punya cukup modal kalau dia mau, Tuhan, inilah yang bisa saya berikan kepadaMu, setelah saya bertobat, ini kitab konfesiones dll., atau kalau di zaman modern sering sekali orang berkata, ini Tuhan jiwa yang aku bawa kepadaMu, ada lagunya juga “Berapa banyak jiwa yang sudah kaubawa bagi Tuhan”, lagu ini pasti ada tempatnya, baik juga untuk menyadarkan orang yang sudah malas menginjili, tetapi kalau kita tidak hati-hati, lagu ini bisa menyesatkan juga.
Kita pikir, kita datang balik kehadapan Tuhan dengan membawa sesuatu begitu? Tuhan ini buku institusio yang saya tulis atau ini jiwa yang ada di Purwokerto, yang saya bawa kepadamu, begitu? Atau kita justru datang kehadapan Tuhan dengan telanjang, seperti perkataan Ayub, “Dengan telanjang aku masuk ke dalam dunia, dengan telanjang aku kembali kepadamu”. Waktu di dalam akhir hidupnya, Agustinus doing a great things dan dikonfirmasikan oleh Tuhan sendiri, tetapi kita begitu terharu waktu terakhirnya yang dia renungkan adalah Mazmur 51, Mazmur pengakuan dosa, datang kepada Tuhan itu tidak ada yang dibawa dan itulah true christianity, bukan yang memulai dengan iman, tetapi mengakhiri dengan achievement. Paulus tidak pernah mengajarkan from faith to works, tidak ada istilah itu, yang ada adalah from faith to faith dan kalau kita konsisten menghayati apa artinya iman yaitu saya , helpless, hopeless, tidak ada apa-apa datang kehadapan Tuhan dengan telanjang, dan hanya memohon belas kasihan Tuhan, mengampuni, menerima saya yang bobrok ini, dan demikian juga sepanjang umur hidup saya, sampai saya kembali kepada Tuhan, juga di dalam keadaan tetap bangkrut.
Jangan salah mengerti, saya bukan mau mengajarkan kita tetap jahat, tetap nafsunya liar, tetap pelit dsb., bukan, Agustinus jelas ada pertobatan di dalam kehidupannya. Ini satu sikap hati, meskipun sudah melakukan banyak hal untuk Tuhan, tetapi sadar seperti perikop yang sudah pernah kita bahas, kami hamba-hamba yang tidak berguna, memang harus melakukan apa yang harus kami lakukan, tidak ada yang luar biasa di sana dan kembali datang dengan tidak membawa apa-apa. Kenapa tidak membawa apa-apa? Karena semua yang dilakukan itu sebenarnya pekerjaan Tuhan, bukan pekerjaan Agustinus, bukan pekerjaan saudara dan saya, tidak ada yang bisa kita bawa kepada Tuhan, yang kita bawa itu sebenarnya adalah pekerjaan tangan Tuhan sendiri melalui kita, balik lagi, from faith to faith, bukan from faith to achievement, tidak ada istilah itu di dalam teologi Paulus.
Anak kecil datang di dalam keadaan seperti ini, tidak membawa apa-apa dan justru karena dia tidak ada apa-apa, orang-orang yang seperti ini adalah orang-orang yang sangat receptive, yang bisa menerima sesuatu dari Tuhan. Semakin kita merasa mempunyai, semakin kita merasa ada banyak yang ke arah self sufficient, semakin susah untuk menerima pertolongan, betul kan? Kita mau kasih apa ya, dia sudah punya semua, sepertinya dia tidak kekurangan? Sangat sulit sekali untuk orang yang terlalu punya banyak untuk mengerti apa anugerah dan kasih karunia, apalagi kita berbicara tentang belas kasihan, belas kasihan apa? Kita tidak perlu dikasihani kok, tidak ada sesuatu yang kurang di dalam kehidupan saya. Anak kecil ini tidak ada kemampuan, tidak ada apa-apa, tidak ada kekayaan, nothing dan karena itu Tuhan bisa dengan mudahnya memberkati mereka, orang-orang yang tidak punya apa-apa ini.
Bagian ini sangat kontras dengan perikop selanjutnya, perikop orang kaya yang sukar masuk Kerajaan Allah, terlalu punya banyak, waktu kita membaca, punya-nya itu bukan hanya kekayaan, kalau hanya kekayaan saja, habis itu dia sadar bahwa dia tidak punya di dalam bagian yang lain, masih ada pengharapan. Tetapi orang ini sudah sangat sadar bahwa dia punya apa-apa, secara financially, bukan hanya itu, dia juga sadar bahwa dia punya moral, dia punya certain righteousness, dia punya certain kebaikan, dicatat disini, dia seorang pemimpin, mungkin dia juga very much aware dengan dia punya kepemimpinan juga, ada yang bisa dipimpin oleh dia, rich ruler, wah ini idaman banyak wanita, begitu kan ya? Tetapi Yesus tidak tertarik, Yesus tidak bisa menolong orang seperti ini, ironis, orang yang terlalu sehat, terlalu berkecukupan, sedemikian kecukupannya sampai Yesus tidak bisa menolong orang ini. Tidak bisa ditolong, bukan karena Yesus tidak mau menolong, karena Yesus juga ada belas kasihan, kita boleh membandingkan dengan catatan yang lain, di situ ada muncul belas kasihan Yesus, kita percaya belas kasihannya itu sincere.
Waktu kita membaca dalam ayat 18, orang ini mengatakan kepada Yesus, “Guru yang baik apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh kehidupan yang kekal”, kita seringkali dari perspektif injili selalu mempersoalkan pertanyaan ini, bahwa pertanyaan ini salah, hidup yang kekal kok soal perbuatan, itu kan pembicaraan klasik. Oooh hidup yang kekal itu bukan masalah perbuatan, itu beriman kepada Tuhan, bukan masalah perbuatan, pertanyaan itu sudah salah. Tetapi kalau kita coba melihat dari perspektif positif, ini tidak take it for granted, semua orang tanya tentang kehidupan kekal, ada orang yang tanya pertanyaan-pertanyaan yang penting. Setidaknya orang ini tanya sesuatu tentang salah satu pertanyaan yang paling penting di dalam kehidupan ini yaitu tentang hidup yang kekal, memang ada salahnya mengkaitkan perbuatan dengan hidup yang kekal, dsb., seperti masuk ke konsep religion of achievement lagi. Saya berbuat sesuatu supaya layak mendapat sesuatu, padahal kekristenan mengajarkan agama anugerah, ya betul juga sih kritikan kita, tetapi setidaknya dia bertanya tentang kehidupan yang kekal.
Apakah itu juga pertanyaan di dalam kehidupan kita? Kita lebih banyak bertanya tentang hal-hal yang lain di dalam kehidupan kita daripada pertanyaann tentang hidup yang kekal. Setidaknya orang ini bertanya tentang hidup yang kekal, dia menyebut Yesus, “Guru yang baik”. Waktu kita melihat di dalam jawaban Yesus, kita mendapati seperti biasa Yesus tidak tergiur oleh sebutan “Guru yang baik”, malah mengarahkan orang ini kepada Allah, kepada Yesus juga yang adalah Allah, mengapa kau katakan Aku baik? Tidak ada seorangpun yang baik selain daripada Allah saja, kalau diperhatikan sebetulnya kalimat ini sudah sedikit membongkar. Karena waktu orang ini bicara tentang “Guru yang baik”, ada tendensi orang yang bilang kamu itu baik, lalu dibalas sama orang, kamu juga baik, oooh gitu ya, kenapa? Iya karena kamu bilang saya baik, jadi kita adalah komunitas orang-orang baik yang saling mengatakan “kamu baik”, begitu kan ya? “Guru yang baik”, so what do you expect, Yesus tepuk-tepuk, kamu juga baik ya, bisa tahu kalau Saya baik? Wah kamu itu pintar loh, kamu juga pintar, loh kok bisa tahu kalau saya pintar? Hanya orang pintar yang bisa tahu kalau saya pintar, putar-putar kesitu lagi, begitu kan ya? Ini adalah pembicaraan narsisistik, pembicaraan manusia yang egois, yang hanya bicara tentang dirinya sendiri.
Yesus mengatakan, tidak ada seorangpun yang baik selain daripada Allah, Yesus tidak sedang menolak bahwa Yesus memang adalah baik, karena memang Dia Allah, itu sudah jelas. Tetapi di dalam kalimat ini yang Yesus mau katakan adalah kamu tidak baik, karena kamu bukan Allah kan? Imply di dalam kalimat itu. Biasanya kalau orang bilang “kamu baik, ekspektasinya kamu juga baik, begitu kan ya? Ketika Yesus dipuji, “Guru yang baik”, Yesus bilang, tidak ada seorangpun yang baik selain daripada Allah. Wah pembongkaran seperti ini kalau dia mengerti, tapi dia mengerti atau tidak itu urusannya, begitu kan ya? Sepertinya dia tidak mengerti, orang ini tidak mengerti bahwa dia bukan Allah dan karena itu dia sebetulnya tidak baik. Kalimat ini bukan untuk mengkonfirmasi Yesus, karena Yesus tidak terlalu perlu pujian dari manusia seperti itu, yang lebih perlu adalah bagaimana orang ini mengenal dirinya, “tak seorangpun yang baik”, selain daripada Allah saja.
Likely orang ini tidak menangkap, Yesus bilang, kamu tentu mengetahui segala perintah Allah, mengajak orang ini untuk melihat kepada Taurat, jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri dst. Kalau kita perhatikan dalam bagian ini, ini kan bagian daripada 10 perintah Allah, tetapi daftarnya juga tidak lengkap, saya pikir kita tidak usah berspekulasi apakah Yesus di sini sengaja menjebak atau tidak, mungkin observasi yang tidak terlalu perlu. Tetapi yang pasti, memang kalimat-kalimat ini adalah kalimat yang partial dari 10 perintah Allah, orang ini mengatakan dengan begitu yakin, semuanya sudah kuturuti sejak masa mudaku. “Semuanya” yaitu apa? Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, hormatilah ayah dan ibumu, di sini jawaban Yesus menarik, Yesus tidak mengobrak-abrik jawaban itu dengan mengatakan, apa iya, masa kamu sudah menuruti semuanya? Coba pikir-pikir lagi, betulkah kamu tidak pernah mengucapkan saksi dusta? Betulkah kamu selalu menghormati ayah dan ibumu? Coba buka agendanya, tidak ada pembicaraan seperti itu.
Jadi apa maksudnya? Mungkin orang ini memang betul-betul lulus di dalam tidak berzinah, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak mengucapkan saksi dusta dan dia menghormati ayah ibunya, Yesus tidak mempersoalkan bagian itu. Unlike orang-orang injili yang seringkali ragu-ragu dengan kebaikannya orang lain, waktu orang lain berbicara tentang kebaikan, selalu dibongkar-bongkar, itu tidak mungkin, tidak ada orang yang tidak pernah berdusta, jangan mencuri, aaah itu omong kosong. Yesus tidak membongkar-bongkar bagian itu, menarik sekali, waktu Yesus mendengar kalimat, “semuanya telah kuturuti sejak masa mudaku”, seolah-olah Yesus bilang, fine, memang semuanya sudah kamu turuti sejak masa mudamu, tetapi ini baru berapa ya? Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormati ayah dan ibumu, baru 5, hanya separuh, jangan berspekulasi bahwa Yesus sedang menjebak. Memang orang ini bermegah di dalam kemampuannya menaati 5 hukum yang disebut tadi dan mungkin memang dia betul-betul lulus, tetapi kemudian Yesus berkata kepadanya, “tinggal satu hal lagi yang harus kamu lakukan, jual-lah segala yang kamu miliki dan bagikan itu kepada orang miskin, engkau akan beroleh harta di sorga, lalu datanglah kemari dan ikutlah Aku”.
Yesus seperti menyentuh bagian borok yang paling pusatnya yaitu jantung hatinya dipegang sampai kaget, langsung kena bagian hukum pertama, “jangan ada padamu allah yang lain selain daripadaKu dan jangan sujud menyembah kepadanya”. Memang kalimat ini belum muncul, kamu memang bisa lulus soal tidak berzinah dst., tetapi hukum pertama, “jangan ada padamu allah yang lain”, di dalam kehidupan kamu ada mamon yang sangat kamu cintai, ada mamon yang kamu sembah, di situ, tinggal satu hal saja. Di dalam teologi Torah, kita gagal menaati satu, berarti gagal menaati semuanya, tetapi kita seringkali kompensasi di dalam spiritualitas kita, kita katakan, saya tidak berzinah, saya bersih di dalam keuangan, tetapi bagaimana dengan kerendahan hati? Bagaimana dengan compassion? Bagaimana kepedulian terhadap the poor and the needy? Ooh pokoknya saya tidak berzinah, tidak membunuh, tidak mencuri, tidak bersaksi dusta, saya menghormati ayah dan ibu, fine, kamu lulus di dalam hal-hal itu, tetapi bagaimana dengan idolatry? Idolatry di dalam keuangan, sebetulnya kamu memyembah uang, makanya Yesus bilang, kecuali dia menjual segala miliknya dan membagi-bagikan kepada orang miskin, dia tidak bisa diselamatkan daripada hatinya yang ada pada harta yang di dunia ini.
Kita masih ingat ada perikop yang membahas, “dimana hartamu berada, disitu hatimu berada”, di dalam perikop itu dibicarakan ada harta di sini, ada harta di sana, ada harta di dunia, ada harta di sorga. Yesus mau mengatakan, kaau hartamu adalah harta yang di dunia, hatimu juga da di dunia, tetapi kalau hartamu adalah harta yang di sorga, ngengat, karat tidak akan merusaknya dan pencuri tidak akan membongkar, hatimu juga akan ada di sorga. Di sini keluar lagi kalimat, kamu akan beroleh harta di sorga, Yesus mau bilang, hatimu itu ada di dalam harta yang di dunia ini, bukan harta yang di sorga, karena itu jual-lah segala milikmu dan bagi-bagikan itu kepada orang miskin. Tidak ada jalan lain kecuali operasi ini, ini bukan satu perintah yang kita mengerti secara universal, kalau begitu kita harus menjual segala yang kita miliki, jadi telanjang kan ya, pakaian dalam pun tidak boleh, dijual semua, kalau seperti itu ya menakutkan sekali, itu ajaran bidat. Saya pernah masuk ke dalam gereja sesat di Jerman, yang mengajarkan bahwa orang kristen tidak boleh punya hak milik, kita harus hidup seperti jemaat mula-mula, jadi semuanya harus dijual, kita tinggal bersama dalam satu komunitas. Lalu yang tidak mau seperti itu tidak bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah, karena Yesus bilang kita harus jual semua dan bagi-bagikan kepada orang miskin, lalu kita tinggal bersama.
Hal ini khusus untuk orang ini, Tuhan tahu apa yang menjadi idolatry di dalam kehidupan kita dan khususnya Tuhan minta bagian itu, dan itu untuk kebaikan kita, bukan karena Tuhan perlu hal tersebut. Bagi seorang Abraham yang diminta adalah Ishak, Abraham tidak ada kesulitan diminta kekayaan, itu bukan pergumulan untuk Abraham, tetapi minta Ishak, ya jangan dong? Ini baru saja dapat, Engkau minta lagi, bagaimana ini? Jangan anak saya, kalau kekayaan ok, yang lain ok, semuanya ok, soal Ishak, jangan, Tuhan justru minta Ishak, bukan minta kekayaan. Bagi orang yang lain, mau ambil yang lain terserah, tapi jangan uang saya, jangan bicara tentang tabungan saya, ini tidak boleh diganggu, kamu boleh minta yang lain silahkan, mau saya pembesukan, penginjilan saya ada waktu, tetapi jangan bicara tentang uang. Uang itu sesuatu yang privat, jadi tidak boleh diganggu gugat, setiap orang itu punya berhalanya masing-masing dan untuk orang ini berhalanya adalah uang, makanya Yesus bilang, kamu jual itu. Di dalam bagian yang lain dikatakan, lebih baik kamu masuk ke Kerajaan sorga dengan matamu tercungkil sebelah, daripada matamu tidak tercungkil lalu kamu dengan mata yang lengkap masuk ke neraka, apa gunanya? Lebih baik kamu masuk ke sorga dengan tangan buntung satu, daripada tangan kamu lengkap lalu masuk neraka, untuk apa?
Di dalam bagian ini kita melihat orang kaya ini tidak sanggup melepaskan dirinya daripada idolatry itu, hukum yang pertama, “jangan ada padamu allah lain selain daripadaKu”. Setelah dia mendengar perkataan itu, dia menjadi sangat sedih sebab dia sangat kaya, hatinya ada di situ. Masih ingat pembicaraan tentang orang kaya dan Lazarus, bisa di justified oleh deuteronomistik teologi, orang yang taat diberkati, yang tidak taat, kena malapetaka, kutuk, disaster, kecelakaan, orang yang taat, sehat, yang tidak taat, sakit, begitu kan ya? Sangat mungkin orang ini kepingin stempel terakhir daripada Yesus, sangat penting untuk otoritasnya, seolah-olah mau mengatakan, coba lihat, saya sudah taat semuanya dan keadaan saya kaya, apalagi kalau bukan perkenanan Allah? Apalagi artinya ini kalau bukan Allah sedang berkenan kepada kehidupan saya? Saya taat Taurat, saya tidak membunuh, saya tidak mencuri dst., dan saya kaya, Yesus harus tahu, orang yang taat, diberkati, yang tidak taat, tidak diberkati, tetapi Yesus bilang, tidak, masih ada satu yang kamu kurang, wah ini yang repot, ternyata gagal. Ada kondisi yang belum terpenuhi dan kondisi ini yang justru yang mencekik dia, justru yang paling penting, yang dia sendiri selalu menyembunyikan dirinya dihadapan Tuhan dan dihadapan manusia, dia menjadi sangat sedih, karena hatinya betul-betul ada di situ.
Ini seperti satu pengulangan lagi terhadap perikop yang sudah pernah kita baca, tidak ada kemungkinan orang mengikut Yesus dan mengikut mamon, variasi itu tidak, ada. Dapat Yesus dapat mamon, tidak ada, either kita ikut mamon, tidak ikut Yesus atau ikut Yesus, tidak ikut mamon, either orang itu menyembah Tuhan dan tidak menyembah mamon atau dia menyembah mamon dan tidak menyembah Tuhan, tidak ada jalan tengahnya. Orang ini mengharap kalau boleh saya mau mengikut Engkau, sekalian mengikut Yesus dan sekalian mengikut mamon, tetapi Yesus bilang tidak ada kemungkinan itu, jual mamon-mu itu, berpisah dengan mamon-mu itu, baru setelah itu kamu itu Aku. Dia sangat sedih sekali, ada emosi kesedihan yang ternyata membinasakan juga, kita seringkali bicara tentang orang yang marah-marah seperti sangat kedagingan, ada marah yang suci juga, marah yang pada tempatnya, sisi yang lain, kesedihan yang juga sinful. Gambaran general orang yang marah-marah itu kita nilai tidak sabar, sinful, kedagingan, lalu orang yang sedih kelihatan seperti suci, anggun sekali, seperti malaikat, sedih, jangan kita tertipu oleh fenomena, ada kesedihan yang menghancurkan. Waktu Yudas bunuh diri, dia sedih juga, kenapa ya saya menghianati Yesus? Ada kesedihan, sangat wajar kalau dia sedih, tetapi tidak pernah ada pertobatan dan tidak ada pengalaman anugerah Tuhan. Orang ini sedih, sedih apa? Sedih karena dia sangat mencintai kekayaannya, sedih sekali, kesedihan yang akhirnya membinasakan orang ini.
Yesus kemudian mengatakan, “alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah”, infant, anak kecil tidak membawa apa-apa, tidak ada kekayaan, kekayaan apapun, mereka masih kecil. Datang dengan tidak ada apa-apa, nothing, dan mereka adalah orang-orang yang mengerti berkat anugerah Kerajaan Allah. Tetapi orang ini, orang yang beruang, susah sekali mengerti Kerajaan Allah, Tuhan mau memberi, sepertinya tidak relevan untuk dia, karena dia terlalu punya, terlalu banyak kekayaannya dan dia sangat mencintai achievement tersebut. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dulu bagian ini sering ditafsir, sepertinya di Israel certain ada sebuah pintu yang sempit sekali, lalu kalau unta masuk tidak cukup, harus semua beban yang ada ditanggalkan, setelah itu baru bisa masuk, tetapi menurut riset belakangan, pintu seperti itu belum ada di zaman Yesus, itu baru ada setelah zaman-zaman belakangan, sehingga sebetulnya itu merupakan satu tafsiran anakronistik, tidak sesuai dengan zaman Yesus.
Kemungkinan besar kalimat ini simply a proverb, satu kalimat peribahasa yang umum dipakai di dalam zaman Yesus dan bukan bicara tentang pintu yang sempit itu, memang seperti nyambung juga, itu loh seperti unta yang sesak karena terlalu banyak beban, waktu dia masuk tidak cukup, demikian juga Kerajaan Allah, pintunya kan sempit, bukan pintu yang lebar, maka kita harus menanggalkan kekayaan kita supaya bisa masuk. Ya memang contohnya nyambung juga, tetapi jangan lupa, setelah unta itu berhasil masuk, semua beban-beban yang ada dipikul lagi, how dangerous metaphor itu. Tanggalkanlah beban kekayaanmu, 30 menit bersama dengan Yesus, setelah itu mamon lagi tidak apa-apa, tetapi at least kamu pernah struggling masuk pintunya itu, setelah masuk, Yesus tertipu, sekarang saya kejar mamon lagi. Tidak ada cerita seperti ini, jadi itu memang bisa berbahaya kalau kita insist dengan ilustrasi tersebut, karena Yesus mengatakan, barangsiapa mau mengikut Aku, dia menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, berarti seumur hidup.
Orang ini tidak bisa memikul salib, karena dia pikul kekayaannya, dia pikul keberhasilannya di dalam ketaatan terhadap Torah yang dia megahkan dsb., sehingga salib tidak ada tempat lagi untuk dia pikul, tidak ada. Yang ada adalah kekayaannya yang berusaha dia pikul, makanya dia tidak bisa ikut Yesus, Yesus bilang, tanggalkan itu, beban itu menghalangi kamu, salib saja, kuk yang Kuberi itu enak dan bebannya ringan. Tetapi orang ini pikir, tidak, kuk yang dari Tuhan sepertinya berat, yang ringan itu adalah kekayaan saya, tidak sadar bahwa kekayaan ini sedang mencekik dan membinasakan dia, karena dia tidak bisa mengelola di dalam kehidupannya, karena dia memberhalakannya. Lebih mudah seekor unta masuk lubang jarum, maksudnya mau menyatakan, something yang impossible, lubang jarum itu sebesar apa dan unta itu sebesar apa? Ini peribahasa yang mau mengatakan, ini loh, alangkah impossible-nya orang kaya itu masuk ke dalam Kerajaan Allah itu lebih impossible daripada unta yang sebesar itu masuk ke lubang jarum yang kecil, itu outer impossibility kan? Nah sekarang, lebih impossible lagi adalah orang kaya masuk Kerajaan Allah, itu perbandingan gap yang lebih jauh lagi daripada ukuran unta dan lubang jarum yang sekecil itu, berarti ini betul-betul impossible, karena tidak compatible antara orang yang punya segala sesuatu dan dia kemudian membanggakan itu dengan satu kesadaran bahwa dia memerlukan pertolongan Tuhan, itu tidak compatible at all, sangat tidak mungkin.
Murid-muridnya sampai shock lalu mengatakan, kalau demikian siapa yang dapat diselamatkan? Kekristenan itu religion of mercy, mercy juga ada untuk orang kaya and that’s the good news, bukan hanya orang miskin saja, apa yang tidak mungkin, itu mungkin bagi Allah dan betul-betul dinyatakan, kalau kita baca beberapa perikop ke bawah, ada seorang Zakeus yang kaya, tetapi dia tidak pernah berpikir bahwa kekayaannya bisa menolong dia untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Ini orang kaya yang memelihara spirit kebangkrutan rohani dan dia juga tidak berpendapat bahwa dia adalah orang yang taat sekali kepada Torah, tidak, dia tahu bahwa dia bangkrut rohani, dia dijauhi oleh banyak orang. Kalau kita baca diberi keterangan, “seorang kaya”, kepala pemungut cukai dan ia seorang yang kaya, tapi orang ini masuk ke dalam Kerajaan Allah impossible menurut manusia, tetapi ternyata possible, kenapa? Karena Tuhan yang memungkinkan, alkitab tidak tertarik dengan pembicaraan fenomena, kita tidak boleh jatuh ke dalam kesalahan marxis, yang akhirnya dibenci sekali dengan orang yang kaya, pokoknya orang kaya selalu salah dan orang miskin selalu benar. Wah kalau itu dipakai untuk menggerakkan banyak orang, bisa menimbulkan banyak simpati, kedekatan kepada orang miskin, karena memang banyak orang benci sama orang kaya.
Tetapi alkitab tidak mengajarkan yang seperti itu, ada orang miskin yang congkak luar biasa, ada orang kaya yang tahu bahwa kekayaannya tidak menolong dia kemana-mana, seperti seorang Zakeus, hanya Tuhan yang bisa memberikan kesadaran seperti itu dan itu adalah anugerahTuhan. Orang kaya kalau tidak diberikan anugerah Tuhan, dia sangat rentan di dalam kejatuhan ini, tidak membutuhkan pertolongan dari siapapun dan juga dari Tuhan, tidak ada kebergantungan, tidak ada kerendahan hati, tidak ada hati yang siap untuk menerima, tidak ada, karena dia terlalu kaya, kecuali Tuhan yang memberikan karunia kepada dia. Berbahagia kita kalau di dalam keadaan apapun kita bisa memelihara sikap hati seperti seorang anak kecil ini dan sekali lagi, banyak orang mulai dengan datang tidak membawa apa-apa, tidak layak, tetapi dengan berjalannya waktu, kemudian pelan-pelan berubah, berubah menjadi religion of achievement. Tetapi kita tidak dipanggil ke sana, kita dipanggil untuk memulai dengan faith dan mengakhiri dengan faith, from faith to faith, dari awal sampai akhir tetap bangkrut. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading