Bagian observasi adalah sesuatu yang penting, saya percaya bukan hanya di gereja, tetapi juga di dalam keseharian kehidupan kita. Orang yang gagal mengobservasi, gagal menganalisa, gagal melakukan pembedaan antara apa yang baik dan tidak baik, apa yang mendukung, apa yang menghalangi, apa yang membangun, apa yang menghancurkan akan menyia-nyiakan pergumulan yang sebetulnya tidak perlu terjadi, karena kita kurang peka akan apa yang menjadi faktor positif dan negatif. Tentu saja waktu kita melihat gereja jauh lebih dari sekedar kita memikirkan tentang perusahaan atau bahkan keluarga, tetapi ini merupakan satu jantung hati Tuhan, memanggil umat yang berdosa ke luar dari dosa, bangsa Israel dipanggil ke luar dari Mesir supaya mereka boleh beribadah kepada Tuhan di padang gurun. Ibadah merupakan sesuatu yang sentral, kehidupan gereja merupakan sesuatu yang sentral di dalam kehidupan kristen, meskipun kita tahu bukan hanya ada satu sentral ini saja, tentu saja ada bagian-bagian yang lain di dalam kehidupan manusia.
Hari ini kita akan merenungkan 7 poin tentang gereja yang bertumbuh, sebagai suatu teguran dan juga dorongan, sehingga kita berada di dalam satu keadaan yang sungguh-sungguh diperkenan dan diberkati Tuhan:
Pertama, gereja yang bertumbuh adalah gereja yang memiliki visi Kerajaan Allah. Apa yang dimaksud dengan visi Kerajaan Allah akan tergantung dari pengertian kita tentang Kerajaan Allah itu sendiri. Apa yang kita maksud dengan Kerajaan Allah? Sudah beberapa kali kita membahas bagian tentang Kerajaan Allah ini, kita tidak bisa mereduksi pengertian Kerajaan Allah, bahkan dengan satu devinisi yang setajam apa pun, karena pengertian Kerajaan Allah begitu limpah. Tetapi kalau boleh memililh salah satu saja yang penting di dalam Kerajaan Allah yaitu di dalam pengertian antitetik, Kerajaan Allah bukan kerajaan dunia. Kerjaan dunia itu kasat mata (dilihat oleh mata jasmani), Kerajaan Allah itu tidak kelihatan, dilihat oleh orang yang punya mata rohani, yang peka untuk bisa melihat realita Kerajaan Allah.
Senantiasa kita hidup di dalam tension ini, bagaimana dunia berusaha untuk menyeret kita selalu mementingkan apa yang kelihatan, kemuliaan dan kemegahan yang kelihatan, tetapi kemudian tidak memedulikan sama sekali hal yang tidak kelihatan. Hal yang tidak kelihatan memang tidak dilihat oleh dunia, bahkan orang-orang kristen yang matanya tidak tajam juga tidak tertarik untuk melihat hal-hal seperti ini. Kita harus hati-hati terhadap pencobaan dunia, yang terus-menerus berusaha untuk mencari acknowledgement, recognition dari hal-hal yang kelihatan. Gereja dibangun, gereja diperkenan oleh Tuhan adalah karena hal-hal yang tidak kelihatan yang dilihat oleh Tuhan dan yang tidak dilihat oleh manusia.
Daud dilihat hatinya, yang tidak kelihatan, tetapi seorang Samuel pun, siapa yang meragukan ketajaman visi seorang Samuel, rohani kita jauh lebih rendah dari pada dia, tetapi itupun dia gagal melihat. Seorang Samuel gagal melihat, apalagi saudara dan saya, kita harus betul-betul rendah hati di dalam kelemahan ini. Gereja, kalau tidak hati-hati waktu mulai masuk di dalam berkat Tuhan menuju kepada establishment, menjadi sesuatu yang menakutkan kalau bergeser dari mengejar yang tidak kelihatan menjadi mengejar yang kelihatan. Yang kelihatan itu mudah sekali dihitung, seperti hari ini jumlah yang hadir banyak, bisa ada statistiknya, lihat angkanya, kolekte bisa dihitung, semua asset bisa dihitung, dst., tetapi tetap bukan Kerajaan Allah. Memang kita hidup masih dalam darah dan daging, masih sesuatu yang kelihatan, ya pasti kita masih berhubungan dengan hal-hal yang kelihatan juga. Ini bukan mau mengajarkan untuk menghina sesuatu yang kelihatan, bukan itu poinnya, tetapi kita bukan mau mementingkan hal-hal yang kelihatan lebih dari pada hal-hal yang tidak kelihatan.
Visi Kerajaan Allah yaitu tentang keluasan hati, banyak gereja hanya memikirkan bagaimana terus membangun gereja itu sendiri, tidak ada hati, pikiran, ruang untuk memikirkan yang lain. Memang kita sibuk sih ya, apalagi seringkali gereja ini ada semacam rasa kebanggaan yang salah itu kalau dianggap sibuk, apalagi kalau jemaat bilang, wah kita tidak mau mengganggu, kan bapak sibuk? Wah sepertinya senang, itu kesenangan yang tidak kudus, karena sebenarnya tidak punya waktu lagi, kalau kita bisa senang lalu menikmati gambaran seperti itu, kita harus hati-hati kalau sekedar kesibukan saja, tidak tentu membawa kita kepada kehidupan yang lebih diperkenan oleh Tuhan. Kadang-kadang di dalam hal-hal seperti itu kita mulai pilih-pilih, tentu saja memang harus memilih, harus selective, harus bijaksana, tetapi seringkali yang terjadi adalah kita mendahulukan kelompok kita terlebih dahulu.
Siapa yang mau mengurusi keluarga orang lain lebih dahulu dari pada keluarganya sendiri? Memang tidak ada, orang seperti itu juga tidak normal kalau melakukan itu, saya bukan mau sharing bagian itu, tapi poinnya adalah bukankah merupakan satu gambaran yang umum, waktu seseorang selalu mementingkan apa yang ada pada dia, lalu tidak mau tahu sama sekali dengan apa yang ada di luar sana, yang dianggap bukan bagiannya. Baik itu keluarga, pekerjaan atau juga termasuk gereja, bahkan gereja ini (GRII) bukan satu-satunya gereja ada gereja yang lain, apakah ada tempat kita mendoakan gereja-gereja yang lain atau tidak? Beban doa kita visi-nya Kerajaan Allah atau visi-nya kerajaan kita sendiri? Jangan-jangan kerajaan kita sendiri, lalu kita bilang itu Kerajaan Allah. Lalu kita juga berpikir bahwa kita ini adalah pusatnya, semua tidak terlalu penting, maka kita harus berdoa untuk yang ini saja, ini narsisime yang masuk ke dalam kehidupan berjemaat, kita harus hati-hati.
Secara logika manusia kita mengatakan: lah wong gereja saya saja kurang, kok saya harus ngurusin gereja lain, gereja saya saja mandek, tidak bertumbuh, lalu saya disuruh mendoakan gereja lain yang sudah bertumbuh, ya tidak ada logikanya. Saya harus berjuang untuk gereja ini, fokus untuk gereja ini saja, gereja yang sana itu sudah maju, sudah diberkati Tuhan, kan sama dengan pikiran seperti ini: lah keluarga saya saja banyak persoalan, masakan saya harus mendoakan keluarga lain, ya yang benar saja dong? Keluarga sendiri saja belum beres, masakan keluarga lain harus saya urusin, ya tidak mungkin dong seperti itu, hanya orang gendeng yang melakukan seperti itu, itulah logika saudara dan saya, tetapi logikanya Tuhan itu berbeda.
Kalau kita di dalam kesempitan hati seperti ini, mau minta Tuhan memberkati, mana bisa menampung, orang hatinya sempit. Orang yang hatinya sempit lalu berdoa, Tuhan tambahkanlah jemaat kami, mau ditambahkan apa, wong hati kita sempit seperti itu, kita sendiri yang tidak bisa menampung, bukan Tuhan yang tidak cukup anugerahnya, tidak. Kita itu terlalu sempit hatinya sehingga waktu Tuhan mau memberkati tidak bisa, maka Tuhan membentuk dengan hati yang luas. Logika Tuhan seperti ini tidak dimengerti oleh dunia, karena dunia selalu mengajarkan, kalau kamu sendiri banyak pergumulan tidak usah ngurusin yang lain-lain, ya kamu urus dirimu sendiri saja, sampai kamu sedikit agak beres, meskipun tidak suci-suci banget. Ya memang tidak mungkin, kita masih dalam dunia, selalu tidak sempurna, tetapi waktu kamu mulai masuk dalam keadaan yang agak established, keluarga kamu, pekerjaan kamu, studi kamu dan gereja kamu juga, setelah itu baru kamu ngurusin orang lain, setelah itu baru ngurusin gereja lain dst.
Akhirnya tanpa sadar terus memelihara kesempitan hati, ironi, ada banyak orang yang memberikan tempat untuk orang lain justru Tuhan memelihara kehidupannya, tapi ada orang yang terus ngurusin miliknya sendiri, sepertinya terus sial tidak ada habis-habisnya. Memang di dalam kekristenan itu tidak ada sial, tetapi pendidikan yang dari Tuhan sepertinya tidak ada habis-habisnya, setelah problem ini ada problem yang lain, dst., problem datang terus, tidak selesai-selesai. Makanya saya belum bisa ngurusin orang lain, problem saya sendiri tidak selesai-selesai, ya memang problem tidak akan pernah selesai. Gereja yang tidak memberikan tempat untuk gereja yang lain, gereja yang tidak ada visi Kerajaan Allah, di dalam kesempitan terus berpikir yang penting adalah gereja saya, jemaat saya. Saya sendiri terus bergumul dalam kesibukan seperti ini, kadang-kadang harus melayani yang bukan jemaat kita, bahkan bukan jemaat GRII, tetapi kita harus belajar juga melayani mereka, kita harus belajar, bukan hanya saya sebagai hamba Tuhan, kita sebagai jemaat juga harus belajar untuk melayani orang yang di luar dengan tidak hitung-hitungan, tidak kalkulatif. Kita harus ada keluasan hati, visi Kerajaan Allah, orang yang hanya melayani jemaat sendiri adalah orang yang kalkulatif.
Kedua, gereja yang bertumbuh itu dilihat oleh Tuhan dari bagaimana sikap beribadah, worship yang benar. Seperti sekarang ini yang kita lakukan adalah hal teknis, hal teknis ini tidak akan mengubah hati seseorang, itu hanya menjadi sarana saja untuk menghalangi, yang merubah hati adalah kuasa Tuhan, firman Tuhan, Roh Kudus. Respon kita itu yang mengubah hati, aturan-aturan yang kita buat sekarang ini (jangan masuk waktu ini…., waktu itu…..) tidak akan mengubah hati, pasti, kita sudah tahu sekali. Cuma ini memberikan satu fasilitasi untuk mengajarkan, jangan membiasakan diri datang terlambat, bagaimana kita menghargai Tuhan, ini kan hanya 2 jam saja, bagaimana sikap kita dalam 2 jam ini mencerminkan kita menghidupi keseharian kita dihadapan Tuhan itu dengan sikap ibadah atau tidak. Kalau di dalam 2 jam ini kita gagal, kita tidak usah muluk-muluk katakan bahwa setiap hari itu kita melakukan sesuatu dengan sikap ibadah kepada Tuhan, itu semua absurd, tidak ada logikanya.
Ini satu hal yang kecil, belajar sederhana, memang bukan hanya tidak datang telat, ini baru bagian yang sangat partial, bagi saya, telat tidak telat, semua orang itu ada waktu telatnya, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita menghargai kehadiran Tuhan, saya tidak mau missed karena Tuhan sudah hadir di sini. Kalau kita janjian dengan orang yang penting sekali, pasti kita sebisa mungkin datang sebelum waktunya, betul kan? Karena kita tidak mau missed, mungkin jaga image juga, tetapi kita dihadapan Tuhan boleh juga loh jaga image, ini image yang suci karena dihadapan Tuhan, jaga image dihadapan manusia itu yang tidak suci. Kalau kita dihadapan Tuhan kan tidak mungkin tidak, karena Tuhan juga maha tahu, lalu mempersiapkan waktu yang terbaik, prime time diserahkan kepada Tuhan, ibadah di dalam kesungguhan, mau memberikan yang terbaik kepada Tuhan yang kita bisa berikan.
Paling sederhana ya hati, pikiran kita, berikan kepada Tuhan, lalu membuat supaya Tuhan betul-betul memberikan kepada kita firmanNya, lalu waktu kita memuji Tuhan, betul-betul keluar dari dalam hati, kita memberikan perhatian yang terbaik, ini bukan bagian dari culture. Saya sering mengatakan, ada satu kebahayaan terjadi di dalam dunia Barat waktu kekristenan berubah menjadi culture, kenapa datang ke gereja? Ya saya ini kan orang baik-baik, orang beradab, bukan biadab, orang civilize, seorang civilize dalam konteks Timur itu beribadah, datang ke gereja, kalau tidak datang ke gereja, akan kelihatan seperti sekuler sekali, atheis dan saya tidak mau, saya orang percaya kepada Tuhan, bukan atheis, tetapi hanya sebatas itu saja. Worship hanya sebatas culture saja, tidak ada personal relationship yang hidup dengan Tuhan.
Ketiga, ada kehausan dan pengertian akan firman Tuhan, maksudnya bukan sekedar kuriositas, ada orang yang memang jiwanya itu suka belajar, suka ikut seminar, ingin tahu semua, tidak mau kalah, kalau ada wawasan teologis, lebih banyak kan lebih bagus juga, at least lebih bisa membela diri, lebih bisa berargumentasi, dsb. bukan kuriositas seperti itu yang dimaksud dengan kehausan dan pengertian firman Tuhan, bukan itu yang sedang dibicarakan. Orang-orang yang seperti ini bukan menunjukkan satu sikap hati akan kehausan firman Tuhan, orang ini memang suka belajar, dia senang kalau dapat pengetahuan, jadi kita bukan menciptakan komunitas kutu buku, bukan, yang dimaksud dengan kehausan dan pengertian firman Tuhan di sini adalah seseorang yang mempunyai antusias karena dia tahu firman Tuhan itu mempunyai kuasa. Ada kuasa di dalam Tuhan, ada sesuatu atraksi yang tidak ada pada yang lainnya dan hanya ada ada firman Tuhan. Ada kuasa yang menghidupkan, ada kuasa yang mengubah kehidupan manusia, nah kalau motivasi kita seperti ini, lalu kita haus akan firman Tuhan dan ini kehausan yang sejati.
Jadi kita membedakan seseorang yang hanya sekedar mau belajar, ya memang bagus juga sih (di situ saya percaya Tuhan juga bisa bekerja), tetapi kita bukan hanya menciptakan komunitas yang suka belajar. Kalau komunitas suka belajar, tidak harus jadi kristen, kepercayaan lain juga ada komunitas suka belajar, kalau kita hanya mau sekedar komunitas belajar, ya untuk apa, di situ tidak ada uniknya. Ini bukan komunitas unik yang suka belajar, ini adalah komunitas yang seharusnya mempunyai satu kesadaran, keyakinan yang teguh bahwa firman Tuhan itu memerdekakan, liberating, memberikan true freedom di dalam kehidupan kita dan karena itu saya haus untuk mempelajarinya.
Saya memakai istilah addiction, kecanduan (memang tidak terlalu tepat), ada keinginan lebih dalam dan lebih dalam lagi, sebenarnya istilah kecanduan itu kan diambil dari hal yang positif lalu dalam hal ini diterapkan dalam hal negatif, itulah jahatnya dosa. Sebetulnya addiction yang asli itu adalah bagaimana manusia untuk berjumpa dengan Tuhan, berjumpa dengan kebenaran, lalu di satu sisi dia dipuaskan, di satu sisi dia mengalami kehausan yang dalam lagi, ini kehausan yang melegakan. Tetapi dosa membohongi manusia, kita juga bisa memberi kamu addiction seperti itu, silahkan coba narkoba, hal pornografi dsb., nanti kamu juga akan kepingin lagi dan lagi dan lagi. Persis, diimitasi, akhirnya juga menjadikan satu addiction, satu kacanduan di dalam kehidupan manusia, kecanduan yang tidak memberikan kelepasan, kecanduan yang membuat manusia itu akhirnya semakin lama semakin kosong.
Apakah kita ada pengalaman melihat TV tidak bisa berhenti atau main game tidak bisa berhenti, kita pikir kita mendapat penghiburan, kelepasan di situ, setelah bermain, setelah menonton TV berjam-jam akhirnya exhausted, bukan terhibur malah terkuras energinya, merasa lebih kosong lagi, tujuannya ingin santai dan segar malahan terkuras. Ini aneh, kalau orang terkuras itu kan angkat-angkat yang berat lalu terkuras itu wajar, tetapi orang yang santai menonton TV, main game kok malahan terkuras, kok logikanya tidak masuk, salahnya dimana ya? Salahnya adalah karena kehidupan manusia itu aspeknya bukan hanya tubuh, tetapi juga aspek jiwa, secara tubuh memang betul mengalami relaksasi, tapi secara jiwa, kita membebani jiwa kita makin lama makin berat, itu yang namanya addiction, kecanduan. Akitab tidak melarang kecanduan, alkitab mengarakan, saudara dan saya sebagai manusia, salah satu natur manusia adalah kecanduan, itu adalah part being human, persoalannya adalah bukan kita kecanduan atau tidak kecanduan, tapi kecanduan obyeknya apa?
Agustinus mengatakan, arah hati itu diarahkan, bukan ditekan, orang yang belajar firman Tuhan pasti (istilah yang tidak tepat) akan ada “holy addiction”. Waktu seseorang masuk ke dalam satu kehidupan melayani Tuhan, lalu dia menyaksikan kemuliaan Tuhan, ada perasaan ingin lagi dan ingin lagi, kebahagiaan itu tidak bisa ditukar oleh apapun, apalagi di dalam dunia materi, hanya menyenangkan tubuh saja.
Keempat, bertambahnya kesalehan, bertambahnya karakter kristen, ada kemiripan dengan Yesus Kristus, bagian ini adalah bagian realita Kerajaan Allah yang tidak kelihatan, tidak ada orang bisa doing statistik ini. Oh saya bisa lebih sabar ya, saya lebih bisa mengampuni, kalau dulu itu dendam, oh sekarang saya mulai ada tempat di hati saya untuk orang lain, saya belas kasihan lebih dalam lagi. Hal seperti ini tidak bisa di statistik, yang bisa di statistik yaitu KKR regional sudah berapa jumlahnya, yang seperti ini bisa di statistik, bukan saya menjadi sinis dengan hal ini, oh KU 1 dan KU 2 ada berapa jumlahnya? Oh sekarang naik ya, ini bisa di statistik, dst.
Tetapi pengampunan, kedalaman cinta kasih, kesabaran, kelemahlembutan, yang seperti ini siapa yang bisa men-statistik, lalu kategori statistiknya apa? Tidak bisa di show off, dipamerkan, tidak bisa dipresentasikan, kalau di dalam perusahaan setiap akhir tahun bisa di presentasikan statistik kemajuan dan kemunduran perusahaan, apakah ada yang mempresentasikan statistik karakter kristen? Karakter kristen apa itu? Gereja ini lebih mirip Yesus, apa ini, kamu sengaja bicara sesuatu yang tidak kelihatan supaya orang tidak bisa klarifikasi. Apa tandanya gereja ini diberkati Tuhan? Kita lebih bisa mengampuni orang lain, mana, apa itu, itu abstark? Coba berikan data dalam angka?
Memang ada kesuitan waktu kita menekankan bagian seperti ini, tetapi sekali lagi, yang dilihat oleh Tuhan adalah yang seperti ini, karakter kristen. Angka itu bukan tidak penting, itu dilihat juga, tetapi tidak bisa meng-exclude bagian seperti ini, perubahan hidup, ada spiritual appetite, selera rohani yang makin lama makin dalam. Di dalam proses, memang tidak langsung menuju kesempurnaan, tetapi di dalam proses, kita melihat nyata ada satu pertumbuhan, bukan sama terus. Ada orang yang hanya terus kagum, mendengar firman Tuhan selalu kagum, tetapi berhenti pada kekaguman saja, kehidupannya tidak berubah. Tetapi orang yang betul-betul menyerupai Kristus justru orang yang berubah, saya bukan hanya joking, tetapi confusion seperti ini, banyak orang waktu hidup mau meneladani Allah, dia bukan meneladani di dalam hal atribut yang dikomunikasikan di dalam mahluk ciptaan dalam doktrin Allah.
Dalam sistematik teologi ada pembedaan antara atribut yang dikomunikasikan dengan atribut yang tidak dikomunikasikan: Atribut yang dikomunikasikan kepada mahluk ciptaan itu seperti kasih, kesabaran, kelemahlembutan dll., ini karakter yang ada pada Yesus, bagian inilah yang kita mau teladani. Tetapi ada atribut Allah yang tidak dikomunikasikan seperti Allah maha kuasa, maha tahu dll., yang celaka adalah waktu manusia berkata, saya mau jadi seperti Allah, maunya dia yang ini, saya mau power, saya mau knowledge yang makin lama membuat saya itu semakin bisa menguasai dunia, karena knowledge is power, itu katanya. Saya mau kekayan sebanyak mungkin, karena dari kekayaan saya lagi-lagi bisa menaklukkan seluruh dunia, mau menjadi seperti Allah di dalam pengertian atribut yang tidak dikomunikasikan, bukan yang dikomunikasikan.
Akhirnya inilah yang menyebabkan banyak agama menjadi fundamentalis, termasuk kekristenan, kalau kita tidak hati-hati, kita juga bisa berubah menjadi fundamentalis, jangan berpikir ini hanya untuk agama tertentu yang menuju fundamentalis, kristen juga bisa. Kristen fundamentalis, kenapa? Karena mengejar atribut yang tidak dikomunikasikan lebih dari pada atribut yang dikomunikasikan, akhirnya dia bukan menjadi seperti Allah, justru menjadi seperti setan. Gereja yang diberkati, ada kesalehan yang bertambah, orang semakin menyerupai Kristus.
Kelima, ada satu kehidupan kebersamaan, persekutuan yang makin nyata. Kita hidup di kota besar, salah satu virtue untuk kota besar itu adalah being busy, kalau kita memiliki waktu kapan saja, orang bisa curiga sama kita, sepertinya usahanya tidak terlalu berhasil, saya janjian kapan saja dia bisa, kamu sebenarnya kerja apa? Mungkin kehidupan orang ini tidak terlalu berhasil, orang ini tidak ada jadwal sama sekali, tetapi kalau kita bisa menunjukkan agenda kita pada orang lain, oh… ini agenda saya… wah.. luar biasa, tidak ada berhentinya, wah.. bangga sekali. Ini orang Jakarta yang berhasil, oooh… saya tidak bisa lama-lama… saya ada janji ketemu orang…..dst., wah orang ini berhasil dan orang menjadi hormat pada dia… orang ini sibuk sekali loh… bersyukur sekali kita bisa mendapatkan waktunya, puji Tuhan.. orang penting ini menyediakan waktunya untuk saya.
Ironinya adalah orang yang semakin sukses semakin tersendiri, ini kasihan sekali, makin tidak ada waktu untuk orang lain, semakin miskin relasi, kita mungkin sukses di dalam perusahaan kita, di dalam pekerjaan kita, tetapi bagaimana dengan kehidupan persekutuan, fellowship? Tidak usah jauh-jauh, dengan keluarga saja, ini unit paling kecil, waktu dengan keluarga itu bagaimana? Belum lagi dengan keluarga lain, dengan orang percaya yang lain, poin against individualisme, gereja yang makin lama makin individualis, meskipun achievement-nya banyak sekali, gereja yang very skillful, gereja yang super talented and gifted, tetapi tidak ada persekutuan satu dengan yang lain. Sebaliknya gereja yang diberkati Tuhan, pasti ada persekutuan, seperti gereja mula-mula, salah satu gambaran yang pasti akan langsung kelihatan di situ adalah gambaran kebersamaan.
Orang yang hidup bersama, lalu saling menopang satu dengan yang lain, orang yang betul-betul mengerti apa artinya berdukacita dengan mereka yang berdukacita dan bersukacita dengan mereka yang bersukacita. Tetapi orang yang individualis, waktu melihat orang lain bersukacita, dia selfpity, minder, gelisah, waktu melihat orang lain berdukacita, dia pun malas juga masuk ke situ, itu dukacitamu, saya sukacita jangan diganggu, kamu dukacita ya silahkan redup sendiri. Saya sudah sumpek, jangan bawa-bawa saya masuk ke dalam persoalanmu juga. Orang individualis itu tidak tahu bagaimana bersukacita dengan orang yang bersukacita dan berdukacita dengan yang berdukacita. Kita mau menilai berapa dalam kehidupan komunitas yang sehat, ya ini, sederhana. Sekali lagi, tidak ada statistiknya, karena tidak ada skalanya kok, mana ada orang yang bsia menilai, berdukacitanya sudah skala berapa, tidak ada.
Tetapi justru inilah yang dilihat oleh Tuhan, persekutuan, kalau Tuhan terus memberkati, salah satu saya percaya adalah aspek jumlah, tapi harus hati-hati, waktu sudah mulai masuk dalam aspek jumlah, bisa jadi gereja yang impersonal, bisa jadi gereja yang saling tidak mengenal satu dengan yang lain. Salah satu halangan gereja tidak bisa bertumbuh adalah waktu orang datang bukan di dalam sikap yang terlibat, tetapi di dalam sikap menonton. Seperti orang datang ke bioskop saja, datang kan tau beres saja, datang beli karcis, datang ke gereja tinggal beri kolekte, datang menonton, nonton apa? Nonton koor, apalagi setelah nyanyi kan tepuk tangan, ya benar-benar seperti menonton, lalu nonton orang khotbah, pertunjukan retorika, bagus kalau ada humornya, sedikit menyegarkan, karena memang Senin sampai Sabtu sudah susah sekali.
Ada gereja yang dikemas sedemikian rupa, betul-betul teori entertainment, ada orang akrobat, ada sulapnya dsb. Kita harus hati-hati di dalam keadaan ini, keadaan yang semakin lama semakin akhirnya kehilangan, ya seperti kota besar, kalau kita hidup di desa, semua tetangga kenal, di kota besar jumlah manusia lebih banyak, tetapi manusia lebih miskin relasi. Aneh kan? Orang kalau facebook friends-nya ada 10 sepertinya benar-benar bersahabat, setap hari dia bisa tahu sedang apa, kalau orang facebook friends-nya ada 5000, sebetulnya itu sudah kehilangan relasi kan? Mau mengikuti yang mana? Apakah bisa ngecek wajahnya orang lain satu per satu? Ya tidak mungkin, akhirnya karena tidak bisa melihat wajahnya orang lain tersebut sau per satu, ya saya pamer wajah saya saja, makanya disebut facebook artinya my face not your face. Saya tidak ada waktu untuk melihat wajahmu, rupaku yang menarik lalu saya share, lihatlah saya, saya tidak tertarik dengan kehidupan saudara.
Kehidupan kebersamaan, kehidupan persekutuan, kedekatan satu dengan yang lain, keterlibatan, bukan berarti satu orang terlibat dengan seluruh jemaat, tidak masuk akal dan tidak realistis juga.
Keenam, hati yang menginjili, yang mengasihi orang berdosa, ada kegelisahan, belas kasihan waktu melihat orang yang tidak bisa hidup di dalam sukacita Kristus. Hati kita, waktu mempunyai tempat untuk orang lain, khususnya mereka yang belum mengenal Yesus Kristus, itu menyatakan betapa dalam kita menghargai injil sebagai pondasi yang paling penting dari pada sukacita kita. Jadi bagaimana kita tergerak untuk memberitakan injil, itu mencerminkan berapa dalam saya menghargai injil itu sebagai sumber sukacita yang paling dalam. Kita pernah belajar satu bagian perikop yang waktu Yesus setelah mengutus para murid, ketika mereka balik, mereka jadi senang sekali, oh… setan-setan takluk kepada kita dst., lalu Yesus mengatakan kalimat, bersukacita karena namamu terdaftar di sorga. Sukacita yang kekal adalah sukacita injil, sukacita yang tidak naik turun, kebahagiaan manusia, dikasihi, diterima, mengasihi, itu semua naik turun, bahkan pelayanan gerejawi kita juga naik turun. Yang tidak naik turun itu hanya satu yaitu nama yang terdaftar di sorga.
Ini pondasi yang tidak bisa digoncang, tidak bisa hari ini saya masuk sorga, besok masuk neraka, lalu tiga hari kemudian masuk sorga, ya tidak ada teori yang seperti itu. Orang yang meletakkan sukacita-nya di dalam kestabilan pondasi karena dia diselamatkan, orang itu juga adalah orang yang akan dikuasai sukacita waktu dia memberitakan injil kepada orang lain. Termasuk juga dukacita waktu melihat orang lain belum bisa menerima injil. Memang Tuhan yang memilih, Tuhan yang menentukan, itu bagian Tuhan, bukan bagian saudara dan saya, bagian kita adalah bagaimana kita belajar dukacita rohani itu.
Hati yang menginjili kontras dengan gambaran orang kristen yang tidak peduli hal-hal rohani, kontras juga dengan gambaran gereja yang hanya menekankan ajaran humanisme, memang baik bagi-bagi sembako, menolong orang di desa tentang pengairan dst., itu bagus, kita juga harus belajar bagian seperti itu. Tetapi hal itu kadang-kadang bisa membawa orang akhirnya kepada pertolongan-pertolongan yang bersifat humanis, yang kehilangan kuasa injil. Apa persoalan terbesar di dalam kehidupan manusia? Persoalan terbesar di dalam kehidupan manusia itu bukan karena ada dan tidak adanya air bersih, bukan karena dia masih miskin, tidak bisa beli mobil, persoalan terbesar dalam hidup manusia bukan disitu, tetapi persoalan hidup manusia terbesar adalah dia tidak bisa dengan bebas mengasihi Allah dengan segenap hati, kekuatan, akal budi dan jiwanya, dan tidak bisa mengasihi manusia yang lain, sesamanya seperti dirinya sendiri.
Untuk itu manusia perlu dipulihkan, injil memungkinkan kita untuk bisa mengasihi dengan bebas, nah ini bedanya antara reformed dan non reformed. Gereja injili yang non reformed akan terus menekankan kebutuhan manusia, kalau ditanya apa persoalan terdalam dalam kehidupan manusia, mereka akan menjawab dengan aspek-aspek rohani juga, oh … persoalan manusia adalah karena manusia kurang dikasihi, kurang mendapatkan penerimaan dan Yesus mati di atas kayu salib memberikan penerimaan yang sejati di dalam kehidupan manusia (jawaban ini betul juga kan?). Perbedaannya apa dengan perspektif reformed? Perspektif reformed, persoalan manusia adalah manusia tidak bisa mengasihi orang lain, bukan merasa kurang dikasihi, kalau kurang dikasihi itu ke dalam, tidak bisa mengasihi itu mengarahkan kita keluar.
Kekristenan yang self centered, bisa, jemaat yang self centered, juga bisa, jemaat yang terus berpikir, saya kurang digembalakan, saya kurang dikasihi, saya kurang dimengerti, dst., semuanya itu ke dalam, mudah sekali kecewa. Saya bukan mau mengatakan bahwa gereja ini sudah sempurna, di dalam banyak hal kita perlu belajar, memang banyak kekuarangan, banyak hal yang perlu disempurnakan, ini bukan excuse, saya hanya mau mengatakan, kalau pengharapan kita selalu pengharapan yang selalu ke dalam, keluarga saya tidak dibesuk, saya kurang diperhatikan… selalu saya… berbeda dengan orang yang berpikir, saya kok kurang bisa menjadi berkat….., ini lain sama sekali…, saya kok kurang bisa mengasihi Tuhan…., kan lain ya….. Gereja yang bertumbuh, yang diberkati Tuhan itu menciptakan jemaat, orang-orang yang berubah dari kedaan yang self centered menjadi self giving, menjadi self sacrifice, center-nya jadi berubah. Lalu kita menjadi self forgetful, menjadi tidak terlalu ingat tentang diri kita.
Ketujuh, gereja yang bertumbuh ada konfirmasi pertambahan jumlah, memang jumlah bukan everything, kita tidak membangun semua dengan satu kepastian Tuhan menyertai dst., hanya berdasarkan jumlah, memang tidak. Tetapi waktu kita baca di dalam Kisah Para Rasul ada konfirmasi, Tuhan menambahkan mereka dengan jumlah orang yang percaya, coba kita perhatikan, “jumlah orang yang percaya”, bukan dengan “jumlah orang yang kecewa dari gereja lain”, bukan seperti itu. Tuhan menambahkan dengan orang yang percaya, maksudnya adalah yang tadinya tidak percaya menjadi percaya, itu pertumuhan gereja.
Pertumbuhan gereja di perkotaan ini banyak tidak sehatnya, bukan berarti saya mau mengusir jemaat yag hanya mau mendapatkan makanan rohani yang baik, bukan di situ poin yang mau saya sampaikan. Tetapi kita berbicara terhadap jemaat GRII KG sendiri, orang-orang yang datang ini apakah betul-betul dari orang yang tidak percaya, dimenangkan akhirnya jadi percaya, dengan kuasa persuasi injil? Atau dari sumber-sumber yang lain, yang bukan itu? Waktu kita membandingkan dengan Kisah Para Rasul, pertumbuhan itu betul-betul satu pertumbuhan yang nyata Tuhan tambahkan, Tuhan conform karena ada pekerjaan Tuhan terjadi di sana, atraksinya. Bukan sekedar atraksi retorik atau atraksi mujizat atau atraksi entertainment dsb., bukan, tetapi karena orang-orang itu melihat ada pekerjaan Tuhan, Tuhan hadir di sini, ada kemuliaan Tuhan dinyatakan, maka ada pertambahan jumlah.
Kita merindukan pertambahan yang seperti ini, yang sangat berkaitan dengan jiwa yang menginjili, gereja yang misioner, yang reaching out, ke luar, satu sisi memelihara yang di dalam, sisi yang lain juga reaching out, ke luar. KKR regional yang dilakukan di tempat-tempat lain, saya percaya ini juga balancing yang lain, bagian seperti ini kita tidak akan menuai bukan? Yang nanti menuai adalah gereja lain, tidak mungkin orang yang bertobat di daerah lain, akan beribadah di GRII KG, tidak mungkin. Tapi coba kita pikirkan menginjili lalu ada kaitannya dengan pertambahan jumlah jemaat, betul-betul yang bisa kita follow up, orang-orang yang kita kenal, relasi kita, yang mungkin kita sudah lama partner dagang dengan dia dll. dan kita tahu bahwa dia belum mendengar injil, nah orang-orang seperti ini, kan kita sudah ada akses, ya coba kita injili.
Pertambahan jumlah, itu merupakan satu konfirmasi, kepercayaan yang Tuhan berikan. Alkitab mengatakan, waktu kita setia di dalam perkara kecil, Tuhan akan mempercayakan perkara yang lebih besar. Perkara lebih besar, salah satunya, bukan segala sesuatunya, tapi salah satunya adalah jumlah, itu perkara yang lebih besar, jumlah yang lebih besar, dipercayakan lebih besar di dalam aspek jumlah. Kita rindu di dalam gereja ini ada pertambahan jumlah, bukan untuk memenuhi kursi-kursi yang masih kosong, kita bukan mau melayani gedung, bukan. Pak Tong pernah mengatakan, gereja yang sehat, belum punya gedung, tetapi jemaatnya terus bertambah, akhirnya ada kebutuhan gedung, minta kepada Tuhan, kita perlu gedung untuk beribadah lebih baik, karena gedung yang sekarang sudah tidak mencukupi.
Gereja yang tidak sehat, gedungnya sudah ada, kursinya banyak yang kosong, lalu berdoa, Tuhan gedungnya besar, orangnya kurang, tolong tambahkan orangnya, secara estetika lebih bagus dilihatnya, pengkhotbah juga lebih percaya diri, dari pada kosong seperti itu…. jadi ini memang lain ya. Gedung ini tidak bisa kita rubah, gedung tidak mungkin dihancurkan lagi, supaya kita belajar model yang tadi, ini tidak mungkin bukan? Yang saya mau katakan adalah hati-hati kita terjebak ke dalam spirit ini, sekedar mau memenuhi gedung agar kelihatan lebih bagus dsb. bukan. Bagaimana pun penuh, di luar masih banyak yang belum dicapai, banyak orang yang belum mendengar injil. Kita rindu minta kepada Tuhan agar Tuhan mempercayakan jumlah jemaat yang lebih banyak, tapi bersamaan dengan itu mari kita mempersiapkan diri, karena kalau kita sendiri tidak siap, yang Tuhan percayakan, mereka tidak akan dilayani dengan baik, mereka tidak akan disambut dengan baik, mereka tidak akan mengalami pertumbuhan juga kalau kita tidak siap. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
