Kita sudah pernah membahas tentang doktrin eskatologis dari Lukas yang sangat unik. Di situ ada satu penekanan ciri khas di dalam profile teologi Lukas yaitu menghindarkan orang untuk berspekulasi tentang kapan Tuhan datang, tentang tempatnya dimana. Karena pengertian tentang Kerajaan Allah itu adalah sesuatu yang spiritual, bukan sesuatu yang kasat mata dan bukan sesuatu yang bisa dialokasikan secara waktu. Tapi kenyataannya ada orang-orang yang berusaha untuk meresepsi model eskatologi seperti ini, orang-orang yang memikirkan tentang Kerajaan sorga dengan begitu antusias, tetapi kemudian mereka melupakan tanggung jawab kehidupan sehari-hari, akhirnya menjadi orang-orang yang kurang normal. Jelas ini bukan konsep Kerajaan Allah yang diajarkan di dalam alkitab.
Meskipun demikian bukan berarti lalu Lukas tidak mementingkan sama sekali tentang aspek dunia yang akan datang, secara sikap hati, secara perenungan, kontemplasi ini sesuatu yang harus ada di dalam pikiran kita dan kita mendapati prinsip ini dibahas di dalam perikop yang kita baca di sini.
Di dalam ayat 35 digambarkan satu metafora tentang pinggang yang tetap berikat dan pelita yang tetap menyala, ini berarti ada satu sikap hati yang mempengaruhi tingkah laku kita, perbuatan kita, apa yang akan kita lakukan. Apa maksudnya pinggang yang berikat? Artinya bukan hidup yang berhemat, bukan, tetapi artinya adalah seseorang yang mengikat, menyangkal dirinya lalu siap untuk melayani. Itu gambaran seorang hamba, mengikat pinggang, lalu membereskan pakaiannya, supaya dia tidak dihalangi oleh aksesoris yang ada pada tubuhnya itu diikat, sehingga dia bisa melayani dengan bebas. Gambaran pinggang tatap berikat, ini satu gambaran yang rela melayani Tuhan karena sudah menyangkal dirinya.
Di dalam kekristenan, kita menyangkal diri bukan hanya sekedar menekan dalam pengertian suppressed, hati-hati dengan konsep pendidikan yang kita terima di dalam keluarga kita atau yang diajarkan orang tua kita atau kita sendiri sebagai orang tua mengajarkan hanya sekedar melarang orang itu, melarang, melarang akhirnya suppressed, tetapi setelah itu terus apa, menahan, menyangkal itu untuk apa? Hanya sekedar ditekan, ditekan, lalu tidak ada pengarahannya mau kemana, tidak berguna pengajaran seperti itu. Cuma menghasilkan orang-orang yang akhirnya jadi terlalu tertekan kehidupannya dan waktu orang tertekan, dia akan cenderung menekan orang lain, waktu gilirannya tiba.
Kita mendapati di dalam gambaran ini yaitu gambaran seseorang yang melayani waktu dia mengikat pinggang karena dia mau melayani, bukan tanpa satu tujuan, kita bukan menyangkal diri untuk hanya menyangkal diri sendiri, bukan, kita menahan dosa karena tujuannya hanya sekedar tidak berbuat dosa, bukan. Kenapa? Karena waktu seseorang hidup di dalam dosa, dia akan tidak bebas untuk mengasihi Tuhan, untuk mengasihi sesama, tidak bebas mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal dan kekuatan. Sehingga seseorang itu perlu menghentikan diri dari kebiasaan berdosa, mengapa? Supaya dia bisa menikmati kebebasan untuk melayani Tuhan. Ada goal di dalam kehidupan kristen dan bahkan goal-nya itu yang terlebih dahulu harus ada, lalu kita harus menanggalkan apa. Ada goal yang lebih tinggi, kita menanggalkan apa? Bukan kita sudah menanggalkan apa lalu kita bertanya-tanya setelah ini goal-nya apa? ini terbalik.
Lalu pelita yang tetap menyala, waktu kita bandingkan bagian ini dengan bagian lain dalam firman Tuhan, di situ digambarkan di dalam satu keadaan gadis bijaksana dan gadis bodoh, ada yang membawa persediaan minyak, sehingga pelitanya tetap menyala, lalu ada yang tidak membawa minyak sehingga pelitanya padam. Dalam metafora kehidupan kristen kita dipanggil untuk menjadi terang, itu satu gambaran untuk menjadi pelita, tetapi ada orang yang tidak membawa persediaan, intinya adalah gambaran unprepared, gambaran orang yang tidak sedia di dalam perjalanannya waktu dia mengikut Tuhan. Pelitanya tidak bisa tetap menyala karena dia tidak mempersiapkan dirinya, unexpected waktu tuannya datang, dalam gambaran seperti ini intinya adalah saudara dan saya di encourage untuk mempunyai satu kehidupan yang senantiasa berwaspada, berjaga-jaga dihadapan Tuhan. Kenapa? Karena memang kita tidak tahu kapan Tuhan itu datang.
Dari sisi manusia kita mungkin menginginkan kalau bisa Tuhan memberitahukan kepada kita kapan Dia datang supaya saya bisa siap, tetapi orang seperti itu sebetulnya ingin menyatakan satu karakter yang betul-betul tidak siap. Ada orang-orang yang bekerja baik waktu bos-nya ada, ada anak-anak yang jadi rajin sekali, kelihatan saleh sekali waktu orang tuanya ada, tetapi waktu orang tuanya tidak ada, mendadak jadi orang yang lain. Tuhan tidak mau dengan cara seperti ini memberitahukan kedatanganNya, Saya akan segera datang, orang akan siap-siap, berarti dia tidak tentu seperti itu di dalam keadaan sebelumnya, tidak ada integritas.
Orang-orang yang berlaku baik waktu ada majikannya, dia berusaha menjalani satu kehidupan yang seperti sangat bertanggungjawab, tetapi waktu majikannya tidak ada dia hidup sembarangan. Bagaimana saudara dealing dengan absence, ketidakhadiran, itu menyatakan integritas kita dihadapan Tuhan, kalau ada orang kita baik, kalau orang yang kita takut dengan kehadiran mereka lalu kita bekerja baik, itu belum tentu baik, belum membuktikan apa-apa, tetapi waktu mereka tidak ada, waktu mereka absence, tidak hadir, apakah kita masih tetap bisa memelihara satu kehidupan berintegritas, itu baru betul-betul teruji. Bagaimana saudara dan saya dealing, berhadapan dengan ketidakhadiran ini, tetap di dalam integritas atau tidak?
Sebagai contoh di dalam alkitab ada peristiwa Musa yang naik ke gunung untuk mendapatkan firman yang dari Tuhan (ada motif ketidakhadiran), orang Israel juga tahu bahwa Musa tidak hadir, tetapi apa yang terjadi kemudian mereka pesta pora, di situ mereka mengumbar hawa nafsu mereka, apa yang terjadi dengan pemimpin kita Musa, tidak jelas, dia naik ke atas tidak turun-turun lagi, jadi bagaimana? Ya sudah dirikan saja institusi kita sendiri, kita dirikan saja golden calf, akhirnya mereka menggantikan kehadiran Tuhan dengan ciptaan kita sendiri itu peristiwa golden calf.
Waktu Tuhan hadir (atau kita lebih senang Tuhan tidak hadir di dalam kehidupan kita?), menanti, satu gambaran yang menguji, apakah kita betul-betul merindukan kehadiran seseorang, apalagi Tuhan. Seseorang yang menanti itu dealing dengan absence, ketidakhadiran secara benar. Mereka seharusnya menantikan Musa kembali, tetapi mereka bukan saja tidak menanti, mereka malah mau menggantikan Musa dan bukan hanya Musa, bahkan Tuhan sendiri. Tidak ada kesabaran untuk menanti, menanti itu menggambarkan satu love relationship, menggambarkan relasi kasih, kalau kita sudah menikah, pasangan atau pacar, orang yang kita kasihi, waktu mereka tidak hadir kita merasa ada keterhilangan, lalu kita menantikan dia kembali, waktu hadir itu menjadi satu kesejukan bagi kita.
Tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang yang mempunyai mentalitas hamba tanpa love relationship dengan tuannya, seorang hamba yang tidak memiliki love relationship dengan tuannya, dengan ordo yang di atasnya, kehadiran orang yang ada di atasnya itu di dalam ordo, akan cenderung mengganggu dia. Wah saya justru bahagia sekali kalau orang tua saya tidak ada, saya justru bahagia sekali kalau bos saya tidak ada, saya justru bahagia sekali kalau tidak ada orang yang mengawasi saya, hal ini hanya mau membuktikan bahwa kita tidak mempunyai love relationship. Saya membaca satu berita, anak seorang apologet kristen terkenal, namanya Rachel, sejak kecil dididik untuk begitu taat kepada firman Tuhan, sampai mengerti istilah-istilah teologi yang sangat dalam, sampai kemudian dia bertumbuh menjadi seorang pemuda dan akhirnya menjadi seorang ateis. Ini mengagetkan, kalau orang tanya, dulu itu apa yang dia pelajari? Nah inilah kesulitan gambaran submission jiwa hamba yang tidak ada love relationship, memang taat, memang menurut, memang mengerti istilah teologi, tetapi tidak ada love relationship, tidak ada hubungan kasih dengan firman Tuhan, dengan Tuhan itu sendiri, dengan orang tua, dengan sesama, dengan ordo yang diatasnya, tidak ada.
Jadi ketaatan yang terjadi adalah ketaatan robotik, ketaatan mekanik, sinkronisasi seperti menghubungkan antara komputer dengan LCD, itu mudah dilakukan, ini bukan cara Tuhan membentuk saudara dan saya untuk mengikut Dia, bukan dengan model mekanikal seperti ini, tidak. Tetapi dari satu pergumulan, satu perjalanan mengikut Tuhan yang kompleks, termasuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang menyakitkan, tapi bagaimana kita merelasikan dengan Tuhan yang adalah Tuan kita. Ada pilihan waktu kita menempatkan diri kita sebagai hamba, bahkan waktu kita menganggap diri kita cukup submissive sekalipun, takluk, takluk di dalam spirit apa? Di dalam spirit terpaksa, spirit mekanikal atau spirit tape recorder seperti Rachel, yang bisa langsung bunyi dan benar semua, benar secara teologi, tetapi hati tidak terlibat? Atau taat karena kita mengasihi, karena kita menghargai?
Bagaimana kita melihat tuan kita, bagaimana kita melihat Tuhan, picture kita tentang Tuhan itu bagaimana? Satu sosok yang menyenangkan atau sosok yang membosankan? Satu sosok yang kita nantikan kehadiranNya atau satu sosok yang justru kalau Dia hadir saya malah terganggu? Lebih baik saya bebas, Rachel yang tadi mengatakan satu kalimat yang sangat menyedihkan dari perspektif kita yang pecaya kepada Tuhan, sekarang saya baru tahu, dulu kalau saya tidur sama boy friend saya, selalu ada perasaan guilty feeling, saya merasa bersalah, karena saya selalu dididik oleh orang tua saya bahwa itu adalah dosa, salah dsb., sekarang saya baru tahu apa artinya freedom. Now, freedom is my god, freedom itu adalah allah dan tuhan saya, lalu ada orang yang bertanya, kamu menyesal tidak dulu dibesarkan di dalam lingkungan keluarga yang ketat? Oh.. tidak, justru itu penting bagi saya dibesarkan dalam keluarga kristen yang ketat seperti itu, dimana saya dididik untuk takluk, saya bersyukur untuk itu, kenapa? Karena justru itu yang akan mempersiapkan saya, bagaimana saya sekarang menghargai apa artinya true freedom.
Coba kita perhatikan, luar biasa terbalik dengan gambaran kekristenan, kalau orang kristen akan menyaksikan, saya bersyukur waktu itu Tuhan ijinkan saya masuk kehidupan yang gelap, sehingga saya betul-betul bisa menghargai apa artinya anugerah, harusnya begitu kan? Tetapi berbeda dengan kesaksian yang di atas tadi, orang seperti Rachel ini luar biasa menakutkan. Mungkin kita juga ada spirit seperti ini, mungkin kita tidak berani bicara se kencang ini, tapi jangan-jangan spirit itu juga hadir di dalam kehidupan kita?
Waktu picture kita, waktu gambar kita tentang ordo yang ada di atas itu sebetulnya negatif dan bukan positif, kita melihat gambaran dalam bagian ini, bagaimana tuan yang pulang dari perkawinan, waktu dia kembali, saya terkejut sekali dengan ayat 37, dikatakan, waktu tuan itu kembali dan mendapati hambanya berjaga-jaga waktu ia kembali. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilahkan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Loh ini tidak salah, siapa yang tuan, siapa yang hamba? Di sini siapa yang melayani siapa? Tuannya waktu pulang, dia akan mengikat pinggangnya, tuannya akan mempersilahkan hamba-hambanya duduk makan, dan tuannya akan datang melayani mereka. Di sini banyak terbaliknya, mungkin gambarannya adalah kenapa saya justru terganggu waktu tuan itu mau datang? Pasti dia datang minta dilayani lagi, ya kan, sudah datang, dia makan, minum enak-enak, mungkin mabuk-mabukan di acara perkawinan sana, lalu datang-datang minta dilayani lagi, oh… ternyata tidak, dia datang untuk melayani, menjamu mereka makan.
Ini satu picture yang berbeda dengan gambaran tuan yang tidak akrab sama sekali dengan gambaran tuan yang ada di dalam dunia kan ya? Maksudnya apa ya? Tuhan mau menggambarkan satu gambaran yang positif, bukan masuk ke dalam satu gambaran tuan yang bengis, yang tahunya hanya semena-mena, main perintah sini dan sana, lalu bossy, maunya hanya dimengerti dan ditaati saja, tetapi tidak pernah peduli dengan kehidupan kita., tidak mau tahu, maunya hanya dilayani. Budaya Timur kan seperti ini ya? Yang namanya orang tua itu harus selalu didengarkan, harus selalu dilayani, kalau salah harus dimaklumi dsb. Tetapi di dalam alkitab, budayanya berbeda, justru Tuhan sendiri, karena gambaran tuan ini sebetulnya adalah Tuhan, Tuhan, waktu Dia datang, Dia akan melayani kita hamba-hambaNya. Dia pulang dari perkawinan, dia mau menghadirkan susana pesta perkawinan itu di dalam rumahnya sendiri bagi hamba-hambanya.
Waktu kita didapati oleh tuan yang datang mengunjungi kita, sebetulnya dia ingin share sukacita bukan share kebosanan, hati-hati dengan perspektif yang diterima oleh Rachel tadi. Gambaran dia tentang Tuhan sepertinya adalah gambaran Tuhan yang membosankan, Tuhan yang bossy, Tuhan yang mengikat kebebasan saya, dsb., ini gambaran Tuhan dari orang yang seperti Rachel tadi. Itulah sebabnya dia mengatakan now freedom is my god, saudara mau tahu allah yang saya kenal? Namanya adalah freedom, bukan Tuhan yang dulu diajarkan oleh orang kristen, itu bukan Tuhan, itu ciptaan manusia, kasihan orang seperti ini, karena mereka tidak mendapatkan picture Tuhan yang positif, tidak mendapati gambaran Tuhan yang melayani kita, yang dia tahu adalah Tuhan hanya mau dilayani saja.
Gambaran kita tentang Tuhan itu sangat berpengaruh bagimana kita menjalani kehidupan ini. Ada gambaran yang sama kalau kita bandingkan bagian ini dengan perumpamaan lima talenta untuk hamba pertama dst. sampai hamba yang ketiga, baik dalam versi Matius atau Lukas, di situ kita akan mendapati satu gambaran hamba yang ketiga ini tidak menjalankan talentanya, kenapa? Karena pikirannya jahat tentang tuannya, ini manusia yang kejam, tidak menabur tetapi mau menuai, hanya titip-titip saja, sudah tidak mendukung, orang dilepas begini saja, suruh jungkir balik sendiri, lalu datang-datang minta labanya mana. Orang seperti ini jahat, saya tidak sudi membuat laba untuk tuan seperti ini, coba kita perhatikan, gambaran negatif tentang Tuhan seperti ini akan menghancurkan kehidupan orang itu sendiri. Tuhan itu tidak rugi apa-apa, kalau saudara dan saya tidak mau terlibat di dalam pekerjaan Tuhan, memang di dalam waktu itu sepertinya pekerjaan Tuhan jadi tersendat, tetapi tidak apa-apa juga, itu waktunya Tuhan, Tuhan akan serahkan kepada yang lain, nanti akan berbuah juga, itu pasti, is just a matter of time.
Dengan atau tanpa kita pekerjaan Tuhan akan jalan terus, memang tidak harus memakai kita, tetapi sayang sekali kalau kita diberikan kesempatan lalu kemudian kita menyia-nyiakannya. Pikiran kita yang jahat tentang Tuhan akhirnya menghancurkan diri kita sendiri, bukan menghancurkan Tuhan, bukan. Di sini digambarkan Tuhan bukan datang untuk menyiksa, tetapi kalau kita berpikir, Tuhan ini datang mau apa lagi, mau menghukum apa lagi, mau menuntut saya apa lagi? Justru Tuhan datang mau menjamu kita, mau melayani mempersilahkan duduk makan, tetapi kita sendiri yang menolak, jadi kita yang rugi, bukan Tuhan.
Maka gambaran yang positif tentang Tuhan, tentang ordo yang di atas kita, jadi bukan hanya Tuhan, manusia itu diciptakan dengan berbagai macam relasi ordo, nah aspek ordo itu banyak, misalnya, di dalam keluarga, kita ada ordo, ada ordo di atas kita, ada ordo di bawah kita, saya punya orang tua, tapi saya juga bisa punya anak, anak itu ordo di bawah saya, tetapi saya terhadap orang tua saya, saya yang di bawah, orang tua yang di atas. Lalu di tempat pekerjaan kita, di dalam gereja kita juga ada ordo, dst, jadi kita hidup di dalam tatanan ordo. Bagaimana kita melihat gambaran ordo yang di atas, itu sangat mempengaruhi bagaimana kita memperlakukan dan melihat ordo yang di bawah kita.
Di dalam ayat 38 digambarkan, dia datang tengah malam, dini hari, apa maksudnya? Maksudnya adalah Tuhan datang pada waktu yang seharusnya kita itu waktunya tidur, kalau kita baca perumpamaan gadis bijaksana dan bodoh, itu sama-sama tidur kan ya? Yang satu tidur dengan persiapan, yang satunya tanpa persiapan. Yang membedakan kita dengan orang yang tidak percaya itu bukan karena kita tidak pernah tidur, berjaga-jaga terus karena Tuhan bisa datang kapan saja, ini kan tidak realistis, tidak seperti itu, kita ya tidur juga. Orang kristen juga perlu istirahat, kita perlu bekerja, perlu berdagang dsb., secara fenomenal tidak ada bedanya, yang membedakan adalah sikap hati kita, kita prepare atau tidak prepare, siap sedia atau tidak siap sedia. Di sini digambarkan tuannya itu datang tengah malam, dini hari meaning pada waktu orang itu tidur, lalu di sini dia akan melihat mana yang siap sedia dan mana yang tidak.
Kita harus hati-hati dengan gambaran kekristenan yang murahan, percaya kepada Yesus, terima Yesus di dalam hatimu, engkau akan diselamatkan, pokoknya lima menit minta Tuhan masuk dalam hatimu ya sudah selesai. Silahkan hidup prepare atau tidak prepare, kudus atau tidak kudus, ibadah atau tidak ibadah, yang penting sudah pernah terima Yesus dalam hati kan? Yang seperti ini adalah injil palsu yang paling membahayakan, menipu banyak orang, dia pikir sudah di dalam Tuhan, padahal belum di dalam Tuhan. Saya bukan mau mengatakan bahwa kita diselamatkan karena kesalehan kita, bukan, sepenuhnya kita diselamatkan karena darah Yesus Kristus, karena pengorbananNya yang sempurna itu, tetapi orang yang memiliki iman yang sejati itu, ada effect terjadi di dalam kehidupannya. Orang-orang yang lahir baru berbeda dengan orang-orang yang tidak pernah mengalami kelahiran baru, mungkinkah orang-orang yang tidak pernah mengalami kelahiran baru pernah angkat tangan waktu ada calling saat KKR? Mungkin. Jangan kita mendasarkan keselamatan hanya dari orang pernah angkat tangan atau tidak, ini bahaya sekali.
Orang kristen itu tidak sempurna, bisa jatuh di dalam dosa, betul, tetapi yang pasti anugerah yang ada pada Tuhan, itu membawa kepada sikap seperti yang digambarkan dalam bagian ini. Makanya pembicaraannya adalah tentang sorga dan neraka, kita tidak melihat ada variasi…, oh… sebetulnya ada orang kristen yang sebetulnya dia memiliki iman sejati, tetapi dia juga tidak menanti Tuhannya, gambaran itu tidak ada. Yang ada adalah either seseorang percaya kepada Yesus Kristus dan dia menanti siap sedia atau dia tidak menanti dan tidak siap sedia, dan karena itu membuktikan bahwa dia sebetulnya tidak pernah percaya kepada Yesus Kristus. Sudah, hanya ada dua bagian itu saja, tidak ada bagian tengah-tengah…. sebetulnya imanya sejati, tetapi dia kurang menanti dan dia kurang siap, oh.. tidak ada kelompok seperti itu. Yang ada adalah yang menanti dan tidak menanti, yang diselamatkan dan tidak diselamatkan, yang mengalami pembaruan dari Tuhan atau binasa, ya hanya dua itu saja.
Iman yang sejati itu menanti kedatangan Tuhan, waspada dan akhirnya dia berbahagia dalam pesta rohani yang Tuhan sediakan. Datang pada waktu yang tidak disangka, artinya apa? Saudara dan saya harus selalu mempersiapkan diri, sepertinya ini adalah hari yang terakhir, dalam tulisan Richard Baxter orang pernah bertanya, rahasia kamu dipakai Tuhan itu apa? Kenapa khotbah begitu powerful, jawaban dia sederhana sekali, dia katakan, saya berkhotbah seperti orang sekarat yang sedang berkhotbah kepada orang-orang sekarat yang lain, dan saya tidak pernah yakin kapan bisa ada kesempatan untuk berkhotbah lagi. Ini double perspektif, ini mungkin terakhir kalinya untuk saya, tetapi orang yang saya ajak bicara, ini mungkin juga terakhir kalinya untuk mereka. Saya mungkin tidak terakhir, mungkin orang lain yang terakhir, mungkin orang lain tidak terakhir, mungkin saya yang terakhir. Saya percaya salah satu persoalan di dalam kehidupan manusia adalah kita menyia-nyiakan waktu, kenapa? Karena kita selalu berpikir, kita punya banyak kesempatan, telat hari ini tidak apa-apa, kan ada besok, wah saya belum bisa loh….saya ngurusin anak saya… kerjaan itu banyak sekali… nanti kalau kerjaan saya sudah rapih, saya akan ngajarin bagaimana anak saya saat teduh dll., jadi nanti saja, kan ada waktunya, sekarang belum… nanti saja….. pasti ada kesempatannya saya akan lakukan, tapi tiba-tiba anaknya sudah kuliah dan tidak tinggal bersama kita lagi, akhirnya waktu kuliah, dia rusak… lalu kita baru sadar… telat deh, telat saya mendidik.
Karena kita selalu berpikir punya waktu, kita berpikir punya kesempatan, kita pikir masih ada hari yang lain. Inilah salah satu penemuan manusia yang bisa menipu kita… yang namanya jam… kan jam berputar terus…. Sekarang jam 11.15 nanti kan bisa balik jam 11.15 lagi… kan begitu terus, berputar terus… kalau sekarang jam 11.15 tidak sempat, besok masih ada jam 11.15 yang lain… kalau tidak sempat lagi, yang jam 11.15 yang besoknya lagi… dst. Sebenarnya kehidupan manusia bukan jam ini kan? Memang jam ini membantu kita untuk bisa melakukan pengkategorian waktu, tetapi gambaran jam waktu hidup manusia yang jauh lebih cocok itu adalah seperti satu sumbu yang panjang terus dinyalakan, lalu sumbu itu pelan-pelan habis, jadi waktu hidup kita itu seperti sumbu yang dinyalakan ini, bukan seperti jam yang ada putarannya terus.
Kita merasa di dalam kehidupan kita, kita selalu memiliki kesempatan, malam itu tidak sempat.. ya besok malam saja… hari ini tidak sempat… ya besok saja… kali ini tidak bisa ikut, tidak apa-apa… ya lain kali saja. Memangnya siapa yang berdaulat, apakah saudara dan saya? Bukan, yang berdaulat itu adalah Tuhan, mungkin tidak akan pernah ada kesempatan lagi yang Tuhan berikan, kalau Tuhan masih memberikan kepada kita kasih karunia, ya kita bersyukur. Ada orang berpikir nanti saja… saya punya waktu untuk bertobat… sekarang ini belum…. hati manusia yang berdosa selalu ada alasan teologis untuk membenarkan dirinya sendiri. Orang yang di dalam kehidupannya selalu berpikir bahwa dia punya kesempatan, itu adalah orang yang paling banyak missed, kehilangan kesempatan yang dihadirkan oleh Tuhan di dalam kehidupannya.
Maka di sini dikatakan, datang pada waktu yang tidak disangka, maksudnya supaya kita jangan berpikir bahwa saya masih ada kesempatan, saya masih ada waktu, karena bisa datang seperti pencuri pada saat yang tidak disangka-sangka. Lalu di situ Petrus bertanya, perumpamaan ini untuk saya atau untuk orang lain atau untuk siapa ya? Yesus menjawab dengan indirect, siapa pengurus rumah yang setia dan bijaksana, dia diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya, untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya. Wah… ayat ini indah sekali… bagian ini membicarakan prinsip spiritual leadership, di dalam satu aspek kategori yang satu ini (ini bukan komprehensip) yaitu kesiapsediaan, siapa yang dianggap layak oleh Tuhan untuk menjadi spiritual leader adalah orang yang senantiasa siap sedia. Siap sedia, bukan yang talented, gifted atau punya skill yang tinggi, dsb.
Sekarang ini kalau berbicara tentang leadership, ada banyak penyelewengan, bukan poin alkitab yang diajarkan, ada orang yang dipercaya jadi leader, bahkan di gereja, apalagi di tempat-tempat yang lain, lebih lagi, gereja pun juga tidak lebih baik, yang dipikirkan itu apa? Oh.. dia harus kita berikan kesempatan kenapa? Karena resources-nya banyak, orang itu punya banyak sumber daya, sumber daya itu macam-macam, salah satunya adalah uang, yang lainnya apa? Oh… dia ini punya potensi, dia pintar loh.. ya kita harus berikan dia kesempatan untuk memimpin, karena potensinya besar, karena dia punya banyak skill, dia punya skill yang tidak dimiliki oleh orang lain, akhirnya leadership-nya bergeser ke tempat lain.
Bukan seperti yang diajarkan alkitab, menurut alkitab secara sempit ya (sekali lagi ini tidak komplit, bagian lain perlu melengkapi), tapi di sini dikatakan, siapa itu spiritual leader, menurut Yesus yaitu mereka yang siap sedia menantikan tuannya datang, yang lebih mempersiapkan diri menyambut tuannya, dialah leader yang sesungguhnya. Tapi Yesus kemudian juga memberikan tambahan yang menarik, dia yang akan diangkat menjadi kepala atas semuanya untuk apa? Di sini dikatakan, untuk memberikan makanan kepada hamba-hamba yang lebih rendah. Konsep leader-nya terbalik semua dengan yang diajarkan oleh dunia. Kalau saya leader, wah bisa bossy sedikit, orang lain harus takluk pada saya, Yesus bilang, kalau kamu leader, kamu akan dipercaya untuk memberikan makanan kepada hamba-hambamu, kepada pegawai-pegawaimu, seperti Tuhan sendiri kan? Waktu Tuhan datang, Dia menjamu, Tuhan sendiri akan mengikat pinggangNya dan melayani kita, mempersilahkan kita untuk duduk makan.
Lalu yang dipercaya untuk menjadi spiritual leader menurut konsep alkitab yaitu dia yang akan memberikan makanan kepada hamba-hamba yang lebih rendah, yang akan melayani, semua konsep ini sama sekali berbeda dengan apa yang ada di dunia. Kita ada dua pilihan, percaya bahwa alkitab firman Tuhan atau kita katakan bahwa ini adalah ajaran yang tidak masuk akal, tidak liveable, ajaran ini hanya bisa di gedung gereja, setelah keluar dari gedung gereja, semuanya tidak bisa dijalani, model seperti ini tidak bisa dihidupi, semua orang bisa bangkrut kalau mengikuti ajaran seperti ini. Kita bisa masuk ke daam kesimpulan sinis seperti ini atau kita percaya bahwa inilah prinsip sesungguhnya yang diberitakan oleh Tuhan kepada kita. Makin tinggi, kita makin rendah, semakin tinggi semakin melayani, semakin tinggi beban lebih berat, makin banyak tanggungan, semakin dipercaya untuk melayani, konsep leadership yang melayani, bukan leadership yang memerintah, bukan.
Sebetulnya Tuhan itu layak memerintah, karena Dia Tuhan, tetapi Dia turun ke dalam dunia, lalu menjadi sama dengan manusia, supaya bisa melayani kita yang sudah jatuh di dalam dosa, mati di atas kayu salib untuk menggantikan pembayaran hutang kepada Bapa yang di sorga, yang kita tidak akan pernah bisa membayar itu. Leadership incarnation, berbeda dengan leadership yang non incarnation, seperti yang diajarkan oleh dunia ini.
Bagian berikutnya dalam ayat 45, dikatakan, hamba ini bisa menjadi jahat waktu berpikir buruk tentang tuannya, tuanku tidak datang-datang, kemungkinan yang lain, kalau dia tidak bisa berpikir positif berarti berpikir jahat. Lalu apa yang terjadi? Dia akan mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, tadi dikatakan, yang dipercaya itu harus memberikan makanan kepada hamba-hamba yang lebih rendah. Tetapi di sini tidak, dia justru memukuli hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, jadi seseorang yang bossy, jadi seseorang yang menyalahgunakan power yang ada padanya, bukan di dalam spirit pelayanan, tetapi di dalam spirit bentak-bentak, spirit violent dsb.
Coba kita perhatikan di sini, ada kaitan yang sangat erat antara kegagalan kita untuk melihat ordo yang ada di atas kita itu positif akhirnya berdampak bagaimana kita memperlakukan ordo yang di bawah kita. Misalnya kita kerja di satu perusahaan, kita melihat bos kita itu jahat dan manipulatif terhadap kita, maka kita bisa juga memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang sama kepada bawahan kita. Kalau kita terus-menerus diinjak dari atas, lalu kita harus baik kepada yang di bawah, kekuatan dari mana? Ya susahlah….seperti itu, kecenderungannya adalah kalau saya sudah dinjak-injak, ditekan dari atas, yang di atas itu very bossy, ya saya harus bagaimana? Ya saya harus mengeluarkan sikap bossy juga kan, ini namanya kalau ada input harus ada output, kalau tidak begitu saya bisa gila, secara pemikiran psikologi ya ini wajar.
Maka kita harus hati-hati di dalam satu keadaan yang kita tidak bisa lagi melihat satu yang positif dari gambaran yang di atas itu, orang yang cenderung melihat gambaran ordo yang di atas itu negatif, lalu tidak bisa membereskan hal itu, dia tidak bisa overcome, maka dia akan cenderung menjadi orang yang akan memperlakukan sesamanya nanti suatu saat, ordo yang lebih rendah dari dia, maka dia akan melakukan hal yang sama dengan apa yang sudah pernah dia alami. Kita harus hati-hati dengan gambaran ordo yang di atas itu, waktu berantakan, waktu kita melihat semuanya gelap, very dark, maka kita ada kecenderungan untuk memperlakukan hal yang sama kepada bawahan kita. Dan di sini betul-betul dicatat seperti itu, hamba yang jahat berkata di dalam hatinya, gambaran dia tentang tuannya sudah jahat, ini model tuan seperti apa sih, orang sudah mau tidur dia datang tengah malam, dini hari, pasti mau minta dilayani lagi, padahal tidak seperti itu. Karena berpikir seperti itu, maka saya juga memperlakukan bawahan saya seperti itu, harus ada keseimbangan, saya di bossy-in, ya saya juga akan nge-bossy orang lain, itu wajar sekali.
Pencobaan yang kedua, kalau pun tidak jatuh dalam bagian ini, yaitu makan minum, mabuk, maksudnya adalah tuan saya ini ada dipesta perkawinan, jadi dia lagi senang-senang, sementara kita di sini susah, harus bekerja, mana bisa, (ini pikiran yang jahat) dia senang-senang, kita juga senang-senang, dia makan minum, kita juga makan minum, mungkin disana dia juga mabuk-mabukan, kita juga mabuk-mabukan. Padahal tuannya tidak mabuk-mabukan, kita kan tidak percaya Tuhan mabuk-mabukan, ya kan? Waktu seseorang gagal menebus di dalam kesehariannya, tanggung jawab, either tanggung jawab studi, bekerja dll., itu tidak ada sukacita waktu dia mengerjakan, semuanya berubah menjadi kewajiban, kewajiban dan kewajiban.
Ada orang yang seperti itu, hidup di dalam dualisme, waktu selesai kerja wah… puji Tuhan… sekarang saya bisa pulang bertemu keluarga, keluarga itu paradise, kerja itu neraka, ada juga yang mungkin sebaliknya. Orang yang hidup dalam dualisme adalah orang yang gagal menebus kesehariannya, waktu dia bekerja, bukan di dalam spirit sukacita, bukan di dalam kerelaan, tetapi melihat sebagai satu beban yang berat, yang harus dia tanggung. Yesus mengajarkan, kuk yang Kuberikan itu enak dan beban yang Kuberikan itu ringan, kalau kita tidak bisa katakan amin terhadap kalimat ini, ada yang salah dalam kehidupan kita dan perlu dikoreksi. Kalau kita katakan beban itu berat, artinya ada yang perlu dikoreksi dalam hidup kita, karena Tuhan katakan beban itu ringan.
Tetapi waktu hamba ini mulai berpikir, saya sengsara kalau kerja seperti ini, ini berat, lah dia enak-enak, lalu bagaimana, ya sudah saya juga enak-enak. Jadi melihat di dalam dualisme, kalau kerja itu berat, lalu kalau pulang rumah itu senang-senang begitu kan ya? Berarti kita tidak mendapatkan penebusan di dalam seluruh aspek kehidupan kita, maka yang terjadi dalam gambaran seperti ini adalah hamba-hamba ini akhirnya gagal untuk menguasai diri, mereka makan, mabuk-mabukan kenapa? Ya karena dia tidak berhasil untuk menebus, waktu dia bekerja, dia tidak rela, dia merasakan itu sebagai beban yang berat, studi itu suatu siksaan untuk dia, kalau boleh sih, tidak usah studi langsung kerja, tidak usah pakai jalan yang berputar, terlalu menyiksa untuk saya. Kita gagal menebus di dalam aspek keseharian kita, di dalam dunia kerja, keluarga, gereja dll., itu menjadi satu beban yang berat, bukan ringan, bukan kuk yang menyenangkan yang diberikan Tuhan, tidak. Kalau kita hidup di dalam gambaran seperti ini, kita harus hati-hati, karena kita juga bisa gagal menguasai diri seperti hamba-hamba yang dimaksud di sini.
Kalau kita gagal menghayati love relationship dengan Tuhan, dengan ordo yang ditempatkan Tuhan di atas kita, suatu saat kita bisa seperti hamba-hamba ini. Waktu mereka tidak ada kita mendadak menjadi orang yang lain, mengumbar segala sesuatu yang saya senang, karena dulu saya selalu ditekan, ditekan dan ditekan. Christianity itu matter of perspective, kita mau melihatnya bagaimana, kalau orang melihat berat, ya berat, orang yang melihat ringan ya ringan. Jadi matter of perspective, ada orang yang sakit kanker, dia tetap bisa merasa bahwa saya di dalam pemeliharaan Tuhan, ini satu tanggungan yang ringan karena saya menjalani bersama dengan Tuhan, ada orang yang hanya sakit panu saja sudah begitu susah sekali hidupnya. Jadi ini masalah matter of perspective, bukan masalah panu atau kanker, tergantung kita melihatnya bagaimana, melihat positif atau nengatif? (ini bukan mau mengajarkan positive thinking).
Dalam ayat 47-48 dikatakan, hamba yang tahu kehendak Tuhan tapi tidak mengadakan persiapan, tanggungannya, hukumannya lebih berat dari pada mereka yang tidak tahu, tapi melakukan….. Saudara dan saya, kita orang kristen, kita beribadah kepada Tuhan, kita ini adalah kelompok orang yang tahu, bukan yang tidak tahu, mungkin orang-orang yang beragama lain itu tidak terlalu tahu prinsip ini, karena mereka memang juga tidak pernah mendengar khotbah tentang Yesus secara terus-menerus. Mungikin kita berpikir, wah celaka… kalau begitu lebih baik saya tidak tahu dong…., kalau kita berpikir seperti ini, itu hanya membuktikan satu hal, bahwa pikiran kita tentang Tuhan itu betul-betul negatif.
Tahu itu suatu kebahagiaan, kita bisa tahu itu privilege, bukan tekanan, orang yang cenderung melihat segala sesuatu sebagai tekanan, suppressed dsb., itu memang pikiran yang paranoid, melihat semuanya secara negatif, tetapi kalau kita melihat secara positif, justru kita bersyukur bahwa kita diberitahu supaya tahu dan karena itu kita tidak harus dapat pukulan. Karena tahu perlu mengadakan persiapan, maka kita tidak perlu menerima pukulan itu. Bagian ini mengatakan, kalau kita tahu, tetapi tidak melakukan, ya pukulannya lebih berat, karena itu satu kehidupan yang menghina Tuhan, sudah tahu tapi di ignore, suatu saat Tuhan pasti akan manghakimi, kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
