Waktu kita membaca perikop ini kita akan mendapati ada pararel dengan injil Yohanes, sebagian scholar even percaya ada kemungkinan ini juga diambil dari pada injil Yohanes, bagian yang sangat jarang, biasanya kan Yohanes selalu yang paling belakang dsb., Lukas kebanyakan mengambil dari pada Markus. Tetapi di sini kita melihat pararel kemiripan dan sangat dekat dengan kesaksian yang ada pada injil Yohanes, maksudnya kita tidak melihat catatan injil ini di dalam dua injil yang lain. Bagian ini bagian yang sangat penting untuk pembacaan dari pada komunitas yang dituju oleh Lukas dan saya percaya kita juga terutama mesti mengerti dari perspektif ini, mungkin bahkan lebih dari pada perspektif di dalam historical Jesus, meskipun dua-duanya pasti saling melengkapi. Maksudnya dalam pengertian apa? Ini kan catatan yang lead, versi Yohanes dan Lukas, isu kenapa ini merupakan sesuatu yang penting, Yesus menyatakan diri dan bukan hanya sekedar menyatakakan diri, bukan sekedar any kind of appearance, ada kemiripan dengan yang sebelumnya dalam cerita dua orang ke Emaus, tetapi terutama di sini penekanannya adalah bodily resurrection, ayat 39, lihatlah tanganKu dan kakiKu, Aku sendirilah ini, rabalah Aku dan lihatlah. Lalu juga bersamaan dengan itu sekali lagi yang Dia tanya apakah ada makanan di sini, lalu kemudian Dia memakan sepotong ikan goreng di depan mata mereka. Jadi tekanan pada physicality atau bodily resurrection of Christ, kita baca terutama di dalam bagian ini bersama dengan versi Yohanes.
Seperti kita tahu Yohanes itu menghadapi isu kepercayaan Kristologi bidat yang disebut dengan doketisme, yang mengajarkan bahwa Yesus tidak betul-betul menjadi daging, Yesus itu seemingly, seperti manusia, tetapi Dia tidak berubah, tetap divine sepenuhnya, ya kita juga percaya Yesus itu divine, Ilahi sepenuhnya, tetapi kita juga percaya bahwa Yesus itu betul-betul menjadi human, tetapi di dalam ajaran doketisme, mereka mempertahankan ke-Ilahi-an Yesus dan at the expense of Jesus humanity. Sehingga waktu kita membaca di dalam injil Yohanes, dari permulaan pasal 1 dikatakan, firman itu menjadi daging dan diam diantara kita, lalu kita membaca di dalam tulisan surat-surat Yohanes dikatakan, apa yang kami lihat, yang kami raba, itu sangat khas di dalam penulisan Yohanes maksudnya against docetism. Yesus itu betul-betul berdarah daging karena bisa diraba, bisa dipegang, bisa dilihat, bukan hanya seemingly human, tetapi betul-betul truly human, nah di sini Lukas di dalam kemiripan bersama dengan Yohanes, juga menekankan aspek fisikalitas ini, karena apa? Karena di dalam konsep kebangkitan Allah platonik, grika dsb., mereka juga mempunyai konsep immortality of the soul, terjemahan bahasa Indonesia di dalam bagan ini memakai istilah hantu, kalau memakai istilah hantu ini kelihatan menjadi seram ya? Kata hantu sudah seperti setan, momok dsb., begitu ya, tetapi sebenarnya di dalam bahasa Inggris, hantu itu terjemahan dari pada ghost, terjemahannya susah ya, mungkin lebih baik roh dari pada hantu. Mereka merasa seperti melihat roh, melihat hantu itu seperti melihat setan, sebenarnya di dalam bahasa Inggris terjemahan yang lebih tepat adalah mereka seperti melihat ghost, kita juga bilang, I believe in God the Father, the Son and the Holy Ghost kan ya? Tidak ada terjemahan memakai hantu kudus, tidak ada bukan, tetapi Roh Kudus, hanya di dalam terjemahan bahasa Indonesia menjadi hantu, tetapi intinya ini lebih menunjuk kepada konsep roh sebetulnya, bukan hantu di dalam pengertian setan, tapi hantu di dalam pengertian ghost meaning roh.
Dan di dalam konsep platonik mereka itu percaya bahwa jiwa itu kekal, jiwa itu sudah bersama dengan logos, lalu waktu masuk ke dalam dunia, dia jadi terkurung di dalam material yang namanya penjara, lalu setelah orang itu mati, jiwa yang memang belongs to logos itu akan kembali lagi ke sana. Nah untuk melawan konsep ini maka Lukas bersama dengan Yohanes menekankan aspek perkataan dari pada Yesus Kristus, Aku sendirilah ini, rabalah, lihatlah karena ghost tidak ada daging dan tulangnya, kontras dengan immortality of the soul ala platonik. Saya percaya kita juga harus berhati-hati dengan konsep ini, karena ini bisa mempengaruhi kehidupan kita, karena itu juga di dalam iman kepercayaan kita, kita insist mengatakan kebangkitan tubuh yang sangat disukai oleh orang-orang reformed. Sebenarnya ada versi yang lain kebangkitan orang mati, the resurrection of the death, tetapi kita bilang, bodily resurrection, kita bilang kebangkitan tubuh, yang bilang kebangkitan orang mati pasti juga tidak salah, tetapi lebih general, kita bilang kebangkitan tubuh lebih terutama karena aspek kebangkitan tubuh itu sesuatu yang sangat perlu ditekankan sebagai satu polemik untuk melawan gambaran atau doktrin immortality of the soul ala platonik. Immortality of the soul kalau kita baca ya seperti ada betulnya juga, pasti ada betulnya dan banyak betulnya, memang kita percaya soul itu setelah orang mati memang bukan berhenti di situ, kita percaya ada life after death bukan setelah itu selasai, di dalam hal ini ya memang immortality of the soul. Tetapi sebenarnya di dalam konsep kristen yang membedakan kita dengan konsep platonik Immortality of the soul ini adalah pertama kita tidak percaya bahwa jiwa manusia itu kekal (kekal di dalam pengertian sebelumnya), jiwa manusia itu ada beginning bukan kekal dari dulu. Tetapi di dalam konsep immortality of the soul, itu sudah ada dari dulu, jadi gerakan seperti balik lagi, dari kekal kembali kepada kekal, tapi di dalam konsep kekristenan ending-nya kekal, tapi beginning-nya tidak kekal, itu merupakan ciptaan dari Tuhan.
Lalu yang kedua yang lebih serius dalam konsep immortality of the soul ala platonik kalau dibandingkan dengan konsep kristen, karena mereka melihat gambaran tubuh manusia itu sebagai sesuatu yang memenjarakan jiwa manusia, kapan jiwa itu menjadi bebas? Jiwa itu menjadi bebas justru waktu dia meninggalkan tubuh, jadi tubuh kita itu makin lama makin rusak, itu benar, memang sudah harus begitu dan sudah sepatutnya begitu, karena orang yang tubuhnya rusak itu akhirnya makin tidak bergantung pada tubuhnya, akhirnya dia semakin bisa lincah untuk menggunakan pikiran, jiwa dan tidak terlalu berharap lagi tentang tubuhnya karena tubuhnya sudah tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi itu sama sekali bukan ajaran kristen. Memang di dalam ayat-ayat tertentu seperti ada dukungan ke arah sana, misalnya perkataan Paulus yang mengatakan, meskipun menusia lahiriah kami merosot, tapi manusia batiniah kami diperbaharui dari hari ke hari. Tetapi ini tetap tidak bisa dimengerti di dalam konteks ajaran platonik immortality of the soul, tidak, nah ini juga merembet sampai kepada bagaimana kita dealing dengan sakit penyakit, penderitaan bodily. Waktu kita membesuk orang yang sakit, yang bergumul dengan tubuhnya bagaimana? Kita mungkin bisa masuk ke dalam penghiburan ala platonik immortality of the soul kalau kita tidak hati-hati, ya tubuh ini kan tidak kekal, sebentar tunggu dulu, tubuh ini tidak kekal? Kalau begitu nanti waktu bangkit tidak ada tubuh lagi dong kalau tubuh tidak kekal? Kita bilang yang kekal itu jiwa kita, itu platonik, itu bukan kristen. Kenapa Tuhan membangkitkan kasih tubuh lagi kalau tubuh tidak kekal, memang tubuh yang saat ini tidak kekal, itu betul, tetapi kenapa Tuhan tetap kasih tubuh kalau ini tidak kekal? Kalau ini memang penjara jiwa, tidak usah ada tubuh lagi kan ya? Yesus juga menampakkan diri sebagai hantu saja, kalau begitu sudah betul sebagai ghost dan itu yang ada di dalam pikiran mereka.
Di sini mereka menjadi ragu-ragu, ragu-ragu antara ya dan tidak, mereka bukan tidak mengerti konsep immortality of the soul meskipun ini konteks Yahudi, Israel, bagaimanapun filsafat Yunani sudah berkembang, plato kan sebelum Yesus Kristus, bukan sesudahnya. Memang kita tidak terlalu jelas berapa dalam mereka dipengaruhi, tetapi yang pasti dalam jemaat Lukas sudah pasti sangat-sangat ada isu di sini, termasuk juga di dalam konteks jemaat dari Yohanes, maksudnya waktu Yohanes menulis injil, menulis surat. Immortality of the soul akhirnya membuat kita jadi tidak bisa melihat gubungan secara benar antara jiwa dan tubuh, kalau kita eksplore bagian ini, di dalam alkitab sendiri sebetulnya mengkaitkan antara kedua hal ini, antara tubuh dan jiwa, memakai istilah organ-organ tubuh untuk menyatakan pergerakan di dalam jiwa. Mungkin salah satu istilah yang paling sederhana yang sering dipakai adalah hati, waktu kita bilang hatimu, hati saya, itu maksudnya apa sih? Maksudnya adalah jiwa kita, tapi memakai organ tubuh kan ya? Kalau kita baca di dalam alkitab bahasa Ibrani yang muncul bukan hanya hati, tapi yang muncul istilah-istilah seperti kidney, ginjal, lalu empedu dsb., itu menggambarkan apa yang ada di dalam jiwa manusia memakai istilah empedu, hati, ginjal, tulang sumsum dan semuanya, itu dipakai untuk menggambarkan ketidakterpisahan antara tubuh dan jiwa. Saya pernah cek bagian ini dalam terjemahan bahasa Indonesia termasuk juga bahasa Inggris, waktu alkitab bahasa asli memakai istilah kidney, ginjal, lalu langsung dirubah di dalam terjemahan menjadi hati, karena kita mengertinya hanya hati. Untuk kita waktu orang bilang hati, oooh yang dimaksud itu bukan organik, tapi maksudnya jiwa, tetapi kalau ginjalku bersorak-sorak pada Tuhan, apa maksudnya ginjal bersorak-sorak?
Orang jadi tidak mengerti, karena kita itu sangat minimum penggunaan kosa kata yang mengkaitkan antara tubuh dan jiwa, sehingga yang terjadi akibatnya adalah orang tidak terlalu menghargai tubuh. Pelayanan-pelayanan juga bukan pelayanan tubuh, karena kita bilang itu bukan kekal, semua pelayanan adalah pelayanan-pelayanan jiwa, kita memberikan encouragement untuk jiwa, bukan untuk tubuh, karena tubuh memang akan rusak anyway dan tidak bisa diapa-apain, itu barang material. Sekali lagi, ini bukan ajaran kristen, ini ajaran platonik dan bagian ini Yesus justru memberikan kepada kita pengharapan bahwa Dia bangkit bersama dengan tubuh and so beautiful, lebih lagi, karena waktu Dia tampil dengan tubuh, yang menarik di sini adalah satu sisi kebangkitan tubuh, restorasi, maksudnya bukan sepenuhnya sama, glorious body, tapi juga di situ tetap ada bekas luka di tangan, di kaki yang dari bagian sebelumnya. Tubuh yang kita boleh mengatakan ada bagian “kerusakan” dari pada pre easter dari periode waktu Yesus naik ke atas kayu salib, tangan dan kakiKu, itu tidak di restore dalam bagian ini dan itu tetap alkitab bilang glorious, memang di dalam hal in kalau kita merenungkan, tidak sepenuhnya restorasi di dalam pengertian pikiran manusia kalau sudah rusak nanti diperbaiki lagi, begitu kan ya? Saya tidak tahu bagaimana nasib misionari-misionaris yang misalnya tangan atau kakinya dipenggal, jangan-jangan di sorga itu estetikanya agak sedikit berbeda dengan di sini, jangan-jangan mereka mungkin tetap begitu juga, saya tidak tahu. Tetapi kalaupun tetap seperti itu, ya kalau itu memang menurut Tuhan paling bagus, ya tetap seperti itu, bukan di dalam gambaran restorasi yang ada di sini, very clear tentang ini, tapi juga bukannya tidak glorious body, it’s a glorious body. Glorious body yang menyatakan kontinuitas antara pre easter Jesus dan post easter Jesus, ini Yesus yang sama, ini bukan hanya sekedar hantu, bukan hanya sekedar ghost, ini bukan konsep platonik immortality of the soul, tapi ini adalah Yesus yang bisa mendemontrasikan, ini adalah Aku yang disalibkan. Bukan disalibkan dalam pengertian yang dulu, tapi dalam pengertian yang sudah bangkit, rabalah Aku dan lihatlah karena hantu atau ghost, roh tidak ada daging dan tulang seperti yang kamu lihat padaKu, ya termasuk juga dengan adegan makan ikan goreng dsb.
Sama dengan bagian sebelumnya, dengan penampakan di Emaus, kita mendapati di sini bahwa Yesus kemudian menjelaskan lagi, ayat 44, “Inilah perkataanKu yang Kukatakan padamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur”, bagian ini sudah pernah kita bahas. Di sini kalau kita lihat penjelasannya agak sedikit delay, ditaruh dalam ayat 44-47, tapi kita mendapati di dalam ayat sebelumnya 36-43 bagaimana Yesus menekankan pentingnya bodily resurrection, kebangkitan tubuh yang seharusnya juga memberikan warna terhadap kekristenan kita, karena kita percaya kebangkitan tubuh, perspektif firman Tuhan yang sudah memberitakan tentang Yesus. Waktu kita membaca di dalam bagian ini ayat 46, ada prinsip yang sekali lagi ditekankan oleh Lukas bahwa Mesias harus menderita, lalu setelah itu Dia bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, di sini kita mendapati bahwa Lukas khususnya dibanding dengan penginjil yang lain itu di dalam konteks history of salvatiaon, dia memberikan certain cerita-cerita ini agak “separate”, maksudnya Yesus mati, lalu kemudian bangkit, lalu menampakkan diri 40 hari lamanya, kemudian terangkat ke sorga, setelah itu pentakosta, time frame-nya itu jelas. Kalau kita membaca ini tidak take it for granted, kita ini sangat dipengaruhi oelh Lukas, termasuk tradisi gereja yang merayakan ascension 40 hari setelah kebangkitan, kalau kita bandingkan dengan injil-injil yang lain, itu bagi seperti satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Misalnya injil Yohanes kalau kita membaca, agak sedikit “confusing”, karena dia menempatkan tentang kemuliaan Kristus itu di dalam pasal 17 di dalam farewell discourse, waktu Yesus mau berpisah dengan murid-muridNya, Dia kan ada diskursus perpisahan, termasuk akan mengutus Roh Kudus dsb. Lalu kata lift up waktu Yesus mengatakan, permuliakanlah, lalu Bapa menjawab, Aku telah mempermuliakan dan akan mempermuliakan, itu bicara bukan cuma tentang naik ke atas kayu salib yang juga belum terjadi sebetulnya kan ya? Tetapi bicara tentang naik ke atas kayu salib, kebangkitan tetapi sekaligus juga ascension, semuanya, lift up di situ, itu termasuk resurrection dan juga ascension, semuanya jadi satu dalam injil Yohanes, karena memang khas. Yohanes itu tidak pakai tenses auris yang bisa membawa event di dalam perspektif Tuhan, itu tidak bergantung pada waktu, misalnya Lazarus yang dibangkitkan pada waktu yang salah, itu mestinya kebangkitan setelah orang mati, tetapi Yesus mau menyaksikan kuasa bahwa Dia itu adalah kebangkitan dan hidup, maka bisa menarik apa yang seharusnya terjadi kelak, itu dihadirkan di sini dan sekarang. Kalau kita tidak membaca Kisah Para Rasul, di dalam bagian Lukas ini pun sebetulnya kita mendapati bahwa periode 40 itu tidak ada, di sini langsung, kita bisa katakan seperti seolah-olah hari yang sama, ayat 50, lalu Yesus membawa mereka ke luar kota. Kita tidak menulis lalu kalau 40 hari, setelah ngomong ternyata lalu-nya itu 40 hari kemudian, apakah kita menangkap maksudnya? Lalu-nya itu sebetulnya kalau di dalam perspektif dari Kisah Para Rasul kan 40 hari kemudian, tidak langsung kan di dalam pengertian ini setelah Yesus bangkit? Tetapi di sini semua dijadikan satu, so condensed dan menurut beberapa scholar, ini dibikin untuk mengemas berita ini menjadi satu setting yang dipakai di dalam perayaan dari pada easter. Itu termasuk resurrection yang juga pasti mengkaitkan crucifixion, penyaliban, tetapi juga sekaligus ascension, itu menjadi satu, sesuatu yang dianggap satu paket, kemuliaan Kristus, Kristus yang bangkit tapi juga terangkat ke sorga, demikian kita membaca di dalam Lukas ini pendek sekali, baru kita tahu setelah itu menurut perspektif Yohanes, Kisah Para Rasul bahwa ada periode yang cukup panjang antara kebangkitan Kristus dan kenaikanNya ke sorga. Intinya kita tidak bisa memisahkan bagian ini, antara crucifixion, resurrection bahkan ascension, itu secara waktu kronologis memang ada tenggangnya, tapi ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, termasuk dalam baian ini waktu Yesus menyatakan diriNya sudah bangkit. Dia tetap menunjuk pada peristiwa salib, lihatlah tangan dan kakiKu, untuk meneguhkan, affirm a reality of the resurrection dan juga termasuk peristiwa kenaikan ke sorga, menyambung cerita dari pada penampakan, setelah itu naik ke sorga.
Kita membaca di dalam ayat 47, “Dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem”, pertobatan dan pengampunan dosa, mungkin strongest di dalam perspektif Lukas, sebetulnya kaum injli sangat meresepsi perspektif Lukas di dalam hal ini. Maksudnya injil di dalam pengertian pertobatan dan pengampunan dosa, bukan berarti injil yang lain tidak percaya tentang pertobatan dan pengampunan dosa, tetapi kalau kita membandingkan di dalam perspektif Yohanes, Matius dsb., di sini yang menekankan tentang pertobatan dan pengampunan dosa itu khususnya adalah Lukas. Injil membawa orang kepada pertobatan, mengasumsikan orang itu hidup di dalam dosa, mengasumsikan orang itu belum bertobat, karena itu perlu bertobat, Yohanes mulai khotbah dengan berita pertobatan, Yesus juga membawa berita pertobatan, baru setelah itu bicara tentang pengampunan dosa. Tidak ada cerita kristen pengampunan dosa tanpa pertobatan, tidak ada dan pertobatan yang sejati itu merupakan satu pertobatan precisely karena percaya adanya pengampunan dosa, kalau kita hanya percaya pengampunan dosa, hanya percaya tentang kasih Tuhan, tapi tidak tentu ada pertobatan, itu tidak ada pengenalan yang sesungguhnya tentang kasih Tuhan yang mengampuni, tidak ada. Kalau kita hanya berkanjang pada berita pengampunan dosa tapi tidak ada pertobatan, kita sebetulnya tidak betul-betul mengerti apa itu pengampunan dosa, karena pengampunan dosa itu tidak pernah bisa dipisahkan dengan berita pertobatan. Kenapa orang berani bertobat? Kenapa orang berani mengaku dosa? Ya karena ada pengampunan dosa. Kasih itu menggerakkan orang untuk berani mengaku dosa, untuk berani bertobat, karena tahu waktu dia bertobat, dia ada pengharapan, tapi kalau tidak ada pengharapan, ya sudah tidak usah bertobat, bertobat juga percuma, begitu kan ya? Justru karena ada pengampunan dosa makanya kita berani bertobat.
Ini saling melengkapi satu dengan yang lain, waktu kita bandingkan dengan cerita kejatuhan manusia ke dalam dosa, Adam dan Hawa, waktu jatuh di situ tidak ada pertobatan dan tidak ada pengampunan juga akhirnya, yang terjadi di situ adalah waktu Allah berjalan-jalan di taman, karena mereka sudah jatuh di dalam dosa, mereka jadi takut. Tidak ada iman kepercayaan bahwa Tuhan itu datang untuk mengasihi mereka, mereka jadi paranoia, padahal Tuhan juga tidak berubah, tetapi dosa itu membuat penglihatan mereka tentang Tuhan itu jadi kacau dan bukan hanya itu, bukan hanya secara vertikal, secara horizontal juga jadi begitu kan ya? Karena hawa yang bersalah dengan tempting Adam, bukannya say sorry, bukannya minta maaf, tapi malah menyalahkan ular, begitu kan ya? Dan juga Adam yang seharusnya say sorry kepada Tuhan, karena dia sebagai pemimpin harusnya bisa membawa Hawa, tapi dia malah menyalahkan Hawa yang tempting dia, lebih lagi dia malah menyalahkan Tuhan, kan Kamu yang taruh dia disebelah saya? Suruh Tuhan yang mengaku dosa, di dalam cerita kejatuhan semuanya jadi kacau, tidak ada cerita pertobatan dan juga tidak ada cerita pengampunan dosa (belum dalam pengertian Yesus akan diutus menjadi berita pengampunan itu), tetapi di dalam Kejadian 3 kita membaca tidak ada cerita tentang pertobatan manusia, tidak ada confession of sin, tidak ada pengakuan dosa dan juga tidak ada pengampunan di situ. Precisely karena mereka tidak percaya tentang pengampunan dosa, ya memang baru jatuh dalam dosa, baru setelah itu Tuhan memberitahukan tentang rencanaNya kan ya? Tapi dosa yang tidak dimengerti dari perspektif anugerah, itu tidak akan menyelamatkan seseorang keluar dari padanya, tidak, kita jangan kaget ada orang berdosa yang tahu kalau dia berdosa dan dia tahu dia sangat berdosa, malahan dia tidak berani ke gereja karena dia tahu dia tidak layak, dia tidak berani terima Yesus Kristus, karena dia tahu dia orang berdosa, dia cukup humble mengakui memang dia adalah orang yang berdosa.
Tetapi berdosa seperti ini, pengetahuan akan dosa yang tidak dilihat dari perspektif pengampunan dosa, itu bukan pertobatan. Pertobatan itu bukan hanya orang tahu bahwa saya berdosa, tidak, tapi orang yang mengenal dirinya berdosa lalu berani bertobat karena percaya ada pengampunan dosa di dalam Yesus Kristus, itu baru pertobatan yang sejati. Di dalam perspektif Lukas pertobatan dan pengampunan dosa, ini repetitif, bukan sekali bertobat setelah itu tidak usah bertobat lagi, unlikely, di dalam kenyataannya bukan begitu. Memang kita bukan terus mengundang Yesus masuk lagi dan masuk lagi, terima Yesus lagi dan lagi, memang tidak, itu agak lucu, tapi di dalam pengertian pertobatan dan pengampunan dosa, ini bukan sekali bertobat lalu setelah itu tidak perlu bertobat lagi, bukan. Karena kita masih bisa berdosa dan kita masih perlu bertobat lagi dan lagi, masih perlu pengampunan dosa lagi dan lagi. Dan berita ini yang kemudian disampaikan kepada segala bangsa, pertobatan, pengampunan dosa mulai dari Yerusalem dengan kekuatan kekuasaan dari tempat tinggi, Roh Kudus.
Pembahasan Roh Kudus kalau kita membandingkan Lukas dengan misalnya Yohanes dan juga Paulus, kita mendapati di situ ada perbedaan perspektif. Yohanes menempatkan Roh Kudus dalam farewell discourse, diskursus perpisahan, jadi the Holy Spirit itu adalah continuity of Jesus present, Yesus yang akan naik meninggalkan mereka, lalu Dia berkata, Aku tidak akan membiarkan engkau yatim piatu, tapi Roh Kudus itu akan menghiburkan, bahkan mengingatkan apa yang pernah Aku ajarkan dst. Kalau kita bandingkan dengan Paulus, perspektif Paulus adalah Roh Kudus diberikan supaya membawa kita untuk bisa menghidupi christian life sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, manusia baru, ciptaan baru dan juga diversity of spiritual gift, ministry dsb., itu Roh Kudus di dalam konsep Paulus. Dalam konsep Lukas kalau kta membaca termasuk dalam bagian ini, Roh Kudus ditempatkan sebagai the one yang empowers church mission bukan tanpa Roh Kudus, Roh Kudus itu yang akan memperlengkapi murid-murid yang akan memperlengkapi jemaat Tuhan di dalam kuasa kesaksian. Karena kalau tanpa Roh Kudus kesaksian kita itu jadi tidak convincing, kita boleh sesibuk apapun, bicara sebanyak apapun dan akhirnya juga tidak efektif, yang paling celaka adalah bukan hanya tidak efektif, tapi malah destruktif. Ini kan mengantisipasi pentakosta, lalu mereka menantikan, maksudnya adalah tanpa Roh Kudus, tidak ada kekuatan untuk bersaksi dengan efektif, tidak ada kekuatan Tuhan, akhirnya kesaksian gereja, kesaksian orang-orang kristen menjadi tidak powerful dan itu sayang sekali. Karena yang bisa dilakukan Tuhan itu jauh lebih besar dari pada kita, kita perlu menunggu pimpinan Tuhan, menunggu kuasa dari tempat yang maha tinggi. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Jemaat Kelapa Gading