Dua khotbah yang lalu kita fokus pada kisah Perjalanan ke Emaus, dan kita melanjutkan dengan bagian yang terakhir ini. Apa yang akan jadi fokus kita dalam bagian ini? Secara payung besar, sama dengan bagian sebelumnya, di bagian ini pun kita menyelidiki narasi-narasi resurrection untuk menggali makna dan dampaknya bagi hidup kita hari ini. Pada dasarnya yang kita lihat di bagian ini adalah: kebangkitan Yesus menciptakan suatu cara hidup yang unik bagi pengikut-pengikutnya.
Saya ingin mengajak Saudara melihat, kenapa orang-orang di zaman Romawi tertarik melihat Kekristenan; kenapa dalam waktu yang boleh dibilang relatif singkat, Kekristenan bisa berkembang dari sebuah agama yang dianiaya menjadi agama yang mengambil alih keseluruhan Roma. Kalau Saudara tanyakan hal ini kepada salah seorang Bapa Gereja, Tertullian akan menjawab: “Karena darah kaum martir adalah benih.” Kalimat ini kompleks; ini kalimat pesimis atau optimis? Di satu sisi, kalimat ini bicara darah, martir, penderitaan –dan ini realistik sekali, bukan mengawang-awang; di sisi lain, ini kalimat yang begitu optimis karena darah kaum martir bisa menjadi benih. Dalam hal ini Saudara mungkin berpikir maksudnya kayak begini: waktu kita membesuk saudara seiman di rumah sakit, kita melihat dia tidak pernah komplain, tidak pernah mengeluh sakit meskipun badannya dipasangi banyak selang, dsb.; tapi bukan itu, Saudara. Kalimat ini maksudnya bukan sekadar orang Kristen tidak pernah mengeluh waktu menderita, sebab dalam zaman Kekaisaran Romawi ada yang namanya Stoikisme, dan Stoikisme ini adalah filsafat hidup yang cukup populer karena membuat orang-orang di zaman Romawi bisa menghadapi penderitaan dengan kuat. Menahan penderitaan dengan tidak komplain, itu bukanlah sesuatu yang baru bagi mereka, dan tidak bakal sedemikian impresif bagi mereka. Mereka itu orang-orang Stoik yang terkenal seperti batu karang yang tidak menggubris ombak yang senantiasa menghantam. Kalau orang Kristen sekadar kayak begini tok, itu biasa saja, itu bukan Kekristenan. Kekristenan bukanlah cuma urusan menahan sakit, Kekristenan bukan cuma urusan bisa tahan terhadap segala cobaan tanpa komplain. Jadi, bahwa Keristenan bisa begitu laku pada zaman Romawi, adalah karena orang Kristen bukan sekadar berhenti menangisi penderitaan, tapi malah mulai tertawa dalam penderitaan, bersukacita dalam penderitaan. Mereka menyanyi ketika dibawa kepada binatang buas, mereka mendoakan penganiaya-penganiayanya sebelum mereka diesksekusi. Saudara lihat, ada dua sisi yang kompleks dalam hidup orang-orang Gereja-mula-mula, mereka tidak ada nuansa eskapisme sama sekali.
Minggu yang lalu kita sempat bicara tentang kelompok Heaven’s Gate yang bunuh diri massal sekitar 20 tahun lalu; bahkan di antara mereka itu ditemukan mayat para lelaki yang mengebiri diri sebelum bunuh diri. Mengapa mereka melakukan ini? Jawabannya, karena poin sentral dalam keyakinan mereka adalah: mereka ingin kabur (escape) dari dunia ini. Keyakinan mereka adalah bahwa dunia materi ini jelek, jahat, maka mereka ingin melepaskan diri dari segala yang bersifat fisik, mereka mengisolasi diri. Itu sebabnya dalam rekaman video yang ditemukan, mereka mengatakan, “There’s nothing for us here”. Pemimpin mereka mengajarkan berkali-kali bahwa tubuh manusia hanyalah kontainer doang; dan ujungnya keyakinan seperti ini adalah bunuh diri, eskapisme, berusaha kabur dari dunia ini. Namun Saudara tidak melihat hal itu sama sekali dalam Gereja-mula-mula; yang Saudara lihat, di hadapan penganiayaan besar mereka malah semakin engage, nyambung, menyentuh dunia yang menganiaya mereka. Ketika wabah besar melanda Afrika Utara, di kota-kota besar seperti Aleksandria dll. justru ketika orang-orang melarikan diri keluar, orang Kristen malah turun ke jalan, mengangkut orang-orang yang tergeletak sakit, merawat mereka. Ada engagement dengan dunia, ada sukacita, ada passion yang riil di hadapan penderitaan, sakit-penyakit, dan kematian. Ini suatu kehidupan yang begitu kompleks; di satu sisi ada realisme, ada persentuhan dengan penderitaan dan kerusakan dunia, di sisi lain ada pengharapan (hope).
Salah satu problem orang Kristen hari ini disebabkan karena kita sudah kehilangan kompleksitas tersebut, kita cuma pegang salah satu. Banyak orang Kristen cuma jadi orang-orang yang berpengharapan indah, naif, idealis, lalu akhirnya kecewa dan mundur begitu ada sedikit friksi di Gereja. Begitu pelayanannya dikritik, “Kamu doa persembahannya jangan kumur-kumur”, langsung bilang, “Wah, saya ‘gak mampu, Pak, jadi pembawa doa persembahan, saya mundur saja cari pelayanan yang lain.” Atau, Saudara jadi orang-orang yang skeptis, sinis, yang kapokan, yang menjawab realistis, “Dunia memang hancur, jadi ya, kita jauh-jauh saja.” Ini orang yang tidak berpengharapan. Gereja-mula-mula bukan dua-duanya. Mereka punya sukacita dan pengharapan, meskipun darah mereka ditumpahkan di Koloseum. Mereka tidak kabur dari dunia, mereka engage dunia ini dengan segala kebobrokannya, karena mereka punya hope yang besar di balik itu semua. Dan ini sebabnya Tertullian mengatakan darah kaum martir bisa jadi benih, Kekristenan bisa taking over Kekaisaran Romawi.
Kenapa Kekristenan begitu meyakinkan bagi orang-orang yang melihat hidup mereka? Dari mana sikap mereka terhadap kerusakan dunia itu lahir? Salah satu jawabannya adalah karena mereka mengerti makna dari kebangkitan Yesus Kristus. Hari ini kita akan coba melihat tiga hal dari kebangkitan Yesus melalui bagian yang kita baca tadi, dan apa tiga dampaknya dalam hidup kita hari ini.
Pertama, mengenai tiga ciri khas kebangkitan dalam diri Yesus. Satu hal yang pasti, waktu Saudara melihat ciri-ciri Yesus setelah Dia bangkit, Lukas bukan sekadar menuliskan ini supaya kita mengerti deskripsi tubuh Yesus tok, tapi juga untuk kita mengerti seperti apa tubuh kita nanti dalam kebangkitan kita. Konsep orang Yahudi dari Perjanjian Lama yang kita lihat dari kitab Daniel dan yang lain mengenai kebangkitan adalah bahwa hal itu merupakan sesuatu yang akan jadi bagian hidup seluruh umat Tuhan, yang bukan sekadar hidup lagi, melainkan dibangkitkan ke dalam hidup yang kekal, dalam ciptaan yang baru, di mana tubuh kita tidak lagi diikat oleh maut dan dosa. Jadi tiga hal yang kita baca di sini, kita perlu menurunkannya sebagai gambaran pertama dari kebangkitan kita nanti –itu sebabnya Paulus mengatakan Yesus adalah buah sulung dari kebangkitan (dari orang-orang yang dibangkitkan). Apakah tiga hal tersebut?
Yang pertama, Yesus menembus tembok. Dikatakan di ayat 36: ‘Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: “Damai sejahtera bagi kamu!”’ Saudara perhatikan, Yesus bukan dikatakan ‘melangkah masuk’, bukan dikatakan ‘datang’, Dia dikatakan ‘tiba-tiba berdiri ditengah-tengah mereka’; dan dari Yohanes 20 mengenai peristiwa yang sama, Saudara tahu ketika itu pintu dikunci. Jadi, ini satu hal yang menarik, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka. Sementara dalam kisah perjalanan Emaus (bagian sebelumnya) dikatakan Yesus tiba-tiba lenyap dari mata mereka, sekarang Yesus tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka. Tidak heran mereka mengira Dia hantu, karena yang biasanya bisa muncul dan hilang tiba-tiba seperti ini biasanya tidak riil, tidak benar-benar ada di situ. Itulah hal yang pertama, Ia menembus tembok, Ia tiba-tiba hilang, tiba-tiba muncul.
Yang kedua, ini benar-benar Yesus yang berada di situ secara riil —karena dikatakan di sini bukan cuma Dia nampak, tapi Dia berdiri. Dikatakan bahwa Dia bisa menyentuh, Dia bisa disentuh; Dia mengatakan, “Raba Aku, sentuh Aku”. Dia bisa melihat, Dia bisa terlihat, Dia bisa mendengar, dan Dia bisa makan! Saudara, adalah menarik bahwa dua hal pertama yang Yesus lakukan dalam bagian ini, bukanlah misalnya mengatakan, “Hai, sini, ayo kumpul, Aku ada segudang informasi dan data yang Aku mau beritahu kalian”. Hal pertama yang Yesus katakan adalah: “Lihat, sentuh, pegang; kalau hantu itu tidak punya daging dan darah”, lalu setelah itu: “Ada makanan ‘gak?” dan mereka membawakan Dia sepotong ikan. Saudara, kalau kita kedatangan tamu di rumah, dan ada anak kecil di rumah, maka biasanya anak kecil akan ngeliatin terus si tamu, apalagi kalau di meja makan, sampai-sampai kita mengatakan kepada dia, “Hai, jangan kepo, kamu makan saja, jangan liatin tamu, ‘gak sopan, jangan seperti itu”; dan Saudara bisa bayangkan waktu di bagian ini dikatakan Yesus memakan ikan tersebut di hadapan mereka, mereka pasti pasti berkerumun dan semuanya menatap Dia dengan mata bengong. Jadi Saudara lihat, Yesus hilang dan muncul tiba-tiba, bisa tembus pintu yang terkunci atau tembok, tetapi Dia bis disentuh! Dia bisa diraba, Dia bisa melihat dan dilihat, Dia bisa makan. kompleks.
Yang ketiga, bukan cuma Dia benar-benar hadir di situ, tapi juga ini benar-benar dalam arti Yesus yang dulu. Yesus mengatakan, “Inilah Aku, Aku sendirilah ini” –ini masih diri-Ku, ini tubuh-Ku yang kamu kenal, ini bukan ciptaan baru dalam arti totally new, ini ciptaan baru dalam arti diperbarui, maka ini masih diri-Ku yang dulu itu; semua masa lalu kita bersama, semua memori kita bersama, itu riil, ini masih Aku, masih berlaku sampai sekarang.
Saudara, Lukas mengomunikasikan tiga hal ini, dan mengatakan, “Hai Gereja, inilah masa depanmu”. Paulus mengatakan, Yesus inilah buah sulung dari kebangkitan; dan itu berarti nanti kita akan dibangkitkan seperti ini.
Omong-omong, sebelum masuk ke pembahasan tentang maknanya bagi kita, kita akan coba memaparkan satu hal untuk lebih meyakinkan akan kesejarahan kisah ini. Dalam hal ini, kita mau merespons orang-orang yang mengatakan, “Yah, ini semua cuma pengalaman-pengalaman pribadi, tidak benar-benar terjadi. Ini sesuatu yang mungkin mereka alami waktu kerohanian mereka tersentuh tapi mereka susah menceritakannya kepada orang lain, maka mereka mengambil bentuk kisah perjumpaan riil, padalah sebenarnya bukan; ini cuma pertemuan rohaniah tapi mereka ceritakan sebagai pengalaman perjumpaan fisik, namun tidak benar-benar terjadi”; dan yang mengatakan seperti ini bukan cuma orang-orang ateis tapi juga banyak scholar-scholar Kristen yang liberal misalnya. Jadi, bagaimana kita membantah hal ini? Jawabannya: itu skenario yang kurang masuk akal, karena kalau misalkan demikian –bahwa ini pengalaman spiritual dengan Yesus yang diceritakan dalam bentuk perumpamaan perjumpaan, dsb. –maka saya mau tanya, pengalaman spiritual apaan yang Saudara dapatkan melihat Yesus makan fish’n chips?? Saudara tentu mengerti maksudnya. Jadi, dari cara Lukas menuliskannya saja, Saudara tahu ini bukan ditulis dengan glow-glow dan glitter-glitter pengalaman rohaniah; bahkan yang menarik yang dicatat di bagian ini, bahwa justru pengalaman fisik itu datang sebelum mereka beriman –sebelum mereka ada pengalaman spiritual, ada pengalaman fisik dulu. Mereka bertemu dengan Yesus yang bertubuh dan bermateri selagi mereka masih ketakutan, selagi mereka masih bingung, selagi mereka masih ragu; dan justru persentuhan material inilah yang membuat mereka belakangan bisa punya relasi yang spiritual –bukan terbalik.
Kembali lagi, mengenai apa makna dan dampaknya bagi kita. Saudara, apa maksudnya waktu kita melihat Yesus di sini dihadirkan secara kompleks, yang di satu sisi bisa menembus tembok, bisa hilang muncul, tapi di sisi lain juga juga bisa disentuh, diraba, berdaging, bertulang, makan ikan, dan ini adalah diri-Nya yang dulu namun ada sesuatu yang lain yang berubah juga? Paulus mengerti hal ini; dalam 1 Korintus 15 dia mengatakan, ‘Inilah kebangkitan dari orang mati: sama barangnya, tapi melalui proses penaburan dan pertumbuhan’. Paulus menggunakan metafor tanaman, bahwa apa yang ditabur dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; tanamannya sama tapi ada perubahan. Ditabur dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah.’
Saudara perhatikan, dikatakan ‘tubuh rohaniah’; artinya Paulus mengatakan, bukan cuma tubuh yang bangkit, dan bukan cuma roh yang bangkit, yang bangkit adalah tubuh rohaniah. Ini persatuan yang bukan seperti konsep kita bahwa tubuh cuma jadi kontainer/tempat bagi roh. Yesus tidak datang kepada para murid-Nya dengan mengatakan, “Ayo, raba dan sentuh mumpung masih ada, karena sebentar lagi Aku mau buang ini tubuh”; Yesus mengatakan, “Ini Aku, ini diri-Ku, seluruhnya, keutuhannya.” Dan, tahukah Saudara dalam Pengakuan Iman standar orang Kristen, tubuh Yesus itu permanen, tubuh Yesus dibawa naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Yesus tidak akan pernah memisahkan tubuh manusia-Nya lalu menjadi pure Allah lagi. Ia akan selalu bersama-sama dengan kita, sebagai Allah dan manusia untuk selama-lamanya, karena inilah tubuh yang sempurna di mana yang fisik dan yang spiritual tidak berkompetisi lagi, tidak lagi ada satu yang lebih riil dibandingkan yang lain, keduanya sama-sama mulia, sama-sama penting, sama-sama ajaib.
Dalam hal ini Saudara tidak usah takut dengan penggabungan hal-hal yang sering kali kita rasa tidak bisa digabung ini, karena di dalam Alkitab memang kayak begitu, misalnya dalam hal Allah Tritunggal, dalam hal Yesus adalah Allah dan juga manusia. Saudara juga sudah berkali-kali mendengar mengenai kedaulatan Allah dan juga tanggung jawab manusia; dan to certain extent mengenai pernikahan antara pria dan wanita. Alasannya Alkitab sering kali menggabungkan hal-hal yang kita lihat bertentangan, adalah karena memang tidak ada alternatif lain; kalau Saudara tidak mau melihat kehidupan yang menggabungkan dua hal ini, sesungguhnya Saudara hanya akan menemukan jalan buntu. Tidak ada alternatif, selain yang Alkitab berikan. Kalau Saudara merasa penggabungan antara yang jasmani dan rohani membingungkan, Saudara harus consider dulu apakah ada alternatif lain. Memang dalam dunia hari ini ada penawaran yang seperti itu. Penawaran pertama yaitu dari filsafat Sekularisme yang berkembang di Barat. Paham Sekularisme atau Materialisme mengatakan, yang riil hanyalah yang bersifat materiil, fisik. Kamu boleh saja menemui hal-hal yang bersifat rohani, tetapi ujungnya yang benar-benar riil hanyalah hal-hal yang kita bisa lihat, sentuh, dan raba. Tidak ada hal yang supernatural, tidak ada surga dan neraka; bahkan tidak ada yang namanya kesadaran, itu cuma ilusi, cuma pattern aktifitas eklektris di otak yang kita pikir adalah suatu kesadaran, tapi sebenarnya itu tidak ada, semuanya hanyalah proses-proses kimia di otak. Itu saja. Inilah yang banyak orang sekularis percaya.
Belum lama ini saya membaca artikel seorang jurnalis yang banyak mendapat penghargaan (sekarang sudah meninggal), bernama Tom Wolfe. Dia seorang atheis, bukan orang Kristen, namun pernah menulis artikel yang mengatakan: sesungguhnya manusia tidak mau percaya, tidak mau menerima bahwa segala sesuatu hanya bersifat fisik dan materi tok, karena kalau ujungnya demikian, memang jadi tidak ada bedanya antara manusia dengan kecoa atau batu. Kalau kesadaran manusia cuma ilusi yang datang dari reaksi kimiawi di otak doang, maka kita hari ini bisa saja merasa berbeda dengan kecoa, tapi itu cuma ilusi, karena di luar dari hal-hal yang bisa dilihat, disentuh, dipegang, semuanya itu ilusi. Namun yang menarik, Wolfe mengatakan bahwa seberapa pun banyaknya bukti-bukti dari brain scan dan segala macam lainnya yang diberikan kepada masyarakat Barat, masyarakat Barat tetap tidak mau menerima itu sepenuhnya. Jadi, salah satu jalan, yaitu paham Sekularisme yang mengatakan segala sesuatu adalah ilusi, ternyata manusia tidak mau menerima itu, karena itu berarti bahwa kasih, cinta, relasi, semuanya tidak ada artinya, penindasan dan ditindas tidak ada bedanya. Di sisi lain, ada alternatif yang satu lagi, yaitu agama-agama New Age, yang tentunya sangat dipengaruhi keyakinan-keyakinan Timur Kuno, yang mengatakan justru sebaliknya, bahwa yang ilusi adalah dunia material. Dunia materi ini ilusi, tubuh manusia ini ilusi, tujuan manusia hidup adalah melepaskan jiwa dari material ini untuk masuk ke alam yang murni spiritual.
Saudara lihat, dalam dunia kita memang ada alternatifnya, yaitu Sekularisme yang condong kepada materi, namun itu jalan buntu, dan sebaliknya agama-agama Timur condong kepada rohani namun juga jalan buntu. Kenapa demikian? Karena kalau Saudara benar-benar percaya bahwa tubuh ini ilusi, dunia ini ilusi, materi ini ilusi, dan tujuan hidup kita adalah melepaskan material ini, lalu kenapa tidak sekalian saja ikut jadi anggota cult Heaven’s Gate tadi?? Mereka logis, ngapain mengubah dunia, mending kita kabur dari dunia, dari materi ini, jadi kenapa ‘gak bunuh diri, kenapa saya harus menghargai tubuh saya hari ini, ini ‘kan bukan benar-benar saya, ini ilusi! Jadi, kalau manusia mau benar-benar konsisten memikirkan kedua jalan ini, maka ujungnya adalah jalan buntu; dan kalau pun Saudara ujungnya tidak bunuh diri, Saudara akan menghasilkan sikap yang cuek terhadap dunia materi, dan yang pasti tidak akan mau ikut masuk ke dalam penderitaan dan kerusakan dunia ini, karena buat apa??
Namun Saudara tidak melihat kedua ekstrim tersebut pada diri Yesus. Di satu sisi, Saudara tidak melihat Yesus itu sangat butuh makan ikan; dalam arti tertentu, Yesus memang tidak butuh makan ikan, karena tubuh-Nya sudah tidak dikuasai oleh maut dan rasa lapar, wong bolong di perut-Nya saja tidak bikin Dia mati, tidak fatal lagi, jadi kalau Dia tidak makan ikan sejam dua jam apa ngaruhnya sih, pasti tidak ada. Jadi Dia sebenarnya tidak benar-benar butuh makan ikan. Tapi di sisi lain, Saudara juga tidak melihat Yesus serta-merta mengatakan, “Huh! ikan bakar, primitif sekali. Aku ‘gak bisa nunggu nanti di akhir zaman nanti Aku akan memuaskan kalian dari keterbelakangan ini, kalian akan makan roti surgawi yang benar-benar murni rohani!” Saudara ingat salah satu khotbah Epifania yang lalu, apa tanda mukjizat yang pertama di Yohanes 2? Membangkitkan orang mati? Bukan. Mencelikkan mata orang? Bukan. Mengusir setan? Bukan juga. Tanda Yesus yang pertama adalah Dia menciptakan anggur yang terbaik bagi sebuah pesta. Ini tanda yang pertama karena ini grand opening-nya, ini first impression-Nya, bahwa Yesus itu ingin dikenal sebagai Raja dari Pesta Besar, dari anggur terbaik yang mengalir berlimpah ruah! Saudara lihat, Yesus tidak lagi butuh makan ikan, Dia tidak tergantung pada materi, namun Dia juga tidak menolak ikan sebagai sesuatu hal yang primitif. Kalau demikian, jadi Yesus ini apa? Bukan dua-duanya, kompleks –atau lebih tepatnya simpel, Yesus sekadar ingin makan ikan. Inilah masa depan kita, Saudara, tubuh dan jiwa, tidak cuma salah satu. Kalau kita condong ke salah satu, jadi orang-orang sekularis atau orang-orang spiritualis, kita akan jadi orang-orang yang pasif, skeptis, kritis, atau juga naif. Kekristenan bukan dua-duanya.
Kalau demikianlah gambaran kebangkitan yang kita lihat di bagian ini, maka apa dampaknya bagi hidup kita, bagaimana kebangkitan ini bisa mengubah hidup orang sehingga bisa muncul orang-orang seperti Gereja-mula-mula yang sampai bisa mengubah habis-habisan seluruh Kekaisaran Romawi? Ada tiga hal: yang pertama, dampaknya adalah membuat Keristenan jadi Kekristenan yang berjuang; yang kedua, ini menjadikan Kekristenan justru malah bisa beristirahat; yang ketiga, ini menjadikan kita menjadi orang-orang Kristen yang belajar untuk mengasihi.
Yang pertama, berjuang; Kekristenan yang merupakan hasil dari kebangkitan Yesus adalah Kekristenan yang punya fighting spirit. Omong-omong, waktu saya menggunakan istilah ini, Saudara jangan terpikir ini spirit tawuran; C.S. Lewis-lah yang mengatakan Kekristenan adalah ‘a fighting religion’, bahwa Kekristenan akan berjuang. Berjuang dalam arti apa? Berjuang dalam arti tidak pasif. Ini kontras dengan spiritualitas-spiritualitas lain yang melihat dunia ini hanya sementara dan kita hanya numpang lewat. Orang Kristen tidak demikian. Orang Kristen tidak pasif melihat penderitaan, sebaliknya mereka berjuang (fighting spirit). Kalau orang Kristen melihat wabah penyakit dan orang-orang bergelimpangan di jalan, kalau orang Kristen melihat ada masyarakat yang kekurangan air, kalau orang Kristen melihat ada masyarakat yang kurang gizi, kita tidak mengatakan, “Ya sudahlah,tidak-apa-apa, kita ‘kan cuma numpang lewat.” Kenapa? Karena kebangkitan Yesus!
Yesus tidak datang supaya kita melarikan diri dari dunia materi ini; Dia datang untuk mengubah, memperbarui alam ciptaan (materi) ini. Dia rela masuk ke dalam penderitaan dan kerusakan dunia ini secara fisik, Dia mengalami penderitaan yang rilil, Dia tidak escape dari semua itu, dan hasilnya adalah: Dia mengalami pembaruan ciptaan, tubuh yang adalah ciptaan baru. Kalau kita mengikut Yesus, maka kita akan mengikut dalam pembaruan tersebut, kita tidak akan kabur dari dunia, kita tidak akan cuek atau melepaskan diri darinya. Itu sebabnya pekerjaan misi Kristen sering kali identik dengan pekerjaan rehabilitasi, baik rehabilitasi tubuh manusia maupun pemulihan alam ciptaan. Adalah sangat sulit melepaskan misi Kristen dari pekerjaan-pekerjaan rehabilitasi. Kalau pun ada banyak misionaris yang dikenal berdampak secara kerohanian di tempat mereka diutus, banyak dari antara mereka yang datang ke daerah tersebut sebagai dokter atau tenaga medis. Mereka percaya bahwa pergi ke daerah-daerah yang pelayanan medis di sana sangat terbatas, itu sesuatu yang worth doing; dan bukan sekadar jadi alat pelicin supaya Injil bisa masuk dengan lebih lancar. Kenapa orang mau mengorbankan hidup nyamannya demi memperbaiki mata orang lain? Kenapa orang mau meresikokan nyawanya demi memperbaiki tubuh manusia? Karena kebangkitan Yesus menunjukkan bahwa tubuh manusia itu worth fighting for! Yesus sendiri meresikokan penderitaan fisik demi membawa pemulihan yang juga bersifat fisik. Ini bukan berarti tidak ada ruang untuk pergi KKR Regional, mengabarkan Injil dalam arti berkhotbah dan mengajar dan semacamnya, tapi saya juga akan mengatakan bahwa tidak ada ruang untuk kita terus-menerus hanya melakukan itu. Ini penting. Di antara hamba-hamba Tuhan GRII pun, semakin kami belajar Firman Tuhan, semakin bermunculan orang-orang yang dalam pimpinan Roh Kudus sampai pada konklusi yang sama, bahwa pekerjaan penginjilan yang dilakukan Gereja harus diperluas ke bagaimana kita memulihkan tubuh manusia dan tidak cuma rohani, bagaimana kita memulihkan alam ciptaan ini dan bukan cuma urusan khotbah.
Dalam hal inilah Kekristenan merupakan sebuah keyakinan yang penuh fighting spirit. Ini juga sebabnya banyak sejarawan –baik Kristen maupun non-Kristen– setuju bahwa kemunculan sains modern sesungguhnya bukan berasal dari agama-agama Timur ataupun mitologi-mitologi Barat, melainkan dari Kekristenan. Ini karena Kekristenanlah yang pertama-tama peduli dengan alam ciptaan, dengan tubuh manusia, dan bersukacita di dalamnya, sehingga mereka merasa perlu mempelajari keajaiban yang Tuhan berikan dalam alam ciptaan. Kekristenan berjuang untuk menyentuh (engage) alam ciptaan ini, dalam hal-hal yang baik maupun dalam hal-hal yang rusak, karena jelas sekali bahwa panggilan orang Kristen bukanlah kabur dari alam ciptaan. Proyek kita adalah proyek pemulihan hal-hal yang juga bersifat material, tidak cuma spiritual. Ini yang pertama, Kekristenan adalah keyakinan yang penuh fighting spirit.
Yang kedua, kebangkitan Yesus bukan cuma memberikan kepadamu fighting spirit, tapi juga harusnya memberikan kepadamu resting spirit. Hal ini lebih jarang dibicarakan. Banyak orang Kristen yang teriak-teriak fighting spirit, namun mereka itu simplistik jika mereka tidak meneriakkan juga resting spirit, karena Alkitab ada dua-duanya, Alkitab itu kompleks.
Sementara fighting spirit kontras terhadap spiritualisme Timur yang cuek dengan hal-hal materi, resting spirit kontras terhadap materialisme dan sekularisme Barat yang justru mengejar materi. Kenapa orang datang ke Jakarta, kenapa orang datang ke kota besar? Kenapa orang yang sudah damai di Jakarta lalu ingin pergi ke kota yang lebih besar, ke London, ke New York, ke Berlin, ke Tokyo? Karena di tempat-tempat seperti kota besar inilah kita mencari materi. Kita kepingin mengumpulkan benda-beda materiil, kita kepingin mengalami keindahan materiil. Di kota-kota besar, kita ingin menjadikan tubuh kita fit, cantik, ganteng, seksi. Itu sebabnya karakteristik di kota adalah hidup yang penuh hiruk-pikuk seperti ini, tidak ada rest-nya, karena inilah hiruk-pikuk mencari materi, baik itu cari duit mati-matian ataupun foya-foya –dua-duanya sama-sama mengejar materi. Konsep YOLO (you only live once) lahirnya di kota, tidak mungkin orang di desa hidup dengan prinsip kayak begitu. Orang kotalah yang ke sana kemari mengatakan “aku harus punya ini dan itu, dan ini dan itu”. Buku “Thousand Places to See Before You Die”, itu pasti orang kota; tapi ironisnya, siapa yang bisa kayak begitu?? Dan ironisnya dari mengejar hal-hal materi adalah: kalau pun kita mendapatkannya, ujungnya tetap saja hal-hal materi tersebut mulai rusak, mulai pudar, mulai jelek. Aragorn, tokoh dalam novel Lord of the Rings, sesaat sebelum meninggal mengucapkan suatu ratapan: “Waktu muda, saya kuat tetapi kurang bijak, sekarang saya tua, sudah lebih bijak tapi kekuatan sudah lebih pudar”. Inilah hidup manusia.
Kemarin saya mengobrol dengan Pak Jadi, kami mengatakan dulu waktu muda banyak kepingin ini dan itu tapi tidak ada ruang, sekarang sudah lebih tua mulai ada ruang, tapi juga sudah mulai malas, misalnya soal utak-atik hobi, dsb. Pak Jadi bilang, “Dulu gua senang banget cari-cari speaker, utak-atik; sekarang sudah tidak kepingin meskipun sudah bisa beli.” Untungnya saya belum mencapai itu karena saya masih lebih muda, masih bahagia bisa beli dan utak-atik sepeda, tapi dari pembicaraan tersebut saya tahu satu hal: suatu hari saya ujungnya pasti kayak begitu juga. Vikaris Aan yang melayani di Lansia, bilang bahwa dia bersyukur sekali melayani di Lansia: kenapa? Karena dia melihat gambaran masa depan; dia bersyukur karena dapat kesempatan sejak hari ini untuk mempersiapkan suatu hari jadi seperti mereka, maka otak harus dibiasakan aktif, dsb. Namun Saudara, tetap saja ujung-ujungnya itu tidak bisa dihindari, sehingga mendengar ini pun akan mendorongmu jadi lebih terburu-buru, ada hiruk-pikuk, you only live once, thousand places to go before you die tadi sisa berapa, masih banyak! Hiruk-pikuk. Kebangkitan Yesus yang adalah buah sulung kebangkitanmu, membebaskan kita dari hal ini; karena apa? Karena sederhana saja, dari kebangkitan Yesus itu Saudara melihat bahwa masa depanmu adalah masa depan yang bersifat indrawi.
Masa depanmu itu fisik. Masa depanmu itu tidak harus dimatikan, engkau kepingin makan ikan dan bisa makan ikan. Inilah masa depan kita. Ini adalah pengharapan Kristiani yang membawa resting spirit masuk ke dalam hidup kita hari ini. Joni Erickson Tada, seorang Kristen yang lumpuh dari leher ke bawah akibat dia loncat ke kolam yang terlalu cetek dan tulang punggungnya patah, dalam satu perenungannya mengatakan, “Saya ini tidak bisa lagi berlutut di hadapan Tuhan”, dan dia menangis habis-habisan. Namun selesai menangis, dia mengatakan: “Tetapi pengharapannya adalah: dalam kebangkitanku, hal pertama yang akan kulakukan dalam kakiku yang dibangkitkan adalah bertelut di hadapan Allahku”. Luar biasa ya. Fanny Crosby seorang Kristen yang buta, namun salah satu lagunya yang terkenal adalah “One Day I See Him Face to Face”. Waktu orang tanya kepada dia, “Jika ada dokter yang bisa menyembuhkan matamu, mau tidak kamu disembuhkan?” dia menjawab, “Tidak perlulah, buat apa, karena dengan demikian hal pertama nanti yang akan aku lihat dengan mataku ini, adalah Juruselamatku”. Dia sampai merasa tidak perlu melihat dalam dunia ini, karena ada pengharapan akan sesuatu yang lebih besar dan lebih indah yang akan dia dapatkan dalam kebangkitan. Kenapa? Sekali lagi, karena kebangkitan kita indrawi, physical.
Di antara kita mungkin ada yang tidak menikah, atau ada yang menikah tapi stuck dalam pernikahan yang jelek. Waktu tidak menikah, kita mengatakan, “Aduh, saya sebenarnya kepingin nikah tapi saya tidak pernah dapat orang yang tepat karena satu dan lain hal”, dan kita merasa mungkin di masa depan keinginan ini akan terjadi, tapi bisa juga tidak. Atau Saudara yang stuck dalam pernikahan yang jelek mungkin mengatakan, “Aduh, saya sampai mati harus cuci muka dengan air mata, tidak akan pernah merasakan pernikahan ideal sebagaimana digambarkan Alkitab”. Tapi Saudara, jangan pernah hidup dengan penyesalan seperti itu, karena janji akan masa depan Saudara bukanlah masa depan yang Saudara cuma melayang-layang; Yesus berdiri di depan mata mereka, bukan melayang-layang, ada kakinya, dan Dia duduk untuk makan ikan! Saudara, janji-Nya adalah Dia sedang menunggumu untuk Pesta Pernikahan Sang Anak Domba. Saudara tidak kehilangan apa-apa, ada pesta yang riil nanti, ada anggur yang riil yang lebih baik dari semua anggur di dunia ini, ada pernikahan yang riil. Ada rangkulan tangan yang riil dan lebih riil daripada apapun yang kita bisa dapatkan di dunia hari ini. Saudara tidak kehilangan apapun; yang Saudara dapatkan nanti bahkan jauh lebih indah daripada yang kita bisa dapatkan hari ini. Gambarannya memang misterius. Kalau Saudara mau tanya seperti apa, itu seperti seorang yang sekarang buta dan dokter akan mengoperasi matanya supaya bisa melihat, lalu dia bilang ke dokternya, “Dok, coba beritahu saya, melihat itu seperti apa?” dan dokter hanya bilang untuk sabar menunggu. Akhirnya dia selesai dioperasi, siuman, dan sementara matanya masih dibalut. Kemudian setelah balutnya dilepas dan disuruh buka mata, ketika dia membuka matanya, maka semua imajinasi dia, semua bayangan dia tentang apa artinya ‘melihat’ dan yang pernah diberitahu orang sebelumnya, tidak bisa dibandingkan dengan apa yang dia lihat dengan matanya pada saat itu; dan dia cuma bisa menangis. Itulah pengharapan kita. Itu sebabnya orang yang mengerti kebangkitan Yesus, di satu sisi akan tergerak untuk berjuang, ada fighting spirit; namun di sisi lain, ada resting spirit, ada peristirahatan, ada damai sejahtera dalam hidupnya. Dia tidak merasa perlu menghabiskan waktu dalam hidupnya untuk mencari-cari thousand places before you die, karena dia tahu dia akan mendapatkan yang lebih baik dari itu semua.
Yang terakhir, kebangkitan Yesus melatih, mengundang, membimbing kita bukan cuma untuk fight maupun rest, tapi juga untuk mengasihi (love). Kenapa? Coba Saudara bandingkan dengan sekularisme dan spiritualisme Timur tadi.
Dalam Sekularisme, karena segala sesuatu cuma materi, maka ujungnya tidak ada bedanya antara manusia dan kecoa, antar kecoa dan batu, bahwa setelah hidup manusia selesai, ya sudah, habis. Ini berarti hidup manusia tidak ada bedanya antara yang punya dan yang tidak punya, antara yang tertindas dan yang menindas, karena itu perbedaan yang cuma Saudara lihat dalam jangka waktu 40-50 tahun, dan apa artinya itu dibandingkan skala umur geologis bumi yang puluhan juta tahun, apalagi dibandingkan dengan skala umur alam semesta yang biliunan tahun! Lagipula yang bisa melihat dalam 50-60 tahun itu beda, ya cuma orang lain yang hidupnya pun hanya 50-60 tahun, yang juga akan mati dan menjadi bubur. Itu saja. Saudara lihat, segala sesuatu yang kita alami hari ini jadi cuma ilusi, tidak ada bedanya jadi babi dan jadi manusia, entah Saudara itu kecoa atau batu ujungnya cuma karbon, oksigen, hidrogen dll., itu saja. Demikianlah paham sekularisme.
Dalam spiritualisme Timur juga sama. Memang mereka ada menjanjikan kehidupan setelah kematian, tapi dalam kehidupan setelah kematian tersebut Saudara kehilangan fisikalitasmu, bahkan kehilangan individualitasmu, Saudara bercampur sebagai sub-kepribadian yang semua masuk jadi satu. Itulah sebabnya Nirwana harmonis, karena tidak ada konflik lagi –tidak bisa konflik lagi, apa yang bisa dijadikan konflik?? Tidak ada lagi memorimu, tidak ada lagi kepribadian yang distinct yang engkau bisa bilang “inilah saya”. Jadi jika ujungnya demikian, lalu apa artinya kepribadianmu hari ini, itu cuma ilusi. Namun kebangkitan Yesus mendobrak hal ini. Dalam kebangkitan Yesus sebagaimana Saudara lihat, Yesus tetap Yesus.
Yesus bukan sekadar membawamu pergi, Dia akan membawamu pulang. Dia bukan memindahkanmu ke tempat lain yang engkau belum kenal dan tidak pernah tahu sebelumnya, Dia akan membawamu pulang ke dalam langit dan bumi yang baru, ke dalam eksistensi mirip namun beda, ke dalam tubuh yang mirip namun diperbarui; dan ingatanmu tetap jadi ingatanmu, dirimu tetap jadi dirimu, relasi-relasimu akan tetap menjadi relasimu. Itu sebabnya Yesus berkali-kali mengatakan, “Ini Aku –ini benar-benar Aku”; dan mereka melihat Dia, seperti tidak kenal –karena memang ada yang berubah– namun kemudian ada sesuatu yang klik, dan mereka akhirnya mengenali Dia.
Saudara, analoginya adalah sebagaimana yang Paulus katakan: tubuh kita hari ini adalah benih, dan tubuh kebangkitan kita nanti adalah pohon yang keluar dari benih tersebut. Ini ibaratnya Saudara punya seorang keponakan yang Saudara sering bertemu dia dan bahkan ikut mengasuh dia waktu umur 2, 3, 4 tahun, tapi kemudian berpisah dengan dia karena Saudara pindah ke luar negeri atau kota lain, dsb. Namun dari awal Saudara lihat anak ini betul-betul cantik atau ganteng, Saudara bahkan sudah melihat sejak umur tersebut ada sifat/karakter yang agung yang sekali-sekali muncul. Lima belas tahun kemudian, Saudara sedang berada di suatu tempat, lalu ada seseorang yang menghampiri dan menyapamu, “Halo, ingat aku ‘gak?” Saudara bingung, Saudara seperti melihat ada sesuatu yang familier tapi Saudara tidak tahu ini siapa, Saudara tidak mengenal dia. Dia lalu memberitahu namanya, dan Saudara kaget, ya ampun, ini keponakanku itu. Keponakan Saudara itu umur 18-19 tahun sekarang, sudah matang, sudah berkembang, sudah mekar menjadi pemudi yang begitu cantik atau pemuda yang begitu ganteng. Saudara lalu mengobrol dengan dia, dan Saudara melihat karakter yang Saudara pernah liat waktu dia kecil dulu itu sekarang telah berkembang jadi karakter yang luar biasa agung. Itu sebabnya Saudara kaget; tapi tidak kaget juga karena Saudara tahu sejak kecil dia memang cantik atau ganteng. Saudara sudah tahu sejak dia kecil memang ada sifat yang agung dalam dirinya; tapi Saudara kaget juga, Saudara tidak menyangka seberapa besar ia telah bertumbuh dan keagungannya sekarang melampaui semua perkiraanmu. Itulah gambaran yang Paulus berikan karena anak kecil adalah benih yang kemudian mekar pada umur dewasa, keagungan dan potensi mereka sudah kita lihat sejak dulu dan akhirnya keluar ketika mereka dewasa.
Dalam cara yang sama –atau bahkan lebih–kita akan melihat bagaimana hidup kita hari ini adalah simply benih bagi hidup kita yang akan datang. Ini berarti ketika kita melihat diri kita dan kecewa —koq saya kayak begini, kenapa ada potensi-potensi dalam hidup saya yang tidak terealisasi, kenapa saya stuck dalam kehidupan yang seperti ini, kenapa begini, kenapa begitu–Saudara tahu satu hal, yaitu bahwa nanti dalam kebangkitan, dalam hidup yang kekal, itu semua akan dimekarkan oleh Tuhan menjadi sebuah pohon yang besar, agung, dan begitu indah. Namun implikasinya bukan cuma ke dalam, tapi juga ke luar, bahwa waktu Saudara melihat orang-orang di kiri kanan depan belakangmu, itu juga sama. Hari ini waktu Saudara bertemu mereka, Saudara melihat potensi dalam hidupnya, Saudara melihat keindahan dan keagungan yang mungkin sedikit/kecil dalam hidup mereka; dan Saudara diundang untuk memupuk semua itu, melakukan investasi ke dalam hal-hal tersebut. Kenapa? Karena kalau Saudara menginvestasi dirimu dalam orang-orang ini, nanti dalam kebangkitan hidup yang kekal Saudara akan melihat mekarnya seperti apa. Mereka akan datang kepadamu dan mengatakan, “Ingat aku ‘gak? Ini aku”; dan Saudara akan melihat dia ada yang familier, namun saya ‘gak nyangka, saya tahu dari dulu ada hal ini dalam hidupmu, tapi wow! lihat sekarang engkau seperti apa. Itulah gambaran langit dan bumi yang baru; dan itu berarti dalam gambaran kebangkitan seperti ini kita diundang untuk mengasihi.
Tidak ada dalam gambaran yang lain, entah itu Sekularisme ataupun s piritualitas yang lain, di mana relasi kita adalah hal yang paling penting dalam dunia ini, yang akan bertahan sampai kekal. Investasi yang paling bagus yang kita bisa lakukan hari ini bukanlah emas atau rumah, melainkan orang-orang, jiwa-jiwa, tubuh-tubuh. Kembali ke analogi anak kecil tadi; waktu Saudara melihat dia sudah besar dan betapa dia cantik atau ganteng, betapa dia agung, Saudara ada kebanggaan, karena ada bagian dari mekarnya ini yang adalah hasil siramanmu, pemupukanmu, asuhanmu selama 3-4 tahun dulu. Saudara adalah bagian yang Tuhan pakai untuk memekarkan orang ini; dan itu bertahan kekal. Ini berarti waktu kita melihat orang-orang sekitar kita, kita tidak bisa meremehkan mereka.
C.S. Lewis mengatakan: kamu harus tahu satu hal, bahwa orang di kiri kananmu itu, yang mungkin paling membosankan dan paling tidak menarik yang engkau pernah lihat, suatu hari akan jadi seorang makhluk yang luar biasa agung, yang kalau kamu hari ini bisa melihat keagungannya nanti itu, maka hari ini engkau akan tergoda untuk jatuh ke tanah dan menyembah dia. C.S. Lewis di sini mengatakan bahwa tidak ada orang yang biasa-biasa saja, tidak ada mere mortal di dalam umat Tuhan, orang di sebalah kiri atau kanamu itu akan hidup selama-lamanya, mereka akan bertakhta sebagai raja atau ratu, mereka akan dimekarkan potensinya yang hari ini kita lihat samar-samar namun nanti akan mekar dengan segala keindahannya. Dan kalau kita investasi mereka hari ini, nanti kita akan menuai sukacita, karena Tuhan mengatakan: “Kamu jadi bagian di mana orang ini dipupuk, ditanam, diairi, sehingga ia bisa menjadi seperti ini’. Itulah masa depan kita, Saudara, maka marilah hari ini kita merenungkan kembali apa dampak kebangkitan dalam hidup kita, kenapa kebangkitan adalah hal yang penting dalam kerohanian Kristen, kenapa kebangkitan bisa mengubah orang-orang yang dianiaya menjadi sesuatu yang taking over suatu kekaisaran besar. Itulah yang harusnya terjadi dalam hidup kita juga.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading