Bagian yang sudah kita baca ini adalah satu bagian yang seringkali dianggap satu bagian yang agak sedikit problematis kalau kita melihat secara superficially, at least secara permukaan, tetapi sebetulnya kalau di dalam pembacaan yang hati-hati, cukup jelas dan tidak harus menimbulkan misunderstanding atau kebingungan di sini. Karena di dalam cerita-cerita perumpamaan, ada salah satu teori yang dikembangkan tentang perumpamaan yaitu membahas adanya satu poin saja yang mau dimaksud itu apa? Ketika membaca perumpamaan, kita tidak bisa mengharapkan semua detailnya itu kita bisa tarik semua message begitu ya? Kadang-kadang memang ada rich seperti itu, salah satu contohnya adalah misalnya di dalam perikop sebelumnya, tentang perumpamaan anak sulung, anak bungsu indeed kita bisa belajar banyak sekali, ada banyak point atau message yang kita bisa cari, kita bisa tarik dari cerita tersebut. Tetapi di dalam bagian ini basically hanya membicarakan satu mesasage atau satu hal saja yaitu bagaimana kita mempergunakan Mamon selama kita masih berada di dalam dunia yang tidak kekal ini, menjadi satu persiapan supaya kita boleh diterima di dalam dunia yang akan datang.
Perumpamaan ini sama sekali tidak berbicara tentang bahwa kita sebagai orang kristen boleh tidak jujur atau membuat pembukuan double dsb., sama sekali bukan itu dan saya pikir Yesus juga cukup jelas di dalam bagian ini waktu Dia mengatakan, memuji bendahara yang tidak jujur, lalu setelah itu dikomentari, sebab anak-anak dunia, Yesus tidak confuse, ini bukan gambaran orang-orang percaya, ini gambaran anak-anak dunia. Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang, anak-anak terang itu tulus, tetapi seringkali kurang cerdik, kalau anak-anak dunia memang cerdik, tetapi kurang tulus, begitu kan ya? Kita maunya mengikuti Yesus cerdik dan tulus, tetapi tekanannya di dalam perumpamaan ini adalah tentang kecerdikan, ketulusan dibicarakan dalam bagian yang lain. Cerdik di dalam bagian apa? Yaitu seseorang yang bisa mengantisipasi, yang memiliki pandangan yang jauh, khususnya dia bukan hanya hidup di dalam dunia sekarang ini, suatu saat dia akan menghadap Tuhan, suatu saat dia harus mempertanggung jawabkan kehidupannya.
Dan salah satunya adalah di dalam dunia ini, bagaimana dia berurusan dengan Mamon dan mempergunakan Mamon sebagai satu alat untuk mempersiapkan kehidupan yang akan datang. Memang kata-kata yang dipakai di sini rather provokatif begitu, misalnya dalam terjemahan bahasa Indonesia (saya belum cek di dalam bahasa aslinya), tetapi dalam terjemahan bahasa Indonesia dikatakan, ikatlah persahabatan dengan Mamon, ini apa artinya? Saya bersahabat dengan Mamon, bahkan ada banyak orang-orang yang mempergunakan ayat ini untuk membenarkan teologi mereka, mengejar kekayaan, kesuksesan, prosperity theology, dsb., lalu mengatasnamakan dukungannya berdasarkan ayat ini, kan Yesus sendiri bilang, supaya kita bersahabat dengan Mamon, kata mereka. Pembacaan seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan, kenapa? Karena perikop ini bukan tanpa perikop berikutnya, ini bukan satu perikop yang berdiri sendiri.
Nah untuk menyingkirkan kesalahmengertian terhadap pengertian persahabatan dengan Mamon, maka kita harus membaca perikop yang berikutnya yaitu at least makanya tadi kita membaca 10 dan 11. Setidaknya bagi Yesus, bagaimana kita dealing with money, itu adalah urusan perkara kecil. Kalau kita tidak bisa deal dengan benar terhadap uang, kita tidak usah berharap untuk melayani Tuhan di dalam perkara yang lebih besar. Uang itu urusan paling kecil, paling tidak penting, paling rendah, nah kalau di dalam urusan ini kita gagal, kita tidak usah muluk-muluk berkata cinta Tuhan, berkorban, mau mati untuk Tuhan dsb., itu semua omong kosong, karena urusan uang adalah urusan paling kecil, di dalam ayat 10 sudah dikatakan.
Apa maksudnya bersahabat dengan Mamon? Sederhana, yaitu kita menggunakan Mamon inside of digunakan oleh Mamon, di sini siapa memperbudak siapa? Siapa yang dipakai oleh siapa, siapa yang meng-instrumentalize siapa? Kita harusnya dipakai oleh Tuhan, lalu kita sendiri memakai uang, tetapi di dalam kehidupan manusia, manusia dipakai oleh uang, lalu kalau bisa, kita memperalat dan memakai, meng-instrumentalize Tuhan. Apakah kita masih ingat kutipan dari Agustinus yang sangat terkenal itu? Agustinus mengatakan, ada beda antara orang benar dan orang jahat, yang fasik dan yang benar. Orang yang benar, orang yang baik itu mempergunakan harta, barang-barang yang ada di dalam dunia ini untuk menikmati Tuhan, yang dinikmati itu Tuhan, barang-barang di dunia itu dipergunakan. Tetapi orang fasik, orang jahat itu berusaha untuk mempergunakan Tuhan, supaya dia boleh menikmati barang-barang di dalam dunia ini, tujuannya dia yang paling tinggi adalah bagaimana dia menikmati uang, menikmati barang-barang di dalam dunia ini, lalu Tuhan itu di instrumentalize.
Yesus precisely mengajarkan seperti yang dimengerti, diresepsi oleh Agustinus yaitu bagaimana kita mempergunakan Mamon, inside of dipergunakan oleh Mamon, kita yang menjadi tuan atas uang kita, bukan uang yang menjadi tuan atas kita. Cerita akan bisa sangat panjang sekali, saya pikir kita tidak usah memberikan ilustrasi, sudah begitu jelas, betapa mudahnya manusia berdosa, termasuk saudara dan saya jatuh di dalam persoalan keuangan kalau kita tidak hati-hati, ada daya tarik. Saya pernah melihat satu iklan lotre di Belanda yang bertuliskan, money is not everything, money itu bukan segala sesuatu, Tuhan tidak menjanjikan bahwa kamu pasti akan mendapatkan kebahagiaan yang paling tinggi. Wah ini iklan lotre modern berbicara seperti ini, tetapi di bawahnya ada font yang agak kecil, but it help!! Kamu tidak ada uang ya susah juga dong, makanya harus main lotre, it helps, sudah agak realistis, begitu kan ya? Kalau di dalam gambaran dulu, oh uang adalah segala-galanya, uang sumber kebahagiaan, ternyata di Singapore bolak-balik orang yang punya uang tidak bisa sembuh juga dari penyakitnya. Orang mulai tahu, eh… ternyata uang tidak bisa menolong seseorang, ini iklannya sudah lebih realistis. Memang uang bukan segala-galanya, memang uang bukan satu-satunya sumber kebahagiaan, tetapi jangan lupa, it help, it certainly help.
Saya pernah melihat satu acara televisi di Jerman, orang-orang kaya yang di interview dsb., wah hidupnya sangat-sangat glamour, terus terakhir, pertanyaan klasik dari pembawa acara, saya bertanya, apakah ada hubungan antara kebahagiaan dan uang? Lalu pasangan muda yang di interview itu saling melihat sambil senyum, lalu keduanya menjawab serentak, certainly yes, itu pasti, sebetulnya orang ini kan mau tanya, betul tidak sih bahwa rahasianya itu ada pada banyak uang? Dijawab dengan lantang dan serentak, uniform, ya iyalah, kamu pikir apa, ya uanglah, gambarannya itu memang dari uang, apalagi kalau bukan uang. Kalau bukan uang saya tidak bisa punya pesawat pribadi, kapal pribadi dst., itu pasti tidak ada, semuanya tergantung oleh uang. Sampai sekarang akan selalu menarik perbincangan tentang uang, bagaimana orang bisa mendapatkan uang, kalau perlu tidak kerja, kalau perlu kerja sedikit, dapat uang sebanyak-banyaknya, dst.
Saya pikir kita semua sangat akrab dengan pergumulan ini, tetapi Yesus mengatakan, bagaimana kita mempergunakan uang untuk persiapan di dalam kehidupan yang akan datang, seperti bendahara yang tidak jujur, sekali lagi, ini hanya gambaran cerita perumpamaan, yang tidak bisa kita tarik semua point. Point-nya adalah bendahara ini tahu bahwa dia tidak bisa lagi bekerja di tempat ini, tempat ini akan segera memecat dia atau akan bangkrut, atau apapun istilahnya, ini bukan sesuatu yang everlasting, maka dia harus memperalat uang itu supaya dia bisa masuk ke dalam kehidupan yang selanjutnya. Orang yang memiliki eschatological view bukan short sighted, tapi long sighted, far sighted, dia bisa melihat jauh, hidupnya bukan hanya di sini, tetapi hidup sampai kepada kekekalan dan bagaimana kita deal dengan uang.
Saya pernah sharing juga kepada saudara kutipan yang terkenal dari Bill Gates atau Steve Jobs, kalau kamu lahir miskin, itu bukan salahmu, tetapi kalau kamu mati di dalam keadaan miskin, itu salahmu, luar biasa ya kalimat ini. Maksudnya dia mau bilang, menjadi kaya itu adalah hak dan kemungkinan untuk setiap orang, kalau kamu lahir miskin, tidak usah mengutuki, memang kadang-kadang orang bisa lahir di keluarga miskin, itu kamu tidak salah apa-apa, mungkin orang tuamu yang salah, begitu kan ya? Kenapa mereka miskin, tetapi kalau kamu sudah hidup bertahun-tahun tetap miskin juga, itu salahmu, seharusnya kamu mati di dalam keadaan kaya raya, precisely ini ajaran dunia. Sebetulnya setiap orang bisa mencapai kekayaan kalau saja dia mau dan menjadi kaya, memperkaya kehidupannya sendiri, tetapi Tuhan melihat bagaimana kita dealing dengan uang yang dipercayakan di dalam kehidupan kita, ini bukan milik kita, tetapi milik Tuhan. Waktu diberikan kepada kita menjadi satu ujian, bagaimana kita mengikat persahabatan dengan Mamon ini, dia yang menjadi tuan atau saya yang menjadi tuan atasnya.
Kalau kita tidak setia di dalam perkara ini, maka akan sulit untuk setia di dalam perkara-perkara yang lebih besar. Ada orang bilang, saya akan melayani Tuhan, tidak apa-apa, saya bisa korban waktu, tetapi kamu jangan bicara tentang kredit card dan dompet saya, jangan. Kamu harus tahu saya sedang struggle, kalau mau minta uang, ya sama orang-orang kaya saja, yang sudah berhasil, yang sudah established, silahkan minta uang sama mereka, suruh memberikan persembahan yang banyak, tetapi jangan saya. Saya ini punya banyak tanggungan, anak-anak belum sekolah dsb., wah banyak sekali persoalannya, lagi berusaha, ini sedang struggling, jadi jangan bicara tentang persembahan, tetapi kalau kamu minta pelayanan apa saja, saya ada waktu, saya bisa korban, tetapi jangan bicara tentang uang.
Menurut alkitab, orang yang tidak setia di dalam pengorbanan di dalam soal uang, dia tidak usah bicara tentang pelayanan yang lain, tidak usah bicara yang lain, karena ini hal yang paling simple. Yang kita seharusnya paling tidak terikat, itu menurut Yesus adalah uang, justru adalah yang paling sederhana, kalau kita gagal di dalam bagian ini, bagian-bagian lain, itu hanya kamuflase, bukan bagian pelayanan yang sesungguhnya, itu hanya pasang muka kemunafikan dsb., karena alkitab tidak mungkin salah. Ada orang yang bilang, nanti, nanti, tunggu dulu, saya masih sedang berusaha, nanti saya akan kasih janji iman, perpuluhan kalau saya sudah berhasil, ini omong kosong, saya hanya punya 100 ribu, bagaimana? Ya sudah mulai dengan 100 ribu, kamu berikan berapa? Mau berikan 1000 rupiah juga tidak apa-apa, ah itu kan namanya menghina Tuhan, nanti tunggu saya kalau sudah punya uang miliaran, saya pasti akan persembahan, setelah saya pounya 100 milyar, saya akan kasih 1 milyar, itu omong kosong.
Kalau dari 100 ribu kita tidak bisa mulai, dengan pecahan 100 ribu, lalu kita mimpi, nanti, nanti tunggu 100 milyar, saya akan kasih, omong kosong, karena orang yang tidak setia di dalam perkara kecil, dia tidak akan setia di dalam perkara besar. Tidak akan mungkin ada jump kepada perkara besar, kalau itu mungkin, alkitab langsung salah, orang yang tidak biasa dari hal-hal sederhana, lalu mendadak dia bisa berhasil di dalam hal yang luar biasa, seperti koor, mungkinkah kalau setiap hari kita latihan berantakan, lalu kita berharap kepada Tuhan nanti waktu concert bisa langsung bagus? Itu namanya mencobai Tuhan, ya kan, tidak mungkin kan ya? Ada seorang yang ikut pertandingan sport, tapi dia tidak pernah latihan, lalu dia berharap bisa menang, mendadak bisa lari dengan cepat, cerita seperti ini tidak ada, absurd dan tidak masuk akal juga.
Orang yang tidak setia di dalam perkara kecil, di dalam perkara sederhana, bagaimana dia bisa setia di dalam perkara besar? Maka sekali lagi, yang sederhana adalah belajar terlibat di dalam aspek ini, aplikasi ini kan sangat sederhana? Melayani Tuhan melalui uang kita, memang melayani Tuhan bukan hanya uang, uang hanya sebagian, very clear, kita bukan hanya melayani Tuhan dengan uang, tetapi mereka yang tidak bisa melayani Tuhan melalui uang, melalui hartanya, lalu mereka muluk-muluk dengan korban perasaanlah, saya ini tidak korban uang, tapi korban perasaan, saya ini korban muka, suka terkena tampar oleh orang, misalnya, dsb. Oleh karena itu kita mulai dengan uang saja, karena tidak ada satu orang pun yang tidak punya uang, tidak ada, janda miskin itu, dia betul-betul miskin, dia punya uang juga meskipun miskin dan dia memberikan apa yang ada padanya.
Ada orang yang menabung, menabung lalu bisa membeli minyak narwastu, setelah itu dipersembahkan kepada Yesus untuk mempersiapkan hari kematianNya, seorang perempuan dengan minyak narwastu-nya, bukan orang yang terlalu kaya, tetapi Yudas justru mengatakan, itu lebih baik diberikan untuk orang miskin, untuk apa disia-siakan seperti itu? Padahal dia sendiri tidak memberi, tidak memberi tetapi kritik, dia sendiri tidak terlibat di dalam pekerjaan Tuhan, dia sendiri tidak membawa apa-apa untuk Tuhan Yesus, tetapi kritik. Alkitab memberikan keterangan redaksional, itu dikatakannya bukan karena dia mencintai orang-orang miskin atau dia lebih banyak memberi, bukan, karena dia adalah bendahara yang tidak jujur. Di dunia ini banyak excuse, excuse orang-orang yang sudah tidak memberi lalu kritik-kritik orang yang memberi, sebetulnya keberadaannya itu dinyatakan karena dia banyak kritik, maksudnya ingin menunjukkan bahwa I exist, I exist, I exist, karena lama-lama orang terganggu juga, orang ini kritik terus, lama-lama orang sadar bahwa orang itu exist. Itulah caranya dia untuk exist, menunjukkan eksistensinya melalui banyak kritik.
Tetapi waktu kita kembali dalam bagian ini, mereka yang terlibat di dalam pekerjaan Tuhan, mereka akan belajar untuk setia di dalam perkara yang sederhana, kalau kita tidak setia di dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapa yang akan mempercayakan kepada kita harta yang sesungguhnya? Harta yang tidak kelihatan di dahului dengan harta yang kelihatan, yang kelihatan itu urusan yang lebih sederhana, urusan yang lebih mudah untuk taat, lalu setelah kita taat di dalam hal yang kelihatan, kita bisa taat di dalam hal yang tidak kelihatan. Ini adalah prinsip alkitab yang seharusnya kita bisa terus-menerus renungkan, sekali lagi, aplikasinya sangat sederhana, sebetulnya tidak perlu komentar apa-apa, ya terlibatlah di dalam pekerjaan Tuhan melalui dompet kita, melalui uang kita, melalui tabungan kita. Lalu lihat bagaimana Tuhan memakai dan berkenan memberkati kehidupan kita, bukan karena Tuhan perlu, bukan, tetapi karena Tuhan memberikan kepada kita kesempatan untuk boleh berbagian. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading