Hari ini saya akan berkotbah mengenai Kenaikan Tuhan Yesus, karena Kamis lalu kita baru merayakannya. Kenaikan adalah salah satu poin dalam hidup Tuhan Yesus yang seringkali kita lalui, padahal itu mempunyai signifikansi yang luar biasa bagi kita. Merayakan Kenaikan adalah merayakan satu fakta, bahwa Yang sedang duduk di takhta dari seluruh alam semesta, adalah Seorang Manusia yang berdaging dan berdarah. Tuhan Yesus bukan cuma Allah tapi juga Manusia sama seperti kita. Dan, waktu Dia bertakhta di surga di sebelah kanan Allah Bapa, Dia bertakhta juga sebagai Manusia, sama seperti Dia bertakhta sebagai Allah. Anak yang lahir bagi Maria di kandang binatang itu, sekarang sedang memerintah seluruh ciptaan dari takhta-Nya.
Kita akan merenungkannya dari satu bagian Perjanjian Lama yang seringkali dipakai dalam Kalender Kenaikan, yaitu kisah Elia terangkat ke surga. Kita dapat belajar dari Perjanjian Lama karena Perjanjian Lama memberikan bayang-bayang/ pola/ pattern yang akhirnya digenapi di dalam realita Perjanjian Baru. Pembacaan kita dari 2 Raja-raja 2: 8-14. Yang menarik di bagian ini adalah paralel-nya dengan kisah Kenaikan Tuhan Yesus: kisah ini di satu sisi mengakhiri kisah Elia, tapi juga memulai kisah dari Elisa; kisah kenaikan Kristus di satu sisi “seperti/ seakan-akan” mengakhiri pekerjaan Tuhan Yesus, tapi sebenarnya pekerjaan yang luar biasa justru dimulai. Kita akan membahas ini, khususnya fokus pada Elisa, artinya bagi Elisa yang menyaksikan Elia terangkat, supaya kita dapat mengetahui arti dan aplikasinya bagi kita yang melihat Kristus terangkat.
Yang pertama: “Elisa menolak meninggalkan Elia”. Dalam 2 Raj 2: 2,4,6 ada suatu pola dialog antara Elia yang seolah ingin mengusir Elisa, tapi Elisa tetap bertahan, tidak mau meninggalkan Elia. Ayat 2: Berkatalah Elia kepada Elisa: "Baiklah tinggal di sini, sebab TUHAN menyuruh aku ke Betel." Tetapi Elisa menjawab: "Demi TUHAN yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau." Lalu pergilah mereka ke Betel. Ini terjadi di Betel, dan berikutnya di Yerikho (ayat 4) dan di Sungai Yordan (ayat 6).
Kita tidak tahu pasti mengapa Elia seperti ingin mengusir Elisa. Mungkin ia mau menguji kesetiaan bujangnya itu, mungkin juga karena Elia penyendiri, satu hal yang pasti ada kesan Elia mendorong Elisa pergi. Tapi bagian ini justru ditulis sampai 3 kali, karena dengan demikian kita bisa melihat kontrasnya dengan respon Elisa, Elisa begitu setia dan penuh kasih kepada Elia. Kita bisa lebih jelas dengan melihat back ground-nya, kisah Elisa dipanggil (1 Raj 19). Elisa ditemukan Elia ketika sedang membajak dengan 12 pasang lembunya (berarti 24 ekor). Waktu dipanggil, Elisa melakukan “likuidasi aset”, ia menyembelih dan memanggang semua lembunya itu memakai kayu bajaknya sendiri, lalu aset-nya itu bukan dikantongin tapi diberikan kepada orang-orang yang melayani dia selama ini, pesta yang besar sekali pastinya.
Melihat cerita seperti ini, kita cenderung melihat Elisa begitu hebat, luar biasa, tahu bahwa tidak ada kata “coba-coba” jadi nabi, langsung likuidasi semua aset-nya dan diberikan kepada orang lain, lalu datang dengan dirinya sendiri. Tapi Elia seperti tidak terlalu impressed akan Elisa. Di 1 Raj 19:20 dikatakan: Lalu Elisa meninggalkan lembu itu dan berlari mengikuti Elia, katanya: "Biarkanlah aku mencium ayahku dan ibuku dahulu, lalu aku akan mengikuti engkau." Jawabnya kepadanya: "Baiklah, pulang dahulu, dan ingatlah apa yang telah kuperbuat kepadamu." Bagian ini terjemahan bahasa Indonesia agak terlalu sopan, karena bahasa Inggris dan bahasa aslinya tidak ada nuansa seakan-akan Elia mengerti dan mengayomi Elisa seperti, “O ya, tidak apa, pulang dulu saja, ingat ya, aku sudah ngapain… “. Dalam bahasa aslinya Elia menjawab seperti ini: “Ya, pulang sana, memangnya aku ngapain –What have I done to you?” Ada nuansa seperti: Kamu ngapain minta izin pada saya, bukan saya yang memanggilmu. Tuhan yang memanggilmu; Tuhan suruh saya urapi Hazael, urapi Yehu, dan urapi kamu. Dan kita bisa menebak-nebak seperti ini: Kamu bukan pilihanku, saya juga bingung mengapa Tuhan pilih kamu, jadi jangan perlakukan saya seolah saya bos-mu. Kamu mau pulang? Silakan.
Bukan cuma itu saja, Elisa melayani Elia selama 18-20 tahun. Itu jumlah yang signifikan karena Elisa sendiri melayani sebagai nabi cuma 30 tahun, melayani Elia sendiri 20 tahun. Juga di 2 Raj:3, setelah Elisa diangkat sebagai nabi oleh Tuhan, ada seorang raja yang bertanya: “Siapa itu Elisa?”, ia tidak pernah tahu. Lalu pelayannya menjawab: “O, Elisa itu pembantunya Elia yang tuang air ke gelasnya”. Itu reputasi Elisa, tidak ada yang memandang dia. Elia kemungkinan tidak terlalu memandang Elisa, dan orang-orang lain pun sepertinya tidak terlalu ingin memandang Elisa, dia hanya pembantu. Tapi ini justru indikasi kesetiaan Elisa. Waktu kereta kuda berapi datang memisahkan Elia dari Elisa, apa yang dikatakan Elisa? Kalau kita di posisi dia yang 20 tahun tidak dianggap dan Elia sendiri juga tidak memandang kita padahal kita dipanggil oleh Tuhan, maka mungkin reaksi kita adalah: “Akhirnya, si orang tua itu masanya berakhir. Aku sudah tunggu 19 tahun untuk hal ini dan sekarang pekerjaan yang real itu –panggilan itu– bisa mulai saya kerjakan.” Kadang-kadang problem orang yang lebih muda yaitu sering tidak sabar melihat segala sesuatu yang lambat, orang tua yang masih bercokol, seandainya orang yang tua ini hilang, sudah turun, maka waktunya perubahan terjadi, saya ini harapan bagi masa depan! Tapi Elisa sama sekali tidak begitu. Dia mengatakan, “Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!”
Waktu Elisa mengatakan “bapaku, bapaku”, maksudnya apa? Dalam literatur Ibrani jika seseorang menyebut nama orang dua kali, itu maksudnya ekspresi hubungan kasih yang mendalam; seperti Tuhan Yesus mengatakan “Allah-Ku, Allah-Ku”, atau Daud bersedih karena anaknya, berkata “Absalom, Absalom”. Jadi kita melihat Elisa amat sangat mengasihi Elia. Kemudian waktu ia mengatakan “kereta kuda Israel”, apa sebenarnya yang ia katakan? Kita mungkin sedikit salah mengerti oleh gambaran dalam lagu Negro Spiritual yang berjudul Swing Low, Sweet Chariot (diambil dari ayat ini), lagunya so sweet, “Swing low, sweet chariot, comin' for to carry me home… “. Di buku-buku Sekolah Minggu, kereta kuda ini juga digambarkan dengan awan-awan lembut seperti kapas, dsb. Tapi sebenarnya kereta kuda dalam terminologi Alkitab adalah alat tempur, tank pada zaman itu, bukan seperti delman di Monas. Kereta itu begitu berat –karena ada besinya– bahkan kadang sehabis perang kuda-kuda yang dipakai bisa mati karena dipaksa habis-habisan menarik kereta yang begitu berat. Maka waktu Elisa mengatakan seperti tadi, maksudnya ia sedang mengatakan: Bapaku, bapaku, engkau itu tank-nya Israel, senjata mutakhirnya Israel. Engkau itulah garis pertahanan kami selama ini. Engkau sekarang pergi, siapa yang melindungi kami? Tidak ada. Kami defenseless sekarang tanpa engkau. Ini menunjukkan bahwa bukan cuma Elisa penuh kasih kepada Elia, tapi Elisa merasa Elia orang yang begitu besar dan ia tidak bisa apa-apa dibandingkan Elia.
Injil Markus itu hampir setengah isinya berbicara mengenai yang Yesus lakukan bersama-sama dua belas rasul secara intim, tidak ada orang lain di situ, bukan di hadapan orang Farisi atau yang lain. Yang Tuhan Yesus lakukan dalam grup yang kecil itu, adalah satu hal yang perlu dalam pekerjaan kekristenan dan kita seringkali tidak sadar. Kita tahu bahwa pekerjaan sebagai nabi bukan pekerjaan mudah, ekspektansinya bisa lama, berbahaya, ada raja yang selalu mengirimkan tentara untuk mencari nabi, dsb., tapi Elisa menyertai Elia sampai akhir, karena ia tahu pentingnya hubungan ini. Seorang pengkotbah mengatakan, bahwa ada satu bahaya bagi hamba-hamba Tuhan yang masih muda –junior, baru melayani– yaitu kalau mereka melayani sendirian, tidak bersama-sama dengan hamba Tuhan lain yang lebih senior, lebih bijak, sudah lebih lama di dalam Tuhan. Kalau hamba Tuhan junior tidak pernah mendapatkan hubungan yang erat dengan seniornya, tidak akan ada sekolah teologi mana pun yang sanggup mempersiapkan orang ini jadi hamba Tuhan. Ada aspek-aspek yang perlu belajar dari hamba Tuhan yang lebih senior. Itu juga perlunya kita membaca biografi, tentang apa yang orang-orang sudah lakukan, bagaimana dan seperti apa Tuhan memakai mereka di masa yang sudah lewat. Ini penting dan kita langsung lihat dalam kehidupan Elisa. Dan juga satu kritikan kepada yang sudah berumur karena banyak dari kita juga merasa “saya sudah tua, lapuk, biar yang muda saja take over, yang masih kuat, ber-energi”; kita memakai paradigma duniawi yang melihat hidup manusia cuma dari segi produktifitasnya, sedangkan yang sudah masuk kategori manula/ lansia, ya sudahlah, kita hormati saja. Dalam kelapukan kita pun Tuhan masih menaruh tempat untuk kita involve di dalam gereja. Ada bagian dalam calling kita untuk berada di tengah-tengah orang muda, karena itu yang Alkitab sendiri jelas katakan “penting”. Mungkin bukan dari hal yang kita bisa hasilkan, tapi dari ketenangan kita menghadapi segala sesuatu, tidak terombang-ambing situasi –satu hal yang dirindukan untuk dilihat anak muda. Ini juga paralel dengan Kisah Para Rasul. Waktu Tuhan Yesus telah bangkit, sudah selesai pekerjaan-Nya, mengapa Dia tidak langsung naik ke surga? Mengapa harus ada masa transisi 40 hari? Jawabannya di Kis 1:3 Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah. Suatu gambaran yang sering kita lewatkan. Waktu Elia diangkat ke surga, dikatakan juga bahwa mereka sedang bercakap-cakap.
Yang kedua: “Elisa meminta meneruskan Elia”. Di satu sisi Elisa tahu dia bukan siapa-siapa, orang lain dan bahkan Elia pun tidak terlalu menganggap dia, tapi ia minta kepada Elia untuk jadi penerusnya. Satu hal yang sepertinya agak lucu dan bertabrakan. Ayat 9: Dan sesudah mereka sampai di seberang, berkatalah Elia kepada Elisa: "Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku terangkat dari padamu." Jawab Elisa: "Biarlah kiranya aku mendapat dua bagian dari rohmu." Berkatalah Elia: "Yang kauminta itu adalah sukar.
Apa maksudnya waktu dikatakan “saya minta dua bagian (double portion) dari rohmu?” Itu bukan permintaan arogan, ia bukan mengatakan “Hei Elia, aku mau jadi dobel lebih hebat daripada kamu”. Kata “dua bagian/ double portion” dalam kultur zaman itu maksudnya adalah hak kesulungan. Di Ulangan 21 ada hukumnya, bahwa seorang ayah harus memberikan kepada anak sulungnya 2 bagian dari hartanya; artinya kalau ia punya 2 anak, hartanya harus dibagi 3, lalu 2 bagian diberikan kepada anak sulungnya (double portion). Maka di sini, bukan Elisa meminta dobel karunia, tapi ia cuma sedang minta untuk jadi penerus Elia, jadi anak sulung Elia, untuk mendapat otoritas meneruskan pekerjaannya sebagai nabi. Tentu ada benarnya juga paradigma yang mengatakan bahwa Elisa betul-betul jadi dobel; sementara Elia melakukan 7 mujizat, Elisa 14 mujizat; apparently,kalau dihitung nubuatan plus mujizat, Elia melakukan 14 kali sedangkan Elisa 28 kali. Jadi secara literal memang Elisa dapat dobel. Tapi meskipun Tuhan memberikannya secara literal, Elisa cuma minta untuk jadi penerus Elia.
Elia menjawab bahwa itu hal yang sukar, kemungkinan karena memang bukan haknya untuk menentukan siapa penerusnya. Kemungkinan lain –berhubungan dengan pembahasan tadi– Elia agak meragukan Elisa sanggup jadi nabi. Orang lain juga kelihatannya seperti itu; rombongan nabi yang menyertai mereka, dua kali mengatakan kepada Elisa kalimat yang kita bisa tebak nadanya seperti apa: "Sudahkah engkau tahu, bahwa pada hari ini tuanmu akan diambil dari padamu oleh TUHAN terangkat ke surga?" Elisa agaknya kesal mendengar itu, terlihat dari jawabannya: “Aku juga tahu, diamlah!” Tapi itu wajar, karena tentu saja siapa bisa menggantikan “kereta kuda Israel”? Elia itu satu-satunya yang berani melawan nabi Baal di tengah-tengah kerajaan yang mendukung nabi Baal, dan menang. Siapa dari kita yang seperti itu? Berapa banyak orang Kristen bisa seperti demikian? Satu di antara sejuta, semiliar, dan satu itu adalah Elia, siapa bisa menggantikan dia? Dan bahkan setelah Elia diangkat, lima puluh orang dari rombongan nabi menawarkan diri untuk mencari Elia. Elisa lalu menjawab, “tidak usah cari, tidak perlu”, tapi mereka terus mendesak sampai dia malu. Elisa merasa tidak perlu mencari Elia karena keberangkatannya itu sudah final, dan “saya nabinya sekarang”, tapi malu kan mengatakan seperti itu. Akhirnya ia membiarkan mereka pergi mencari.
Jadi situasinya waktu Elisa meminta menjadi penerus Elia, bukan satu situasi yang mendatangkan confidence dengan jadi bujang seorang nabi. Orang lain tidak percara kepada dia, dia sendiri juga mungkin ragu, dan kemungkinan Elia sendiri tidak terlalu setuju Elisa sebagai penerusnya. Hal yang bisa kita pelajari: dalam poin pertama tadi, yang lebih berumur seringkali gampang menyerah, “ini masanya yang lebih muda saja mengerjakan”; sedangkan poin yang kedua yaitu ada tipe orang yang lain –mungkin juga sudah berumur– yang sulit untuk sadar bahwa masa lalu sudah berlalu, selalu merasa masa sekarang lebih jelek dibanding ketika mereka dulu ada, lalu terlalu cepat menilai yang muda tidak mungkin menyaingi yang sudah lewat.
Contoh paling mudah, kita lihat anak-anak zaman sekarang sejak kecil main gadget, game, internet, lalu membandingkan dengan diri kita “bagaimana ini, bagaimana mereka bisa jadi?” Sifat seperti itu juga tidak alkitabiah, Alkitab dengan sangat jelas meng-konfrontasi, bahkan Tuhan Yesus waktu kembali ke Nasaret mengatakan, “Seorang nabi di kampung halamannya sendiri tidak pernah dihormati.”
Contoh lain, Navigators –satu badan misi sangat terkenal– didirikan oleh Dawson Trotman. Trotman figur yang dikultuskan; waktu dia meninggal perlu cepat-cepat ada penggantinya, yaitu seorang bernama Lorne Sanny. Lorne Sanny memberi kesaksian beberapa tahun kemudian, bahwa selama banyak tahun ia cuma merasa sebagai caretaker, ”Saya cuma ada di sini sampai ada orang lain yang lebih cocok untuk meneruskan Trotman yang luar biasa besar itu, saya tidak sanggup. ” Sampai suatu hari dia merasa Tuhan jelas mengatakan, bahwa dia yang dipanggil. Dan ketika itu terjadi, ia mulai berubah. Ia mengatakan, “Kita akan melakukan ini sekarang, bukan yang itu.” Orang-orang sekitarnya selalu mengatakan, “Dawson Trotman tidak akan melakukan seperti itu tapi seperti ini.” Tapi Sanny tetap mengatakan “tidak”; dan Navigators di bawah Lorne Sanny bertumbuh dari 171 staf di 12 negara menjadi 2580 staf di 71 negara.
Ini satu hal yang harus kita lihat juga sebagai penyeimbangan dalam kehidupan pelayanan. Yang Elisa lakukan waktu minta menjadi penerus Elia, bukanlah arogansi. Itu adalah satu hal yang begitu berani. Elia mungkin meragukan dia, para nabi yang sekolah teologi juga meragukan dia, dan kemungkinan dia juga meragukan dirinya sendiri. Tapi Elisa minta itu dari Tuhan. Elia mengatakan bahwa itu sukar, tapi kalau kamu bisa melihat aku terangkat, ya, oke. Dan Tuhan memberikannya kepada Elisa.
Yang ketiga: “menyadari kunci dari pelayanan”. Waktu Elia diangkat, Elisa tentu sedih, berduka, ia merobek pakaiannya, lalu ia melihat jubah Elia yang jatuh. Ia ingat jubah itu yang ditaruh ke dirinya waktu Elia memanggil dia. Ia lalu berdiri di tepi Sungai Yordan, kemungkinan ia sedang mengingat cerita di masa lalu tentang Yosua di Sungai Yordan karena ketika itu ada transisi pemegang tampuk kepemimpinan juga. Musa mati, tidak semua orang bisa menganggap Yosua pemimpin yang baru, dan Yosua sendiri sangat ketakutan. Setelah itu langsung Yosua diperhadapkan dengan Sungai Yordan, dan ia membelah Sungai Yordan memimpin bangsa Israel menyeberang. Di akhir cerita dikatakan: pada waktu itulah, Tuhan membesarkan nama Yosua di mata seluruh orang Israel, sehingga mereka takut kepadanya seperti mereka takut kepada Musa seumur hidupnya. Jadi mungkin itu cerita yang ada di kepala Elisa waktu ia menghadapi Sungai Yordan. Ia bukan dengan arogan mengatakan, “Hei di mana Allahnya Elia?”, tapi mungkin lututnya gemetaran, inilah pembuktiannya. Ia mengambil jubah Elia yang telah terjatuh itu, dipukulkannya ke atas air itu sambil berseru: "Di manakah TUHAN, Allah Elia?" Ia memukul air itu, lalu terbagi ke sebelah sini dan ke sebelah sana, maka menyeberanglah Elisa.
Apa kuncinya? Elisa tahu, dirinya tidak mampu, tapi dia juga menyadari bahwa Elia yang begitu ia hormati dan kasihi, dia itu bukan kuncinya, maka ia mengatakan “di manakah Allah Elia?” Dia tahu satu hal, saya tidak mampu meneruskan pekerjaan Elia, tapi dia percaya satu hal: Elia yang begitu besarnya pun juga tidak mampu, dan aku memanggil kepada Allah Elia. Dia sadar, Elia pergi; dan ia sadar, Allah Elia tidak pergi. Dan itulah saatnya dia menyadari panggilannya sebagai seorang nabi.
Semua kisah ini bisa dikatakan sebagai ilustrasi yang panjang untuk menjelaskan tentang bagaimana pekerjaan Tuhan Yesus dilanjutkan di dunia hari ini. Ini terminologi dari Kisah Para rasul. Mengapa Lukas yang sudah menulis di Lukas 24 bahwa Kristus naik ke surga, lalu di sequel berikutnya diulang lagi? Karena itu kejadian yang pivotal, yang akan menyetir seluruh cerita berikutnya. Lukas tidak mengulang cerita salib, atau kebangkitan, tapi cerita kenaikan. Waktu Tuhan Yesus naik dan para murid bengong melihat ke atas, malaikat datang dan mengatakan: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." Maksudnya, malaikat ini sedang mau mengalihkan perhatian mereka: kalau kamu meresponi kenaikan Tuhan dengan benar, yang seharusnya terjadi bukan bengong lihat ke atas, tapi kamu akan lihat ke bawah. Kamu akan menyadari bahwa pekerjaan yang harus dilakukan, itu di sini dan sekarang. Akan kedatangan-Nya kembali, itu yang harus jadi fokusmu, bukan kenaikanmu suatu hari ke surga.
Waktu merenungkan mengenai kenaikan, apa yang direnungkan? Ada teolog yang mengatakan bahwa membicarakan Kenaikan akan membuat kita merenungkan suatu hari kita juga ke surga bersama-sama dengan Kristus. Tapi Saudara, tidak ada satu pun bagian di Kisah Para Rasul atau tempat yang lain, yang mengatakan bahwa oke, sekarang Tuhan Yesus sudah naik, maka satu hari kamu juga akan naik bersama-sama dengan Dia. Yang ada, waktu tema Kerajaan Surga dibicarakan di Alkitab adalah bahwa Kerajaan Surga suatu hari datang di bumi seperti di surga, tidak pernah menitik beratkan surga-nya. Malaikat mengatakan, “Jangan lihat ke atas, tidak perlu. Kalau lihat Dia naik, berarti lihat bagaimana Dia akan turun kembali, bagaimana kerajaan-Nya akan dinyatakan di dunia ini”. Tapi pak, bukankah kita warga negara surga? Konteks pada waktu Paulus mengatakan itu, di abad pertama, ada banyak warga negara Roma yang tinggal di kota-kota lain, bukan di Roma. Apakah tugas mereka mencari cara untuk suatu hari kembali ke Roma? Tidak. Sebagai warga negara Roma, tugas mereka bukan untuk kembali ke Roma, melainkan menetap di kota tempat mereka tinggal, membawa budaya Roma, cara kerja Roma, segala sesuatu yang Roma-is masuk ke kota itu. Itulah tugas seorang warga negara Roma pada abad pertama. Dan itu berarti tugas kita sebagai warga negara surga.
Sama seperti kisah Elia diangkat menjadi cerita Elisa dilantik menjadi nabi, demikianlah juga cerita Kristus terangkat ke surga adalah cerita kita sekarang dipanggil untuk melaksanakan pekerjaan surgawi. Kisah kenaikan itu harus diulang karena itulah inti ceritanya. Kalau memperhatikan seluruh Kisah Para Rasul, Saudara tidak akan mendapatkan cerita Paulus dan kawan-kawannya berusaha naik ke surga seperti Yesus, tapi cerita Kerajaan Surga itu turun ke bumi melalui yang dikerjakan oleh para rasul. Ending dari Kisah Para Rasul bukanlah Paulus merentangkan tangannya dan terangkat ke surga, melainkan: Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa Paulus memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus. Itu kalimat terakhir dari Kisah Para Rasul. Jadi Kenaikan adalah panggilan untuk Saudara melakukan ini, sama seperti kenaikan Elia yang adalah panggilan bagi Elisa untuk meneruskan pekerjaan Elia.
Bagaimana kita melakukannya? Prinsip yang sama yang tadi kita lihat pada Elisa. Pertama, Saudara harus sadar, tidak bisa melakukannya; bahwa dunia melihat “tidak mungkin Gereja bisa melakukan ini”; bahwa orang-orang Kristen pun bisa melihat Gereja dan berkata “tidak mungkin lah kita melakukan ini”. Ini pekerjaan Tuhan Yesus, bagaimana mungkin kita bisa meneruskan Dia, kita siapa? Tidak bisa.
Tapi yang kedua, bukan cuma merasa tidak bisa, Elisa tadi juga sadar bahwa ternyata orang-orang yang besar itu pun tidak bisa melakukannya, termasuk Elia. “Di manakah Allah Elia”, itulah kuncinya, itulah yang Elisa ingini, yang dia kejar. Mungkin ia baru sadar belakangan, tapi ia mengatakan “tidak perlu cari-cari Elia”, karena ia sadar satu hal, bukan Elia kuncinya. Cross reference dengan Perjanjian Baru, di 1 Kor 3:5 : Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. Kata “apakah” dalam bahasa Indonesia di sini tepat sekali, karena dalam terjemahan Inggris yang dipakai bukan “what is Apolos” melainkan “who is Apolos”, sedangkan kata aslinya memang memakai “apakah/ what is Apolos, what is Paulus?” Maksudnya, betul-betul bukan soal orangnya, bukan masalah “siapa” dia, tapi “apa” dia, cuma alat di tangan Tuhan, bukan apa-apa. Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, tapi Allah yang memberi pertumbuhan. Tanda dari pelayan-pelayan Tuhan yang sejati, yaitu mereka sadar bahwa mereka bukan apa-apa. Bagaimana dengan kita? Waktu kita dinyatakan kesalahannya di hadapan Tuhan, apa yang jadi respon kita? Seringkali dengan mundur dari pelayanan, saya tidak mau, biar orang lain saja. Kalau demikian, Saudara sama seperti orang yang mengatakan “saya bisa lakukan!”, cuma terbalik sedikit, spektrum yang lain tapi intinya sama yaitu merasa bisa-tidak bisa melayani adalah tergantung dari diri Saudara.
Beberapa minggu terakhir ini ada wawancara peserta katekisasi, dan salah satunya mengajak mereka masuk ke dalam kehidupan berjemaat dan melayani. Salah satu yang saya lakukan adalah yang saya lihat dari Pendeta Billy. Waktu kami semua hamba Tuhan masuk gereja ini, berhadapan dengan Pak Billy untuk ditempatkan di mana, beliau selalu bertanya: “Kamu rasa kuat di mana?” Lalu kami jawab “kuat di sini, dsb.” “Oke, yang kedua, kamu rasa lemah di mana?” lalu “masuk juga di situ”. Mengapa harus tanya 2 hal itu? Mengapa tidak “yang kamu kuat” saja? Karena itulah filosofi pelayanan kita, bahwa kita bukan melayani karena kita sempurna, kuat, tapi kita melayani untuk disempurnakan, dikuatkan; yang Saudara terima sebagai talenta, kembalikan kepada Tuhan. Tapi bukan hanya itu, gambaran dalam Alkitab adalah juga untuk kita dilipat gandakan talentanya, bukan cuma bertahan di situ. Justru yang cuma bertahan di situ adalah gambaran dia yang akhirnya tidak masuk ke dalam kebahagiaan tuannya.
Kita harus sadar bahwa kita tidak mampu, tapi kita juga harus sadar bahwa orang-orang yang besar itu pun tidak mampu. Lalu apa yang memampukan dia? Roh Tuhan. Roh Tuhan yang pernah hinggap pada Elia, itu hinggap pada Elisa. Dan sekarang, waktu Kristus naik, Dia mencurahkan Roh-Nya bagi kita, Pentakosta. Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini. Dan bukan cuma dicurahkan kepada para rasul, tapi semua dari kita, yang percaya kepada-Nya. Lalu, jika Elisa begitu tergerak melihat Elia yang diangkat oleh Tuhan, apalagi kita yang sudah melihat Tuhan Yesus diangkat. Mengapa? Karena Elia tidak diangkat untuk Elisa, tapi waktu Kristus diangkat, adalah karena Dia sudah turun sebelumnya,untuk Saudara dan saya. Dan untuk apa Dia terangkat? Supaya Dia mengalami kemuliaan? Supaya Dia kembali ke takhta di surga? Apa tujuannya? Mengapa waktu Maria memegang tangan-Nya setelah melihat Dia bangkit, Tuhan Yesus mengatakan “jangan pegang karena Aku belum pergi kepada Bapa”? Tuhan Yesus sedang mengatakan, kalau Aku tidak pergi, maka tidak ada yang mengirim Roh itu kepadamu. Agustinus menyimpulkan bagian ini dengan begitu indah, ia mengatakan: “Kita berlari dan mencengkeram tangan Tuhan, hanya untuk melihat, ternyata Tuhan sudah tinggal di dalam hati kita.” Itulah fakta dari Kenaikan. Dia naik bukan untuk diri-Nya. Dia naik supaya Dia sekarang bisa berada di dalam hati setiap orang yang percaya kepada-Nya dan Dia pilih, untuk mengerjakan pekerjaan-Nya, meneruskan pekerjaan-Nya. Ada satu bagian begitu indah di awal Kisah Para Rasul, ketika murid-murid bertanya, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" Dan Tuhan Yesus menjawab, “kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."
Apa artinya jadi anak Tuhan? Jadi anak Tuhan adalah kadang-kadang kita memegang tangan-Nya dan kita mengatakan, “Papa tolong belikan saya mainan ini”, dan papa kita menjawab, “Yuk, kita pergi ke toko mainan”, dan ia mengeluarkan uang, menaruh di tangan kita, dan mengatakan, “Kamu yang beli, belilah sekarang.” Mengapa papanya menyuruh anaknya melakukan itu? Agar anaknya lebih hebat? Atau dapat diskon? Bukan. Bukan untuk Dia, tapi untuk involve kita dalam pekerjaan-Nya, dalam keluarga-Nya, dalam karunia-Nya.
Itulah makna dari Kenaikan yang bisa saya sharing-kan pada hari ini. Jadi sekarang, hai orang-orang Kelapa Gading, mengapa engkau berdiri melihat ke langit? Mari kita mengerjakan pekerjaan Tuhan.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)