Di dalam tulisannya Lukas setidaknya beberapa kali menggunakan kalimat-kalimat yang bisa dimengerti semacam seperti summary, termasuk diantaranya adalah ayat 14-15 di sini. Jadi ini bukan sesuatu pengelompokan yang salah, seperti kalau kita melihat LAI, membandingkan dengan terjemahan yang lain seolah-olah kurang balance, masakan satu perikop hanya 2 ayat, begitu kan ya? Lalu setelah itu panjang sekali, 16-30, karena ayat 14-15 ini betul-betul function seperti semacam summary, kalau kita membaca dalam Kisah Para Rasul, akan banyak mendapati summary seperti itu, misalnya, bagaimana firman Tuhan itu tersebar dan makin banyak jumlah orang yang percaya dsb., summary seperti itu dipakai oleh Lukas untuk membuat satu titik perhentian semacam resting point, setelah pembaca itu dibawa untuk mengalami juga bersama dengan Lukas perkembangan pekerjaan Tuhan, lalu dititik tertentu dia berhenti dan memberikan semacam summary. Pencobaan dan baptisan adalah sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan Yesus, khususnya tentu saja baptisan, tetapi juga bukan tanpa pencobaan, setelah Dia masuk ke dalam pelayananNya. Di sini Lukas mencatat, pelayanan itu ada di Galilea, setidaknya kita melihat bahwa summary ini mempunyai sedikitnya ada tiga fungsi, pertama, membuat semacam transisi antara pencobaan kepada pelayanan Yesus yang ada di Galilea, Nazaret, yang kedua, mempersiapkan kita untuk terus menyaksikan kehidupan pelayanan Kristus yang dipenuhi di dalam kuasa Roh, seperti dicatat dalam ayat 14 dan yang ketiga, memberikan kepada kita konteks umum tentang pelayanan Yesus yang mula-mula.
Sebelum kita masuk ke dalam ayat 16-30, kita lihat ayat 15, Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia, kita jangan lupa bahwa apa yang terjadi di dalam kehidupan Kristus itu sebenarnya juga diharapkan oleh Lukas menjadi model apa yang akan terjadi di dalam early church. Kalau kita membaca injil Lukas, lalu membandingkan dengan Kisah Para Rasul, di situ kita akan nampak seperti ada pengulangan apa yang terjadi terhadap Kristus terjadi lagi di dalam early church, misalnya dalam Kisah Para Rasul dikatakan, jemaat mula-mula itu disukai semua orang, di dalam injil Lukas kita membaca waktu Yesus bertumbuh, dikatakan, semakin dikasihi oleh Allah dan manusia, dikasihi oleh semua orang, dikasihi oleh manusia. Kita melihat di situ apa yang terjadi di dalam Kisah Para Rasul sebenarnya merupakan terusan dari apa yang terjadi di dalam kehidupan Yesus, jemaat mula-mula itu seharusnya menghidupi jalan cerita Kristus. Seperti Kristus yang semakin dikasihi Allah dan manusia, demikian juga jemaat mula-mula harusnya semakin dikasihi Allah dan manusia, mendapatkan God favor, perkenanan Allah, tetapi juga manusia. Dikatakan, waktu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia, bagian ini sangat penting, menyatakan bahwa pelayanan Yesus diperkenan bukan hanya oleh Allah tapi juga oleh manusia, meskipun kita tahu setelah itu ayat berikutnya mulai ada pembalikan, tapi setidaknya Lukas mengatakan, kita tidak bisa hanya mengerjakan satu pelayanan secara gerejawi yang kita mengatakan hanya dikasihi oleh Allah dan diperkenan oleh Allah, tetapi tidak pernah menjadi faedah untuk sekeliling kita, tetangga-tetangga kita selalu terganggu dengan apa yang kita lakukan atas nama agama begitu misalnya. Kita tidak mendapati jalan cerita itu di dalam kehidupan Kristus, Kristus bukan seperti itu, very clear bahwa Yesus di dalam kehidupannya Yesus tidak pernah berusaha untuk menyenangkan manusia, tetapi sebagai akibat ketulusan di dalam pelayananNya, Dia diperkenan oleh manusia, semua orang memuji Dia. Dan yang perlu ditambahkan adalah Dia bukan menikmati pujian itu sampai kemudian mempertahankan bagaimana bisa terus-menerus mendapat pujian, itu jelas bukan Yesus. Lalu bagaimana? Ada pencobaan lagi, pencobaannya adalah wah senang juga ya kalau dipuji seperti ini, lalu Dia berusaha bagaimana caranya ya pokoknya selalu dipuji terus, tidak, itu bukan Yesus. Tetapi Yesus juga bukan seperti manusia yang full of pride, mentang-mentang ada yang puji, dibalas kritik lagi, seperti orang yang tidak tahu diri, yang mau menyatakan saya ini memang orang aneh, itu juga bukan Yesus, tidak, Yesus tidak berpikir seperti itu tentang pujian. Dia mengembalikan kepada Bapa, memang itu adalah pujian yang kepada Bapa, tapi sisi yang lain Dia tidak mencari pujian dari pada manusia, itu menjadi tujuan yang satu-satunya di dalam kehidupan pelayananNya.
Maka waktu kita membaca di dalam bagian ayat 16-30, kita mendapatkan satu perkembangan cerita yang lain di dalam kehidupan pelayanan Yesus yang tadinya dipuji oleh semua orang itu yaitu kita melihat penyajian cerita dari pada Lukas ini yang bukan dimengerti secara kronologis, tetapi terutama secara programatis, mau mengajarkan kepada kita Yesus ini sebetulnya siapa? Kita sudah belajar dalam pasal sebelumnya, Dia adalah Anak Allah yang diperkenan oleh Bapa dalam peristiwa baptisan, tetapi di sini kita membaca lebih jelas lagi, Yesus ini sebetulnya siapa, lalu kemudian pelayananNya itu terdiri dari apa dan bagaimana gereja itu seharusnya bersikap dan mengimitasi, meneladani Kristus dan apa yang akan menjadi respon dari pada orang-orang yang dilayani, baik yang dilayani oleh Kristus maupun oleh gereja mula-mula? Ini bukan sekedar cerita tentang Yesus Kristus, tapi juga cerita untuk jemaat mula-mula, selain cerita untuk jemaat mula-mula, tentu saja juga cerita untuk jemaat di tempat ini dan juga jemaat diseluruh dunia yang seharusnya mengikuti cerita Kristus sudah dipersiapkan di dalam cerita ketulusan pelayanan ini, and yet terjadi penolakan. Lukas selalu menekankan seperti dalam bagian lain, Yesus itu mengikuti kebiasaan Yahudi, misalnya, menurut kebiasaan pada hari Sabat, ini mau menyatakan bahwa Yesus itu sepenuhnya menjalani kehidupan orang Yahudi, orang Israel sejati, Yesus mengalami itu semua, menjejaki stages of life, satu demi satu seperti layaknya juga seorang Yahudi yang lain, jadi Yesus mengenal betul-betul semua apa yang dialami oleh manusia, khususnya di dalam konteks ini orang Israel.
Kita melihatnya setidaknya ada tiga elemen, yang pertama, kebiasaan pada hari Sabat, lalu kemudian scripture, pembacaan kitab suci dan juga sinagoge. Sinagoge itu berbeda dengan bait suci atau bait Allah, kalau di Yerusalem hanya ada satu-satunya bait suci, satu-satunya bait suci yang orang datang ke sana itu berarti tempat yang paling penting, tetapi sinagoge itu ada dimana-mana. Sinagoge itu tempat-tempat yang lebih kecil, dimana mereka bisa datang juga, lalu kadang-kadang bisa ada imam, tetapi juga tidak harus ada imam, bisa dipimpin oleh jemaat awam, laity dan termasuk seperti yang dilakukan di sini ada pembacaan oleh orang awam dan tentu saja juga diawasi oleh orang-orang Farisi. Nah waktu di dalam gambaran seperti ini, konteks seperti itu kita melihat Yesus juga masuk ke sana, lalu diberikan kepada Dia kitab nabi Yesaya dan Dia juga membaca kitab itu seperti biasanya orang yang lain juga membaca kitab, lalu setelah itu memberikan komentar, explanation, sekali lagi, tentu saja diawasi oleh orang-orang Farisi yang juga adalah orang awam. Kita membaca keagamaan Yudaisme itu di dalam zaman Yesus bahkan sampai sekarang, itu lebih merupakan agama buku, religion of book, dari pada agama altar, meskipun tentu saja kita bisa segera menambahkan bahwa kita tidak harus membenturkan antara altar dan buku. Tapi kalau kita boleh melihat di sini, protestantisme itu khususnya sangat menekankan kepercayaan kita sebagai agama buku, sangat mementingkan buku, maksudnya kitab suci, kekristenan bukan kekristenan, protestantisme itu bukan protestantisme kalau tidak menggali alkitab. Tetapi yang dimaksud dengan buku jangan kita salah mengerti, bukan hanya sekedar aspek pedidikan, pendidikan dimengerti secara sempit, kognitfi understanding belaka, begitu? Tidak, bukan hanya dimengerti dalam pengertian yang ada diotak belaka, tetapi di dalam arti bahwa Tuhan menyatakan firman dan kehendakNya itu melalui kitab suci, sehingga kita perlu mengenal kitab suci kita.
Kalau kita tidak mengenal kitab suci, kita bisa jadi orang-orang yang akhirnya melakukan peribadatan, tetapi sebenarnya mungkin tidak sesuai dengan prinsip firman Tuhan. Kita mungkin tidak sadar juga waktu melanggar, bukan karena kita nekat atau dengan sengaja mau melanggar, tetapi sebetulnya karena kita tidak mengerti prinsip harusnya bagaimana beribadah kepada Tuhan, tentang doa, tentang spiritualitas keseharian kita dsb? Karena itu kita di dalam gereja reformed injili sangat mementingkan spek pengajaran, meskipun kita tahu pengajaran bukan satu-satunya, tetapi kita tidak bisa tidak menekankan ini, karena kalau tidak menekankan bagian pengajaran, bagaimana orang bisa menghidupi ibadah, menghidupi religion of book ini? Ada jenis kekristenan yang sangat menekankan altar misalnya atau termasuk juga di dalam agama-agama yang lain, mereka menekankan altar, altar membawa satu suasana mistik yang berbeda, tetapi altar juga bisa tidak membawa orang kepada pengertian, saya bukan mau mengkritik altar, karena sekali lagi kita sudah pernah sharing high view of Lord's supper, bukan hanya high view of scripture. Tapi altar, kalau kita tidak berhati-hati, kita bisa masuk ke dalam model ibadah yang sepertinya sangat khusuk, khidmat dsb., tetapi tanpa pengertian. Di sini waktu kita membaca, Yesus membuka kitab ini, lalu Dia membaca dan Dia mengatakan bahwa sekarang nubuatan itu sudah digenapi, pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya, pada hari ini, istilah moment, kairos di dalam alkitab itu suka pakai istilah hari ini, unlike konsep platonik yang membahas tentang present, past, future, lalu present itu dimengerti sebagai satu titik, even less dari pada satu detik. Konsep seperti ini tidak bisa dihidupi, salah satu argumentasi yang terkenal misalnya, orang yang ketakutan terhadap kematian, lalu orang mengatakan, sebetulnya kematian itu apa sih? Kematian itu waktu kita takut, kematian itu belum datang, lalu waktu kematian itu datang sudah dibelakang kita, jadi sebetulnya kematian itu apa? Kematian itu dilihat sebagai satu titik, sebagai satu pintu tipis sekali, luar biasa tipis yang orang waktu masuk, dalam sekejap langsung ada dibelakangnya, jadi kalau kita berpikir konsep waktu seperti ini, sebenarnya kita tidak bisa menghidupi present. Present itu bukan satu titik seperti ini, alkitab tidak tertarik dengan konsep present yang satu detik seperti itu, yang hanya melihat manusia itu bergerak di dalam present yang tidak dia pegang, karena terus jalan, setiap kali yang ada itu adalah sudah terlewatkan, ketakutan terhadap future yang ada di depan, itu bukan konsep alkitab, itu konsep Grika.
Konsep Grika waktu membicarakan tentang hari ini, moment, kairos itu adalah hari ini, hari ini berarti ada durasi, bukan seperti anekdot orang yang datang ke dokter, divonis karena penyakitnya sudah tidak bisa disembuhkan lagi, lalu dokter bilang, waktu saudara tinggal lima, dia kaget, lima tahun saja? Bukan, jadi lima bulan? Bukan, lima hari? Bukan, tapi lima detik, itu tidak bisa dihidupi? Tidak usah diberitahu sekalian, karena lima detik, mau apa orang dengan lima detik? Bagaimana menghidupi waktu lima detik? Apalagi satu detik, apalagi satu mikro detik seperti yang dihidupi oleh orang neo platoknis, lebih tidak bisa dihidupi lagi, itu konsep konyol tentang waktu. Kalau kita mengatakan harus live in the present, tapi konsep present-nya adalah model mikro detik seperti ini, bagaimana menghidupinya? Setiap kali selalu terlewat dibelakang, begitu kan ya? Ini konsep yang tidak bisa dihidupi, konsep alkitab yang bisa dihidupi, bukan saja ini adalah pengajaran yang benar, tapi juga pengajaran yang livable, apa sih bedanya? Alkitab memberikan kesempatan satu hari, 24 jam, konsep alkitab tentang kairos, itu ada aspek durasinya, limited duration, bukan durasi yang tidak terbatas, misalnya seperti kita pernah bahas tentang new year resolution, ini adalah janji saya untuk tahun ini, saya akan fulfill janji saya di dalam satu tahun ini, cukup panjang satu tahun itu. Tetap limited satu tahun, kita tidak bisa mengatakan, saya akan berjanji untuk menggenapi janji ini di dalam 70 tahun ini, itu tidak usah janji kalau seperti itu, mungkin sebelum sampai 70 sudah mati, jadi tidak usah jaji, itu sama saja tidak janji apa-apa, karena tidak ada konsep kairos kalau kita mengatakan 70 tahun. Memang waktu itu relatif, kita bisa mengatakan yang disebut kairos itu batasannya sampai berapa lama? Nah ini memang debatable, apakah satu tahun, apakah dua tahun masih bisa dibilang kairos? Saya pikir relatif, kita bisa mengatakan kepada anak kita, ini adalah waktu kamu untuk studi, itu bukan satu tahun juga kan ya? Orang studi itu bisa 3, 4 atau 5 tahun, begitu kan ya? Tapi tetap terbatas kan ya? Hargailah waktu studi, waktu itu terbatas, itu kairos, konsep ini lebih mirip konsep alkitab.
Konsep kairos di dalam alkitab, itu bukan konsep satu titik, bukan, tetapi konsep durasi and yet limited, seperti di sini dikatakan, hari ini, today, inilah kesempatannya kamu untuk percaya, ada 24 jam diberikan tenggang waktu, bukan tiba-tiba, sekarang ini, sekarang, ok, begitu dia maju, ternyata ooh maaf ya waktunya sudah habis, sudah dibelakang waktunya, maaf kamu tidak ada kesempatan lagi, tidak seperti itu. Ada 24 jam untuk menerima kabar baik yang diberitakan oleh Kristus, realistis enough kan ya bicara hari ini? Kita membaca dalam bagian-bagian yang lain juga banyak istilah hari ini, Yesus mengatakan kepada penjahat yang disampingNya, “hari ini juga engkau bersama dengan Aku di Firdaus”, hari ini, today, itu konsep kairos. Today ini penting di dalam konsep alkitab, khususnya mengikuti teologi ekklesiastis, teologi kitab Pengkhotbah, menghidupi hari ini, ada orang yang tidak pernah bisa menghidupi hari ini, orang itu selalu terjebak terhadap masa lampaunya, dia tidak pernah bisa reconcile, trauma, trauma, pahit, pahit, kecewa, kecewa terhadap masa lampaunya dan tidak pernah bisa menutup masa lampaunya. Setiap kali dia melihat masa lampaunya ada perasaan pahit yang dia tidak pernah bisa come to turn, dia tidak pernah bisa deal with it, begitu. Sisi yang lain ada orang yang melihat ke depan itu seperti gelap sekali, dia sangat ketakutan terhadap masa depan dan bukan hanya ketakutan, mungkin juga di dalam pengertian nostalgia yang tidak sehat, seperti tulisan di truk-truk tentang Suharto, pie kabarnya, enak zaman ku dulu toh? Itu nostalgia ke belakang, lalu membuat kita waktu menghadapi ke depan, sudah tidak ada pengharapan, percuma saja, yang paling baik itu dulu, the good old days, zaman dulu, ini tidak mungkin bisa balik seperti zaman dulu, akhirnya membawa orang itu tidak bisa menghadapi future kan ya? Sebagian orang terjebak di dalam masa lampau, sebagian orang juga ketakutan untuk menghadapi masa depan dst., and yet alkitab mengajarkan kepada kita untuk live in the present, today, hari ini sesungguhnya ini digenapi.
Penggenapan bukan hanya di dalam pengertian pribadi Kristus secara abstrak, tetapi apa yang dikerjakan oleh pribadi ini yaitu ayat 18-19, ada sesuatu yang konkrit dikatakan, hari ini itu apa? Bukan hanya melihat hari ini Yesus baca alkitab, tetapi di dalam arti bahwa Yesus yang menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, yang memberitakan pembebasan kepada orang tawanan, penglihatan bagi orang buta, dst. ini yang dikatakan Yesus, hari ini juga adalah moment-nya. Kita tidak bisa terjebak di dalam masa lampau atau masa depan, orang yang gagal menghidupi today, hari ini, itu punya kecenderungan ketinggalan karena sudah lewat, today itu menjadi yesterday, maksudnya kairos-nya sudah lewat, itu namanya today menjadi yesterday. Orang yang tunda-tunda, karena kita merasa today, ok today, kita masih ada waktu, kita pending in the future, akhirnya today menjadi certain someday, tapi someday tidak pernah happening juga di dalam kehidupan kita. Kita pikir kita selalu punya kesempatan, kita tunda tunda terus akhirnya menjadi someday yang tidak pernah terjadi di dalam kehidupan kita, lalu ironisnya kita masih merasa punya kesempatan. Saya kuatir dengan orang yang suka mengatakan kalimat “waktu akan membuktikan”, ya itu memang bisa dimengerti secara positif, waktu akan membuktikan, kadang-kadang orang kalau sudah susah ngomong, orang tidak percaya, dia tinggal berkata, waktu akan membuktikan. Tetapi sisi yang lain, waktu akan membuktikan, berarti itu pending ke future kan ya? Misalnya, ketika ditanya, kapan pak mengerjakan ini? Lalu saya bilang, waktu akan membuktikan, itu maksudnya saya tidak usah mengerjakan hari ini, begitu loh? Kenyataannya, apakah waktu betul-betul membuktikan atau tidak, tidak ada yang tahu, karena memang belum kejadian kan? Lalu nanti dititik yang future itu saya bilang lagi, waktu akan membuktikan, pending lagi ke another future dan pending terus, terakhir mati, bagaimana konsep seperti itu bisa dihidupi? Penundaan-penundaan karena tidak bisa menghidupi today, present, terus tunda-tunda, waktu yang akan membuktikan in the future someday, somehow, bagaimana, entah bagaimana suatu hari, itu sudah menjadi basi.
Setelah Yesus mengatakan hari ini, lalu Yesus kemudian mendapat respon di dalam ayat 22, “bukankah Ia ini anak Yusuf?”, ini kan konsep moment, kairos seharusnya kamu menerima pemberitaan ini dan menyambut pekerjaan Tuhan yang akan dinyatakan, begitu kan ya? Tetapi respon orang adalah bukankah Ia ini anak Yusuf? Kalimat ini menarik, “bukankah Ia ini anak Yusuf?”, orang-orang yang mengenal Yesus sejak dari kecil, sulit untuk melihat pekerjaan Tuhan di dalam kehidupanNya, karena itu memang susah sekali seorang nabi, seorang hamba Tuhan diterima ditempatnya sendiri. Di tempat sendiri, tahu waktu kita kecil bagaimana, bandelnya, kurangajarnya dll., lalu setelah itu kita yang khotbah dengan orang yang biasa memegang kepala kita, lalu kenapa saya harus mendengarkan dia? Kamu ini siapa, tahu tidak dulu kamu itu bandel, kamu ngompol saya yang bersihkan, sekarang saya harus mendengar kamu? Ini wajar, bukan sesuatu yang luar biasa, perlu certain kedewasaan untuk bisa menghargai orang-orang yang kita kenal sejak dari kecil, mungkin disekeliling kita ada orang-orang yang sejak kecil kita kenal, mungkin anak-anak kita dan waktu mereka memberitakan prinsip-prinsip kebenaran, kita yang senior bisa cenderung berkata, kamu siapa memberitahu kepada saya? Kapan kamu jadi kristen, saya sudah jadi kristen 13 tahun lebih dahulu, sekarang kamu kasih tahu saya harus begini, harus begitu, yang benar saja? Sama, Yesus juga cukup muda, kita assume pasti saat itu yang datang ke sinagoge tentu saja ada yang lebih tua dari pada Yesus, lalu orang-orang ini harus mendengarkan Yesus, lalu ada lagi yang kenal Yesus yang dari kecil. Akhirnya orang tidak mendengar firman Tuhan, substansi itu tidak di dengar, tapi yang dilihat adalah yang bukan-bukan, masa lampaunya sebagai anak Yusuf yang tidak penting sama sekali. Oh kamu sudah kenal Dia sejak kecil ya, ada certain kebanggaan, tapi ucapan seperti ini tidak membawa seseorang kepada pengenalan akan who Jesus, Yesus ini sebenarnya siapa dan apa yang akan Dia lakukan? Akhirnya membawa orang kepada distraction, kebanggaan-kebanggaan seperti itu membawa orang kepada pengalihan perhatian akan Yesus ini sebetulnya siapa?
Yang lebih kacau lagi di dalam bagian ini, tadi kita sudah katakan, bahwa Yesus bukan mau menyenangkan manusia, Dia mengantisipasi kesulitan yang ada dihati meereka dengan berkata, kamu akan mengatakan pepatah ini kepadaKu, “hai tabib sembuhkanlah dirimu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asalMu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum”. Kapernaum waktu disebut itu sensitif luar biasa, karena itu non Jewish population yang ada di sana atau jauh lebih banyak yang non Jewish dari pada yang Jewish, lalu Yesus bilang, kamu pasti keberatan kan ya? Setelah Dia di profile dengan mengatakan, kamu ini anak Yusuf begitu kan ya? Padahal Yesus memberitakan diriNya sebagai yang menggenapi nubuatan nabi Yesaya, tetapi orang tidak mau membaca ini, justru dibaca, Dia ini anak Yusuf, Yesus di profile, sekarang gantian, Yesus yang mem-profile, kamu pasti akan mengatakan, apa yang Saya perbuat di Kapernaum, mendingan dibuat juga di sini, ya kan, kamu seperti itu kan? Kenapa ke Kapernaum, kita kan sudah kenal Dia dari kecil sebagai anak Yusuf, harusnya Dia mendahulukan kita dong? Apalagi mukjizat-mukjizat seperti itu, siapa yang tidak mau terima itu? Kita juga senang kok, waktu kita baca dalam ayat 22, ini sebetulnya paradoksikal, susah untuk dimengerti, ayat 22, semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkanNya, berarti positif kan ya? Tetapi kemudian di tengah-tengah positif ini muncul satu suara, Dia anak Yusuf kan ya? Ini juga kalimat yang poisitif karena mengenal Dia sejak dari kecil, tetapi oleh kalimat ini Yesus meneropongi hati mereka, berarti kamu tidak mendengar yang substansial? Yang ada adalah recall waktu Saya kecil bagaimana dst., itu bagian yang tidak penting, yang penting itu adalah sekarang digenapi nubuatan nabi Yesaya, tapi kamu tidak tertarik untuk mendiskusikan itu, maka Yesus mengatakan kalimat dalam ayat 23.
Lalu Yesus melanjutkan perkataanNya dalam ayat 24, berarti kalimat dalam ayat ini nyambung dengan kalimat, ya ini anak Yusuf, seperti seolah-olah diterima, ternyata tidak diterima. Tidak diterima dalam pengertian, ini penerimaan yang semu, karena mereka tidak menerima pemberitaan kabar baik yang menyatakan bahwa di sini Yesus sedang menggenapi nubuatan Yesaya, sebetulnya ini tidak diterima. Kita juga harus hati-hati di dalam pelayanan kita, jangan kita confuse antara sebetulnya apa sih yang diterima oleh orang yang dilayani? Jangan-jangan hanya fashion pakaian kita, ini celaka, tetapi sebetulnya semua yang dikatakan tidak ada yang diterima, kita ini diterima, diterima apa? Yesus langsung bisa membedakan, kelihatan menerima dengan bangga bahwa ini adalah orang dari tempat asal mereka, maka Yesus mengatakan satu kalimat ayat 24, wah kalau seperti ini akan timbul masalah. Dalam ayat 24 Yesus tidak mungkin salah bicara, tidak dan Yesus juga pasti bukan tipe orang yang dasarnya suka konflik dari pada damai, pasti bukan, tetapi ini satu penyelidikan yang tepat pada audience-nya waktu itu. Lalu Yesus melanjutkan kalimatnya dalam ayat 25-27, coba kamu baca dalam alkitabmu tentang Elia, Elisa yang juga pergi ke tempat orang kafir, Yesus memakai contoh Elia dan Elisa, kamu keberatan saya pergi ke Kapernaum, coba baca Elia pergi ke Sidon, juga Elisa, ada banyak orang kusta di Israel, tetapi tidak seorang pun diantara mereka yang disembuhkan selain dari pada Naaman yang merupakan bangsa kafir. Mereka mengerti apa yang dikatakan Yesus, maka dalam ayat 28 dikatakan, sangat marahlah semua orang dalam rumah ibadat itu.
Coba kita perhatikan di dalam ayat 22 dikatakan, semua orang itu membenarkan Dia, lalu dalam ayat 28, sangat marahlah semua orang dalam rumah ibadat itu. Dalam hal ini Yesus bukan cari problem, tapi ingin membawa mereka ke dalam pengertian tentang dinamika pekerjaan Allah yang tidak bisa dibatasi oleh cara berpikir Israel, Yahudi dsb., Yesus memperkenalkan itu dan bersama dengan itu Yesus juga membawa manusia ke dalam pengenalan akan kesempitan hati manusia, mereka tidak bisa terima itu lalu mereka bangun, mereka menghalau Yesus keluar kota dan membawa Dia ke tebing gunung (ayat 29), kalau bisa mau dilemparkan dari situ, tetapi Dia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka (ayat 30). Lukas mencatat sangat mirip dengan model PL, di sini Yesus kan singgung Elia, dalam cerita tentang Elia, Elia diangkat oleh Roh lalu dilarikan ke tempat lain, Yesus juga di dalam kuasa Roh, yang dipenuhi oleh Roh Kudus, Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi, ini juga antisipasi Petrus yang akan dilepaskan juga dari penjara dan dibawa pergi, kalau belum waktunya Tuhan, Tuhan tidak akan membiarkan hambaNya itu di dalam keadaan mati konyol. Kalau Yesus mati di dorong dari tebing, maka seluruh kekristenan akan lain ceritanya, mungkin bahkan tidak akan ada kekristenan, karena waktu dan tempatnya bukan yang ditetapkan oleh Tuhan, Yesus bukan mati dari tebing, tapi Dia akan mati di atas kayu salib. Craddock dalam commentary-nya mengatakan, Yesus ini bukan pergi pelayanan ke tempat lain karena Dia ditolak, kalau Dia pakai prinsip ini dalam pelayananNya, ya Dia sudah balik ke sorga karena pelayananNya ditolak dimana-mana. Yesus bukan pergi ke tempat lain karena Dia ditolak, itu kita, kita sering seperti itu kan ya? Ditolak oleh orang, lalu kita tidak mau pelayanan di situ, kita tidak mau ketemu orang itu, ya memang manusia dasarnya seperti itu, Yesus tidak, tetapi Dia ditolak justru karena Dia pergi ke tempat lain, karena Dia ke Kapernaum makanya Dia ditolak. Dia ingin mengajar umatNya kamu harus luas hati, karena Tuhan yang ada di dalam kitab suci selalu membuka pintu terhadap bangsa-bangsa kafir, sebetulnya ini bukan hal baru. Keluasan hati untuk tidak hanya memikirkan tempat sendiri, tidak hanya memikirkan keluarga sendiri, tidak hanya memikirkan gereja sendiri dst., kesempitan hati manusia, Yesus membawa mereka kepada perluasan ini. Sayang di dalam bagian ini mereka tidak mau diperluas, mereka jadi marah, mereka mempertahankan eksklusivitas, prioritas, privilege dari pada Yahudi itu seharusnya dipentingkan terlebih dahulu dari pada tempat-tempat yang lain, tetapi Yesus mengajarkan kepada mereka apa artinya Tuhan yang bekerja bukan hanya di sini, tapi juga di tempat-tempat yang lain.
Kiranya ini menjadi satu pengalaman di dalam kehidupan jemaat ini dan kehidupan gereja kita, saya percaya gereja yang diberkati Tuhan, gereja yang ditambahkan jemaatnya, jumlah dsb., adalah gereja yang berhati luas. Kalau orang hatinya sempit, Tuhan juga tidak bisa tambah, hatinya sempit waktu ditambah, mau diapain orang itu karena hati kita sempit kan ya? Tapi kalau kita belajar untuk luas hati, Tuhan bisa mempercayakan jiwa lebih banyak di tengah-tengah kita, karena kita berhati luas, bukan berhati sempit. Waktu Tuhan tambahkan jiwa kita langsung berani mengatakan, itu bukan karena kita berhati luas, bukan, tapi semata-mata karena anugerah Tuhan, tapi bukan tanpa keluasan hati kita, kiranya Tuhan memberkati kita. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
